Panduan Anestesi 2
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 021C-SK/DIR/RSIAP/VII/2023
TANGGAL : 31 Juli 2023
PANDUAN ANESTESI
BAB I
DEFINISI
A. Latar Belakang
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan :
1. Evaluasi pasien preoperasi
2. Rencana tindakan anestesi
3. Perawatan intra dan pasca operatif
4. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk di dalamnya
5. Konsultasi perioperatif
6. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
7. Tatalaksana nyeri akut dan kronis
8. Perawatan pasien dengan sakit berat/kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep
pelayanan rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis
diharapkan memegang peranan sebagai dokter perioperatif di setiap rumah
sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan dan berpartisipasi dalam akreditasi
rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Panduan ini diaplikasikan untuk
semua layanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam), termasuk
petugas yang terlibat dalam tata kelola rawat jalan anestesi.
B. Tujuan
1. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
2. Menerapkan budaya keselamatan pasien.
3. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan
Akreditasi Rumah Sakit.
Panduan Anestesi 3
C. Prinsip
1. Standar, pedoman dan kebijakan yang dibuat di Rumah Sakit harus
diimplementasikan pada semua kondisi dan situasi kecuali pada situasi di
mana hal tersebut tidak sesuai/tidak dapat diaplikasikan pada layanan rawat
jalan.
2. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam, baik pada kasus-
kasus pelayanan rawat inap, siap sedia menerima telepon/konsultasi dari
paramedis lainnya, availabilitas sepanjang waktu selama penanganan dan
fase pemulihan pasien, hingga pasien diperbolehkan pulang dari rumah
sakit.
3. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi dan dioperasikan sejalan
dengan regulasi dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh
struktur pelayanan, minimalnya harus memiliki sumber daya oksigen,
suction, peralatan resusitasi dan obat-obatan emergensi yang dapat
diandalkan.
4. Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu
melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit
yang terdiri atas :
a. Petugas profesional
1) Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktek /
sertifikat yang memenuhi syarat.
2) Perawat dan bidan yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat.
b. Petugas administratif
c. Petugas kebersihan dan pemeliharaan rumah sakit
5. Dokter pelayanan medis bertanggung jawab dalam melakukan peninjauan
ulang, penyesuaian kewenangan, jaminan mutu dan evaluasi rekan sejawat.
6. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan
untuk menangani situasi emergensi.
Panduan Anestesi 4
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Pengertian
1. Tim anestesi : spesialis anestesi, mengawasi dan atau mengarahkan
petugas anestesi non-dokter dalam melakukan pelayanan anestesi di mana
dokter dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap bertanggung
jawab kepada pasien secara keseluruhan.
2. Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat : anestesiologis,
dan penata anestesi.
3. Pengawasan dan pengarahan : istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan bahwa pekerjaan anestesiologis termasuk mengawasi,
mengelola dan membimbing petugas anestesi non-dokter yang tergabung
dalam Tim Anestesi.
4. Penata anestesi : setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang penata
anestesi sesuai perundang - undangan, asisten dokter yang terlatih yang
sesuai dengan kebijakan, pedoman dan standar Institusi dan Nasional
memberikan obat anestesi dan analgesik, serta memantau pasien selama
pemberian sedasi ringan (ansiolitik) /sedang (anestesi lokal), akan tetapi
tidak untuk sedasi berat/anestesi umum. Penata anestesi harus bekerja
dengan supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.
Panduan Anestesi 5
6. Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan
keselamatan pasien terletak pada anestesiologis.
7. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang
menjalani tindakan anestesi. Selain itu, anestesiologis juga diharapkan
memberikan pengajaran/edukasi kepada siswa anestesi.
8. Berikut ini adalah anggota tim anestesi, yaitu :
a. Dokter
1) Anestesiologis (spesialis anestesi) – Kepala Tim Anestesi.
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah
menyelesaikan program studi spesialisasi di bidang anestesi yang
terakreditasi.
b. Non-dokter
1) Penata anestesi
setiap orang yang telah lulus pendidikan bidang penata anestesi
sesuai perundang - undangan.
