Anda di halaman 1dari 51

ANGGARAN RUMAH TANGGA

( ART )
 

 
 

IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA


 

 
JAKARTA 2016
 

-1-
ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA (IPAI)

BAB I

KEANGGOTAAN

Pasal 1

KRITERIA ANGGOTA

(1)          Keanggotaan IPAI, terdiri dari:

a.      anggota biasa;

b.      anggota luar biasa; dan

c.      anggota kehormatan.

(2)          Anggota Biasa adalah :

a.      Penata Anestesi lulusan DIV Keperawatan Anestesi

b.      Penata Anestesi lulusan Akademi Anestesi atau Akpernes atau


Pampernes; dan
c.      Tenaga Keperawatan yang telah mengikuti pelatihan anestesiologi dan
memilih berpraktik sebagai penata anestesi atau bertugas di pelayanan
anestesi;

(3)          Anggota Luar Biasa Ikatan Penata Anestesi Indonesia adalah setiap orang
yang telah berkarya dan mempunyai aktivitas dalam bidang kepenataan
anestesi.

Anggota Kehormatan Ikatan Penata Anestesi Indonesia adalah setiap orang


yang

(4)          memiliki kepedulian dan telah berjasa terhadap IPAI

Pasal 2

TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGANGKATAN ANGGOTA IPAI

(1)          Tata Cara Penerimaan Anggota IPAI.


 

a.    penerimaan penata anestesi dilakukan oleh organisasi IPAI


daerah setempat;

b.    calon anggota mengajukan permohonan secara tertulis kepada


organisasi IPAI daerah setempat;

c.    untuk dapat diterima menjadi Anggota Penata Anestesi harus


memenuhi persyaratan sebagai berikut;dan
 
1.  Warga Negara Indonesia;

2.  Bertempat tinggal di Indonesia;

3.  Lulus pendidikan Diploma III Keperawatan Anestesi/Diploma


IV Keperawatan Anestesiologi;

-2-
4.    Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
 

5.    Berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan


mempunyai integritas yang tinggi;dan
6.    Membuat surat pernyataan persetujuan terhadap anggaran
dasar, anggaran rumah tangga dan kode etik dan disiplin
penata anestesi Indonesia.

d.     Penata Anestesi yang telah diterima berdasarkan persyaratan


sebagaimana dimaksud pada butir (a) dapat menjalankan
praktiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

(2)          Pengangkatan Anggota Kehormatan.


 

a.    Usulan dari pengurus daerah dan/atau pengurus pusat;

b.    Penilaian oleh tim khusus yang dibentuk pengurus pusat;dan

c.     Pengesahan oleh Musyawarah Nasional dan/atau Musyawarah


Nasional Luar Biasa.

Pasal 3

HAK-HAK ANGGOTA IPAI

(1)          Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan asuhan


kepenataan anestesi sesuai dengan standar profesi, standar operasiol
prosedur, standar pelayanan Penata Anestesi yang telah ditetapkan.
 

(2)          Menjadi anggota perhimpunan profesi.

(3)          Membela diri.

(4)         Mengikuti semua kegiatan IPAI.

(5)          Mengajukan pertanyaan/usul.

(6)         Mengemukakan pendapat (hak bicara).

(7)         Dipilih dan memilih (hak suara).

(8)         Mengikuti pendidikan berkelanjutan.

 
 

-3-
Pasal 4

KEWAJIBAN ANGGOTA IPAI

(1)        Kewajiban Anggota Biasa.


 

a.    Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan
Disiplin Penata Anestesi Indonesia, Standar Profesi, Standar
Pelayanan, Standar Operasional Prosedur, Peraturan/Ketetapan
yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi dan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku;

b.    Membayar uang pangkal;

c.     Membayar uang iuran bulanan anggota;

d.    Wajib bekerja sama dengan profesi kesehatan dan pihak lain terkait
secara timbal-balik dalam memberikan pelayanan asuhan
kepenataan anesetesi;
e.    Wajib secara terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu kepenataan anestesi; dan
f.      Mutasi anggota biasa ke DPD lain wajib melapor ke DPD yang dituju
dengan disertai rekomendasi tempat asal.

(2)          Anggota Kehormatan.


 

Anggota Kehormatan memiliki kewajiban;

Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan Disiplin
Penata Anestesi Indonesia, Peraturan/Ketetapan yang ditetapkan oleh
Organisasi Profesi dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 5
 

KELALAIAN DAN SANKSI

(1)          Anggota yang melalaikan kewajiban dapat diberikan peringatan maupun sanksi
berupa:
 

a.    peringatan biasa;

b.    peringatan keras;

c.     pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;dan

d.    pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

e.    sanksi butir a,b,c dan butir d sebagaimana di maksud ayat (1) akan di
atur kemudian dalam peraturan DPP dan DPD.

