Panduan RSIA Citra Insani tentang Pemeliharaan Alat Medis merupakan acuan
atau standar langkah kerja yang harus dijalankan.Panduan ini diharapkan dapat menjadi
petunjuk pelaksanaan atau sumber acuan bagi semua pihak dalam pengelolaan dan
pelaksanaan tugas sehari-hari. Panduan ini merupakan bagian dari panduan RSIA Citra
Insani secara keseluruhan yang saling melengkapi
Disamping itu, dengan adanya panduan ini diharapkan pula dapat meningkatkan
pemahaman semua warga RSIA Citra Insani tentang tugas dan tanggungjawab masing-
masing. Kejelasan dan kesamaan pemahaman akan hal tersebut dapat mempercepat
proses peningkatan rumah sakit dari waktu ke waktu.
Parung, …….2018
Direktur,
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………............................................... 1
Daftar Isi………………………………………………………………………….. 2
BAB I Definisi……..………………………………..……………….. 3
Bab II Pelayanan Anestesi & Sedasi …………………………………… 6
2
BAB I
PENDAHULUAN
Panduan ini diaplikasikan unluk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat
dalam tata kelola rawat jalan anestesi.Ini adalah panduan minimal yang dapat
dikembangkan kapanpun dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan
petugas anestesi yang terlibat.
1.2 Tujuan
a. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
b. Menerapkan budaya keselamatan pasien
c. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai denganakreditasi
1.3 Prinsip
3
a. Standar, Pedoman, dan Kebijakan ASA harus diimplementasikan pada semua
kondisi dan situasi, kecuali pada situasi di mana hal tersebut tidak sesuai / tidak
dapat diaplikasikan pada layanan rawat jalan.
b. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam, baik pada kasus-kasus
pelayanan rawat inap, siap sedia menerima telepon / konsultasi dari paramedis
lainnya, availabilitas sepanjang waktu selama penanganan dan fase pemulihan
pasien, hingga pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
c. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan dioperasikan sejalan
dengan regulasi dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh
struktur pelayanan, minimalnya, harus memiliki sumber daya oksigen, suction
peralatan resusitasi, dan obat-obatan emergensi yang dapat diandalkan.
d. Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu
melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit, yang
terdiri atas:
Petugas professional
Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) /
sertifikat yang memenuhi syarat
Perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat
Petugas administratif
Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
e. Dokter pelayanan medis bertanggung jawab dalam melakukan peninjauan ulang,
penyesuaian kewenangan, jaminan mutu,dan evaluasi rekan sejawat.
f. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk
menangani situasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk
menangani situasi emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke
fasilitas pelayanan akut.
g. Layanan pasien minimal meliputi:
Instruksi dan persiapan preoperatif.
Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis,
sebelum dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi di mana
tidak terdapat petugas medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi
yang didapat dan mengulangi serta mencatat elemen-elemen penting dalam
evaluasi.
Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.
Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien,
4
kemudian mendapat persetujuan pasien.Kesemuanya ini harus dicatat di
rekam medis pasien.
Tindakan anestesi (termasuk sedasi ringan, sedang dan berat) dilakukan oleh
anestesiologis, dokter lain yang kompeten, atau petugas anestesi non-dokter
yang dipandu/dibimbing secara langsung oleh anestesiologis.Dokter non-
anestesi yang melakukan / mengawasi tindakan anestesi harus kompeten
dalam edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik, dan dipercaya oleh
rumah sakit.
Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang
dewasa saat pemulangan pasien.
Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam
rekam medis
Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.
5
BAB II
PELAYANAN ANESTESI & SEDASI
2.1 Definisi
a. Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh Dokter Spesialis
Anestesiologi dalam kerjasama tim meliputi penilaian pra operatif (Pra
anesthesia), intra anesthesia dan pasca anesthesia serta pelayanan lain sesuai
bidang anestesiologi antara lain : terapi intensif, gawat darurat dan
penatalaksanaan nyeri.
b. Sedasi adalah suatu tindakan penggunaan agent – agent farmakologik untuk
menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan
rasa mengantuk dan menghilangkan rasa kecemasan tanpa kehilangan
komunikasi verbal.
c. Tim pengelola pelayanan anestesi adalah tim yang dipimpin oleh dokter spesialis
anestesi yang bertugas mengarahkan petugas anestesi non-dokter dalam
melakukan pelayanan anestesi di mana dokter anestesi dapat mendelegasikan
tugas pemantauan sambil tetap bertanggung jawab kepada pasien secara
keseluruhan.
f. Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan perawat dalam
ruang lingkup medis dalam melaksanakan instruksi dokter.
6
berdasarkan standart kompetensi, standart pelayanan kedokteran dan pedoman
nasional yang disusun, ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah
sakit dengan memperhatikan sumberdaya manusia, sarana, prasarana dan
peralatan yang tersedia.
7
Pelayanan pra anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalani
tindakan anesthesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat
yang ekstrem, langkah – langkah pelayanan pra-anestesi sebagaimana
diuraikan diatas, dapat diabaikan dan alasannya harus didokumentasikan di
dalam rekam medis pasien.
