PEDOMAN
PELAYANAN ANASTESI
1
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN KARUMKIT
NOMOR : KEP / 12 / I / 2018 / RUMKIT
TANGGAL : 12 FEBRUARI 2019
A. Definisi
1. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.
2. Pelayanan anestesi merupakan pelayanan anestesi yang mengevaluasi,
memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesi serta pengelolaan
nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.
B. Tujuan
Memeberikan pelayanan anestesi, analgesia dan sedasi yang aman, efektif,
berperikemanuasiaan dan masukan bagi pasien yang menjalani pembedahann.
2
BAB II
PENGERTIAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI
A. Pengertian
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan:
• evaluasi pasien preoperatif
• rencana tindakan anestesi
• perawatan intra- dan pasca-operatif
• manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
• konsultasi perioperatif
• pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
• tatalaksana nyeri akut dan kronis
• perawatan pasien dengan sakit berat / kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep pelayanan
rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang
peranan sebagai dokter perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat
jalan, dan berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk
menstandarisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Pedoman ini diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat
dalam tata kelola rawat jalan anestesi. Ini adalah pedoman minimal yang dapat
dikembangkan kapanpun dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas
anestesi yang terlibat.
• Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi penata/perawat anestesi dalam
melakukan pelayanan anestesi di mana dokter dapat mendelegasikan tugas
pemantauan sambil tetap bertanggung jawab kepada pasien secara keseluruhan.
• Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat: anestesiologis, penata
anestesi, perawat anestesi dan perawat recovery room.
• Penata/Perawat anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP yang terlatih yang
sesuai dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional dalam
memberikan obat anestesi dan analgesic, serta memantau pasien selama pemberian
sedasi ringan (ansiolitik), sedasi sedang, dan sedasi berat/anestesi umum. Perawat
dan asisten anestesi harus bekerja dengan supervisi langsung oleh dokter yang
kompeten dan terlatih baik.
3
B. TUJUAN
• Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
• Menerapkan budaya keselamatan pasien
• Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akeditasi
C. PRINSIP-PRINSIP
• Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam; baik pada kasus-kasus
pelayanan rawat inap, siap sedia menerima telepon / konsultasi dari paramedis
lainnya, availabilitas sepanjang waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien,
hingga pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
• Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan dioperasikan sejalan dengan
regulasi dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan,
minimalnya, harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, dan
obat-obatan emergensi yang dapat diandalkan.
• Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu melakukan
prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit, yang terdiri atas:
• Petugas profesional
• Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) /
sertifikat yang memenuhi syarat
• Penata/perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat
• Petugas administratif
• Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
• Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang,
penyesuaian kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi rekan sejawat.
• Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk
menangani situasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk
menangani situasi emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas
pelayanan akut.
• Layanan pasien minimal meliputi:
• Instruksi dan persiapan preoperatif.
• Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis,
sebelum dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi di mana
tidak terdapat petugas medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi
yang didapat dan mengulangi serta mencatat elemen-elemen penting dalam
evaluasi.
• Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.
4
• Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien,
kemudian mendapat persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di
rekam medis pasien.
• Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain yang kompeten,
atau petugas anestesi non-dokter yang dipandu/dibimbing secara langsung oleh
anestesiologis. Dokter non-anestesi yang melakukan / mengawasi tindakan
anestesi harus kompeten dalam edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik,
dan dipercaya oleh rumah sakit.
• Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
• Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang
dewasa saat pemulangan pasien.
• Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam rekam
medis
• Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.
5
BAB III
TATALAKSANA
A. Pra Anestesi
1. Tujuan pra anestesi
Mengusakan kondisi optimal dari pasien agar dapat menjalani pembedahan dengan
hasil sebaik – baiknya.