(2)          Dengan mempertimbangkan atas berat atau ringannya sifaf pelanggarannya


dapat dikenakan sanksi:
 

a.    peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat;;

b.    peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena


mengulangi kembali perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan
yang berlaku atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang
pernah diberikan;
c.    pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat
pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati
ketentuan peraturan organisasi atau bilamana setelah mendapat
sanksi

-4-
berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan
pelanggaran;dan

d.       pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan


pelanggaran peraturan organisasi dengan maksud dan tujuan
merusak citra serta martabat kehormatan profesi IPAI yang wajib
dijunjung tinggi sebagai profesi yang otonom dan mandiri.

(3)         Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti
larangan untuk menjalankan profesi IPAI dimanapun.

(4)         Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu
tertentu dan/atau pemecatan dari keanggotaan organisasi IPAI disampaikan
kepada Kementerian Kesehatan untuk diketahui.

Pasal 6

MAKSUD DAN TUJUAN

(1)         Maksud dan Tujuan Ikatan Penata Anestesi Indonesia adalah meningkatkan
kualitas profesi Penata Anestesi dengan cara menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan, termasuk pendidikan dan pelatihan, yang bertujuan menunjang:
 

a.    pelaksanaan tugas pelayanan asuhan kepenataan anestesi, baik di


dalam praanestesi, intraanestesi dan pascaanestesi;
b.    pelaksanaan tugas pelayanan asuhan kepenataan anestesi di bawah
pengawasan dan/atau atas pelimpahan wewenang secara mandat dari
dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain;
c.    pelaksanaan tugas pelayanan asuhan kepenataan anestesi
berdasarkan penugasan pemerintah sesuai kebutuhan;
d.    ikut serta memberikan andil bagi pengembangan dan peningkatan
derajat kesehatan rakyat indonesia;

e.    pengembangan ilmu dan pelayanan kepenataan anestesi;

f.     pengembangkan dan peningkatan kesejahteraan anggotanya; dan

g.    memberi perlindungan kepada anggota Ikatan Penata Anestesi


Indonesia dalam menjalankan tugas profesi.

(2)           Tugas dan Wewenang Ikatan Penata Anestesi Indonesia sebagai berikut :
Membuat dan senantiasa memperbaharuai laporan tahunan perubahan
jumlah anggota IPAI;

a.      Menetapkan Sekretariat IPAI;

b.      Menetapkan dan menjalankan Kode Etik dan Disiplin bagi Anggota IPAI;

c.      Melaksanakan pengawasan terhadap Anggota IPAI dalam menjalankan


profesinya untuk selalu menjunjung tinggi pelaksanaan Kode Etik dan
Disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d.      Membentuk Dewan Pertimbangan dan Pengawas;

e.      Membentuk Kolegium sesuai dengan peraturan perundang-undangan


yang berlaku;

f.       Membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik dan Disiplin Penata Anestesi

-5-
Indonesia;dan

g.      Memberikan teguran lisan, tertulis, melakukan pemberhentian sementara


dan atau pemberhentian tetap terhadap Anggota IPAI berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku.

(3)       Untuk mencapai tujuan Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) berupaya:

a.      Membantu pemerintah melancarkan program-program kesehatan


khususnya kepenataan anestesi.

b.      Aktif membantu pemerintah dalam pengembangan ilmu kepenataan


anestesi.

c.       Memelihara, memupuk dan meningkatkan kualitas pelayanan anestesi.

d.      Bekerja sama dengan organisasi profesi tenaga kesehatan lain baik
secara regional, bilateral, multilateral dan internasional.
e.      Menghimpun anggota dengan semangat kebersamaan, kepedulian,
kedisiplinan, dan kemandirian.
f.        Melakukan pendidikan dan pelatihan baik dalam bentuk pendidikan formal
maupun pendidikan berkelanjutan.
g.      Melakukan bimbingan belajar bagi calon penata anestesi baik secara
individu maupun kelompok melalui pembekalan, teori, praktik, seminar
dan atau kegiatan ilmiah lain; dan
h.      Melakukan kegiatan pengabdian masyarakat sesuai dengan
kompetensinya baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan pihak
terkait
i.        Membentuk badan / lembaga yang dapat memberikan kesejahteraan
anggota.

Pasal 7

KEHILANGAN HAK KEANGGOTAAN

 
(1)          Meninggal dunia/wafat.

(2)          Setiap anggota yang wafat dibebaskan dari segala kewajibannya sebagai
anggota yang mungkin masih terhutang sebelum wafat.

(3)          Anggota tidak aktif dalam jangka waktu 5 tahun.

(4)          Atas permintaan sendiri secara tertulis yang disampaikan kepada Pengurus
DPD IPAI dan diteruskan kepada Pengurus DPP IPAI.

(5)          Terkena sanksi disiplin organisasi dengan mencemarkan nama baik organisasi
IPAI.

(6)          Seseorang dapat diberhentikan keangotaannya oleh organisasi karena


mengundurkan diri atau sebagai hukuman akibat melalaikan kewajibannya
sebagai anggota.

(7)          Anggota kehormatan kehilangan keanggotaannya karena;


 

a.   meninggal dunia;

b.   atas permintaan sendiri;dan

c.   terkena sanksi disiplin organisasi.