Dokter spesialis anestesiologi dan tim anestesi harus tetap berada di kamar
operasi selama tindakan anesthesia umum dan regional serta prosedur yang
memerlukan tindakan sedasi.
8
anesthesia care).
a. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis) adalah kondisi di mana pasien masih dapat
merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif
dan koordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak
terpengaruh.
9
- Anestesi lokal atau topikal
- Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai
untuk penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri
b. Sedasi sedang adalah suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien
memberikan respons terhadap stimulus sentuhan.
10
anestesi menghilang.
Jika pasien tidak didampingi oleh pengantarnya saat tiba di rumah sakit /
klinik untuk menjalani prosedur, maka pasien tidak akan diberikan sedasi /
anestesi sedang. Pilihannya adalah: menjalani prosedur tanpa anestesi atau
membatalkan prosedur tersebut.
c. Sedasi dalam adalah suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien
memberikan respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi
spontan dapat terganggu / tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan
untuk mempertahankan jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga
dengan baik.
d. Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar. bahkan
dengan pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk
mempertahankan jalan napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan
positif karena tidak adekuatnya ventilasi spontan/ fungsi kardiovaskular dapat
terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan, sehingga tidak selalu mungkin
untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh
karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan
11
penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada
efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi
sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam
kondisi sedasi berat).
12
wewenang hak & kewajiban bisa didelegasikan kepada dokter Anestesiolog lain
diluar rumah sakit sesuai dengan ketetntuan yang berlaku danmendapat
rekomendasi dari Direktur.
f. Tindakan, layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan
dan pelaksanaan tindakan anestesi.
g. Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan
kebijakan dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit.
h. Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan
pasien terletak pada dokter anestesiologis.
i. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani
tindakan anestesi.
j. Berikut adalah anggota tim anestesi:
Dokter Anestesiologis (direktur Tim Anestesi)
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program
studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.
Non-dokter (Perawat Anestesi)
Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program pelatihan
studi peñata perawat anestesi terakreditasi.
13
mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat mempengaruhi
tindakan anestesi.
Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan
pencatatan data pre-operatif pasien, anestesiologislah yang memegang
tanggung jawab terhadap evaluasi keseluruhan pasien.
c. Perencanaan Tindakan Anestesi
Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan
anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang
terbaik dan tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.
Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi
pasien memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan
alternatif yang ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed
consent).
Ketika terdapat situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan
dilakukan oleh petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus
memberitahukan kepada pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk
dalam pelayanan anestesi oleh Tim Anestesi.
d. Manajemen Tindakan Anestesi
Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk
kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.
Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang dapat
didelegasikan.
Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas non-
dokter yang tergabung dalam Tim Anestesi,dengan syarat kualitas pelayanan
pasien dan keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi
dalam bagian-bagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk
menangani siluasi emergensi dengan cepat
e. Perawatan Pasca-anestesi
Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-
anestesi.
Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung
jawab anestesiologis.
f. Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada non-
14
dokter.
g. Surat Persetujuan Tindakan (Informed Concent)
Dokter Anestesiologi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
pasien (atau keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi
berlangsung di kamar operasi / tindakan, terdapat kemungkinan hanya ada
perawat anestesi, meskipun tetap di bawah pengarahan oleh anestesiologis
yang bertanggung jawab terhadap pasien.
Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap
selanjutnya adalah menandatangani surat persetujuan tindakan.
BAB III
PELAYANAN ANESTESIA KONDISI KHUSUS, EMERGENCY,
RAWAT JALAN DAN PENATALAKSANAAN NYERI
15
- Normalnya pada bayi terlihat asidosis metabolic ringan dan alkalosis
respiratorik hal ini memudahkan terjadinya distress pernafasan.
System sirkulasi
- Nadi lebih cepat dari orang dewasa
- Tekanan darah pada bayi relative rendah
- Tekanan darah pada bayi sulit diukur dengan cara biasa
- Stetoskop perikordial membantu menilai suara jantung
- Jumlah darah lebih sedikit
Umur Tekanan Systole Tekanan Diastole Mean AP
Premature 39 – 59 16 – 36 23 – 43
Neonatus 50 – 70 25 – 45 33 – 53
Umur 4 60 – 90 20 – 60 33 – 70
Hari
Umur 6 Bln 87 – 105 53 – 66 64 – 79
Umur 2 Thn 95 – 105 53 – 66 67 – 79
Umur 7 Thn 97 – 112 57 – 71 70 – 84
Dewasa 112 – 128 66 – 80 81 – 96
Table : tekanan darah normal
Pengaruh suhu
- Sangat dipengaruhi suhu udara sekitar
- Anestesi menekan pemanasan tubuh
- Hipotermia menyebabkan depresi sirkulasi dan depresi pernafasan
- Hipertermia mudah terjadi bila dehidrasi dan suhu sekitar tinggi
- Demam dapat menyebabkan kebutuhan O2 meningkat, konvulsi, hipoksia,
hipotensi dan henti jantung
Keseimbangan cairan dan metabolisme
- Sangat sensitive bila terjadi dehidrasi
- Puasa harus dibatasi
- Pemasangan infuse untuk mencegah dehidrasi
- Pemberian dextrose / karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia
- Hipoglikemia berpengaruh buruk pada otak bayi
Pelaksanaan anestesi
- Ibu sebaiknya mendamping waktu – induksi
- Induksi dilakukan dengan insuflasi,intravena, intramuscular
- Intubasi trachea sebaiknya tidak dikerjakan dengan ketamin saja
- Infuse harus selalu dipasang
- Durante operasi diamati suhu badan jangan sampai < 36°C
- Durante operasi harus dilakukan pemantauan setiap 5 menit, kemudian hasil
pemantauan ditulis dalam lembar laporan anestesi
- Pemantauan dilakukan oleh tim anestesi yang melibatkan dokter dan non-
dokter (perawat anestesi)
b. Anestesi pada ibu hamil
16
Anestesi pada ibu hamil memiliki resiko yang perlu penanganan optimal
mungkin untuk menghindarkan segala resiko yang mungkin akan terjadi. Selama
kehamilan akan terjadi beberapa perubahan fisiologis diantaranya perubahan
pada darah dan komponennya, perubahan system kardiovaskuler, perubahan
fetoplasentalunit dan perubahan pada ruangan epidural dan subarachnoid.
