DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP CIJAKU
Jl. Sukamaju - Pasarkupa Km.01, Desa Cijaku, Kecamatan Cijaku Kode Pos 42395
TENTANG
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BAHAN HABIS PAKAI UPTD PUSKESMAS
RAWAT INAP CIJAKU
MEMUTUSKAN :
Ditetapkan di : Cijaku
Pada Tanggal : 4 Januari 2022
SUSILO SUPRIYANTO
LAMPIRAN 1
KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP CIJAKU
NOMOR : 440/………/SK/PKM-CJK/I/2023
TENTANG : PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BAHAN HABIS PAKAI UPTD PUSKESMAS
RAWAT INAP CIJAKU.
1. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan farmasi / perbekalan farmasi yang
beredar di rumah sakit.
2. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi seleksi, perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan, distribusi atau penyaluran, pelayanan sediaan farmasi dan pemantauan.
a. Pemilihan (seleksi)
Pemilihan adalah proses memilih perbekalan farmasi yang akan digunakan dalam menunjang
pelayanan kesehatan di Rumah sakit.
a. Pemilihan dilaksanakan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan dituangkan dalam
bentuk formularium RS.
b. Mengutamakan penggunaan obat generik.
c. Memiliki rasio manfaat – resiko yang paling menguntungkan penderita.
d. Memiliki rasio manfaat – biaya yang tinggi sehingga harga terjangkau bagi pasien.
e. Mutu terjamin, aman, praktis dalam penggunaan dan paling dibutuhkan untuk pelayanan.
f. Penambahan obat diluar formularium RS dapat dilakukan bila obat belum terdapat dalam
formularium RS, sedangkan :
Obat dibutuhkan dan tidak dapat tergantikan oleh terapi lain.
Obat mempunyai efektivitas tinggi dengan harga terjangkau
g. Obat dapat dikeluarkan dari formularium apabila :
Obat mati (death stock) karena tidak dilakukan penulisan oleh dokter
Obat diketahui memiliki angka kejadian efek samping yang besar
Obat ditarik dari peredaran oleh BPOM
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses merencanakan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang akan
disediakan di Instalasi Farmasi Rumah sakit.
a. Perencanaan tahunan dilaksanakan setiap tahun sebelum tahun anggaran yang akan
datang melalui Rencana Bisnis Anggaran (RBA) RS berdasarkan:
- Formularium RS yang disusun oleh KFT
- Buffer stock yang tersedia di gudang perbekalan farmasi dan pemakaian tahun
sebelumnya.
- Data rekam medik meliputi pola penyakit
- Anggaran RS yang tersedia
- Usulan user, untuk jenis perbekalan farmasi yang tidak tercantum dalam formularium
RS misalnya implant orthopaedi, IOL atau obat tidak tersedia dalam bentuk
generiknya.
b. Perencanaan tahunan dijabarkan dalam perencanaan bulanan atau mingguan untuk
pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi.
c. Perencanaan dilaksanakan oleh Penanggungjawab Gudang Farmasi dengan mengetahui
Kepala Instalasi Farmasi.
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan proses penyediaan perbekalan farmasi dengan melibatkan pihak ketiga.
a. Dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Rumah Sakit.
b. Jumlah perbekalan farmasi yang diadakan disesuaikan dengan ajuan perencanaan.
c. Dilaksanakan secara berkala tiap periode demi menjamin ketersediaan perbekalan
farmasi di Rumah Sakit.
d. Pengadaan perbekalan farmasi melalui distributor resmi.
d. Penerimaan
Penerimaan adalah proses menerima perbekalan farmasi dari pihak ketiga atau rekanan /
distributor farmasi.
a. Penerimaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh Tim Penerima RS dengan petugas
farmasi sebagai salah satu anggotanya.
b. Tim penerima wajib memeriksa perbekalan farmasi :
Sesuai spesifikasi surat pesanan (nama obat, jenis sediaan, kekuatan sediaan dan
jumlah)
Perbekalan farmasi diterima mempunyai masa kadaluwarsa minimal 2 tahun. Kecuali
untuk obat cito dan obat dengan stabilitas rendah dapat diterima minimal 6 bulan.
Kondisi fisik. No batch, Kemasan utuh, tidak rusak dan tidak terjadi perubahan
warna.
e. Penyimpanan
3. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan denngan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien
a. Peresepan
Peresepan adalah proses permintaan tertulis dari dokter kepada Apoteker untuk menyediakan
dan menyerahkan obat kepada pasien.
a. Peresepan hanya dapat dilaksanakan oleh dokter RSUD “Lawang”.