-6-
 

Pasal 8

TATACARA PEMBERHENTIAN ANGGOTA IPAI

(1)        Pemberhentian karena mengundurkan diri:


 

a.     Seorang anggota yang ingin mengundurkan diri dari ke anggotaan


IPAI harus mengajukan surat permohonan pengunduran diri secara
tertulis kepada pengurus daerah setempat bermeterai;
b.     Paling lambat 1 (satu) bulan setelah surat permohonan pengunduran
diri tersebut diterima, pengurus daerah akan menerbitkan surat
pemberhentian dengan hormat, dengan syarat anggota tersebut telah
memenuhi segala kewajibannya sesuai Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga;dan
c.     Surat pemberhentian disampaikan kepada yang bersangkutan
dengan tembusan ke Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat.

(2)       Pemberhentian sebagai hukuman karena kelalaian:


 

a.       Seorang anggota yang melalaikan kewajibannya dapat diberikan


hukuman berupa pemberhentian semetara atau diberhentikan tetap,
dengan atau tanpa peringatan sebelumnya;
b.       Pemberhentian sementara dilakukan oleh pengurus DPD sebagai
upaya dalam pembinaan/ evaluasi terhadap yang bersangkutan;
c.       Paling lambat enam bulan sesudah pemberhentian sementara,
pengurus daerah dapat merehabilitasinya atau mengusulkan kepada
pengurus pusat untuk diterbitkan surat pemecatan (pemberhentian
tidak dengan hormat);
d.       Pemecatan (pemberhentian tidak dengan hormat) hanya dapat
dilakukan oleh pengurus pusat atas usulan pengurus daerah;
e.       Peseorang yang telah diberhentikan dari organisasi diperkenankan
lagi mendaftarkan diri sebagai anggota IPAI untuk masa mendatang
dengan mendaftarkan kembali sebagai anggota IPAI;dan
f.        Khusus bagi anggota kehormatan pemberhentian keanggotaan
hanya dapat dilakukan oleh rapat pleno DPP IPAI.
 

Pasal 9

TATA CARA PEMBELAAN

(1)       Anggota yang dikenakan pemberhentian sementara dapat mengajukan


pembelaan secara tertulis, atau dengan meminta bantuan kepada badan
pembinaan dan pembelaan anggota daerah. Pembelaan ini akan menjadi
bahan pertimbangan apakah anggota tersebut akan direhabilitasi atau
diusulkan kepada pengurus pusat untuk diberhentikan.

(2)       Anggota yang diusulkan oleh pengurus daerah untuk diberhentikan, dapat
mengajukan pembelaan secara tertulis atau dengan meminta bantuan kepada
badan pembinaan dan pembelaan anggota pusat. Pembelaan ini akan menjadi
bahan pertimbangan apakah usulan pemecatan tersebut diterima atau ditolak.

-7-
 

(3)       Anggota yang diberhentikan oleh pengurus pusat, masih diberi kesempatan
untuk mengajukan pembelaan pada musyawarah nasional.

(4)       Musyawarah nasional dapat membatalkan atau memperkuat pemberhentian


tersebut, dengan ketentuan bahwa keputusan yang sah harus disetujui oleh
lebih dari setengah jumlah peserta.

Pasal 10

PERANGKAPAN KEANGGOTAAN DAN JABATAN

(1)        Anggota Ikatan Penata Anestesi Indonesia tidak dapat merangkap dengan
keanggotaan organisasi terlarang yang bertentangan dengan azas, sifat dan
tujuan IPAI.

(2)        Perangkapan keanggotaan dan jabatan yang dimaksud pada Pasal 9 ayat (1)
diatas dikenakan sanksi pemberhentian keanggotaan.

BAB II

MUSYAWARAH NASIONAL

 
Pasal 11

KETENTUAN UMUM

(1)       Musyawarah Nasional adalah Pertemuan anggota dengan acara terdiri dari
sidang organisasi, kegiatan ilmiah dan kegiatan sosial.

(2)       Tempat penyelengaaraan Musyawarah Nasional ditetapkan pada Musyawarah


Nasional sebelumnya.

(3)       Penyelengara Musyawarah Nasional adalah panitia yang terdiri dari panitia
pengarah yang disusun oleh Dewan Pengurus Pusat, dan panitia pelaksana
yang disusun dan diusulkan oleh Dewan Pengurus Daerah setempat dan
ditetapkan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat.

(4)       Panitia Musyawarah Nasional dibentuk paling lambat 10 (sepuluh) bulan


sebelum waktu penyelenggaraan.

(5)          Biaya penyelengaraan di upayakan bersama oleh Dewan Pengurus Pusat,


selaku panitia pengarah, dan Dewan Pengurus Daerah setempat selaku
panitia pelaksana.

(6)          Perubahan waktu dan tempat penyelengaraan yang sudah ditetapkan hanya
bisa ditetapkan melalui rapat pleno khusus oleh Dewan Pengurus Pusat
dengan

-8-
Dewan Pertimbagan dan Pengawas serta Dewan Pengurus Daerah.