Panduan Anestesi 6
3. Perencanaan Tindakan Anestesi
a. Anestesiologis bertanggung jawab dalam menyusun rencana tindakan
anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien
yang terbaik dan tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.
b. Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi
pasien memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan
dan alternatif yang ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan
(informed consent).
c. Ketika terhadap situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan
dilakukan oleh petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi
harus memberitahukan tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi
oleh tim anestesi.
Panduan Anestesi 7
BAB III
TATA LAKSANA
Panduan Anestesi 8
3. Aspek keperawatan
Perawatan pra anestesia dimulai saat pasien berada di ruang perawatan,
atau pada saat pasien diserahterimakan di ruang operasi dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke meja operasi. Tujuannya yaitu:
a. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan
penyuluhan tentang tindakan anestesia.
b. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
c. Mengetahui akibat tindakan anestesia yang dilakukan.
d. Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul.
Dalam menerima pasien, perawat atau bidan yang bertugas wajib
memeriksa kembali data-data pasien seperti nama/identitas lengkap
pasien, kelengkapan rekam medis, informed consent dan data penunjang
lainnya, mengganti baju pasien, membantu pasien untuk mencukur bulu
kemaluan dan mencatat timbang pasien. Perawat atau bidan juga
bertugas untuk memberikan premedikasi berdasarkan instruksi dokter
anestesi atau dokter yang berwenang kemudian mencatat nama obat,
dosis yang diberikan, cara dan waktu pemberian, tanda tangan dan nama
jelas perawat atau bidan yang memberikan obat. Hal-hal lain yang harus
diperhatikan yaitu:
a. Memeriksa kembali nama pasien sebelum memberikan obat.
b. Mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita pasien.
c. Mengetahui riwayat alergi pasien terhadap obat.
d. Memeriksa fungsi vital (Tensi, Nadi, Suhu, nafas) sebelum
memberikan premedikasi dan sesudahnya.
B. Masa Anestesia
1. Tujuan
Mengupayakan fungsi vital pasien dalam batas-batas normal selama
menjalani pembedahan dan menjaga agar pasien tidak merasa nyeri dan
cemas (misalnya pada anestesi regional).
2. Kegiatan
a. Tindakan anestesia harus dikerjakan dalam kerjasama tim yaitu dokter
anestesi dan penata anestesi atau perawat/bidan yang bertugas.
Panduan Anestesi 9
Tindakan anestesia dimulai oleh dokter anestesi dan dapat dirumat
oleh penata anestesia.
b. Keamanan pasien selama anestesi dan pembedahan memerlukan
pemantauan fungsi vital yang terus menerus dan di catat dalam status
anestesia dan digabungkan dalam rekam medis pasien.
c. Prosedur pembedahan dapat dirubah jika kondisi pasien mengarah
pada keadaan yang membahayakan jiwa.
d. Sarana pengatur dosis obat anestesi dan obat darurat harus digunakan
secara maksimal.
e. Hasil pemantauan selama anestesia dapat menjadi dasar untuk
pengelolaan pasca anestesia dan juga menjadi panduan untuk
perencanaan asuhan keperawatan, tindakan medis, dan kebutuhan
untuk pemeriksaan diagnostik serta penunjang lainnya.
3. Aspek Keperawatan
Perawatan selama anestesi dimulai sejak pasien berada di atas meja
operasi sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Tujuan:
Mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesia berada dalam
kondisi optimal agar pembedahan dapat berjalan lancar.
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, perawat atau bidan yang bertugas
wajib melakukan:
a. Memeriksa kembali nama, data, diagnosa dan rencana operasi.
b. Mengenalkan pasien pada dokter spesialis anestesi, dokter spesialis
bedah, perawat asisten dan perawat instrument.
c. Memberikan dukungan moral, menjelaskan induksi yang akan
dilakukan dan menjelaskan fasilitas yang ada di sekitar meja operasi.
d. Memasang alat-alat pemantau seperti tensimeter, ECG, pulse oxymetri
dan alat lainnya.
e. Mengatur posisi pasien.
f. Mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan dalam rekam
medis anestesia.
Selama proses anestesia, penata anestesi wajib melakukan:
a. Mencatat semua tindakan anestesi.
