Anda di halaman 1dari 31

PANDUAN ANESTESI

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PASUTRI

Jl. Merak No. 3 Tanah Sareal


Bogor 16161
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI ............................................................................................................................ 3


BAB II RUANG LINGKUP .......................................................................................................... 5
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................................................ 8
BAB IV DOKUMENTASI ......................................................................................................... 14

Panduan Anestesi 2
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 021C-SK/DIR/RSIAP/VII/2023
TANGGAL : 31 Juli 2023

PANDUAN ANESTESI
BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan :
1. Evaluasi pasien preoperasi
2. Rencana tindakan anestesi
3. Perawatan intra dan pasca operatif
4. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk di dalamnya
5. Konsultasi perioperatif
6. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
7. Tatalaksana nyeri akut dan kronis
8. Perawatan pasien dengan sakit berat/kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep
pelayanan rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis
diharapkan memegang peranan sebagai dokter perioperatif di setiap rumah
sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan dan berpartisipasi dalam akreditasi
rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Panduan ini diaplikasikan untuk
semua layanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam), termasuk
petugas yang terlibat dalam tata kelola rawat jalan anestesi.

B. Tujuan
1. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
2. Menerapkan budaya keselamatan pasien.
3. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan
Akreditasi Rumah Sakit.

Panduan Anestesi 3
C. Prinsip
1. Standar, pedoman dan kebijakan yang dibuat di Rumah Sakit harus
diimplementasikan pada semua kondisi dan situasi kecuali pada situasi di
mana hal tersebut tidak sesuai/tidak dapat diaplikasikan pada layanan rawat
jalan.
2. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam, baik pada kasus-
kasus pelayanan rawat inap, siap sedia menerima telepon/konsultasi dari
paramedis lainnya, availabilitas sepanjang waktu selama penanganan dan
fase pemulihan pasien, hingga pasien diperbolehkan pulang dari rumah
sakit.
3. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi dan dioperasikan sejalan
dengan regulasi dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh
struktur pelayanan, minimalnya harus memiliki sumber daya oksigen,
suction, peralatan resusitasi dan obat-obatan emergensi yang dapat
diandalkan.
4. Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu
melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit
yang terdiri atas :
a. Petugas profesional
1) Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktek /
sertifikat yang memenuhi syarat.
2) Perawat dan bidan yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat.
b. Petugas administratif
c. Petugas kebersihan dan pemeliharaan rumah sakit
5. Dokter pelayanan medis bertanggung jawab dalam melakukan peninjauan
ulang, penyesuaian kewenangan, jaminan mutu dan evaluasi rekan sejawat.
6. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan
untuk menangani situasi emergensi.

Panduan Anestesi 4
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Pengertian
1. Tim anestesi : spesialis anestesi, mengawasi dan atau mengarahkan
petugas anestesi non-dokter dalam melakukan pelayanan anestesi di mana
dokter dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap bertanggung
jawab kepada pasien secara keseluruhan.
2. Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat : anestesiologis,
dan penata anestesi.
3. Pengawasan dan pengarahan : istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan bahwa pekerjaan anestesiologis termasuk mengawasi,
mengelola dan membimbing petugas anestesi non-dokter yang tergabung
dalam Tim Anestesi.
4. Penata anestesi : setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang penata
anestesi sesuai perundang - undangan, asisten dokter yang terlatih yang
sesuai dengan kebijakan, pedoman dan standar Institusi dan Nasional
memberikan obat anestesi dan analgesik, serta memantau pasien selama
pemberian sedasi ringan (ansiolitik) /sedang (anestesi lokal), akan tetapi
tidak untuk sedasi berat/anestesi umum. Penata anestesi harus bekerja
dengan supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.

B. Anggota Inti Tim Anestesi


1. Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.
2. Setiap anggota tim miliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri
dan anggota tim lainnya secara adekuat kepada pasien dan keluarganya.
3. Anestesiologi bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah
penafsiran/anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter umum.
4. Tindakan/layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk
pemantauan dan pelaksanaan tindakan anestesi.
5. Instruksi diberikan oleh anestesiologi dan harus sejalan dengan kebijakan
dan regulasi pemerintahan serta kebijakan rumah sakit.

Panduan Anestesi 5
6. Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan
keselamatan pasien terletak pada anestesiologis.
7. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang
menjalani tindakan anestesi. Selain itu, anestesiologis juga diharapkan
memberikan pengajaran/edukasi kepada siswa anestesi.
8. Berikut ini adalah anggota tim anestesi, yaitu :
a. Dokter
1) Anestesiologis (spesialis anestesi) – Kepala Tim Anestesi.
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah
menyelesaikan program studi spesialisasi di bidang anestesi yang
terakreditasi.
b. Non-dokter
1) Penata anestesi
setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang penata anestesi
sesuai perundang - undangan.

C. Manajemen Keselamatan Pasien Oleh Tim Anestesi


Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal,
anestesiologis bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut ini :
1. Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan non-dokter
yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan anestesi kepada
pasien.
2. Evaluasi Pra anestesi Pasien
a. Suatu evaluasi pra anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan
anestesi yang baik, dimana perencanaan tersebut juga
mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi.
b. Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan
dan pencatatan data pre-operatif pasien, anestesiologislah yang
memegang tanggung jawab terhadap evaluasi keseluruhan pasien.

Panduan Anestesi 6
3. Perencanaan Tindakan Anestesi
a. Anestesiologis bertanggung jawab dalam menyusun rencana tindakan
anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien
yang terbaik dan tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.
b. Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi
pasien memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan
dan alternatif yang ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan
(informed consent).
c. Ketika terhadap situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan
dilakukan oleh petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi
harus memberitahukan tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi
oleh tim anestesi.