Pasal 12

SIDANG ORGANISASI

(1)       Sidang Organisasi Musyawarah Nasional terdiri dari:


 

a.      sidang pendahuluan;

b.      sidang pleno;

c.      sidang komisi – komisi;dan

d.      sidang khusus.

(2)       Setiap sidang organisasi dihadiri oleh:


 

a.      peserta, yang mempunyai hak bicara, dipilih, dan memilih (hak
suara) pada setiap sidang;
b.      peninjau, yang mempunyai hak bicara, tanpa hak memilih dan dipilih
pada sidang pleno, dan mempunyai hak bicara dan dipilih tanpa hak
memilih pada sidang khusus;dan

c.      undangan, hanya mempunyai hak jawab.

(3)       Sidang pendahuluan


 
a.      Sidang pendahuluan dipimpin oleh pengurus pusat dan dilakukan
lebih awal dari jadwal sidang yang telah ditetapkan, dengan peserta
adalah seluruh anggota biasa;
b.      Peninjau adalah semua anggota IPAI selain anggota biasa,
sedangkan undangan adalah bukan anggota IPAI yang dipandang
perlu hadir oleh panitia;dan
c.      Sidang pendahuluan bertugas mengesahkan sidang, mengesahkan
acara/ agenda dan tata tertib sidang dan memilih pimpinan sidang;
1.    Sidang dinyatakan sah apabila memenuhi kuorum, yaitu dihadiri
oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari seluruh
jumlah anggota biasa IPAI yang hadir. Apabila tidak terpenuhi,
sidang diskors selama 10 (sepuluh) menit untuk selanjutnya
dibuka kembali dan segala keputusannya dianggap sah;
2.    Rancangan acara dan tata tertib sidang, sudah disiapkan oleh
panitia pengarah, dengan acuan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga ini;dan

(4)      Sidang pleno diatur sebagai berikut:


 

a.     Sidang pleno merupakan lanjutan sidang pendahuluhan, dipimpin oleh


pimpinan sidang yang terpilih dalam sidang pendahuluan;

b.     Sidang pleno bertugas dan berwenang:


 

1.      Melaksanakan seluruh acara/agenda yang disepakati dalam sidang


pendahuluan;

2.      Menetapkan/merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah


Tangga;

3.      Menilai dan mengesahkan laporan pertanggung jawaban


kepemimpinan pusat periode lewat;

4.      Menetapkan garis besar program kerja kepemimpinan pusat periode

-9-
mendatang;
 

5.      Memilih dan menetapkan Ketua Umum DPP IPAI, mengukuhkan


Dewan Pertimbangan dan Pengawas, Ketua Kolegium, Ketua Majelis
Kehormatan Kode Etik dan Disiplin Penata Anestesi Indonesia
periode mendatang;dan

6.      Menetapkan keputusan lain yang dipandang perlu, termasuk tempat


Musyawarah Nasional dan Pertemuan Ilmiah Nasional mendatang.

c.       Apabila dipandang perlu sidang pleno dapat membentuk sidang komisi,
yang jumlah, materi, dan pimpinan sidangnya ditetapkan oleh sidang
pleno. Hasil sidang komisi bersifat sementara, dilaporkan pada sidang
pleno untuk dibahas serta disahkan;

d.     Pada akhir tugasnya, pimpinan sidang pleno, dengan atau tanpa
dibantu tim perumus, merumuskan hasil sidang yang dipimpinnya,
dalam surat ketetapan/keputusan yang rancangannya telah
disiapkan oleh panitia pengarah;dan

e.    Sidang khusus terdiri dari :

1.   Sidang Kolegium

2.   Sidang Majelis Kehormatan Kode Etik dan Disiplin Penata


Anestesi Indonesia

(5)      Pengambilan keputusan dalam setiap Sidang Organisasi Musyawarah


Nasional mengikuti ketentuan sebagai berikut:
 

a.    Setiap keputusan sedapat mungkin diambil berdasarkan musyawarah;

b.    Apabila gagal, dilakukan pemungutan suara, dan keputusan


dianggap sah apabila mendapatkan suara sedikitnya setengah
ditambah satu;
c.     Apabila gagal, pemungutan suara diulang sekali lagi;dan

d.    Apabila gagal lagi, dilakukan undian.

Pasal 13

TATA CARA PEMILIHAN KETUA

Pemilihan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia,
Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik dan Disiplin Penata Anestesi Indonesia
dilaksanakan pada sidang organisasi, dengan ketentuan:

(1)       Ketua Umum DPP IPAI dipilih dan ditetapkan pada sidang pleno;

(2)       Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik dan Disiplin Penata Anestesi Indonesia,
dipilih oleh Tim Formatur dan ditetapkan oleh Ketua Umum;

(3)       pemilihan dilakukan melalui pentahapan, yaitu tahap pencalonan dan tahap
pemungutan suara. Pencalonan dilakukan secara tertutup, diusulkan oleh
daerah, pemungutan suara secara langsung, bebas, dan rahasia;

- 10 -
 

(4)      Yang berhak dicalonkan sebagai:


 

a.      Ketua Umum DPP IPAI adalah anggota biasa, berpengalaman


dalam organisasi, harus bersedia dan dicalonkan oleh sekurang-
kurangnya oleh 5 (lima) DPD dan pernah menjadi pengurus
IPAI;dan

b.      Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik dan Disiplin Penata Anestesi
Indonesia adalah setiap anggota biasa yang dinilai memiliki
integritas moral tinggi.