Panduan Anestesi 10
b. Berespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital
tubuh pasien selama anestesi. Pemantauan meliputi sistem
pernapasan, sirkulasi, suhu, keseimbangan cairan, perdarahan dan
produksi urine dan lain-lain.
c. Berespon dan melaporkan kepada dokter spesialis anestesiologi bila
terdapat tanda-tanda kegawatan fungsi vital tubuh pasien agar dapat
dilakukan tindakan segera.
d. Melaporkan kepada dokter yang melakukan pembedahan tentang
perubahan fungsi vital tubuh pasien dan tindakan selama proses
anestesi.
e. Mengatur dosis obat anestesi dan pelimpahan wewenang dokter.
f. Menanggulangi keadaan gawat darurat.
Pengakhiran anestesi:
a. Memantau tanda-tanda vital secara lebih intensif.
b. Menjaga jalan napas supaya tetap bebas.
c. Menyiapkan alat-alat dan obat-obat untuk pengakhiran anestesi dan
atau ekstubasi.
d. Melakukan pengakhiran anestesia dan atau ekstubasi sesuai dengan
kewenangan yang diberikan.
Panduan Anestesi 11
d. Pasien diharapkan tidak lebih dari 2 jam berada di kamar pemulihan
atau sesuai instruksi dokter penanggung jawab.
e. Observasi di ruang pemulihan meliputi skor Aldrette untuk pasien yang
mendapatkan General Anestesia ( anestesi umum ) atau Bromage
skor untuk pasien dengan Regional Anestesia.
f. Instruksi pasca bedah oleh dokter bedah dan instruksi pasca
anestesia harus ditulis secara lengkap sebelum pasien keluar dari
ruang pemulihan.
g. Keputusan untuk memindahkan pasien dari ruang pemulihan dibuat
perawat/bidan yang bertugas atas persetujuan dokter anestesi.
h. Semua tindakan observasi di ruang pemulihan, termasuk waktu pasien
datang dan waktu pindah di catat dalam laporan anestesia dan
digabungkan dalam rekam medis pasien.
3. Aspek Keperawatan
Perawatan pasca pembedahan dimulai sejak pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan sampai diserahterimakan kembali kepada perawat di
ruang rawat inap. Jika kondisi pasien tetap kritis selama proses
pemantauan maka dilakukan persiapan rujukan ke Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas lebih lengkap (ICU) dengan persetujuan dokter
penanggungjawab dan dokter anestesi.
Tujuannya:
a. Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pemulihan.
b. Mencegah dan segera mengatasi komplikasi yang terjadi.
c. Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk menentukan
saat pemindahan pasien (sesuai dengan penilaian Aldrette).
D. Prosedur Pemindahan
Keluar dari ruang pemulihan pasca anestesi atau menghentikan pemonitoran
pada periode pemulihan dilakukan dengan mengacu kesalahsatu alternatif
dibawah ini :
a. Pasien dipindahkan (atau pemonitoran pemulihan dihentikan) oleh dokter
anestesi
Panduan Anestesi 12
b. Pasien dipindahkan (atau pemonitoran pemulihan dihentikan) oleh penata
anestesi sesuai kriteria yang ditetapkan rumah sakit, dan rekam medis
pasien membuktikan bahwa kriteria yang dipakai dipenuhi.
c. Pasien di pindahkan ke unit yang mampu memberikan asuhan pasca
anestesi atau pasca sedasi pasien tertentu, seperti HCU,ICU, dan ICCU.
d. Yang berhak memindahkan pasien dari ruang pasca anestesi (ruang
pemulihan) adalah dokter spesialis anestesiologi atau dokter bedah yang
bertanggung jawab.
Panduan Anestesi 13
BAB IV
DOKUMENTASI
Panduan Anestesi 14
c. Optimalisasi hemodinamik dengan imbang cairan dan transfuse
d. Menjaga tekanan intra kranial tidak meningkat.
e. Mengosongkan lambung dan menjaga aspirasi
4. Puasa dan Infus
Kondisi optimal untuk anestesia dan pembedahan membutuhkan tindakan
persiapan :
a. Pengosongan lambung untuk mengurangi risiko muntah, regurgitasi dan
aspirasi paru.
b. Infuse untuk mengganti cairan yang hilang karena kedua tindakan diatas.
Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.