Bila dilakukan pendelegasian penulisan resep kepada dokter selain dokter karyawan
RSUD Lawang harus divalidasi oleh DPJP ( Dokter Penanggungjawab Pasien ) per
masing-masing resep.
b. Penyelarasan obat (medication reconciliation) harus dilakukan sebelum penulisan resep.
c. Peresepan menggunakan blangko resep resmi yang diterbitkan oleh RS dan membubuhkan
tanda R/ pada tiap sediaan
d. Peresepan harus menggunakan tulisan yang jelas, dapat dibaca dan menggunakan istilah
singkatan yang tidak dilarang.
Hal ini untuk mencegah terjadinya salah pelayanan obat kepada pasien, terutama untuk
obat golongan high alert medication.
a.
b.
c.
d.
e. Isi resep harus lengkap, memuat :
persyaratan administrasi :
nama dokter, tanggal, asal ruangan/poli, nama pasien, nomor rekam medis, umur, berat
badan (untuk pasien anak) dan alamat pasien.
persyaratan farmasi dan klinis :
nama obat, dosis, jumlah, frekuensi, rute pemakaian dan riwayat alergi.
Tanda tangan dokter untuk peresepan obat golongan narkotika.
f. Peresepan ditulis nama generik dan atau mengacu kepada formularium yang telah
ditetapkan.
g. Peresepan yang diperuntukkan “prn” (pro re nata = bila perlu) harus ditulis dosis
maksimal dan atau indikasinya.
h. Peresepan verbal dapat dilayani hanya untuk kasus emergency. Petugas farmasi wajib
mencatat, mengeja jenis pesanan dan membacakannya kembali.
Peresepan verbal wajib diganti dengan peresepan tertulis oleh DPJP atau dokter jaga
maksimal 1x24 jam setelah dilayani.
i. Peresepan obat LASA wajib dilakukan konfirmasi ulang kepada DPJP
j. Penulisan resep diharapkan secara One Day Dose / peresepan perhari untuk pasien rawat
inap. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir jumlah obat yang ditempatkan di ruang
perawatan serta untuk menurunkan angka kejadian perbekalan farmasi yang dikembalikan
ke Instalasi Farmasi saat terjadi perubahan terapi atau pasien pulang.
k. Peresepan dari IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan rawat inap maksimal untuk penggunaan
obat selama 3 hari dalam satu lembar resep.
Resep dari IGD merupakan peresepan awal pasien sebelum pasien menjalani pengobatan
rawat jalan atau rawat inap. Peresepan maksimal bertujuan untuk meminimalisir obat tidak
terpakai atau meningkatkan efisiensi biaya pengobatan oleh pasien dan memudahkan
penggantian obat apabila terjadi Drug Related Problems (DRP) atau perubahan terapi.
l. Terhadap kekurangjelasan, ketidaktersediaan atau perubahan isi resep, petugas farmasi
harus mengkonfirmasikan kepada DPJP dan hasil konfirmasi dicatat pada lembar resep.
Hasil konfirmasi menyebutkan perubahan terhadap: nama obat, jumlah, dosis atau sediaan
dan dicatat waktu pelaksanaan konfirmasi.
m. Bila obat kosong (habis) atau tidak tersedia di Rumah Sakit, maka :
Petugas farmasi melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep, untuk
penggantian dengan sediaan lain.
Petugas farmasi melalui Penanggungjawab Unit Perbekalan Farmasi, diteruskan
kepada Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Rumah Sakit untuk melakukan pengadaan
cyto untuk obat emergency atau dimasukkan dalam perencanaan pengadaan
selanjutnya.
Pengadaan cyto dilaksanakan hanya untuk obat yang bersifat “life saving” yang belum
tersedia di Rumah Sakit dan tidak dapat disubstitusi dengan obat lain.
Dokter penulis resep dapat melakukan pengajuan obat baru melalui formulir
permintaan obat baru terbitan Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit, bila obat
termasuk obat esensial yang belum tersedia di Rumah Sakit.
Dibuat salinan resep kepada pasien untuk mendapatkan pelayanan perbekalan farmasi
diluar Instalasi Farmasi Rumah Sakit, bila dokter mempunyai pertimbangan tertentu
tidak dapat mengganti obat.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
b. Verifikasi Resep
Verifikasi resep merupakan proses skrining terhadap isi resep sebelum resep dapat dilayani.
