Anda di halaman 1dari 32

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

UPTD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMPANG LIMA GUMUL

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI

UPTD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIMPANG LIMA GUMUL KEDIRI


2019
KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan adanya tindakan anestesi, maka diperlukan suatu catatan yang merupakan
salah satu data penunjang, dan masuk ke dalam catatan rekam medis pasien. Untuk itu kami
menyusun Panduan Pelayanan Anestesi, dimana dalam panduan ini kami gunakan sebagai acuan
dalam memberikan pelayanan anestesi kepada pasien.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan penanganan pasien sehinnga kepuasan pasien
dapat tercapai.
Kami juga masih memerlukan saran dan kritik, sehingga kami bisa memperbaiki mutu pelayanan
yang kami berikan, agar menjadi lebih baik lagi.

Kediri,21 Agustus2019

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I........................................................................................................................................... 1
A. Definisi.................................................................................................................................. 1
B. Tujuan................................................................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP PELAYANAN......................................................................................... 2
A. PERATURAN MENTERI KESEHATAN...................................................................................... 2
BAB IIISTANDART PELAYANAN................................................................................................... 5
A. PELAYANAN ANASTESI MENCAKUP TINDAKAN ANESTESI................................................... 5
BAB IV PELAYANAN SEDASI........................................................................................................ 16
BAB V STRUKTUR ORGANISASI DAN RKK .................................................................................. 23
BAB VIDOKUMENTASI................................................................................................................ 27
BAB VI PENUTUP ........................................................................................................................ 28

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Pelayanan anestesiologidi rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengancepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesi ini tidak diimbangi
dengan jumlah dan distribusi dokterspesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut
menyebabkantindakan anestesia di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesisehingga
tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelaskhususnya untuk rumah sakit yang
tidak memiliki dokter spesialisanestesiologi.
Pelayanan anestesia di rumah sakit, antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia
di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif,
penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan
kegawatdaruratan dan terapi intensif.Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Panduan Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit.

B. Tujuan
1. Memberikan pelayanan anestesi, analgesia dan sedasi yang,efektif,berperikemanusiaandan
memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma
yangmenyebabkan rasa nyeri, aman kecemasan dan stres psikis lain.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas, pernapasan,peredaran darah dan
kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani
pembedahan, prosedur medis,trauma atau penyakit lain.
3. Melakukan terapi intensif dan resusitasi jantung, paru, otak (bantuan hidup dasar, lanjutan
dan jangka panjang) pada kegawatan mengancam nyawa dimanapun pasien berada (ruang
gawat darurat,kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif/ICU).
4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh pasien yang
mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur
medis, trauma atau penyakit lain.
5. Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan, trauma,
maupun nyeri persalinan).
6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri dan penyakit kronis).

1
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN

A. Ruang lingkup pelayanan anestesi


Di UPTD Rumah Sakit Umum Daerah Simpang Lima Gumul Kedirimencakup pelayanan:
1. Pelayanan anestesimencakup tindakan anestesi (pra anestesi, intra anestesi dan paska
anestesi)
2. Penanggulangan nyeri Resusitasi jantung paru otak
3. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan
4. Pelayanan Pasien Kritis
5. Pelayanan Paska – Anestesi

B. Landasan Hukum
PERATURAN MENTERI KESEHATANNOMOR 519/MENKES/PER/III/2011TENTANGPEDOMAN
PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DANTERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT

C. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Penetapan penanggung jawab pelayanan anastesi, sedasi moderat dan dalam di rumah
sakit dilaksanakandengan pendekatan timterdiri dari dokter spesialis anestesiologidan/atau
dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan/atau dokter lain, serta
dapat dibantu oleh perawat anestesia/perawat dengan memenuhi peraturan perundang -
undangan. Staf Medis Fungsional (SMF) anestesiologi dan terapi intensif dipimpinoleh dokter
spesialis anestesiologi. Jumlah kebutuhan tenaga anestesiologi dan terapi intensif
disesuaikandengan beban kerja dan klasifikasi pelayanan anestesiologi dan terapiintensif
yang diselenggarakan.
Tanggung jawab pelayanan anastesi sedasi moderat dan dalam yang seragam di rumah
sakit meliputi :
a. Menggembangkan, menerapkan dan menjaga regulasi.
b. Melakukan pengawasan administratif.
c. Menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan.
d. Memonitor dan evaluasi pelayanan anastesi, sedasi moderat dan dalam.

Tabel ketenagaan
JENIS KLASIFIKASI RUMAH SAKIT
NO
TENAGA Kelas D Kelas C Kelas B Kelas A
Dokter Spesialis
1 - 1` - -
anestesiologi

2 Dokter lain - 8 - -
Perawat anestesi /
3 - 1 - -
perawat

Pelayanan anestesi dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi dan
atau dokter spesialis aneisiologi konsultan, dan atau dokter peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis Anestesiolog dan dibantu oleh perawat serta dapat dibantu oleh dokter
umum.