Instruksi puasa dijelaskan lisan dan tertulis kepada pasien dan atau
kelurga/wali serta diketahui oleh perawat. Obat-obatan tertentu dapat
diberikan bersama minum air putih terakhir.
5. Premedikasi
Memberi pasien rasa nyaman bebas dari rasa takut atau stress, disamping
menyiapkan fisik pasien untuk menjalani anestesi dan pembedahan dengan
lancar. Penyuluhan dan obat-obat dapat dikombinasikan agar tercapai
keadaan sedasi (tidur ringan tetapi mudah dibangunkan) tanpa depresi
napas dan depresi sirkulasi. Berikut ini beberapa pedoman premedikasi
yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
a. Premedikasi tidak diberikan pada keadaan sakit berat, sepsis, orang-
orang sangat tua.
b. Premedikasi dipertimbangkan hati-hati pada pasien dengan masalah
jalan nafas dan kasus rawat jalan.
c. Pada pasien bedah darurat, premedikasi sedatif dan narkotik sebaiknya
dihindarkan atau diberikan dengan sangat hati-hati.
6. Persiapan Alat dan Obat
Karena anestesia adalah tindakan medik yang membawa risiko ancaman
jiwa, maka diperlukan persiapan alat, obat, keterampilan dan kewaspadaan
tenaga kesehatan agar mampu mengatasi penyulit yang terberat.
Sebelum tindakan anestesi dimulai, semua alat dan obat anestesi, alat dan
obat resusitasi dan tenaga terlatih harus siap dan dipastikan dapat bekerja
dengan baik. Jika dilakukan anestesi regional, kesiapan untuk anestesia
Panduan Anestesi 15
umum dan resusitasi tetap harus ada. Tindakan anestesia baru dapat
dimulai jika ceklist ini telah dilaksanakan.
a. Ceklist alat anestesi
1) Memeriksa hubungan persediaan O2 dan gas lain yang diperlukan.
2) Memeriksa flowmeter apakah berfungsi dengan baik, oksigen
mengalir, by-pass oksigen berfungsi.
3) Memeriksa dial vaporizer bergerak lancar dan dapat dikunci pada
posisi OFF. Vaporizer telah diisi obat inhalasi yang benar.
4) Memeriksa pipa napas (breathing circuit), bag, katub, apakah
berfungsi baik dan tidak bocor.
5) Memeriksa tombol selektor napas spontas/napas buatan bekerja
baik.
6) Ada AMBU-bag yang siap pakai.
7) Canister soda lime terisi penuh dan warna indikator tidak berubah.
b. Ceklist jalan napas buatan dan alat pernapasan
1) Ada sungkup muka yang sesuai ukuran pasien.
2) Ada tube faring/laring berbagai ukuran.
3) Ada tube trakhea berbagai ukuran (periksa cuff) dan stilet.
4) Ada laringoskop, cunam magill.
5) Jika ada ventilator, diperiksa apakah berfungsi baik. Seharusnya tiap
ventilator dilengkapi disconnect alarm.
6) Ada alat penghisap lengkap dengan kateter yang berfungsi.
c. Ceklist infusi, cairan dan obat darurat
1) Tersedia set infuse, kanula vena dan berbagai cairan.
2) Selain obat anestesi, juga harus tersedia lengkap obat-obat
penunjang (narkotik, antihistamin, steroid, diuretika, pelumpuh ototo,
prostigmin), obat resusitasi dan obat darurat (adrenalin, atropin,
lidocain, na-bicarbonat, calcium glukonat, efedrin. Dopamine,
antihistamin, steroid).
d. Ceklist alat monitor
1) Alat monitor standar (tensimeter, stetoskop prekordial),
thermometer, lampu senter harus selalu ada pada setiap tindakan
anestesia.
Panduan Anestesi 16
2) Alat monitor tambahan yang sebaiknya ada : ECG, pulse oxymetri,
spirometer, oxygen analyser.
e. Ceklist Pasien
1) Identitas pasien telah diperiksa dan dipastikan benar.
2) Persetujuan medik telah ditandatangani.
3) Diagnosa pembedahan dan lokasi yang benar telah ditandai.
4) Jalan napas telah diperiksa ulang, gigi palsu telah dilepas dan
lapisan kosmetik yang dapat mengganggu observasi warna
mukosa/wajah/kuku telah dibersihkan.