Tujuan :
a. Untuk memastikan bahwa resep yang diterima memuat elemen yang dibutuhkan
dalam pelayanan obat.
b. Memastikan bahwa resep merupakan resep asli, diberikan kepada orang yang tepat,
dengan obat dan dosis yang sesuai dan meminimalkan permasalahan terkait
penggunaan obat yang diresepkan.
c. Sebagai bentuk pengawasan terhadap insiden penyalahgunaan obat.
Tata laksana :
a. Petugas farmasi menerima resep dan melakukan skrining terhadap :
persyaratan administrasi :
nama dokter, tanggal, asal ruangan/poli, nama pasien, nomor rekam medis, umur,
berat badan (untuk pasien anak) dan alamat pasien.
Skrining terhadap persyaratan administrasi merupakan skrining dasar.
persyaratan farmasi dan klinis :
nama obat, dosis, jumlah, frekuensi, rute pemakaian, riwayat alergi, duplikasi,
kontraindikasi dan interaksi obat.
Tanda tangan dokter untuk peresepan obat golongan narkotika.
Kelengkapan administrasi yang dibutuhkan berdasarkan status pasien.
b. Petugas farmasi melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep apabila terdapat
hasil verifikasi resep yang kurang memenuhi syarat.
c. Hasil konfimasi tercatat di lembar resep.
c. Dispensing / penyiapan
Dispensing merupakan kegiatan pemenuhan jumlah, jenis dan bentuk sediaan yang
dikehendaki dalam resep untuk selanjutnya didistribusikan kepada pasien. Permintaan obat
diproses sampai dengan satuan terkecil perbekalan farmasi agar siap digunakan atau
dikonsumsi oleh pasien.
Pada dasarnya teknik penyiapan / dispensing terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Dispensing obat non racikan adalah dispensing obat dalam sediaan tunggal dan dalam
pemberiannya tidak mengubah bentuk sediaan asal.
2. Dispensing obat racikan adalah dispensing obat yang mengharuskan pencampuran dari
beberapa macam atau jenis obat untuk dijadikan sediaan homogen berupa puyer, kapsul,
salep maupun sirup atau terjadi perubahan bentuk sediaan asal.
Tujuan :
Untuk membuat sediaan farmasi atau campuran sediaan farmasi, bermutu, sesuai
jenis, jumlah, dosis dan bentuk sediaan yang diinginkan. yang siap digunakan pasien,
dalam kondisi baik
Tata laksana :
a. Penyiapan obat khususnya untuk resep racikan harus menggunakan teknik aseptik
dengan tetap memperhatikan inkompatibilitas antara obat satu dengan yang lainnya.
b. Obat yang diambil dari tempat penyimpanan dan dilakukan pengecekan ganda untuk
obat yang termasuk golongan high alert medication.
c. Obat disiapkan dalam satuan terkecil yang sudah siap digunakan atau dikonsumsi.
d. Obat yang sudah siap dikonsumsi atau digunakan dikemas dengan baik dan diberi
pelabelan / etiket yang memuat tanggal pelayanan, nama pasien, umur, frekuensi
dan cara pemakaian, nama obat, dosis dan tanggal kadaluwarsa .
e. Petugas berbeda ( selain petugas dispensing ) melakukan pengecekan untuk hasil
dispensing, dengan tujuan meminimalisir kesalahan pemberian obat khususnya obat
golongan high alert medication.
Proses akhir dari dispensing atau penyiapan obat adalah penyerahan obat kepada
pasien yang disertai dengan pemberian informasi obat. Keseluruhan proses pelayanan
resep dicatat untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan resep. Hal
ini dapat menunjukkan mutu pelayanan yang diberikan melalui indikator kinerja,
yang terangkum dalam salah satu parameter Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Rumah Sakit.
Waktu tunggu untuk pelayanan farmasi adalah :
Obat racikan : ≤ 60 menit
Obat non racikan : ≤ 30 menit
d. Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan terapi obat merupakan proses memastikan bahwa penggunaan obat pada
diagnosa suatu penyakit tersebut berdasarkan standar terapi yang berlaku di Rumah Sakit.
Kegiatan pemantauan teapi obat yaitu memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien.
Tujuan :
1. Meningkatkan efektivitas terapi
2. Menurunkan angka resiko permasalahan yang terkait penggunaan obat yang tidak
dikehendaki.
3. Meningkatkan peresepan yang rasional, sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Pemantauan terapi juga dapat digunakan untuk tujuan lain antara lain untuk pemetaan
kuman pada penggunaan obat antibiotik.
Pemantauan penggunaan obat antibiotik dapat digunakan untuk menyusun suatu
pemetaan kuman dimana pada ruang perawatan pasien yang satu dengan yang lain akan
menghasilkan resistensi kuman yang berbeda sehingga kepekaan penggunaan antibiotic pada
masing-masing ruangan akan berbeda pula.