2. Kegiatan pra-anestesi
a) Evaluasi pra-anestesi dikerjakan dalam periode 24 jam sebelum tindakan
anestesi
b) Agar supaya terapi atau pemeriksaan yang diperlukan dapat dilaksanakan,
hendaknya diberikan waktu yang cukup untuk evaluasi tersebut. Jika evaluasi
dini tidak dapat dilakukan (misalnya pembedahan sentral), penilaian dilakukan
sebelum memulai anestesi dan pembedahan.
c) Evalusi pra-anestesi mencakup :
a) Identifikasi pasien.
b) Pemahaman prosedur bedah medic yang dilaksanakan.
c) Riwayat medis, pemeriksaan klinis rutin dari pasien dan pemeriksaan
khusus.
d) Konsultasi dengan dokter spesialis lain bila diperlukan.
e) Memberikan penjelasan tentang tindakan anestesi dan memastikan
informed consent.
f) Pengaturan terapi dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mencapai
kondisi pasien yag optimal misalnya terapi cairan, transfusi, terapi nafas, dll.
d) Edukasi dan Persetujuan Tindakan Medik.
Edukasi dan upaya mendapatkan persetujuan pasien atas tindakan medic dilakukan
pada waktu kunjungan pra-bedah.
Syarat-syarat hukum dan administratif harus dipenuhi dan dicatat dalam lembar
catatan medik.
Formulir persetujuan tindakan medic ( informed consent ) di tandatangani oleh :
1) Pasien dan atau keluarga sesuai persyaratan hukum dan administrasi yang
berlaku.
2) Dokter atau perawat yang diberi pelimpahan wewenang untuk itu.
3) Saksi : sebaiknya Petugas rumah sakit.
e) Pemeriksaan Fisik Dan Laboratorium.
Pemeriksaan pra bedah (pre-op visit) hendaknya dilakukan minimal dalam periode
6
24 jam sebelum tindakan anestesi / pembedahan untuk menentukan fungsi
tubuh pasien normal atau tidak, bila fungsi tubuh pasien tidak normal, maka :
1) Ditentukan derajatnya dan cadangan fungsi yang masih ada.
2) Diupayakan perbaikan secara optimal.
Pemeriksaan minimal meliputi :
1) Jalan napas, paru dan pernafasan.
2) Sirkulasi (tekanan darah, nadi dan perfusi) serta keadaan jantung
(sebaiknya juga ECG bila diperlukan).
3) Kesadaran dan kecerdasan.
4) Riwayat alergi, penyakit sebelumnya dan obat-obatan yang dipakai.
5) Pemeriksaan laboratorik tertentu.
Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin dalam masa pra bedah agar tersedia
cukup waktu dan terapi dan persiapan. Dengan pemeriksaan fisik dan
anamneses yag baik, banyak pemeriksaan laboratorium yang dapat
ditiadakan.
Jika diperlukan, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang
melakukan pembedahan dianjurkan meminta konsultasi spesialis lain.
Hasil konsultasi dan tindak lanjut harus dicatat dalam rekam medik.
7
Albumin, Gula
darah, EKG,
Faal
Hemostasis
8
2) Membantu fungsi pernafasan dan oksigenasi.
3) Optimalisasi hemodinamik dengan imbang cairan dan transfusi.
4) Menjaga tekanan intra cranial tidak meningkat.
5) Mengosongkan lambung dan mencegah aspirasi.
g) Puasa, Infuse dan Pengosongan Usus.
Kondisi optimal untuk anestesi dan pembedahan membutuhkan tindakan persiapan
1) Mengosongkan lambung untuk mengurangi resiko muntah, regurgitasi, dan
aspirasi paru.
2) Mengosongkan usus besar untuk mencegah buang air besar yang
mencemari dan meningkatkan resiko infeksi luka bedah.
3) Infus untuk mengganti cairan yang hilang karena kedua tindakan diatas.