5) Infuse berjalan lancar dengan cairan yang benar dan lokasi vena
yang benar. Cadangan cairan dan persiapan darah donor tersedia
(jika diperlukan).
6) Tensimeter terpasang baik dan tekanan darah telah diperiksa ulang.
Semua data dicatat dalam rekam medis anestesia.
7) Bantal penyangga dan alat pengatur meja/posisi telah disiapkan.
B. Masa Anestesia/Pembedahan
1. Induksi Anestesi
Penilaian pra induksi dilakukan sesaat sebelum dilakukan induksi di
kamar bedah atau ruang tindakan lainnya. Penilaian pra induksi berfokus
pada stabilitas kondisi fisiologis pasien dan kesiapan untuk menjalani
prosedur anestesia.
Pada kasus kedaruratan, kunjungan pra anestesia dan penilaian pra
induksi dapat dilakukan bersamaan dengan persiapan pembedahan pasien.
Semua hasil penilaian pra anestesia dan penilaian pra induksi harus dicatat
dan didokumentasikan secara terpisah di dalam rekam medis pasien.
Pasien sebaiknya diberi preoksigenasi dengan O 2 100% (aliran 8 - 10
Lpm selama 3 - 5 menit) sebelum induksi dimulai. Jalan intravena, berupa
infus harus terpasang dan berjalan lancar. Obat-obat darurat tersedia dalam
semperit suntik. Tensi meter dan stetoskop precordial telah terpasang
dengan baik.
Tindakan anestesia harus dimulai dengan cepat, dengan cara nyaman
bagi pasien dan dengan tetap menjaga semua fungsi vital. Jalan nafas
buatan harus dipasang dan pernafasan buatan harus diberikan bila
Panduan Anestesi 17
diperlukan. Dokter/perawat harus mampu mengenali dan mengatasi
sumbatan jalan napas atas dengan teknik chin lift, head tilt, jaw thrust,
memasang orofaring, nasofaring tube, intubasi trakea dan krikotirotomi.
Teknik “rapid sequence” induction/crash intubation untuk mencegah
aspirasi isi lambung pada kasus darurat juga harus dikuasai. Stabilisasi
sirkulasi mungkin memerlukan bantuan infus cairan, obat-obatan inotropik
dan obat anti-aritmia jantung.
2. Rumatan Anestesi
Kedalaman anestesia dipantau dengan memperhatikan tanda tahapan
anestesia dan respon otonomik. Kedalaman anestesia yang cukup selama
pembedahan harus dipertahankan agar pasien tidak mengalami rasa nyeri,
tidak mengalami stres otonomik, pembedahan dapat berjalan baik, fungsi
vital (pernafasan, sirkulasi, perfusi organ) tetap berada dalam batas normal.
Anestesia umum harus cukup dalam untuk mencegah pasien ingat dan
merasakan proses pembedahan (awarness).
Tahapan anestesia dipertahankan dengan mengatur vaporizer (untuk
anestesia inhalasi) atau mengatur infuse (untuk anestesia intravena).
Tahapan tidak boleh terlalu dalam agar tidak membahayakan fungsi vital:
a. Saturasi oksigenasi dipertahankan > 95%
Tekanan darah dipertahankan agar tidak berfluktuasi lebih dari 25% atau
15-20 mmHg dari nilai waktu sadar.
Perfusi hangat kering, merah. Tidak teraba keringat pada perabaan,
tidak keluar mata bila kelopak mata dibuka.
Irama jantung dipertahankan irama sinus yang teratur, fluktuasi tidak
lebih dari 25% nilai waktu sadar. Jika terjadi aritmia maka harus
dipastikan bahwa:
1) Oksigenasi baik (periksa aliran oksigen, periksa jalan napas/tube)
2) Ventilasi baik (periksa gerak dada, periksa soda lime)
3) Tidak ada manipulasi bedah yang memicu aritmia (refleks vagal,
refleks occulocardiac dl.)
b. Produksi air seni 0,5 - 1,0 ml/kg/jam.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh ini diulang tiap 5 menit atau lebih sering
jika kondisi klinis pasien tidak stabil.