4. Manajemen Tindakan Anestesi


a. Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk
kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Anestesiologis harus menentukan tugas perioperaktif mana yang dapat
didelegasikan.
c. Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas
non-dokter yang tergabung dalam tim anestesi, dengan syarat kualitas
pelayanan pasien dan keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik,
tetap berpartisipasi dalam bagian-bagian penting tindakan anestesi, dan
tetap siap sedia untuk menangani situasi emergensi dengan cepat.
5. Perawatan Pasca-anestesi
a. Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada bidan atau
perawat yang bertugas.
b. Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca anestesi merupakan
tanggung jawab anestesiologis.
6. Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada
non-dokter.

Panduan Anestesi 7
BAB III
TATA LAKSANA

A. Masa Pra Anestesia


1. Tujuan
Mengusahakan kondisi optimal dari pasien agar dapat menjalani
pembedahan/prosedur dengan hasil sebaik-baiknya.
2. Kegiatan
a. Evaluasi pra anestesia/pra bedah dikerjakan dalam periode 24 jam,
setelah ada proses permintaan konsultasi dari dokter operator sampai
sebelum tindakan pembedahan dilakukan.
Pada kondisi dimana dokter anestesi tidak dapat melakukan penilaian
pra anestesia dengan segera, maka penilaian pra anestesia dapat
dilakukan pada saat pasien diserahterimakan di Unit Kamar Operasi
(kasus-kasus elektif) atau sebelum memulai anestesia dan
pembedahan (kasus-kasus emergensi atau kasus obstetrik).
b. Evaluasi pra anestesia
1) Identifikasi pasien.
2) Pemahaman prosedur bedah/medik yang akan dilaksanakan.
3) Riwayat medis, pemeriksaan klinis rutin dari pasien dan
pemeriksaan khusus.
4) Konsultasi dengan dokter spesialis lain jika diperlukan.
5) Memberikan penjelasan singkat tentang tindakan anestesia dan
memastikan informed consent.
6) Pengaturan terapi dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk
mencapai kondisi pasien yang optimal misalnya terapi cairan,
transfusi, terapi napas, dll.
7) Penilaian dan perencanaan anestesia didokumentasikan dalam
formulir pra anestesia dan digabungkan dalam rekam medis pasien.

Panduan Anestesi 8
3. Aspek keperawatan
Perawatan pra anestesia dimulai saat pasien berada di ruang perawatan,
atau pada saat pasien diserahterimakan di ruang operasi dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke meja operasi. Tujuannya yaitu:
a. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan
penyuluhan tentang tindakan anestesia.
b. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
c. Mengetahui akibat tindakan anestesia yang dilakukan.
d. Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul.
Dalam menerima pasien, perawat atau bidan yang bertugas wajib
memeriksa kembali data-data pasien seperti nama/identitas lengkap
pasien, kelengkapan rekam medis, informed consent dan data penunjang
lainnya, mengganti baju pasien, membantu pasien untuk mencukur bulu
kemaluan dan mencatat timbang pasien. Perawat atau bidan juga
bertugas untuk memberikan premedikasi berdasarkan instruksi dokter
anestesi atau dokter yang berwenang kemudian mencatat nama obat,
dosis yang diberikan, cara dan waktu pemberian, tanda tangan dan nama
jelas perawat atau bidan yang memberikan obat. Hal-hal lain yang harus
diperhatikan yaitu:
a. Memeriksa kembali nama pasien sebelum memberikan obat.
b. Mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita pasien.
c. Mengetahui riwayat alergi pasien terhadap obat.
d. Memeriksa fungsi vital (Tensi, Nadi, Suhu, nafas) sebelum
memberikan premedikasi dan sesudahnya.

B. Masa Anestesia
1. Tujuan
Mengupayakan fungsi vital pasien dalam batas-batas normal selama
menjalani pembedahan dan menjaga agar pasien tidak merasa nyeri dan
cemas (misalnya pada anestesi regional).
2. Kegiatan
a. Tindakan anestesia harus dikerjakan dalam kerjasama tim yaitu dokter
anestesi dan penata anestesi atau perawat/bidan yang bertugas.

Panduan Anestesi 9
Tindakan anestesia dimulai oleh dokter anestesi dan dapat dirumat
oleh penata anestesia.
b. Keamanan pasien selama anestesi dan pembedahan memerlukan
pemantauan fungsi vital yang terus menerus dan di catat dalam status
anestesia dan digabungkan dalam rekam medis pasien.
c. Prosedur pembedahan dapat dirubah jika kondisi pasien mengarah
pada keadaan yang membahayakan jiwa.
d. Sarana pengatur dosis obat anestesi dan obat darurat harus digunakan
secara maksimal.
e. Hasil pemantauan selama anestesia dapat menjadi dasar untuk
pengelolaan pasca anestesia dan juga menjadi panduan untuk
perencanaan asuhan keperawatan, tindakan medis, dan kebutuhan
untuk pemeriksaan diagnostik serta penunjang lainnya.
3. Aspek Keperawatan
Perawatan selama anestesi dimulai sejak pasien berada di atas meja
operasi sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Tujuan:
Mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesia berada dalam
kondisi optimal agar pembedahan dapat berjalan lancar.
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, perawat atau bidan yang bertugas
wajib melakukan:
a. Memeriksa kembali nama, data, diagnosa dan rencana operasi.
b. Mengenalkan pasien pada dokter spesialis anestesi, dokter spesialis
bedah, perawat asisten dan perawat instrument.
c. Memberikan dukungan moral, menjelaskan induksi yang akan
dilakukan dan menjelaskan fasilitas yang ada di sekitar meja operasi.
d. Memasang alat-alat pemantau seperti tensimeter, ECG, pulse oxymetri
dan alat lainnya.
e. Mengatur posisi pasien.
f. Mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan dalam rekam
medis anestesia.
Selama proses anestesia, penata anestesi wajib melakukan:
a. Mencatat semua tindakan anestesi.