Perubahan pada darah dan komponennya
- Penurunan kadar albumin
- Peningkatan factor pembekuan
- Bila terjadi gangguan integrasi plasenta menyebabkan mudah terjadinya
disseminated intra vascular coagulation (DIC) karena plasenta menghasilkan
thromboplastin
Perubahan pada system kardiovaskuler
- Volume darah meningkat 40 – 50 %
- Volume plasma lebih besar dari pada sel darah merah hal ini terjadi karena
dilutional anemia
- Curah jantung meningkat 40 %
- Pada saat persalinan dan segera setelah persalinan terjadi peningkatan curah
jantung sampai dengan 80 %
- Penekanan vena cava inferior pada waktu terlentang menyebabkab supine
hipotensi syndrome (penanganan dengan cara bagian kanan tubuh diganjal)
Perubahan pada system respirasi
- Hiperventilasi, dimana terjadi alveolar ventilasi meningkat 70%
- Tidal volume meningkat 40%
- Respirate rate meningkat 15%
- Vascularisasi mukosa traktus respiratorius meningkat
- Posisi litotomy/tendenbrug mengakibatkan menurunnya fungsional
respiratory capacity (FRC) sehingga mudah terjadi hipoksia
Perubahan pada system gastrointestinal
- Pengosongan lambung lambat
- Lebih mudah terjadinya regurgitasi
- Tekanan intragastrik meningkat
- Sekresi gastrin bertambah sehingga sekresi cairan lambung lebih asam
- Kehamilan mempunyai resiko besar untuk terjadinya aspirasi
Perubahan pada fetoplasental unit
- Aliran darah ke uterus 10% dari curah jantung
- Hipotensi akan menyebabkan perfusi menurun dan menyebabkan fetal
distress
- Kontraksi uterus yang sering dan kuat akan perburuk perfusi plasenta
Perubahan pada ruang epidural dan subarachnoid
- Ruangan epidural menjadi lebih sempit karena vena – vena membengkak
17
- Pada saat kontraksi uterus akan terjadi peningkatan tekanan ruangan
epidural
- Ruangan subarachnoid juga berkurang karena kontraksi uterus dan
pelebaran vena
Pemilihan teknik anestesi
Teknik yang akan digunakan saat melakukan anestesi disesuaikan dengan
indikasi operasi, jenis operasi (elektife/emergency), keadaan fisik ibu dan
janin serta kemampuan dari pemberi anestesinya.
- Anestesi umum
Persalinan pervaginam terjadi relaksasi uterus
Section caesarea
Depresi terhadap bayi
Memberi fasilitas optimal pada operator
Teknik dikuasai anestesinya
- Regional anesthesia
Pervaginam: menghilangkan nyeri
Section caesarean mengurangi bahaya aspirasi
Efek depresi terhadap bayi kurang
18
1.3 Anestesi pada bedah rawat jalan (day surgery)
Adalah operasi terencana dan diharapkan pasien bisa keluar rumah sakit pada hari
yang sama. Pembedahan yang dilakukan biasanya adalah jenis – jenis pembedahan
minor atau sedang.
a. Keuntungan penderita poliklinik
Biaya lebih murah
Resiko infeksi nosokomial berkurang
Mengurangi daftar tunggu pasien
Mengurangi gangguan emosi pada anak - anak
b. Unsur – unsur yang terkait
Pasien
Dokter bedah
Perawat
Penanggung jawab (keluarga)
Ahli anestesi
Persiapan penderita yang tertulis
c. Masalah yang terjadi di ruang recovery
Masalah nyeri
Masalah mual – muntah
Penyulit pasca anestesi
d. Kriteria pemulangan pasien
Tes klinis
Aldrete score system
Steward score system
e. Penundaan pemulangan
Mual dan muntah yang terus menerus
Vertigo karena postural hypotensi
Laryng edema pasca intubasi
Perdarahan karena pembedahan
Penyulit pembedahan lainnya
f. Aspek medikolegal
Melengkapi fasilitas recovery room untuk menanggulangi keadaan darurat
Penderita/ keluarga harus mendapat pesanan yang baik
Pemeriksaan teliti sekali lagi pra anesthesia
Persetujan operasi dan anestesi
Pemilihan teknik anestesi yang baik
Pemulangan harus dilakukan oleh dokter anestesiologis
19
kronis. Pada nyeri akut rasa nyeri akan timbul secara tiba – tiba yang terjadi
akibat pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati. Pada nyeri
kronis nyeri berlangsung menetap dan dalam waktu tertentu dan seringkali tidak
responsive terhadap pengobatan.