Pengosongan dilakukan dengan puasa
Pasien dewasa dan anak dipuasakan mengikuti jadwal sebagai berikut :
Jenis Asupan Waktu Puasa
Cairan Jernih (air, teh, dll) 2 Jam
ASI 4 Jam
Susu Hewani , PASI 6 Jam
Makanan ringan (roti) 6 Jam
Makanan yang digoreng , 8 Jam
berlemak
Instruksi puasa dijelaskan lisan dan tertulis kepada pasien atau keluarga pasien
serta diketahu perawat. Obat-obat tertentu dapat diberikan bersama minum air
putih terakhir. Obat anti diabetes oral harus diganti dengan injeksi insulin jika
pada pasca bedah tidak dapat / tidak boleh makan.
Untuk bedah darurat diperlukan pengosongan lebih cepat dan lebih pasti dengan
pemasangan pipa lambung (ukuran besar, Fr 18/20) dan penghisap aktif.
h) Premedikasi.
Memberi pasien rasa nyaman bebas dari rasa takut / cemas atau stres psikis lain,
disamping menyiapkan fisik pasien untuk menjalani anestesi dan pembedahan
dengan lancar (smooth). Edukasi dan obat-obat dapat dikombinasikan agar
tercapai keadaan sedasi (tidur ringan tapi mudah dibangunkan) tanpa depresi
nafas dan depresi sirkulasi. Waktu pemberian obat yang tepat disesuaikan
dengan masa kerja otak.
9
Nafas, tekanan darah, nadi dan kesadaran harus diperiksa dan dicatat dalam
Rekam Medik sebelum dan sesudah premedikasi.
Sedatif : diazepam, midazolam, dehidrobrnzperidol, antihistamin, promethazin, dll.
Karena sedatifnya menyebabkan penurunan kesadaran, maka resiko depresi
nafas, depresi sirkulasi dan aspirasi meningkat.
Narkotik : pethidin, morfin, atau sediaan sintetik yang setara.
Obat-obat ini menyebabkan depresi nafas, depresi sirkulasi dan meningkatkan
tekanan intracranial. Karena kesadaran juga menurun, resiko aspirasi
meningkat.
Narkotik diberikan jika pada kondisi pra bedah pasien sudah merasa nyeri dan tidak
bisa diatasi dengan obat NSAID.
Atropine digunakan untuk menekan hipersekresi ludah dan kelenjar bronkus
terutama jika akan digunakan obat anestesi yang menyebabkan hipersalifasi
seperti ketamin. Kerugian atropine adalah lendir menjadi kental, rasa haus dan
pada bayi dapat menyebabkan hipertermia.
Beberapa pedoman premedikasi berikut ini perlu dipertimbangkan :
1) Premedikasi tidak diberikan pada keadaan sakit berat, sepsis, orang-orang
sangat tua, neonates dan bayi < 6 bulan.
2) Premedikasi dipertimbangkan hati-hati pada pasien dengan masalah jalan
nafas, kasus rawat jalan, dan kasus bedah syaraf.
3) Dosis dikurangi pada orang tua dan bila keadaan umum buruk.
4) Sedasi oral dapat diberikan pada malam hari sebelum tidur (misal obat
benzodiazepine oral).
5) Pada anak diusahakan premedikasi oral, dua jam sebelum operasi.
6) Pada pasien bedah darurat, premedikasi sedative dan narkotik sebaknya
dihindarkan atau diberikan dengan sangat hati-hati.
i) Persiapan Alat dan Obat.
Karena anestesi adalah tindakan medic membawa resiko ancaman jiwa, maka
diperlukan persiapan alat, obat ketrampilan, dan kewaspadaan tenaga kesehatan
agar mampu mengatasi penyulit yang terberat.
Sebelum tindakan anestesi dimulai, semau alat dan obat anestesi, alat dan obat
resusitasi dan tenaga terlatih harus siap dan dipastikan dapat bekerja baik. Jika
dilakukan anestesi regional, kesiapan untuk anestesi umum dan resusitasi tetap
harus ada. Dalam anestesi yang panjang, cadangan obat dan alat harus disiapkan
agar tindakan dapat berlangsung tanpa terptus.