2
1. Dokterspesialis Anestesiologi, yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program
studi dokter spesialis anestesiologi di pusat pendidikan yang diakui atau lulusan luar negeri
yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi
2. Dokter umum yaitu dokter yang selama pendidikan kedokteran mendapatkan kompetensi
melakukan tindakan anestesi atau dokter umum yang telah bekerja di pelayanan
anestesiologi dan reanimasi sekurang - kurangnya 6 ( enam ) bulan.

Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dokter anestesi di rumah sakit terlampir.
Standart fasilitas untuk pelayanan anestesi,yang tersedia di rumah sakit adalah :

NO JENIS PERALATAN JUMLAH


1 Mesin anesthesi yang mempunyai anti hipoksi device dengan 4
circle syatem dengan O2 dan N2O dan udara tekan ( air )
dengan vaporizer untuk volatine agent,sirkuit bisa untuk anak
- anak dan dewasa
2 Set anestesi pediatrik 2
3 Ventilator yang digerakkan dengan O2 tekan atau udara 4
tekan, ventilator ini harus dapat dihubungkan dengan mesin
anestesi
4 Nasopharingeal airway ukuran dewasa (semua ukuran), 2
Oropharingeal airway,Resusitasi set, Defribilator unit, sarana
krikotirotomi
5 Laringoskop dewasa dengan daun lengkang ukuran 1-4, 2
bougie dan LMA
6 Laringoskop bayi 2
7 Konektor dari pipa oro dan nasotrakeal dengan mesin 2
anestesi
8 Pipa trakea oral/nasal dengan cuff (plain endotraeheal tube) 2
no. 2 ½, 3, 3 ½, 4,5
9 Pipa trakea spiral no. 5, 5 ½, 6, 6 ½,7, 7 ½, 8 2
10 Pipa orotrakea dengan cuff (cuff orotracheal tube) no. 5 ½, 6, 2
6 ½, 7, 7½, 8,
11 Pipa nasotrakea dengan cuff no. 5 ½,6, 6 ½, 7, 7 ½, 8 2
12 Magill forceps ukuran dewasa 2
13 Magill forceps ukuran anak 1
14 Stetoskop 3
15 Tensimeter non invansif 2
16 Timbangan berat badan 1
17 Termometer 2
18 Infusion standard 6
19 Perlengkapan anastesia regional 5
20 Suction pump 3
21 Medicine troley + 4
22 Defibrilator with monitor 1
23 CVP Set +

3
24 Monitor EKG 4
25 Tabung N2O +
26 Sistem pemberian oksigen portable +
27 Sungkup muka +
28 Alat memonitoring gas anestesi, O2 dang gas medik 1
29 Anestesi peridural +
30 LMA +
31 Syringe Pump 2

4
BAB III
STANDART PELAYANAN

A. Pelayanan Anestesi Mencakup Tindakan Anestesi (Pra Anestesi, Intra Anestesi Dan
Paska Anestesi)
1. PERSIAPAN PASIEN
Persiapan Pasien Secara Umum Meliputi
a. RAWAT INAP
1) Persiapan Pada Pasien Bayi/ Anak
Pada prinsipnya sama dengan pasien dewasa:
(1) Anamnese, kalau bayi dengan orang tua / keluarga dekat yang mengetahui
tentang kondisi pasien.Pasien sendiri bila sudah bisa mengerti tentang
masalah kesehatannya.
(2) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya
(3) Pemakaian obat tertentu yang sedang dijalani
(4) Riwayat diet, perlunya puasa sebelum operasi. Anak/ bayi puasa susu paling
lama 6 jam, puasa air bening 2-4 jamsebelum operasi. Pada operasi darurat
tidak perlu puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi
lambung
(5) Pemeriksaan laboratorium rutin(kaadar hemoglobin, lekosit, bleeding timr,
APPTdan PPT). pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula
kadar albumin, globulin, elektrolitdarah, CT scan, faal hemostatis.
(6) Bila orang tua pasien sudah setuju, maka dilakukan pengisian surat
persetujuan anestesi/ inform consent anestesi

2) Persiapan Pada Pasien Dewasa


(1) Anamnese awal dengan menanyakan nama, umur, alamat, pekerjaan dan lain
sebagainya yang menyangkut identitas pasien.
(2) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya
(3) Riwayat penyakit sistemik ( diabetes mellitus, hipertensi,kardiovaskuler, TB,
asma)
(4) Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik,antikoagulan, kortikosteroid,
antihipertensi secara teratur.
(5) Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir, jelaskan perlunya puasa
sebelum operasi). Lama puasa pada orang dewasa 6-8 jam, pada operasi
darurat pasien tidak perlu puasa, maka dipasang NGT untuk dekompresi
lambung.
(6) Pengosongan kandung kemih
(7) Surat persetujuan operasi dan pembiusan
(8) Pemeriksaan fisik ulang, EKG,
(9) Pemeriksaan laboratorium rutin ( kadar hemoglobin, leukosit, bleeding time,
APTT dan PPT), kadar gula darah puasa, fungsi liver, fungsi ginjal. Pada
operasi besar dan mungkin bermasalah periksa kadar albumin, globulin,
elektrolit darah,faal paru, faal hemostasis
(10) Pemeriksaan radiologi, CT Scan, foto toraks
(11) Pelepasan kosmetik, gigi palsu,lensa kontak dan aksesoris lainnya.