b. Kelompok pasien dibawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan perhatian :
Anak – anak
Pasien Obstetri
Pasien lanjut usia
Pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik
Pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis
Pasien yang mempunyai resiko menderita nyeri kronis
Pasien dengan kanker atau HIV / AIDS
Pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat / bahan lainnya.
c. Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri minor
hanya dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, dimana diperlukan perawatan /
layanan anestesi yang terampil dan terlatih.
d. Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang dengan potensi
risiko / bahaya yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor
terhadap pasien dengan anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani
prosedur tulang belakang servikal.
20
BAB IV
PEMBERIAN SEDASI &ANESTESI
DI KAMAR OPERASI DAN DI LUAR KAMAR OPERASI OLEH
NON ANESTESIOLOGIS
4.1 Pengertian
Pelayanan Sedasi adalah suatu tindakan penggunaan agent – agent farmakologik
untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan
rasa mengantuk dan menghilangkan rasa kecemasan tanpa kehilangan komunikasi
verbal. Layanan sedasi anestesi di berikan selama 24 jam yang meliputi areal di
kamar operasi dan di luar kamar operasi. Layanan sedasi di dalam kamar operasi
meliputi layanan sedasi sedang dan berat dimana di tujukan untuk pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Layanan di luar kamar operasi meliputi pemberian
sedasi ringan, sampai sedang yang dilakukan di ruang perawatan intensif, UGD,
Kamar bersalin, dan ruangan – ruangan rawat inap lainnya.
Prinsip dalam pemberian layanan sedasi adalah harus sepengetahuan dokter
anestesiologis yang bertugas, dimana mekanisme konsultasi medis harus tetap
dilakukan dan pemberiannya harus dilakukan oleh perawat anestesi dan
pemantauannya dilakukan oleh perawat anestesi atau perawat dengan sertifikat
kompetensi BCLS.
Anestesiologis mempunyai keahlian spesifik dalam hal farmakologi, fisiologi, dan
manajemen klinis terhadap pasien-pasien yang mendapat sedasi dan analgesik.Oleh
21
karena itu, anestesiologis sering diminta untuk berpartisipasi dalam
mengembangkan kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk sedasi dan analgesik
yang digunakan pada saat melakukan prosedur diagnostik atau terapeutik.
Pedoman ini diaplikasikan secara spesifik untuk sedasi sedang (sering disebut
sebagai anestesi di mana pasiennya sadar) dan sedasi berat / dalam. Pedoman ini
juga tidak ditujukan untuk pasien yang menjalani anestesi umum / anestesi induksi
(misalnya blok spinal /epidural / kaudal) di mana harus diawasi dan dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi, dokter bedah, atau dokter lainnya yang telah mengikuti
pelatihan khusus mengenai teknik sedasi, anestesi, dan resusitasi.
1.2 Tujuan
a. Membantu dokter dan pasien dalam membuat keputusan mengenai pelayanan
sedasi anestesi.
b. Membantu dokter memberikan keuntungan dilakukannya sedasi analgesik
sementara meminimalisasi risiko yang dapat terjadi.
1.3 Prinsip Dasar
a. Pedomanini dapat dimodifikasi dan diadapatasi sesuai dengan kebutuhan klinis
dan keterbatasan yang ada.
b. Pedoman ini tidak dimaksudkan sebagai persyaratan yang mutlak atau standar.
c. Pemilihan teknik dan obat-obatan sedasi / analgesik yang digunakan bergantung
pada:
Preferensi dan pengalaman masing-masing dokter
Kebutuhan dan keterbatasan yang terdapat pada pasien atau prosedur
Kecenderungan terjadinya efek sedasi yang lebih dalam dari pada yang
diinginkan / diantisipasi.
d. Penerapan pedoman ini tidak dapat menjamin hasil akhir yang spesifik.
e. Pedoman ini harus direvisi karena pengetahuan, teknologi, dan praktik
kedokteran selalu berkembang sepanjang waktu.
f. Didesain agar dapat diaplikasikan oleh dokter non-anestesiologis di rumah sakit
Citra Insani.
1.4 Keuntungan
a. Keuntungan yang didapat dari pemberian sedasi /analgesik:
1. Pasien dapat mentoleransi prosedur yang tidak menyenangkan dengan
mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan, atau nyeri yang mereka rasakan
2. Pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif, sedasi / anelgesik
dapat mempercepat dan memperlancar pelaksanaan prosedur yang
memerlukan pasien untuk diam /tidak bergerak.