Tindakan anestesi baru dapat dimulai jika check-list ini telah dilaksanakan dan semau
10
dinyatakan ada dan berfungsi baik.
11
darurat berbagai cairan.
2. Selain obat anestesi, juga harus tersedia
lengkap dalam jumlah cukup obat-obat
penunjang, obat resusitasi dan obat
darurat.
3. DC-shock atau Defibilator.
Alat monitor 1. Alat monitor standar (tensimeter,
stetoskop prekordial,) thermometer,
lampu senter harus selalu ada pada
setiap tindakan anestesi.
B. Durante Operasi
1. Tujuan durante operasi / masa anestesi
12
Mengupayakan fungsi vital pasien dalam batas – batas normal selama menjalani
pembedahan dan menjaga agar psien tidak merasa nyeri dan cemas ( misalnya
pada anestesi regional).
2. Kegiatan masa anestesi
a) Tindakan anestesi harus dikerjakan dalam kerja sama tim. Seorang Dokter
Spesialis Anestesiologi harus didampingi perawat anestesi terlatih. Jika anestesi
dilakukan Perawat Anestesi juga harus didampingi perawat terlatih lainya. Pada
saat yang sama Dokter Spesialis Anestesiologi hendaknya membatasi tanggung
jawab / supervisi maksimal atas 3 tindakan anestesi dalam satu Rumah Sakit
dengan ruangan yang berdekatan.
b) Keamanan pasien selama anestesi dan pembedahan memerlukan pemantauan
fungsi vital yag terus menerus / berkala yang dicatat dengan baik pada Rekam
Medik.
c) Prosedur pembedahan dapat dirubah jika kondisi pasien mengarah pada
keadaan yang membahayakan jiwa.
d) Sarana pengatur dosis obat anesthesia dan obat darurat harus digunakan
secara maksimal.
3. Tipe anestesi yang digunakan di Rumah Sakit Bhayangkara PusdikSabhara Porong
adalah :
1) Regional Anestesi
Regional anestesi adalah hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh
oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
denganya.
Anestesi jenis ini diberikan pada bagian sekitar saraf utama tubuh untuk membius
bagian yang lebih besar pada tubuh pasien. Anestesi regional sering dipilih
untuk meredakan nyeri saat persalinan normal ataupun Caesar. Ada dua jenis
anestesi regional :
(a) Anestesi Epidural dihasilkan dengan menyuntikan obat anestesi local
kedalam ruang epidural. Blok saraf terjadi pada akar nervus spinalis yang
berasal dari medulla spinalis dan melintasiruang epidural. Anestestik lokal
melewati durameter memasuki cairan cerebrospinal sehingga menimbulkan
efek anestesi. Efek anestesi yang dihasilkan lebih lambat dari anestesi
spinal dan terbentuk secara segmental.
Anesthesia epidural dapat digunakan mulai dari analgesia dengan blok motorik
minimal sampai anestesi dengan blok motorik penuh. Variasi ini dapat
dikontrol dengan pemilihan obat, konsentrasi dan dosis. Penggunaan obat
13
pasca operasi secara kontinu dengan narkotik atau local anestesi melalui
kateter epidural semakin popular saat ini.
b) Rumatan anestesi
Kedalaman anestesi dipantau dengan memperhatikan tahapan anestesi dan
respon otonomik. Kedalaman anestesi yang cukup selama pembedahan
14
harus dipertahankan agar pasien tidak mengalami rasa nyeri, tidak
mengalami stress otonomik, pembedahan dapat berjalan baik, fungsi vital
(pernafasan, sirkulasi, perfusi organ) tetap berada dalam batas normal.
Anestesi umum harus cukup dalam untuk mencegah pasien ingat dan
merasakan proses pembedahan ( awareness).