Panduan Anestesi 18
d. Jika digunakan pelumpuh otot dan pembedahan tidak memerlukan
apnea, diusahakan pasien masih sedikit bernafas (tidak dalam keadaan
total blok).
e. Perhatikan agar tidak ada bagian tubuh pasien yang tertekan bagian
keras meja operasi terutama berkas saraf.
3. Pengakhiran Anestesi
Anestesia harus dihentikan tepat waktu agar pasien segera sadar kembali
sehingga refleks pelindungan dan fungsi vitalnya kembali normal, namun
dengan efek analgesia yang terkendali. Oksigenasi dan bantuan nafas harus
tetap diberikan dan pasien tetap dijaga dengan kewaspadaan/pemantauan
penuh sampai sisa obat (pharmacologic tail) habis.
Panduan Anestesi 19
D. Hal-Hal Khusus
1. Nafas Buatan dan Pelumpuh Otot
Jika pembedahan perlu relaksasi otot maka diberikan obat pelumpuh otot
dan pernapasan harus dibantu dengan napas buatan agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berlangsung normal. Ventilasi dengan IPPV (Intermittent
Positive Pressure Ventilation) diberikan dengan cara manual, alat resusitator
atau ventilator (respirator). Teknik anestesia dengan nafas buatan dilakukan
pada:
a. Pembedahan yang perlu relaksasi maksimal.
b. Posisi pembedahan yang mengganggu ventilasi.
c. Pasien perlu hiperventilasi.
d. Anestesia yang berlangsung “lama”.
Agar pengembangan paru sempurna tanpa kebocoran ke lambung maka
perlu dipasang jalan nafas buatan tube endotrakeal dengan cuff. Jalan nafas
buatan lainnya (contoh LMA, Combitube) dapat dipertimbangkan tetapi tidak
dapat menjamin terhindarnya aspirasi.
Pelumpuh otot jenis non depolarisasi bekerja lebih lambat dan lebih lama.
Dengan cara titrasi yang teliti dapat dicapai relaksasi otot yang memadai
tanpa pasien apnea (namun pasien tetap harus diberi napas buatan). Fungsi
oksigenasi harus dipantau. ldealnya secara berkala diperiksa gas darah atau
secara kontinyu dengan pulse oxymetry dan CO 2 ekspirasi. Minimal harus
dipastikan dada terangkat setiap kali nafas buatan diberikan, bibir nampak
merah perfusi jari & selaput hangat dan kering. Derajat kelumpuhan otot
dipantau secara klinis atau lebih baik dengan nerve stimulator. Pada akhir
pembedahan, obat antagonis pelumpuh otot harus diberikan jika napas
spontan belum adekuat.
Panduan Anestesi 20
c. Pasien kooperatif, ada yang mengantar.
d. Sebaiknya ada alat komunikasi di rumah dan dalam keadaan darurat
dapat segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat (sebaiknya dalam
waktu 30 menit).
e. Pendarahan sedikit (< 5% EBV).
f. Lama operasi < 2 jam
Agar pasien dapat dipulangkan, maka perlu dipilih obat yang masa kerjanya
singkat, induksinya cepat dan pemulihannya cepat.
Pasien dapat dipulangkan jika skor Aldrette – 10, sudah dapat BAK sendiri,
berjalan tanpa bantuan orang lain, tidak ada perdarahan aktif dan tidak ada
rasa nyeri yang berlebihan.
3. Anestesi Regional
Beberapa tindakan pembedahan dapat dikerjakan dengan anestesia
regional dimana pasien tidak merasa nyeri tanpa kehilangan kesadaran
seperti blok saraf perifer, blok pleksus brachialis, blok peridural, blok sub
arachnoid.
Pelaksanaan:
a. Karena pasien akan tetap sadar selama pembedahan maka perlu diberi
penjelasan yang teliti agar tidak terasa takut/gelisah. Jika pasien
terpaksa harus diberi sedatif, maka satu keuntungan teknik regional
berkurang (resiko depresi nafas, depresi sirkulasi dan aspirasi muncul
kembali).
b. Pasien harus dipasang infuse/jalan obat intravena, tensimeter, fasilitas
penambahan oksigen.
c. Pemantauan fungsi vital sama dengan tindakan anestesia umum.
d. Jika anestesia regional tersebut gagal atau tidak adekuat, maka harus
segera dilanjutkan dengan anestesia umum. Perhatikan kemungkinan
interaksi obat-obatan yang mengakibatkan hipotensi, syok atau apnea.