Panduan Anestesi 10
b. Berespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital
tubuh pasien selama anestesi. Pemantauan meliputi sistem
pernapasan, sirkulasi, suhu, keseimbangan cairan, perdarahan dan
produksi urine dan lain-lain.
c. Berespon dan melaporkan kepada dokter spesialis anestesiologi bila
terdapat tanda-tanda kegawatan fungsi vital tubuh pasien agar dapat
dilakukan tindakan segera.
d. Melaporkan kepada dokter yang melakukan pembedahan tentang
perubahan fungsi vital tubuh pasien dan tindakan selama proses
anestesi.
e. Mengatur dosis obat anestesi dan pelimpahan wewenang dokter.
f. Menanggulangi keadaan gawat darurat.
Pengakhiran anestesi:
a. Memantau tanda-tanda vital secara lebih intensif.
b. Menjaga jalan napas supaya tetap bebas.
c. Menyiapkan alat-alat dan obat-obat untuk pengakhiran anestesi dan
atau ekstubasi.
d. Melakukan pengakhiran anestesia dan atau ekstubasi sesuai dengan
kewenangan yang diberikan.

C. Masa Pasca anestesia


1. Tujuan
Menjaga fungsi vital pasien dalam batas normal setelah pembedahan
berakhir dan selama sisa anestesia belum sama sekali hilang serta
menjaga agar pasien tidak merasa nyeri dan cemas berlebihan.
2. Kegiatan
a. Setelah pengakhiran anestesia, pasien dikirim ke kamar pemulihan
untuk pemantauan fungsi vital tubuh oleh perawat atau bidan yang
bertugas.
b. Kondisi pasien di kamar pemulihan harus dinilai secara kontinyu
terhadap monitoring tekanan darah, laju nadi/pola EKG, laju napas
dan saturasi oksigen. Pencatatan dilakukan paling lama setiap 15
menit sampai pasien dinyatakan layak pindah ke ruangan.
c. Pemberian analgesia dan sedatif disesuaikan dengan kondisi pasien.

Panduan Anestesi 11
d. Pasien diharapkan tidak lebih dari 2 jam berada di kamar pemulihan
atau sesuai instruksi dokter penanggung jawab.
e. Observasi di ruang pemulihan meliputi skor Aldrette untuk pasien yang
mendapatkan General Anestesia ( anestesi umum ) atau Bromage
skor untuk pasien dengan Regional Anestesia.
f. Instruksi pasca bedah oleh dokter bedah dan instruksi pasca
anestesia harus ditulis secara lengkap sebelum pasien keluar dari
ruang pemulihan.
g. Keputusan untuk memindahkan pasien dari ruang pemulihan dibuat
perawat/bidan yang bertugas atas persetujuan dokter anestesi.
h. Semua tindakan observasi di ruang pemulihan, termasuk waktu pasien
datang dan waktu pindah di catat dalam laporan anestesia dan
digabungkan dalam rekam medis pasien.
3. Aspek Keperawatan
Perawatan pasca pembedahan dimulai sejak pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan sampai diserahterimakan kembali kepada perawat di
ruang rawat inap. Jika kondisi pasien tetap kritis selama proses
pemantauan maka dilakukan persiapan rujukan ke Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas lebih lengkap (ICU) dengan persetujuan dokter
penanggungjawab dan dokter anestesi.
Tujuannya:
a. Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pemulihan.
b. Mencegah dan segera mengatasi komplikasi yang terjadi.
c. Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk menentukan
saat pemindahan pasien (sesuai dengan penilaian Aldrette).

D. Prosedur Pemindahan
Keluar dari ruang pemulihan pasca anestesi atau menghentikan pemonitoran
pada periode pemulihan dilakukan dengan mengacu kesalahsatu alternatif
dibawah ini :
a. Pasien dipindahkan (atau pemonitoran pemulihan dihentikan) oleh dokter
anestesi

Panduan Anestesi 12
b. Pasien dipindahkan (atau pemonitoran pemulihan dihentikan) oleh penata
anestesi sesuai kriteria yang ditetapkan rumah sakit, dan rekam medis
pasien membuktikan bahwa kriteria yang dipakai dipenuhi.
c. Pasien di pindahkan ke unit yang mampu memberikan asuhan pasca
anestesi atau pasca sedasi pasien tertentu, seperti HCU,ICU, dan ICCU.
d. Yang berhak memindahkan pasien dari ruang pasca anestesi (ruang
pemulihan) adalah dokter spesialis anestesiologi atau dokter bedah yang
bertanggung jawab.