Tahapan anestesi dipertahankan dengan mengatur vaporizer( untuk anestesi
inhalasi) atau mengatur infus ( untuk anestesi intravena).
Tahapan tidak boleh terlalu dalam agar tidak membahayakan fungsi vital :
Saturasi oksigen dipertahankan > 95%
Tekanan darah dipertahankan agar tidak berfluktuasi lebih dari 25% atau
15-20 mmHg dari nilai waktu sadar.
Perfusi hangat, kering, merah. Tidah teraba keringat pada perabaan, tidak
keluar air mata bila kelopak mata dibuka.
Irama jantung, dipertahankan irama sinus yang teratur, fluktuasi tidak
lebih dari 25% nilai sewaktu sadar. Jika terjadi aritmia maka harus
dipastikan bahwa:
Oksigenasi baik ( periksa aliran oksigen, periksa jalan nafas/tube)
Ventilasi baik (periksa gerak dada, periksa sodalime)
Tidak ada manipulasi bedah yang memicu aritmia (reflek vagal, reflex
occulocardiac, dll)
Produksi air seni 0.5 – 1.0 ml/kg/jam
Pemantauan fungsi vital tubuh ini diulang tiap 5 menit atau lebih sering
jika kondisi klinis pasien tidak stabil.
Jika digunakan pelumpuh otot dan pembedahan tidak memerlukan
apnea, diusahakan pasien masih sedikit bernafas (tidak dalam keadaan
total blok).
Perhatikan agar tidak ada bagian tubuh pasien yang tertekan bagia keras
meja operasi terutama berkas syaraf.
c) Pengakhiran anestesi
Anestesi harus dihentikan tepat waktu agar pasien segera sadar kembali
sehingga reflex perlindungan dan fungsi vitalnya kebali normal, namun
dengan efek analgesia yang terkendali. Oksigenasi dan bantuan nafas harus
tetap diberikan dan pasien tetap dijaga dengan kewaspadaan / pemantauan
penuh sampai sisa obat habis.
C. Pasca Anestesi
15
1. Tujuan
Menjaga fungsi vital pasien dalam batas normal setelah pembedahan berakhir dan
selama sisa anesthesia belum sama sekali hilang serta menjaga agar pasien tidak
merasa nyeri dan cemas berlebihan.
2. Kegiatan pasca anestesi
a) Setelah pengakhiran anstesia, pasien dikirim ke kamar pulih sadar untuk
pemantauan fugsi vital tubuh oleh perawat terlatih.
b) Bila dianggap perlu pasien dapat langsung dikirim ke ruang rawat intensif (ICU)
c) Bantuan oksigenasi, ventilasi dan sirkulasi tetap diberikan
d) Gangguan nafas yang dapat terjadi:
Hipoventilasi karena depresi pernafasan atau obtruksi pangkal lidah.
Aspirasi cairan lambung.
Henti nafas
e) Pembersihan cairan dari rongga mulut dan jalan nafas harus dilakukan.
f) Pemberian analgesia dan sedative disesuaikan kondisi pasien.
g) Pasien yang belum sadar dan belum stabil harus tetap berada di ruang pulih
sadar sampai resiko / ancaman keselamatan jiwa lewat.
h) Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di
ruang pulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas
motoric. Atau lebih sederhana dengan Kriteria penilaian yang digunakan untuk
menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari RR adalah :
• Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
• Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
• Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
• Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
• Produksi urine tidak kurang dari 30 ml/jam
• Mual dan muntah dalam kontrol
• Nyeri minimal
• Skor anestesi yang terpenuhi dengan cara Aldrete Score (dewasa),
Steward Score (anak-anak), dan Bromage Score (spinal anestesi)
16
17
BAB IV
DOKUMENTASI
Dikeluarkan di : Watukosek
Pada tanggal : 12 Februari 2019
dr. TASRIF
KOMISARIS POLISI NRP 76081051
18