(5)      Pemungutan suara:


 

a.      Yang berhak memberikan suara adalah peserta sidang;

b.      Tujuan pemungutan suara adalah menentukan satu calon yang


memperoleh dukungan mayoritas (mendapatkan suara lebih dari
setengah);dan

c.      Mekanisme pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:


 

1.     Apabila ada calon 2 (dua) orang, dan pada penghitungan suara
ternyata hasilnya sama, maka pemungutan suara diulang, dan
apabila hasilnya tetap sama, maka dilakukan undian;dan
2.     Apabila calon lebih dari 2 (dua)orang, dan pada penghitungan
suara belum ada calon yang mendapatkan suara lebih dari ½
(setengah), maka diambil 2 (dua) calon dengan suara terbanyak,
untuk selanjutnya dilakukan pemungutan suara seperti pada
huruf (1).

 
 

Pasal 14

KEGIATAN ILMIAH

(1)      Kegiatan Ilmiah Musyawarah Nasional merupakanbagian dari usaha organisasi


untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
profesi anggota.

(2)      Kegiatan Ilmiah Musyawarah Nasional dapat berupa sidang ilmiah, kursus,
pelatihan dan lain-lain.

(3)      Sidang ilmiah:


 

a.     dapat dihadiri semua anggota yang telah memenuhi kewajibannya


dan bukan anggota atas persetujuan atau permintaan panitia
Musyawarah Nasional;
b.     sedapat mungkin menampung karya ilmiah mutakhir anggota
maupun pembicara tamu;dan
c.     dapat berbentuk ceramah/kuliah, seminar, symposium, lokakarya,
penyajian makalah bebas terbatas tidak menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)      Bagi anggota yang tidak mendapat kesempatan menyajikan karya ilmiahnya
melalui sidang ilmiah, diberi kesempatan untuk menyajikan dalam bentuk
poster.

- 11 -
 

(5)      Kursus dan pelatihan dapat diadakan sebelum, selama atau setelah
Musyawarah Nasional.

(6)      Kegiatan ilmiah lain diadakan tergantung kebutuhan dan kemamupan panitia.

Pasal 15

KEGIATAN SOSIAL

Ada tidaknya kegiatan sosial serta bentuknya diserahkan sepenuhnya kepada


panitia Musyawarah Nasional.

Pasal 16

MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA

(1)      Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan apabila timbul hal-hal yang
sifatnya mendesak, atas permintaan tertulis dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah DPD.

(2)      Kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah sidang mengacu


pelaksanaan sidang Musyawarah Nasional.
 

BAB III

Pasal 17

DEWAN PENGURUS PUSAT

(1)      Dewan Pengurus Pusat adalah kepemimpinan tertinggi Ikatan Penata Anestesi
yang mengurus dan melaksanankan kebijakan bersekala nasional yang
diamanatkan Musyawarah Nasional, dengan masa jabatan 5 (lima) tahun.

(2)       Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat ditetapkan oleh Musyawarah Nasional
dengan tugas awal:
 

a.    Menetapkan susunan dan personalia Dewan Pengurus Pusat


lengkap dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sesudah
Musyawarah Nasional;dan
b.    Mengadakan serah terima dengan pengurus lama paling lama 1
(satu) bulan sesudah pengurus baru terbentuk.

(3)      Dewan Pengurus Pusat terdiri dari sekurang-kurangnya seorang Ketua Umum,
seorang Sekretaris Umum, seorang Bendahara, dan beberapa Ketua Bidang
sesuai kebutuhan, yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan secara
kolektif.

- 12 -
 

(4)      Sesuai kebutuhan, pengurus pusat dapat mengangkat penasehat, melengkapi


diri dengan badan kelengkapan dan membentuk badan khusus, komisi, tim,
atau panitia, sesuai kebutuhan.

(5)      Apabila Ketua Umum berhalangan melaksanakan tugasnya, jabatannya


dipangku oleh 4 (empat) wakil ketua dan sekretaris Jenderal sampai akhir
kepengurusan.

(6)      Dewan Pengurus Pusat bertugas dan berwenang:


 

a.      Melaksanakan isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga


serta segala keputusan yang ditetapkan/diamanatkan Musyawarah
Nasional;
b.      Mempertanggungjawabkan kepengurusan kepada seluruh anggota
pada sidang pleno Musyawarah Nasional;dan
c.      Menyelenggarakan Musyawarah Nasional pada akhir periode,
sekaligus mempersiapkan bahan/materi Musyawarah Nasional
(rancangan agenda/acara dan tata tertib sidang, dan rancangan
ketetapan/keputusan Musyawarah Nasional).