Panduan Anestesi 13
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Masa Pra Anestesi


1. Pemberian Informasi dan Persetujuan Tindakan Anestesia
Pemberian informasi dan upaya mendapatkan persetujuan pasien atas
tindakan anestesi, dilakukan pada saat kunjungan pra anestesi/ pra bedah.
Formulir pemberian informasi ditandatangani oleh dokter dan pasien atau
keluarga. Formulir persetujuan di tanda tangani oleh pasien atau keluarga,
perawat/bidan yang diberi wewenang, dan seorang saksi.
2. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Pemeriksaan pra bedah hendaknya dilakukan dalam periode 24 jam
sebelum pembedahan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Jalan napas, paru dan pernapasan
b. Sirkulasi (tekanan darah, nadi dan perfusi) serta keadaan jantung.
c. Kesadaran dan kecerdasan
d. Status hidrasi dan status gizi
e. Riwayat alergi, penyakit yang pernah diderita dan obat yang dipakai
f. Pemeriksaan laboratorium tertentu.
Jika diperlukan, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang
melakukan pembedahan dianjurkan meminta konsultasi spesialistik lain.
Hasil konsultasi dan tindak lanjut dicatat dalam rekam medis pasien.
Ringkasan pemeriksaan dirumuskan sebagai status fisik (klasifikasi
American Society of Anesthesiologist) dan didokumentasikan dalam formulir
pra anestesia.
3. Khusus Pembedahan Darurat
Pemeriksaan fisik dan laboratorium dilakukan dalam waktu sesingkat
mungkin. Persiapan harus ditujukan untuk resusitasi dan stabilisasi fungsi
vital tubuh pasien agar pembedahan/terapi definitif dapat segera dilakukan.
Tindakan meliputi :
a. Membebaskan dan menjaga jalan nafas tetap bebas
b. Membantu fungsi pernafasan dan oksigenasi

Panduan Anestesi 14
c. Optimalisasi hemodinamik dengan imbang cairan dan transfuse
d. Menjaga tekanan intra kranial tidak meningkat.
e. Mengosongkan lambung dan menjaga aspirasi
4. Puasa dan Infus
Kondisi optimal untuk anestesia dan pembedahan membutuhkan tindakan
persiapan :
a. Pengosongan lambung untuk mengurangi risiko muntah, regurgitasi dan
aspirasi paru.
b. Infuse untuk mengganti cairan yang hilang karena kedua tindakan diatas.
Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
Instruksi puasa dijelaskan lisan dan tertulis kepada pasien dan atau
kelurga/wali serta diketahui oleh perawat. Obat-obatan tertentu dapat
diberikan bersama minum air putih terakhir.
5. Premedikasi
Memberi pasien rasa nyaman bebas dari rasa takut atau stress, disamping
menyiapkan fisik pasien untuk menjalani anestesi dan pembedahan dengan
lancar. Penyuluhan dan obat-obat dapat dikombinasikan agar tercapai
keadaan sedasi (tidur ringan tetapi mudah dibangunkan) tanpa depresi
napas dan depresi sirkulasi. Berikut ini beberapa pedoman premedikasi
yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
a. Premedikasi tidak diberikan pada keadaan sakit berat, sepsis, orang-
orang sangat tua.
b. Premedikasi dipertimbangkan hati-hati pada pasien dengan masalah
jalan nafas dan kasus rawat jalan.
c. Pada pasien bedah darurat, premedikasi sedatif dan narkotik sebaiknya
dihindarkan atau diberikan dengan sangat hati-hati.
6. Persiapan Alat dan Obat
Karena anestesia adalah tindakan medik yang membawa risiko ancaman
jiwa, maka diperlukan persiapan alat, obat, keterampilan dan kewaspadaan
tenaga kesehatan agar mampu mengatasi penyulit yang terberat.
Sebelum tindakan anestesi dimulai, semua alat dan obat anestesi, alat dan
obat resusitasi dan tenaga terlatih harus siap dan dipastikan dapat bekerja
dengan baik. Jika dilakukan anestesi regional, kesiapan untuk anestesia

Panduan Anestesi 15
umum dan resusitasi tetap harus ada. Tindakan anestesia baru dapat
dimulai jika ceklist ini telah dilaksanakan.
a. Ceklist alat anestesi
1) Memeriksa hubungan persediaan O2 dan gas lain yang diperlukan.
2) Memeriksa flowmeter apakah berfungsi dengan baik, oksigen
mengalir, by-pass oksigen berfungsi.
3) Memeriksa dial vaporizer bergerak lancar dan dapat dikunci pada
posisi OFF. Vaporizer telah diisi obat inhalasi yang benar.
4) Memeriksa pipa napas (breathing circuit), bag, katub, apakah
berfungsi baik dan tidak bocor.
5) Memeriksa tombol selektor napas spontas/napas buatan bekerja
baik.
6) Ada AMBU-bag yang siap pakai.
7) Canister soda lime terisi penuh dan warna indikator tidak berubah.
b. Ceklist jalan napas buatan dan alat pernapasan
1) Ada sungkup muka yang sesuai ukuran pasien.
2) Ada tube faring/laring berbagai ukuran.
3) Ada tube trakhea berbagai ukuran (periksa cuff) dan stilet.
4) Ada laringoskop, cunam magill.
5) Jika ada ventilator, diperiksa apakah berfungsi baik. Seharusnya tiap
ventilator dilengkapi disconnect alarm.
6) Ada alat penghisap lengkap dengan kateter yang berfungsi.
c. Ceklist infusi, cairan dan obat darurat
1) Tersedia set infuse, kanula vena dan berbagai cairan.
2) Selain obat anestesi, juga harus tersedia lengkap obat-obat
penunjang (narkotik, antihistamin, steroid, diuretika, pelumpuh ototo,
prostigmin), obat resusitasi dan obat darurat (adrenalin, atropin,
lidocain, na-bicarbonat, calcium glukonat, efedrin. Dopamine,
antihistamin, steroid).
d. Ceklist alat monitor
1) Alat monitor standar (tensimeter, stetoskop prekordial),
thermometer, lampu senter harus selalu ada pada setiap tindakan
anestesia.