22
b. Risiko pemberian sedasi: berpotensi menimbulkan depresi kardirespirasi,
sehingga petugas / personel yang memberikan sedasi harus dapat segera
mengenali dan menanganinya untuk mencegah kejadian: kerusakan otak akibat
hipoksia, henti jantung, atau kematian. Pemberian sedasi / analgesik yang tidak
adekuat:
1. Menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien
2. Meningkatkan risiko cedera karena pasien menjadi kurang /tidak kooperatif.
3. Timbulnya efek fisiologis atau psikologis akibat respons terhadap stress yang
dialami pasien.
1.5 Sedasi Sedang Dan Berat / Dalam
a. Evaluasi prosedur Pre sedasi & anestesi
Tujuan:
- Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi dan analgesik
yang berjalan lancar)
- Menurunkan risiko kejadian efek samping.
Evaluasi ini meliputi: (dicatat di rekam medis)
- Meninjau ulang rekam medis pasien
- Anamnesis pasien berupa:
a) identitas pasien
b) identifikasi prosedur yang akan dilakukan
c) verifikasi status masuk pasien (rawat jalan,rawat inap, one-day care
dan lain-lain)
d) riwayat penyakit pasien yang relevan
e) abnormalitas sistem organ utama
f) riwayat anestesi / sedasi sebelumnya, dan efeksamping yang pernah
terjadi / dialami
g) obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergiobat, dan interaksi obat
yang mungkin terjadi
h) asupan makan terakhir
i) riwayat merokok, alkohol, atau penyalahgunaan obat-obatan
- Pemeriksaan fisik terfokus
Tanda vital
Evaluasi jalan napas (lihat lampiran 3)
Auskultasi jantung dan paru
- Pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan EKG (berdasarkan pada kondisi
yang mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam penanganan pasien)
- Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan anestesi/sedasi.
- Konsultasi medis, jika memungkinkan.
23
- Penyusunan rencana tindakan anestesi dan diskusi dengan pasien /
keluarganya mengenai risiko keuntungan dari tindakan anestesi
- Penandatanganan surat persetujuan tindakan (informed consent)
- Pemberian pre-medikasi dan antibiotik profilaksis,sesuai indikasi.
- Dukungan psikologis
- Pencatatan direkam medis pasien.
b. Konseling pasien
Mengenai risiko, manfaat, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif yang ada
Konseling harus dilakukan oleh dokter anestesiologis
c. Puasa pre-prosedur (lihat lampiran 4)
Prosedur efektif: mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung
Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumonia aspirasi,pertimbangkan
dalam menentukan tingkat / kategori sedasi,apakah perlu penundaan
prosedur, dan apakah perlu proteksitrakea dengan intubasi.
d. Pencatatan dan pemantauan anestesi intra-operatif / intra-prosedur
Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur dan kontinu selama
prosedur dilakukan:
- Peninjauan ulang mengenai kondisi pasien sebelum melakukan inisiasi
tindakan anestesi
Reevaluasi pasien
Periksa kembali kesiapan dan kelengkapan peralatan, obat, dan suplai
oksigen
- Pemantauan pasien, berupa:
Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap stimulus)
Respons menjawab(verbal):menunjukkan bahwa pasien bernapas
Hanya memberikan respons berupa refleks menarik diri (withdrawal):
dalam sedasi berat / dalam, mendekati anestesi umum, dan harus segera
ditangani.
Oksigenasi:
1. Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses
anestesi
2. Gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry)
Respons terhadap perintah verbal(jika memungkinkan)
Ventilasi pain (observasi, auskultasi
1. Semua pasien yang menjalani anestesi umum harus memiliki
ventilasi yang adekuat dan dipantau secara terus-menerus
2. Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong
24
pernapasan, auskultasi dada
3. Pemantauan karbon dioksida yang diekspirasi untuk pasien
yang terpisah dari pengasuh / keluarganya
4. Jika terpasang ETT / LMA: pastikanposisi terpasang dengan
benar
Kapnografi
Sirkulasi
1. Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit
kardiovaskular yang signifikan
2. Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
3. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5
menit(kecuali dikontraindikasikan)
4. Pasien dengan anestesi umum: semua hal di atas ditambah
evaluasi kontinu fungsi sirkulasi dengan: palpasi nadi, auskultasi
bunyi jantung, tekanan intra-arteri, oksimetri.
Temperatur tubuh
Dosis dan jenis obat yang digunakan, waktu dan jalur pemberian obat,
identifikasi efek samping obat
Jenis dan jumlah cairan intravena yang digunakan, termasuk produk
darah, serta waktu pemberiannya.
Teknik yang digunakan dan posisi pasien saat di-anestesi.
Peralatan untuk jalan napas yang digunakan berikut teknik dan lokasi
pemasangannya.
Kejadian-kejadian tidak biasa yang terjadi selama pemberian anestesi
Status pasien setelah di-anestesi.
Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam:
1. Respons terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih intens
(kecuali dikontraindikasikan)
2. Pemantauan karbondioksida yang diekspirasi untuk semua pasien
3. EKG untuk semua pasien
e. Evaluasi pasca-anestesi
1. Evaluasi pasien setelah keluar dari ruang prosedur / operasi
2. Pasien dipindahkan ke ruang rawat pasca-anestesi di ruang pulih sadar
3. Selama transfer, pasien harus didampingi oleh salah satu anggota Tim
Anestesi yang paham mengenai kondisi pasien.
25
4. Pasien harus terus dievaluasi selama transfer dengan pemantauan dan
peralatan yang mendukung kondisi pasien.
5. Saat tiba di ruang pulih sadar, lakukan pencatatan akan status dan kondisi
pasien
6. Transfer informasi mengenai kondisi pre-operatif, selama operasi / prosedur,
dan pemberian anestesi kepada perawat diruang pulih sadar.
7. Anggota Tim Anestesi harus tetap tinggal di ruang pulih sadar sampai
tanggung jawab perawatan pasien selanjutnya diserahkan keperawat ruang
pulih sadar.
8. Evaluasi dan pemantauan kondisi pasien secara kontinu:
26
1. Farmakologi obat-obatan anestesi dan analgesic
2. Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia
3. Keterampilan bantuan hidup dasar
4. Keterampilan bantuan hidup lanjut
5. Untuk sedasi berat / dalam: keterampilan bantuan hidup lanjut di kamar
tindakan / prosedur.
1.6 Peralatan penunjang spesialistik
a. Peralatan set anestesi
1. Mesin anestesi (anesthesia apparatus) yang berfungsi dengan baik sesuai
dengan standart dan di kalibrasi
2. Suction berfungsi dengan baik
3. Peralalan patensi jalan napas dengan berbagai ukuran
4. Ventilasi tekanan positif
5. Peralatan intubasi meliputi laringoskop, maggil forcep, stillet
6. Defibrillator yang tersedia setiap saat dan dapat segera dipakai (untuk
pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular)
7. Untuk sedasi berat / dalam: deflbrillator tersedia setiap saat dan dapat
segera dipakai (untuk semua pasien)
8. Oksigen tambahan
9. Tersedianya peralatan oksigenasi
10. Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia
11. Untuk sedasi berat / dalam: pemberian oksigen kepada semua pasien
(kecuali dikontraindikasikan)
b. Pilihan obat-obatan anestesi
1. Sedatif : untuk mengurangi ansietas kecemasan,menyebabkan kondisi
somnolen
2. Analgesik : untuk mengurangi nyeri
3. Kombinasi sedatif dan analgesik : efektif untuk sedasi sedang
dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat
4. Titras idosis : Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan
interval yang cukup antar pemberian untuk memperoleh efek yang optimal
5. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan analgesic
6. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek sedasi /
analgesik tidak direkomendasikan
c. Penggunaan obat anestesi induksi (methohexital, propofol, ketamin)
Anestesi induksi adalah suatu tindakan pemberian inisial obat induksi
sebelum pasien menjalani anestesi umum.
Jalur pemberian bervariasi, yaitu via inhalasi,intravena, intramuskular,
injeksi subkutan, oral, dan rektal.
Saat obat induksi telah berada beredar di sistem sirkulasi pasien, tempat
27
kerjanya adalah sistem saraf pusat dan otonom.
Onset kerja obat induksi lebih cepat via intravena (dalam 10-20 detik untuk
menginduksi ketidaksadaran total) daripadainhalasi.
Obat induksi intravena yang sering digunakan adalah:propofol, thiopental,
etomidat, dan ketamin.
Propofol dan ketamin efektif dipakai untuk sedasi sedang
Methohexital efektif untuk sedasi dalam / berat
Induksi inhalasi dapat dipilih jika terdapat kesulitan mengakses jalur
intravena, terdapat kesulitan dalam mempertahankan patensi jalan napas,
atau karena keinginan pasien (misalnya anak-anak).
Obat induksi inhalasi yang paling sering digunakan adalah sevoflurane,
karena tidak terlalu iritatif terhadap bronkus (jika dibandingkan dengan obat
inhalasi lainnya).
Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan,
pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk
penanganan jika pasien jatuh dalam keadaan anestesi umum.
d. Akses intravena
Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan akses intravena
dengan baik selama prosedur hingga pasien terbebas dari risiko depresi
kardiorespirasi.
Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan
kasus per-kasus.
Tersedia personal / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian
mengakses jalur intravena
e. Obat antagonis: tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien diberikan obat
opioid / benzodiazepin.
28
keahlian di ruangan recovery atau perawat ruangan yang mempunyai
sertifikat BTCLS
f. Mekanisme konsultasi medis harus tetap dilaksanakan
g. Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir risiko
depresi kardiovaskular / pernapasansetelah pasien dipulangkan. (lihat
lampiran 6).