(7)      Dewan Pengurus Pusat mengesahkan Dewan Pengurus Daerah dan


perangkat kelengkapan organisasi menyesuaikan dengan Dewan Pengurus
Pusat.

(8)      Untuk menyelenggarakan kegiatan, Dewan Pengurus Pusat harus


mengadakan rapat:
 

a.    Rapat pleno terbatas (rapat pengurus lengkap); dihadiri oleh segenap
personalia/fungsionaris pengurus pusat; diadakan sekurang-
kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan;
b.    Rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh personalia/fungsionaris
diadakan sesuai kebutuhan;
c.     Rapat pleno diperluas yang dihadiri oleh seluruh
personalia/fungsionaris dan diadakan sedikitnya 3 (tiga) kali dalam
satu periode kepengurusan dalam bentuk Rapat Pimpinan Nasional;
d.    Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang dihadiri oleh seluruh
personalia/fungsionaris, diadakan 1 (satu) kali dalam satu periode
kepengurusan;dan

e.    Rapat lain sesuai kebutuhan.

(9)      Sebagai pedoman kegiatan yang akan ditetapkan, Dewan Pengurus Pusat di
awal kepengurusan wajib membuat program kerja sebagai penjabaran garis
besar program kerja yang diamanatkan Musyawarah Nasional, dengan
senantiasa mengacu pada:

a.      Isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPAI;


 

b.      Segala ketetapan Musyawarah Nasional maupun IPAI;

c.      Program dan kebijakan pemerintah;

d.      Program kerja pengurus lama;dan

e.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi profesi.

f.       Program kerja sedapat mungkin disahkan pada rapat pleno dan
disosialisasikan kepada seluruh perangkat organisasi.

- 13 -
 

Pasal 18

PERGANTIAN ANTAR WAKTU

(1)       Jika terdapat jabatan lowong, maka dilakukan pergantian antar waktu.

(2)       Jika ketua umum berhalangan tetap maka dibentuk presidium yang anggotanya
terdiri dari Ketua 1 sampai dengan Ketua 4 dan sekretaris jendral.

Pasal 19

KOLEGIUM ILMU KEPERAWATAN ANESTESI INDONESIA

(1)        Kolegium Ilmu Keperawatan Anestesi Indonsia adalah suatu badan otonom
berada dibawah DPP yang bertugas untuk mengembangkan keilmuan profesi
anestesi dan bertanggung jawab kepada Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
(DPP).

(2)       Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat membentuk Kolegium Ilmu Keperawatan
Anestesi Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

BAB V
 

DEWAN PENGURUS DAERAH

Pasal 20

(1)        Dewan Pengurus Daerah adalah Kepengurusan Organisasi/kepemimpinan


tertinggi organisasi di tingkat daerah yang mengurus dan melaksanakan
kebijakan berskala daerah yang diamanatkan MUNAS maupun MUSDA.

(2)        Dewan Pengurus Daerah terdiri dari sekurang-kurangnya seorang Ketua,


seorang Sekretaris, dan seorang Bendahara, dan dapat menyesuaikan
dengan pengembangan jalannya organisasi dalam masa jabatan 5 (lima)
tahun.

(3)        Ketua Dewan Pengurus Daerah dipilih dari dan oleh anggota biasa dalam
Musyawarah Daerah / Musyawarah Daerah Luar Biasa. Personalia lain dalam
kepengurusan daerah adalah anggota biasa yang ditunjuk oleh Ketua terpilih.

(4)        Apabila Ketua Dewan Pengurus Daerah berhalangan melanjutkan tugasnya,


jabatan Ketua dapat dipegang oleh Wakil Ketua, Sekretaris dan/atau yang di
berikan secara tertulis oleh Ketua.

(5)        Ketua Dewan Pengurus Daerah dipilih dalam Musyawarah Daerah yang
dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Musyawarah
Nasional Ketua terpilih melengkapi dan melaporkan kepengurusan lengkap ke
pengurus pusat selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpilih; pengurus
pusat melantik

- 14 -
pengurus daerah bersangkutan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
menerima laporan. Pelantikan bisa sendiri atau bersama-sama beberapa
daerah.

Pasal 21

TIM FORMATUR

(1)        Untuk kelengkapan Dewan Pengurus Daerah Ikatan Penata Anestesi


Indonesia disusun oleh Tim Formatur.

(2)        Tim Formatur dipimpin oleh Ketua terpilih dengan anggota genap paling
banyak berjumlah 7 (tujuh) termasuk Ketua.

(3)        Tim Formatur dipilih melalui Musyawarah Nasional atau Musyawarah Daerah.

Pasal 22

PEMBENTUKAN DEWAN PENGURUS CABANG

(1)       Di Wilayah yang sekurang-kurangnya ada 5 (lima) orang anggota biasa, dapat
dibentuk Dewan Pengurus Cabang baru, dengan syarat di wilayah tersebut
adalah satu provinsi.