Panduan Anestesi 16
2) Alat monitor tambahan yang sebaiknya ada : ECG, pulse oxymetri,
spirometer, oxygen analyser.
e. Ceklist Pasien
1) Identitas pasien telah diperiksa dan dipastikan benar.
2) Persetujuan medik telah ditandatangani.
3) Diagnosa pembedahan dan lokasi yang benar telah ditandai.
4) Jalan napas telah diperiksa ulang, gigi palsu telah dilepas dan
lapisan kosmetik yang dapat mengganggu observasi warna
mukosa/wajah/kuku telah dibersihkan.
5) Infuse berjalan lancar dengan cairan yang benar dan lokasi vena
yang benar. Cadangan cairan dan persiapan darah donor tersedia
(jika diperlukan).
6) Tensimeter terpasang baik dan tekanan darah telah diperiksa ulang.
Semua data dicatat dalam rekam medis anestesia.
7) Bantal penyangga dan alat pengatur meja/posisi telah disiapkan.

B. Masa Anestesia/Pembedahan
1. Induksi Anestesi
Penilaian pra induksi dilakukan sesaat sebelum dilakukan induksi di
kamar bedah atau ruang tindakan lainnya. Penilaian pra induksi berfokus
pada stabilitas kondisi fisiologis pasien dan kesiapan untuk menjalani
prosedur anestesia.
Pada kasus kedaruratan, kunjungan pra anestesia dan penilaian pra
induksi dapat dilakukan bersamaan dengan persiapan pembedahan pasien.
Semua hasil penilaian pra anestesia dan penilaian pra induksi harus dicatat
dan didokumentasikan secara terpisah di dalam rekam medis pasien.
Pasien sebaiknya diberi preoksigenasi dengan O 2 100% (aliran 8 - 10
Lpm selama 3 - 5 menit) sebelum induksi dimulai. Jalan intravena, berupa
infus harus terpasang dan berjalan lancar. Obat-obat darurat tersedia dalam
semperit suntik. Tensi meter dan stetoskop precordial telah terpasang
dengan baik.
Tindakan anestesia harus dimulai dengan cepat, dengan cara nyaman
bagi pasien dan dengan tetap menjaga semua fungsi vital. Jalan nafas
buatan harus dipasang dan pernafasan buatan harus diberikan bila

Panduan Anestesi 17
diperlukan. Dokter/perawat harus mampu mengenali dan mengatasi
sumbatan jalan napas atas dengan teknik chin lift, head tilt, jaw thrust,
memasang orofaring, nasofaring tube, intubasi trakea dan krikotirotomi.
Teknik “rapid sequence” induction/crash intubation untuk mencegah
aspirasi isi lambung pada kasus darurat juga harus dikuasai. Stabilisasi
sirkulasi mungkin memerlukan bantuan infus cairan, obat-obatan inotropik
dan obat anti-aritmia jantung.
2. Rumatan Anestesi
Kedalaman anestesia dipantau dengan memperhatikan tanda tahapan
anestesia dan respon otonomik. Kedalaman anestesia yang cukup selama
pembedahan harus dipertahankan agar pasien tidak mengalami rasa nyeri,
tidak mengalami stres otonomik, pembedahan dapat berjalan baik, fungsi
vital (pernafasan, sirkulasi, perfusi organ) tetap berada dalam batas normal.
Anestesia umum harus cukup dalam untuk mencegah pasien ingat dan
merasakan proses pembedahan (awarness).
Tahapan anestesia dipertahankan dengan mengatur vaporizer (untuk
anestesia inhalasi) atau mengatur infuse (untuk anestesia intravena).
Tahapan tidak boleh terlalu dalam agar tidak membahayakan fungsi vital:
a. Saturasi oksigenasi dipertahankan > 95%
Tekanan darah dipertahankan agar tidak berfluktuasi lebih dari 25% atau
15-20 mmHg dari nilai waktu sadar.
Perfusi hangat kering, merah. Tidak teraba keringat pada perabaan,
tidak keluar mata bila kelopak mata dibuka.
Irama jantung dipertahankan irama sinus yang teratur, fluktuasi tidak
lebih dari 25% nilai waktu sadar. Jika terjadi aritmia maka harus
dipastikan bahwa:
1) Oksigenasi baik (periksa aliran oksigen, periksa jalan napas/tube)
2) Ventilasi baik (periksa gerak dada, periksa soda lime)
3) Tidak ada manipulasi bedah yang memicu aritmia (refleks vagal,
refleks occulocardiac dl.)
b. Produksi air seni 0,5 - 1,0 ml/kg/jam.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh ini diulang tiap 5 menit atau lebih sering
jika kondisi klinis pasien tidak stabil.

Panduan Anestesi 18
d. Jika digunakan pelumpuh otot dan pembedahan tidak memerlukan
apnea, diusahakan pasien masih sedikit bernafas (tidak dalam keadaan
total blok).
e. Perhatikan agar tidak ada bagian tubuh pasien yang tertekan bagian
keras meja operasi terutama berkas saraf.
3. Pengakhiran Anestesi
Anestesia harus dihentikan tepat waktu agar pasien segera sadar kembali
sehingga refleks pelindungan dan fungsi vitalnya kembali normal, namun
dengan efek analgesia yang terkendali. Oksigenasi dan bantuan nafas harus
tetap diberikan dan pasien tetap dijaga dengan kewaspadaan/pemantauan
penuh sampai sisa obat (pharmacologic tail) habis.