Pemetaan kuman yang telah tersusun akan dapat digunakan sebagai masukan kepada
Tim KFT Rumah Sakit dalam rangka penyusunan pedoman penggunaan antibitiotika di RS.
Pedoman ini digunakan dalam pemberian terapi antibiotika yang selektif sehingga dapat
menurunkan resiko resistensi dan kegagalan terapi karena penggunaan antibiotic yang tidak
sesuai.
Tata laksana :
1. Petugas farmasi ruangan melakukan pengkajian terhadap pemberian obat yang
tercantum pada rekam medik.
2. Pengkajian dilakukan terhadap pemilihan obat, duplikasi, dosis, cara pemberian,
interaksi, ADR (adverse drug reaction) dan kejadian atau reaksi obat yang tidak
diinginkan.
3. Petugas farmasi menyampaikan hasil kajian pada lembar terintegrasi yang terdapat
pada dokumen rekam medik dan menyampaikan rekomendasi kepada dokter dan
melakukan diskusi dengan profesi lain.
4. Petugas farmasi melakukan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi.
5. Hasil pengkajian penggunaan obat dicatat pada buku catatan farmasi ruangan.
e. Pemantauan efek samping obat
Pemantauan efek samping obat adalah pengawasan terhadap reaksi yang tidak
dikehendaki / diinginkan yang ditimbulkan akibat penggunaan obat pada dosis lazimnya. Efek
samping obat ada kalanya bersifat subyektif atau berbeda pada masing-masing individu.
Tujuan :
Untuk mengidentifikasi kejadian efek samping obat sedini mungkin, meminimalkan resiko
kejadian efek samping dan mencegah kejadian berulang reaksi obat yang tidak
dikehendaki, terutama efek samping yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
Tata laksana :
1. Petugas ruangan mendeteksi adanya kejadian efek samping obat dan melaporkan
kepada tim Komite Farmasi dan Terapi.
2. Dilakukan identifkasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi dan
dievaluasi menggunakan algoritme Naranjo.
3. Petugas mendokumentasikan dan mendiskusikan di Komite Farmasi dan Terapi.
4. Dilakukan pelaporan kepada Pusat MESO Nasional Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM).
Pelaporan dapat menggunakan formulir Monitoring Efek Samping Obat yang
diterbitkan oleh Pusat MESO Nasional Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM).
f. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Konseling adalah kegiatan tanya jawab disertai dengan penjelasan dan pemberian
saran oleh Apoteker kepada pasien dan atau keluarganya, terkait penggunaan / terapi obat.
Konseling dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap atas permintaan
pasien, rujukan dokter atau inisiatif Apoteker.
Tujuan :
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien, sebagai bentuk
kepedulian kepada pasien.
2. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat sehingga meningkatkan kepatuhan
minum obat dan menurunkan angka kejadian pasien salah minum obat maupun dosis.
Tata laksana :
1. Pelaksanaan konseling wajib didukung oleh pustaka dan peralatan yang memadai agar
tujuan konseling dapat tercapai.
2. Konseling dilaksanakan setiap hari kerja pukul 09.00 – 12.00 WIB.
3. Apoteker membuka komunikasi dengan pasien..
4. Apoteker melakukan identifikasi tingkat pemahaman pasien melalui three prime
question.
5. Apoteker sebagai konselor menggali informasi dari pihak pasien perihal riwayat
penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, keluhan-keluhan, pola hidup dan efek samping
yang mungkin pernah dialami oleh pasien (identifikasi).
6. Apoteker memberikan penjelasan untuk menyelesaikan permasalahan terkait obat dan
penggunaannya.
7. Dilakukan verifikasi akhir untuk mengecek pemahaman pasien.
8. Seluruh hasil kegiatan didokumentasikan dan dilaporkan tiap bulan kepada Kepala
Instalasi Farmasi.
Konseling dilaksanakan dengan melihat kriteria pasien, terutama untuk pasien dengan kondisi
khusus (geriatri, ibu hamil, ibu menyusui, peidatri), pasien dengan terapi jangka panjang /
penyakit kronis ( DM,TB,epilepsi, dan lain-lain), pasien yang menggunakan obat indeks
terapi sempit dan pasien dengan polifarmasi.
h. Visite Apoteker
Visite Apoteker adalah kegiatan kunjungan apoteker ruangan kepada pasien rawat
inap di ruang perawatan yang dilakukan secara mandiri atau bersama dokter, perawat dan tim
tenaga kesehatan yang lain, untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung.