1.8 Situasi khusus
a. Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut, penyakit jantung/ paru/
ginjal hepar yang berat): konsultasikan dengan spesialis yang sesuai
b. Risiko gangguan kardiovaskular / pernapasan yang berat atau diperlukannya
ketidak sadaran total pada pasien untuk menciptakan kondisi operasi yang
memadai: konsultasikan dengan anestesiologis.
c. Bila dalam observasi di dapatkan tanda – tanda kegawatan atau abnormal, maka
petugas yang berwenang dapat menghubungi penanggung jawab anestesi
d. Mekanisme konsultasi medis harus tetap dilaksanakan
e. Bila pasien di pindahkan ke ruangan observasi lanjutan, harus sepengetahuan
dokter anestesi dan dokter bedah yang bersangkutan.
29
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
PERATURAN PENAGIHAN DAN DEFINISI YANG SERING DI GUNAKAN
ASA juga mengetahui akan kurangnya kepastian / prediksi dalam perawatan anestesi
dan banyaknya variabilitas akan kebutuhan pasien yang dapat, dalam keadaan tertentu
dan jarang, membuatnya kurang sesuai dari sudut pandang keselamatan pasien dan
kualitas pelayanan pasien untuk mematuhi peraturan / ketentuan pembayaran yang
berlaku.
Pelaporan pembayaran atas layanan anestesi harus secara akurat mencerminkan layanan
yang diberikan.Kemampuan untuk memprioritaskan tugas dan kebutuhan perawatan
pasien dari waktu ke waktu merupakan keahlian yang penting yang harus dimiliki oleh
30
Tim Anestesi.Anestesiologis harus berusaha untuk memberikan pelayanan dengan
kualitas tertinggi dan menerapkan keselamatan pasien dengan optimal kepada semua
pasien peri-operatif.
31
Lampiran 2
Pemberian ventilasi tekanan positif (VTP), dengan atau tanpa intubasi trakea mungkin
diperlukan jika timbul gangguan pernapasan selama proses pemberian sedasi
/analgesik.
1. VTP ini dapat lebih sulit dilakukan pada pasien dengan anatomi jalan napas
yang atipikal / tidak lazim
2. Abnormalitas jalan napas dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
obstruksi jalan napas saat ventilasi spontan
3. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam manajemen jalan
napas antara lain:
a. Riwayat pasien
i. Adanya masalah dengan anestesi / sedasi sebelumnya
ii. Stridor, mengorok (snoring), apnea saat tidur (sleep apnea)
iii. Artrilis rematoid yang lanjut / berat
b. Pemeriksaan fisik
i. Habitus /postur tubuh: obesitas yang signifikan(terutama di struktur
wajah dan leher)
ii. Kepala dan leher:
Leher pendek
Eksensi leher terbatas
Pendeknya jarak antara mentalis – hyoid(<6cm pada dewasa)
Massa di leher
Penyakit / trauma pada tulang spinal servikal
Deviasi trakea
Gambaran wajah dismorfik (misalnya:sindrom Pierre-Robin)
iii. Mulut
Buka mulut (< 3 cm pada dewasa)
32
Gigi seri yang menonjol / maju (protruding)
Gigi yang goyang
Menggunakan peralatan gigi (misalnya: kawat,gigi palsu)
Lengkung langit-langit yang tinggi
Makroglosia (lidah besar)
Hipertrofi tonsil
Uvula tidak terlihat
Mulut sempit
Tumor di mulut
iv. Rahang
Mikrognatia
Retrognatia
Trismus
Maloklusi yang signifikan
Tumor mandibulla
Dagu panjang & pendek
Fracture mandibulla
33
Lampiran 3
34
Lampiran 4
1. Peralatan emergensi yang sesuai harus tersedia saat melakukan pemberian sedasi /
analgesik yang berpotensi untuk menyebabkan depresi kardiorespirasi.
2. Berikut adalah pedoman mengenai peralatan apa saja yang harus tersedia, dapat
dimodifikasi sesuai dengan kondisi tempat praktik /institusi.
a. Peralatan intravena
Sarung tangan
Tourniquet
Swab alkohol
Kassa steril
Kateter intravena / kanula infus (ukuran 18, 20, 22, 24)
Selang infus (untuk anak-anak menggunakan tetesan mikro: 60 tetes/ml)
Cairan intravena / cairan infuse
Jarum suntik untuk aspirasi obat, injeksi intramuscular(pada anak dan bayi:
jarum untuk injeksi intraosseous sumsum tulang)
Spuit dengan beragam ukuran
Plester & bengkok
35
Bilah laringoskop
Tabung endotrakeal (endotracheal lube-ETT): ukuran dengan balon
berdiameter 6.0, 7.0, 8.0 mm.