C. Masa Pasca Anestesi


Pulih Sadar dan Timbang Terima
1. Fungsi vital pasien yang datang dari kamar operasi umumnya belum stabil.
Kejelasan data operasi, anestesia, jumlah pendarahan, jumlah infusi dan
penyulit yang telah terjadi wajib diserahterimakan kepada petugas tahap
berikutnya dan dicatat dalam laporan anesetesi dalam Rekam Medik pasien.
2. Oksigenasi dan bantuan napas harus tetap diberikan dan pasien tetap dijaga
dengan kewaspadaan/pemantauan penuh sampai pharmacologic tail lewat.
3. Gangguan nafas yang dapat terjadi:
a. Hipoventilasi karena depresi pernafasan atau obstruksi pangkal lidah.
b. Aspirasi cairan lambung.
c. Henti nafas.
4. Pembersihan cairan dan rongga mulut dan jalan napas harus dilakukan
disamping infuse cairan, tranfusi dan obat vasopressor.
5. Pasien yang belum sadar dan belum stabil harus tetap berada di Ruang
pemulihan sampai semua resiko/ancaman keselamatan jiwa lewat. Pasien
rawat jalan tidak boleh dipulangkan sebelum memenuhi kriteria keamanan
pulang tertentu (Aldrette’s score).

Panduan Anestesi 19
D. Hal-Hal Khusus
1. Nafas Buatan dan Pelumpuh Otot
Jika pembedahan perlu relaksasi otot maka diberikan obat pelumpuh otot
dan pernapasan harus dibantu dengan napas buatan agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berlangsung normal. Ventilasi dengan IPPV (Intermittent
Positive Pressure Ventilation) diberikan dengan cara manual, alat resusitator
atau ventilator (respirator). Teknik anestesia dengan nafas buatan dilakukan
pada:
a. Pembedahan yang perlu relaksasi maksimal.
b. Posisi pembedahan yang mengganggu ventilasi.
c. Pasien perlu hiperventilasi.
d. Anestesia yang berlangsung “lama”.
Agar pengembangan paru sempurna tanpa kebocoran ke lambung maka
perlu dipasang jalan nafas buatan tube endotrakeal dengan cuff. Jalan nafas
buatan lainnya (contoh LMA, Combitube) dapat dipertimbangkan tetapi tidak
dapat menjamin terhindarnya aspirasi.
Pelumpuh otot jenis non depolarisasi bekerja lebih lambat dan lebih lama.
Dengan cara titrasi yang teliti dapat dicapai relaksasi otot yang memadai
tanpa pasien apnea (namun pasien tetap harus diberi napas buatan). Fungsi
oksigenasi harus dipantau. ldealnya secara berkala diperiksa gas darah atau
secara kontinyu dengan pulse oxymetry dan CO 2 ekspirasi. Minimal harus
dipastikan dada terangkat setiap kali nafas buatan diberikan, bibir nampak
merah perfusi jari & selaput hangat dan kering. Derajat kelumpuhan otot
dipantau secara klinis atau lebih baik dengan nerve stimulator. Pada akhir
pembedahan, obat antagonis pelumpuh otot harus diberikan jika napas
spontan belum adekuat.

2. Anestesia Rawat Jalan


Beberapa pembedahan singkat tanpa pendarahan dan tidak berada di jalan
napas atau di rongga tubuh dapat dikerjakan secara rawat jalan jika kondisi
pasien baik. Sistem rawat jalan ini lebih ekonomis, mengurangi daftar tunggu
operasi dan mengurangi resiko infeksi nosokomial. Syarat - syarat:
a. Status fisik 1 atau 2.
b. Usia > 1 tahun dan < 60 tahun.

Panduan Anestesi 20
c. Pasien kooperatif, ada yang mengantar.
d. Sebaiknya ada alat komunikasi di rumah dan dalam keadaan darurat
dapat segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat (sebaiknya dalam
waktu 30 menit).
e. Pendarahan sedikit (< 5% EBV).
f. Lama operasi < 2 jam
Agar pasien dapat dipulangkan, maka perlu dipilih obat yang masa kerjanya
singkat, induksinya cepat dan pemulihannya cepat.
Pasien dapat dipulangkan jika skor Aldrette – 10, sudah dapat BAK sendiri,
berjalan tanpa bantuan orang lain, tidak ada perdarahan aktif dan tidak ada
rasa nyeri yang berlebihan.

3. Anestesi Regional
Beberapa tindakan pembedahan dapat dikerjakan dengan anestesia
regional dimana pasien tidak merasa nyeri tanpa kehilangan kesadaran
seperti blok saraf perifer, blok pleksus brachialis, blok peridural, blok sub
arachnoid.
Pelaksanaan:
a. Karena pasien akan tetap sadar selama pembedahan maka perlu diberi
penjelasan yang teliti agar tidak terasa takut/gelisah. Jika pasien
terpaksa harus diberi sedatif, maka satu keuntungan teknik regional
berkurang (resiko depresi nafas, depresi sirkulasi dan aspirasi muncul
kembali).
b. Pasien harus dipasang infuse/jalan obat intravena, tensimeter, fasilitas
penambahan oksigen.
c. Pemantauan fungsi vital sama dengan tindakan anestesia umum.
d. Jika anestesia regional tersebut gagal atau tidak adekuat, maka harus
segera dilanjutkan dengan anestesia umum. Perhatikan kemungkinan
interaksi obat-obatan yang mengakibatkan hipotensi, syok atau apnea.