Keberhasilan pengobatan pasien tidak hanya didasarkan pada diagnosa dan pemilihan
obat yang benar, namun juga dipengaruhi oleh :
- Penggunaan obat secara benar
- Asupan gizi yang sesuai
- Manajemen efek samping obat yang muncul
- Perasaan aman dan nyaman yang dirasakan pasien.
Tujuan :
Memantau terapi obat, meningkatkan terapi obat yang efektif dan rasional ,mencegah
terjadinya Permasalahan Terkait Obat (Drug Related Problems) serta menyajikan informasi
obat kepada dokter, pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Tata laksana :
- Visite apoteker dapat dilakukan secara mandiri dan atau kolaborasi dengan profesi lain.
- Pasien yang akan divisite diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kondisi pasien dan jenis
obat yang diperoleh serta kompleksitas regimen.
- Petugas farmasi mempelajari data tentang profil pasien, profil penyakit dan profil
pengobatan melalui rekam medik, catatan perawat, catatan terintegrasi atau melalui
wawancara dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain.
- Setiap memulai kegiatan konseling, Apoteker selalu memperkenalkan diri dan
menerangkan tujuan visite kepada pasien.
- Kegiatan visite dilaksanakan diantaranya mengidentifikasi masalah terkait obat, yaitu :
ada obat tanpa indikasi, ada indikasi tapi tidak diobati, pemilihan obat yang tidak tepat,
obat tidak tersedia (gagal mendapatkan obat), dosis berlebih atau kurang, interval (saat
dan lama pemberian tidak tepat), ada interaksi obat dan ada efek Samping Obat
- Terhadap permasalahan yang ditemukan, dilakukan analisa untuk memberikan
rekomendasi terapi kepada dokter.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, diantaranya bahwa obat
harus menyembuhkan penyakit, menghilangkan / mengurangi gejala klinis, menghambat
progresivitas penyakit dan mencegah kondisi yang tidak diinginkan.
- Apoteker mendokumentasikan kegiatan visite, termasuk diantaranya permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
Dengan bertemunya dokter, apoteker, ahli gizi dan perawat akan menjamin diagnose,
pengobatan dan penggunaan obat yang benar, serta asupan gizi yang seimbang dan
perawatan yang memadai sehingga akan meningkatkan efektivitas pengobatan pasien dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan sistem satu pintu.
5. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah memilliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker dan Surat Izin Kerja.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-
peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan pengawasan distribusi .
7. Sediaan farmasi / perbekalan farmasi terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia,
radiofarmasi, dan gas medis.
8. Mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
kepala instalasi sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan / atau
tenaga tehnis kefarmasian.
9. Obat hanya dapat diberikan berdasarkan resep atau pesanan dari dokter, dan apoteker
menganalisa secara kefarmasian.
10. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi, meliputi :
Nama , umur, jenis kelamin, berat badan pasien
Nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter
Tanggal resep
11. Obat pasien rawat inap dikembalikan jika alergi atau pasien meninggal dunia atau hal lain
dengan persetujuan dokter.
12. Penyediaan obat didasarkan pada formularium rumah sakit dan Formularium Nasional untuk
Program Jaminan Kesehatan Nasional.
13. Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.
14. Besarnya persediaan obat/ alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum untuk pemakaian satu
bulan, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan “fast moving” persediaan dapat ditingkatkan
sampai dengan maksimum untuk dua bulan.
15. Penerimaan obat / alkes dari logistik farmasi dengan kadaluarsa paling lambat satu tahun hanya
untuk obat-obat yang digolongkan “ cito “ dan segera pakai.
16. Untuk menjaga kualitas, semua obat atau alkes dari pedagang besar farmasi (PBF) yang resmi.
17. Permintaan narkotika di tulis dokter atau dokter yang berwenang dengan mencantumkan nomor
Surat Izin Praktek (SIP) dan alamat lengkap.
18. Tidak menyediakan alkohol 70% dijual bebas.
19. Memberikan pelayanan selama 24 jam terus menerus ke seluruh unit kerja terkait seperti IGD,
rawat inap, rawat jalan, dan rawat intensif.
20. Tidak menyediakan susu bayi (< 6 bulan ) untuk dijual bebas.
21. Tidak menyediakan produksi sediaan nutrisi dan sediaan sitostatika (radioaktif).
22. Tidak melakukan penyimpanan obat sampel.
23. Tidak melakukan kegiatan produksi sediaan steril.
Kepala
UPTD Puskesmas Rawat Inap Cijaku Cijaku