Stilet / mandarin (ukuran disesuaikan dengan diameter ETT)
Spuit cuff
Mayo
Magyl forceps
Roll Tampon
Stetoskope
Pericordial
Plester
d. Obat-obatan antagonis
Nalokson
Flumazenil
Narkotika
e. Obat-obatan emergensi
Epinefrin
Efedrin
Vasopressin
Atropine
Nitrogliserin (tablet atau semprot)
Amiodaron
Lidokain
Dekstrose 10%, 25%, 50%
Difenhidramin
Hidrokoitison, metilprednisolon, atau deksametason
Diazepam atau midazolam
36
Lampiran 5
Setiap rumah sakit harus mempunyai kriteria pemulihan dan pemulangan yang sesuai
dengan pasien dan prosedur yang dilakukan.beberapa prinsip dasar yang harus miliki
adalah:
1. Prinsip umum
a. Pengawasan medis dalam fase pemulihan dan pemulangan pasien setelah
pemberian sedasi sedang / dalam merupakan tanggung jawab dokter yang
melakukan sedasi.
b. Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan peralatan resusitasi
yang adekuat
c. Pasien yang menjalani sedasi sedang atau dalam harus dipantau sampai
Kriteria pemulangan terpenuhi.
d. Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan masing-masing
pasien bergantung pada tingkat sedasi yang diberikan, kondisi umum
pasien, dan intervensi / prosedur yang dilakukan Oksigenasi harus dipantau
sampai pasien terbebas dari risiko depresi pernapasan
e. Tingkat kesadaran, tanda vital, dan oksigenasi (jika di indikasikan) harus
dicatat dengan rutin dan teratur
f. Perawat atau petugas terlatih lainnya yang bertugas memantau pasien dan
mengidentifikasi adanya komplikasi harus dapat hadir / mendampingi
pasien hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
g. Petugas yang kompeten dalam menangani komplikasi (misalnya
mempertahankan patensi jalan napas, memberikan ventilasi tekanan positif)
harus dapat segera hadir kapan pun diperlukan hingga kriteria pemulangan
terpenuhi.
37
gangguan status mental harus kembali ke status semula /awal (sebelum
menjalani anestesi / analgesik). Dokter dan keluarga harus menyadari bahwa
pasien anak-anak yang memiliki resiko obstruksi jalan napas harus duduk
dengan posisi kepala menunduk ke depan.
b. Tanda vital harus stabil
c. Penggunaan sistem skoring dapat membantu pencatatan untuk kriteria
pemulangan
d. Telah melewati waktu yang cukup (hingga 2 jam) setelah pemberian terakhir
obat antagonis (nalokson, flumazenil)untuk memastikan bahwa pasien tidak
masuk ke fase sedasi kembali setelah efek obat antagonis menghilang.
e. Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang dewasa
yang dapat mengantarkan pasien sampai kerumah dan dapat melaporkan jika
terjadi komplikasi pasca-prosedur.
f. Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus diberikan instruksi tertulis
mengenai diet pasca-prosedur, obat-obatan, aktivitas, dan nomor telepon yang
dapat dihubungi jika terjadi keadaan emergensi.
3. Aldrete Score (dewasa)
Penilaian :
a. Nilai warna
Merah muda : 2
Pucat : 1
Sianosis : 0
b. Pernafasan
Dapat bernafas dalam dan batuk : 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat : 1
Apnaeu atau obstruksi : 0
c. Tekanan darah
Tekanan darah menyimpang < 20% dari normal : 2
Tekanan darah menyimpang 20 – 50% dari normal : 1
Tekanan darah menyimpang > 50% dari normal : 0
d. Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi : 2
Bangun namun cepat kembali tertidur : 1
Tidak berespon : 0
e. Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan : 2
2 ekstremitas dapat digerakkan : 1
Tidak bergerak : 0
38
Jika jumlahnya > 8, Pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
4. Steward Score (anak – anak)
a) Pergerakan
Gerak bertujuan : 2
Gerak tak bertujuan : 1
Tidak bergerak : 0
b) Pernafasan
Batuk, menangis : 2
Pertahankan jalan nafas : 1
Perlu bantuan : 0
c) Kesadaran
Menangis : 2
Bereaksi terhadap rangsangan : 1
Tidak bereaksi : 0
Jika jumlah > 5, Pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
39
REFERENSI
1. Anesthesia Care Team. Statement on the anesthesia care team. Disetujui oleh ASA
House of Delegates; 2009.
2. Ambulatory Surgical Care. Guidelines for ambulatory anesthesia andsurgery.
Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2008.
3. American Society of Anesthesiologist. Practice guidelines for sedationand analgesia
by non-anesthesiologists: an updated report by theAmerican Society of
Anesthesiologist Task Force on sedation andanalgesia by non-anesthesiologist.
Anesthesiology. 2002;96:1004-17.
4. Pain Medicine. Statement on anesthetic care during interventional painprocedures
for adults. Disetujui oleh ASA House of Delegates: 2010.
5. Standards and Practice Parameters. Standards for basic anestheticmonitoring.
Disetujui oleh ASA House of Delegates: 2010.
6. Atlanta South Gastroenterology. What is moderate sedation? [diaksespada tanggal
12 Maret 2012] Diunduh dari:www.endoatlas.com
7. Quality Management and Departemental Administration. Statement
ondocumentation of anesthesia care. Disetujui oleh ASA House of Delegates;
2008.
8. Surgical Anesthesia. Guidelines for patient care in anesthesiology.Disetujui oleh
ASA House of Delegates; 2011.
9. Standars and Practice Parameter Basic standards for anesthesia care. Disetujui oleh
ASA House of Delegates; 2010. 10. Standars and Practice Parameters.
10. Standards for postanesthesia care.Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2009.
11. Hewer CL. The stages and signs of general anesthesia. BMJ. 2009:2:274-6.
40