4. Layanan anestesia/analgesia di luar kamar bedah


Untuk tindakan-tindakan di luar kamar bedah (ruang radiologi, ruang
pencitraan, endoskopi, diagnostik, kateterisasi, kamar bersalin, ruang rawat

Panduan Anestesi 21
dan lain-lain) yang memerlukan pelayanan anestesi harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Status fisik ASA 1 atau 2.
2. Prosedur tindakan < 1 jam.
3. Tidak memiliki penyakit pernapasan yang secara signifikan
memerlukan oksigen.
4. Tidak memiliki riwayat ketidakstabilan jantung yang signifikan.
5. Tidak memiliki penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan
menghambat klirens/bersihan obat-obat anestesi/sedasi.
6. Tidak berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-
esofagus.
7. Tidak berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
8. Tidak memilki riwayat epilepsi berat atau tidak terkontrol.
9. Tidak memiliki riwayat alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-
obat anestesi/sedasi.

5. Transportasi Pasien Di Dalam/Antar Rumah Sakit


Dalam pemindahan pasien harus selalu dipertimbangkan antara manfaat
yang akan diperoleh dengan resiko yang mungkin terjadi. Tempat tujuan
harus mempunyai kemampuan dan fasilitas medik yang lebih baik. Proses
pemindahan sepenuhnya merupakan wewenang dan tanggung jawab dokter
yang merawat .
Langkah - langkah pelaksanaan:
a. Menjelaskan pada pasien atau keluarga pasien yang berhak, tentang
risiko dan manfaat pemindahan dan selanjutnya mendapatkan surat
persetujuan (informed consent).
b. Dokter yang mengirim menghubungi dokter yang akan menerima/rumah
sakit tujuan untuk menyatakan maksud konsultasinya sekaligus
menjelaskan keadaan pasien dan tindakan/pengobatan yang sedang
dilakukan. Semua data dicatat dalam Rekam Medik.
c. Menghubungi pihak yang melayani transportasi tentang kesediaannya
membawa pasien dengan memberitahu keadaan pasien, kebutuhan
medik yang diperlukan dan melakukan koordinasi tentang waktu
transportasi.

Panduan Anestesi 22
d. Memberitahu petugas/perawat/bidan/dokter yang akan mengawal
tentang waktu keberangkatan dan peralatan yang harus dibawa.
e. Petugas yang mengawal minimum 2 orang yang terlatih untuk
memberikan Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut (BLS dan
ALS).

Panduan Anestesi 23
Panduan Anestesi 24
Lampiran 1

KLASIFIKASI STATUS FISIK


(AMERICAN SOCIETY OF ANESTHESIOLOGIST)

Klasifikasi status fisik ASA telah terbukti secara umum berkorelasi dengan laju
mortalitas perioperatif.
Status Fisik 1:
Pasien sehat normal (tidak ada kelainan organ/gangguan fisiologis, biokimia dan
psikiatri).
Status Fisik 2:
Pasien dengan penyakit sistemik ringan (misalnya diabetes ringan, hipertensi
terkendali, obesitas).
Status Fisik 3:
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasiaktivitas (misalnya angina,
PPOK, infark miokardial).
Status Fisik 4:
Paien dengan penyakit melemahkan (incapacitating) yang mengancam nyawa
secara konstan (misalnya gagal jantung kongestif, gagal ginjal).
Status Fisik 5:
Pasien “moribund” yang tidak diharapkan tetap hidup dalam 24 jam (misalnya
aneurisma yang pecah).
Status Fisik 6:
Pasien mati batang otak dengan organ yang akan ditransplantasikan.

Panduan Anestesi 25
Lampiran 2

PANDUAN PUASA SEBELUM MENJALANI PROSEDUR MENURUT


AMERICAN SOCIETY OF ANESTHESIOLOGIST (ASA)

Jenis Makanan Periode Puasa


Minimal
Cairan bening/jernih 2 jam
Air Susu Ibu (ASI) 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

- Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan menjalani prosedur
elektif. Tidak ditujukan untuk wanita hamil. Perlu diingat bahwa dengan
mengikuti pedoman ini tidak menjamin pengosongan lambung yang sempurna.
- Periode puasa minimal diaplikasikan untuk semua umur.
- Contoh cairan bening/jernih yaitu air putih, jus buah tanpa bulir/ampas, minuman
berkarbonasi, teh dan kopi.
- Konsistensi susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu pengosongan
lambung, jumlah susu yang diminum harus dipertimbangkan saat menentukan
periode waktu puasa yang tepat.
- Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening. Makanan yang digoreng
atau berlemak atau daging dapat memperlama waktu pengosongan lambung.
Jumlah dan jenis makanan yang dikosumsi harus dipertimbangkan saat
menentukan periode waktu puasa yang tepat.

Panduan Anestesi 26
Lampiran 3

PEDOMAN PEMERIKSAAN RUTIN PENUNJANG PRA ANESTESIA

ANAK 0-18 TAHUN


PEMERIKSAAN REKOMENDASI PENJELASAN
Darah tepi Ya anak usia < 5 tahun : pemeriksaan darah tepi
lengkap rutin ( Hb, Ht, leukosit, hitung jenis,
trombosit),
anak usia > 5 tahun dilakukan atas indikasi,
yaitu: pada pasien yang diduga menderita
anemia, pasien dengan penyakit jantung,
ginjal, saluran nafas atau infeksi, serta
tergantung jenis dan derajat prosedur operasi.