Panduan Anestesi 21
dan lain-lain) yang memerlukan pelayanan anestesi harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Status fisik ASA 1 atau 2.
2. Prosedur tindakan < 1 jam.
3. Tidak memiliki penyakit pernapasan yang secara signifikan
memerlukan oksigen.
4. Tidak memiliki riwayat ketidakstabilan jantung yang signifikan.
5. Tidak memiliki penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan
menghambat klirens/bersihan obat-obat anestesi/sedasi.
6. Tidak berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-
esofagus.
7. Tidak berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
8. Tidak memilki riwayat epilepsi berat atau tidak terkontrol.
9. Tidak memiliki riwayat alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-
obat anestesi/sedasi.
Panduan Anestesi 22
d. Memberitahu petugas/perawat/bidan/dokter yang akan mengawal
tentang waktu keberangkatan dan peralatan yang harus dibawa.
e. Petugas yang mengawal minimum 2 orang yang terlatih untuk
memberikan Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut (BLS dan
ALS).
Panduan Anestesi 23
Panduan Anestesi 24
Lampiran 1
Klasifikasi status fisik ASA telah terbukti secara umum berkorelasi dengan laju
mortalitas perioperatif.
Status Fisik 1:
Pasien sehat normal (tidak ada kelainan organ/gangguan fisiologis, biokimia dan
psikiatri).
Status Fisik 2:
Pasien dengan penyakit sistemik ringan (misalnya diabetes ringan, hipertensi
terkendali, obesitas).
Status Fisik 3:
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasiaktivitas (misalnya angina,
PPOK, infark miokardial).
Status Fisik 4:
Paien dengan penyakit melemahkan (incapacitating) yang mengancam nyawa
secara konstan (misalnya gagal jantung kongestif, gagal ginjal).
Status Fisik 5:
Pasien “moribund” yang tidak diharapkan tetap hidup dalam 24 jam (misalnya
aneurisma yang pecah).
Status Fisik 6:
Pasien mati batang otak dengan organ yang akan ditransplantasikan.
Panduan Anestesi 25
Lampiran 2
- Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan menjalani prosedur
elektif. Tidak ditujukan untuk wanita hamil. Perlu diingat bahwa dengan
mengikuti pedoman ini tidak menjamin pengosongan lambung yang sempurna.
- Periode puasa minimal diaplikasikan untuk semua umur.
- Contoh cairan bening/jernih yaitu air putih, jus buah tanpa bulir/ampas, minuman
berkarbonasi, teh dan kopi.
- Konsistensi susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu pengosongan
lambung, jumlah susu yang diminum harus dipertimbangkan saat menentukan
periode waktu puasa yang tepat.
- Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening. Makanan yang digoreng
atau berlemak atau daging dapat memperlama waktu pengosongan lambung.
Jumlah dan jenis makanan yang dikosumsi harus dipertimbangkan saat
menentukan periode waktu puasa yang tepat.
Panduan Anestesi 26
Lampiran 3
Panduan Anestesi 27
Lever metabolik
3. Riwayat konsumsi alkohol dalam
jumlah banyak (> 80gram/ hari)
TIDAK
Analisa Gas
Darah
Panduan Anestesi 28
DEWASA > 18 TAHUN
PEMERIKSAAN REKOMENDASI PENJELASAN
Darah tepi TIDAK Pemeriksaan darah tepi lengkap dilakukan
pada pasien dengan penyakit hati, pasien
dalam kemoterapi, diduga menderita anemia
oleh karena sebab apapun (perdarahan,
defisiensi, dll) dan kelainan darah lainnya,
serta tergantung jenis dan derajat prosedur
operasi.
Panduan Anestesi 29
3. Riwayat konsumsi alcohol dalam jumlah
banyak (> 80gram/ hari)
4. Tumor dengan kemungkinan metastase
ke hati
Panduan Anestesi 30
metastasis dari karsinoma, sebelum operasi
toraks.
Panduan Anestesi 31