 
(2)       Apabila anggota biasa kurang dari 5 (lima) orang, Dewan Pengurus Daerah
dapat mempertanggungjawabkan untuk terbentuknya Dewan Pengurus
Cabang.

(3)        Pembentukan Dewan Pengurus Cabang diusulkan oleh anggota kepada pengurus
daerah, diputuskan dalam rapat pleno, dikukuhkan pada Musyawarah Daerah.

BAB VI

KEGIATAN ILMIAH NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Pasal 23

KEGIATAN ILMIAH DALAM MUNAS DAN MUKERNAS

(1)        Kegiatan ilmiah nasional yang dirangkaikan dengan pelaksanaan Musyawarah


Nasional harus dilakukan sesuai kebutuhan / trend pada saat itu.

(2)        Hasil kegiatan yang diperoleh melalui Kegiatan Ilmiah sebagai rangkaian
bersama Musyawarah Nasional, Musyawarah Kerja Nasional dan Kegiatan
Ilmiah Lainnya yang dilaksanakan bersama oleh Dewan Pengurus Pusat dan
Dewan Pengurus Daerah IPAI dibagi secara proporsional oleh Dewan
Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah.

 
- 15 -
(3)        Pembagian hasil kegiatan ilmiah yang diselenggarakan bersama olehDewan
Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah, diatur melalui Pedoman
Penyelenggaraan Kegiatan Ilmiah Ikatan Penata Anestesi Indonesia.

Pasal 24

KEGIATAN ILMIAH DI LUAR MUNAS DAN MUKERNAS

(1)       Kegiatan Ilmiah Nasional dan Internasional menjadi kewenangan Dewan


Pengurus Pusat.

(2)       Pertemuan Ilmiah Nasional merupakan pertemuan ilmiah yang diikuti oleh
semua anggota IPAI.

(3)       Keputusan tempat, waktu dan biaya penyelenggaraan kegiatan Ilmiah


Nasional dan Internasional, ditetapkan dalam rapat pleno pengurus pusat.

BAB VII

HARTA KEKAYAAN

Pasal 25
 

PENGELOLAAN KEKAYAAN

(1)       Kekayaan IPAI terdiri dari barang, baik berupa benda bergerak maupun tidak
bergerak, surat berharga, dan uang tunai maupun tabungan/
simpanan/deposito.

(2)       Kekayaan IPAI, langsung atau tidak langsung menjadi tanggung jawab
pengurus, yang pada pengelolaaannya senantiasa menggunakan prinsip
keterbukaan dan akuntabilitas.

(3)       Laporan kekayaan termasuk keuangan merupakan bagian dari laporan


pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat atau Dewan Pengurus Daerah
atau Dewan Pengurus Cabang.

BAB VIII

PENDAPATAN

Pasal 26

UANG PANGKAL DAN IURAN ANGGOTA

(1)          Uang Pangkal dan Iuran Anggota merupakan satu-satunya sumber pendapatan
 

- 16 -
tetap IPAI, penarikannya dilakukan oleh pengurus DPD.

(2)          Besaran uang pangkal dan iuran ditetapkan dalam MUNAS;


 

a. uang pangkal Rp. 100.000,-

b. iuran anggota Rp. 35.000/bulan,-

(3)       Penyerahan uang pangkal dan iuran anggota, disertai laporan tertulis, dari
Dewan Pengurus Daerah kepada Dewan Pengurus Pusat, dilakukan setiap 6
(enam) bulan sekali.

(4)       Untuk kepentingan DPD, pengurus DPD dapat menetapkan iuran tambahan
atas persetujuan anggota.

(5)       Untuk kepentingan DPC, pengurus DPC dapat menetapkan iuran tambahan
atas persetujuan anggota.

(6)       Besarnya iuran anggota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dibagi
sebagai berikut;
a. DPP Rp. 15.000/bulan,-
b. DPD Rp. 15.000/bulan,-
c. DPC Rp. 5.000/bulan,-

Pasal 27

USAHA LAIN
 

(1)      Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Pengurus
Cabang berhak dan berkewajiban mencari dana penunjang kegiatan
organisasi melalui permintaan bantuan yang sah dan tidak mengikat.

(2)       Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus Daerah dan Dewan Pengurus
Cabangberhak mendirikan badan usaha untuk kepentingan organisasi
maupun kesejahteraan anggota, sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan/ketentuan yang berlaku.

BAB IX

SEKRETARIAT ORGANISASI

Pasal 28

Sekretariat Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia


berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 
- 17 -
Pasal 29

SUMBER PENDAPATAN ORGANISASI

(1)      Iuran anggota


 

(2)      Donatur.

(3)      Hasil usaha organisasi.

(4)      Bantuan yang legal, sah, ikhlas, dan tidak mengikat baik.

BAB X

ATRIBUT IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA (IPAI)

Pasal 30

LAMBANG ORGANISASI

(1)       Lambang IPAI berupa gambar Persegi Lima berada di dalam lingkaran
bertuliskan kewaspadaan indera menuju keselamatan.