Kimia Darah TIDAK Pemeriksaan kimia darah dilakukan bila


terdapat resiko kelainan ginjal, hati, endokrin,
terapi perioperatif, dan pemakaian obat
alternatif.
Kadar Ureum TIDAK Kadar ureum dan elektrolit tidak dibutuhkan
dan Elektrolit rutin pada pasien < 50 tahun, akan tetapi
harus diambil pada keadaan berikut:
1. Jika terdapat diare, muntah, atau penyakit
metabolik
2. Ada penyakit ginjal atau hepar, diabetes,
atau status nutrisi abnormal
3. Pada pasien yang mendapat terapi
diuretik, antihipertensi, steroid, atau obat
hipoglikemik

Hanya diperlukan pada:


1. Penyakit hepar
Tes Fungsi TIDAK 2. Status nutrisi abnormal atau penyakit

Panduan Anestesi 27
Lever metabolik
3. Riwayat konsumsi alkohol dalam
jumlah banyak (> 80gram/ hari)

Diperlukan pada pasien dengan penyakit


diabetes atau penyakit vascular, atau sedang
mendapat terapi kortikosteroid.
TIDAK
Konsentrasi AGD diperlukan pada semua pasien dengan
Gula darah dispneu saat istirahat dan pada pasien
dengan rencana torakotomi elektif.

TIDAK
Analisa Gas
Darah

Hemostasis YA Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada


pasien dengan riwayat atau kondisi klinis,
mengarah pada kelainan koagulasi, akan
menjalani operasi yang dapat menimbulkan
gangguan koagulasi, ketika dibutuhkan
hemostasis yang adekuat (seperti
tonsilektomi), dan kemungkinan perdarahan
pascabedah.

Urinalisis TIDAK Pemeriksaan urin rutin dilakukan pada operasi


yang melibatkan manipulasi saluran kemih
dan pasien dengan gejala infeksi saluran
kemih.

Foto Toraks TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi


EKG TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi
Fungsi Paru TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi

Panduan Anestesi 28
DEWASA > 18 TAHUN
PEMERIKSAAN REKOMENDASI PENJELASAN
Darah tepi TIDAK Pemeriksaan darah tepi lengkap dilakukan
pada pasien dengan penyakit hati, pasien
dalam kemoterapi, diduga menderita anemia
oleh karena sebab apapun (perdarahan,
defisiensi, dll) dan kelainan darah lainnya,
serta tergantung jenis dan derajat prosedur
operasi.

Kimia Darah TIDAK Pemeriksaan kimia darah dilakukan bila


terdapat resiko kelainan ginjal, hati, endokrin,
terapi perioperatif, dan pemakaian obat
alternatif.

Kadar Ureum TIDAK Kadar ureum dan elektrolit tidak dibutuhkan


dan Elektrolit rutin pada pasien < 50 tahun, akan tetapi
harus diambil pada keadaan berikut:
1. Jika terdapat diare, muntah, atau penyakit
metabolik
2. Ada penyakit ginjal atau hepar, diabetes,
atau status nutrisi abnormal
3. Pada pasien yang mendapat terapi
diuretik, antihipertensi, steroid, atau obat
hipoglikemik.

Hanya diperlukan pada:


1. Penyakit hepar
Tes Fungsi TIDAK 2. Status nutrisi abnormal atau penyakit
Lever metabolik

Panduan Anestesi 29
3. Riwayat konsumsi alcohol dalam jumlah
banyak (> 80gram/ hari)
4. Tumor dengan kemungkinan metastase
ke hati

Diperlukan pada pasien dengan penyakit


Konsentrasi TIDAK diabetes, penyakit hati, atau penyakit
Gula darah vascular, atau sedang mendapat terapi
kortikosteroid.

AGD diperlukan pada semua pasien dengan


Analisa Gas TIDAK dispneu saat istirahat, penyakit paru sedang-
Darah berat, sakit kritis/ sepsis, dan pada pasien
dengan rencana torakotomi elektif.

Hemostasis TIDAK Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada


pasien dengan riwayat kelainan koagulasi,
atau riwayat terbaru yang mengarah pada
kelainan koagulasi, atau sedang memakai
obat antikoagulan, pasien yang memerlukan
antikoagulan pascabedah, pasien yang
memiliki kelainan hati dan ginjal.

Urinalisis TIDAK Pemeriksaan urin rutin dilakukan pada operasi


yang melibatkan manipulasi saluran kemih
dan pasien dengan gejala infeksi saluran
kemih

Foto Toraks TIDAK Pemeriksaan foto toraks hanya dilakukan


pada usia > 60 tahun, pasien dengan tanda
penyakit jantung dan atau paru, infeksi
saluran nafas, terdapat kemungkinan

Panduan Anestesi 30
metastasis dari karsinoma, sebelum operasi
toraks.

EKG TIDAK Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien


dengan diabetes mellitus, hipertensi, riwayat
nyeri dada, gagal jantung, riwayat
merokok,penyakit vascular perifer, dan
obesitas, yang tidak memiliki hasil EKG dalam
1 tahun terakhir tanpa memperhatikan usia.
Selain itu EKG dilakukan pada pasien dengan
gejala kardiovaskular periodik atau tanda dan
gejala penyakit jantung tidak stabil, dan
semua pasien dengan usia > 40 tahun.

Dilakukan pada pasien dengan penyakit


jantung dengan kelainan EKG yang
Echocardiografi TIDAK bermakna.

Fungsi Paru TIDAK Pasien dengan penyakit paru sedang sampai


berat, seperti; PPOK, bronkiektasis, penyakit
paru retriksi; semua pasien yang akan
menjalani bedah toraks/ reseksi paru, dan
semua pasien usia lanjut.

Panduan Anestesi 31

Anda mungkin juga menyukai