 
(2)       Bentuk dan warna lambang beserta penjelasannya terdapat pada lampiran
Anggaran Rumah Tangga ini, dengan perubahan pencantuman.

(3)       Lambang dicantumkan pada kepala surat, piagam, spanduk, kartu anggota,
panji dan uniform.

(4)       Tidak diperkenankan menggunakan lambang organisasi untuk kepentingan


pribadi.

(5)       Bentuk lambang sebagaimana dimaksud pasal ini sebagaimana terlampir


dalam lampiran 1 ART yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
ART

Pasal 31

BENDERA, PANJI, DAN MARS IPAI

(1)       Bendera IPAI berwarna dasar hijau tua dengan lambang IPAI di tengah dan
tulisan berwarna kuning emas.
 

(2)       Panji IPAI berwarna dasar biru tua, tulisan Ikatan Penata Anestesi Indonesia
berwarna putih.

(3)       Panji dipasang pada setiap acara resmi yang diselenggarakan IPAI.

(4)       Bentuk bendera, panji dan teks MARS sebagaimana dimaksud pasal ini,
sebagaimana terlampir dalam lampiran 2 ART yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari ART

 
 

- 18 -
Pasal 32

MARS IPAI

(1)       Mars IPAI sebagimana yang ditetapkan pada MUNASLUB X tahun 2016 di
Denpasar Bali.
 

(2)       Mars IPAI wajib dinyanyikan pada setiap acara resmi dalam acara organisasi.

(3)       Dinyanyikan pada pebukaan acara resmi IPAI.

Pasal 33

SERAGAM

(1)       Anggota IPAI memiliki seragam IPAI yang sudah ditentukan.


 

(2)       Seragam IPAI berupa Jas lengkap dengan warna biru tua, terpasang lambang
Ikatan Penata Anestesi Indonesia.

(3)       Seragam IPAI wajib digunakan pada setiap pertemuan IPAI dan/atau acara
resmi lainnya yang diselenggarakan IPAI.

(4)       Gambar Lambang, Mars dan Seragam IPAI Ikatan Penata Anestesi Indonesia
menjadi lampiran dari Anggaran Rumah Tangga ini.
 

BAB XI

PERUBAHAN AD DAN ART

Pasal 34

ALASAN PERUBAHAN

AD dan ART yang tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi harus segera
diadakan perubahan dalam rangka penyesuaian yang dilakukan dalam MUNAS
BIASA atau MUNASLUB.

Pasal 35

TATA CARA PERUBAHAN

(1)       Usulan perubahan AD dan ART dapat diajukan kepada Ketua Umum Dewan
Pengurus Pusat oleh setiap anggota secara tertulis, disertai alasannya.
 

(2)      Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat diubah bila diusulkan
atau disetujui 50 (lima puluh) persen ditambah 1 (satu).
(3)       Melalui rapat pleno usulan tersebut akan diterima atau ditolak oleh Ketua
Umum Dewan Pengurus Pusat.

(4)       Apabila usulan tersebut diterima, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat akan

- 19 -
membentuk tim yang personalianya diangkat dari anggota biasa, untuk
membuat rancangan perubahan AD dan ART.
 

(5)       Rancangan perubahan AD dan ART yang telah dibuat oleh tim dilaporkan
kepada Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat untuk mendapat persetujuan di
Rapat Pleno.
(6)       Rancangan AD dan ART baru yang telah disetujui Rapat Pleno dilaporkan oleh
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat ke siding Pleno MUNAS BIASA atau
MUNASLUB untuk mendapat pengesahan.

BAB XII
 

PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 36

TATA CARA PEMBUBARAN

(1)       MUNAS Khusus untuk pembubaran organisasi dapat diselenggarakan atas


usulan sekurang-kurangnya setengah jumlah DPD seluruh Indonesia.

(2)       Keputusan pembubaran organisasi dapat ditetapkan apabila dihadiri oleh


sekurang-kurangnya 3/4 (tigaperempat) jumlah anggota biasa, dan disetujui
oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tigaperempat) peserta sidang pleno.

 
(3)       Setelah pembubaran, maka segala kekayaan IPAI diserahkan kepada Badan
Sosial atau perkumpulan yang ditetapkan oleh MUNAS.

BAB XIII

ATURAN TAMBAHAN

Pasal 37

Setiap Anggota IPAI dianggap telah mengetahui dan wajib mentaati seluruh isi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.

Pasal 38

Perselisihan akibat perbedaan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Anggaran


Rumah Tangga ini deselesaikan oleh Dewan Pengurus Pusat, dan
dipertanggungjawabkan pada MUNAS yang akan datang.

Pasal 39

 
- 20 -
Semenjak disahkannya AD/ART ini, maka masa bakti kepengurusan DPP dan DPD
menyesuaikan dengan keputusan AD/ART.

Pasal 40

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini dimuat dalam
Peraturan tersendiri, yang ditetapkan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
dalam bentuk Peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan AD dan
ART.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41

Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Denpasar
 

Tanggal : 9 Oktober 2016


 

Anda mungkin juga menyukai