5
2. PERSIAPAN DI KAMAR OPERASI
a. Premedikasi
Premedikasi secara intramuskuler ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena
jika diberikan beberapa menit sebelum operasi. Pemberian premedikasi di kamar
operasi bertujuan untuk:
1) Menghilangkan kecemasan
2) Mendapatkan analgesia
3) Mendapatkan amnesia
4) Menaikkan pH cairan lambung
5) Mengurangi volume cairan lambung
6) Mencegah terjadinya reaksi lergi

b. Pemilihan obat premedikasi didasarkan:


1) Umur
2) Bera badan
3) Status fisik
4) Derajad kecemasan
5) Riwayat hospitalisasi sebelumnya
6) Riwayat reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya
7) Riwayat penggunaan obat tertentu. Misalnya, kortikosteroid, antibiotic tertentu.
8) Perkiraan lamanya operasi
9) Macam operasi
10) Rencana obat anestesi yang akan digunakan

c. Obat – obat yang digunakan dalam premedikasi anestesi:


1) Golongan sedative: benzodiazepine ( diazepam, midazolam),
2) Golongan narkotik: opium alkaloid(morfin), sintetik ( Pethidin, fentanyl
3) Golongan neuroleptic: Droperidol( dehydrobenzperidol)
4) Antikolinergik: atrium sulfat

d. Persiapan obat dan alat anestesi:


1) Alat anestesi umum:bisa inhalasi (masker dan intubasi), intravena
(1) Masker disesuaikan dengan ukuran wajah pasien
(2) Laringoskop (terdiri dari holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk
pasien dewasa dengan ukuran sedang.Bila lebih besar pakai ukuran nomor
4.Untuk anak - anak gunakan ukuran nomor 2.Jangan lupa untuk mengecek
lampunya apakah nyala cukup terang).
(3) Endotracheal
(a) Endotracheal dengan 3 ukuran, biasanya disediakan nomor 6,6.5,7.Untuk
anak dengan BB di bawah 20 Kg, ukuran endotracheal digunakan rumus
sebagai berikut: Umur + 2 /2. Biasa juga mengukur besarnya
endotracheal disamakan dengan besarnya jari kelingking.Siapkan satu
nomor di atas dan satu nomor di bawahnya. Jangan lupa mengecek
endotracheal dengan memompa cuff berfungsi atau tidak, karena cuff
tersebut untuk memfiksir Endotracheal agar posisinya tidak berubah,
(b) Guedelukuran 3,4,5

6
(c) Hoarness dan ring hoarness ( untuk memfiksir masker wajah
(d) Stilet (kawat guide saluran napas)
(e) Jakson rees (system pemompaan digunakan untuk anak – anak)
(f) Jelly
(g) Prekordial
(h) Plester
(i) Xilocain spray
(j) Naso( buat hidung. Tidak selalu digunakan)
(4) Obat – obat untuk anestesi umum
(a) Sulfas atropine
(b) Petidhine
(c) Propofol
(d) Succinil scolin
(e) Tracrium
(f) Ephedrine

Obat inhalasi anestesi umum: halothane, nitrogen oksida (N 20),enflurane,


isoflurane,sevoflurane. Kontra indikasi dari anestesi umum: hipertensi sistolik
160mmHg diastolic 100mmHg, riwayat cerebro vaskuler dieseas (CVD), dekompensasi
kordis. Yang perlu diperhatikan riwayat gangguan jiwa, operasi-operasi pada daerah
faring karena reflex masih baik. Dosis induksi 1-2mg/kg BB

2) Alat dan obat anestesi spinal


a) jarum spinal no. 25-29
b) spuit 3cc,5cc,10cc
c) lidokain 5%, marcain
d) epedrin, SA
e) Petidine, katapres, adrenalin
f) Obat emergency

3. Pra-Anestesi
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus dilakukansebelum
tindakan anestesi untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kondisiyang layak
untuk prosedur anestesi.
b. Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
1) status medis pasien pra-anestesia berdasarkan prosedur sebagai berikut :
Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesi.
3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesi yang akan dilakukan.
4) Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan
tindakan.
5) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi dan obat-obat yang akan
dipergunakan.
6) Pemeriksaan penunjang pra-anestesi dilakukanan sesuai Standart Profesi dan
Standart Prosedur Operasional

7
c. Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman. Pelayanan pra -
anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan tindakan anestesi.
Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya pada kondisi gawat darurat langkah- langkah
pelayanan pra anestesi dapat diabaikan dan alasannya harus di dokumentasikan
didalam rekam medik pasien.
4. Pelayanan Intra Anestesi
a. Dokter spesialis anestesi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi selama
tindakan anestesi umum dan regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b. Selama pemberian anestesi harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual
terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan,
sertadidokumentasikan pada catatananestesi.
c. Pengakhiran anestesi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan
perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
d. Untuk pelaksanaan tindakan anastesi umum dan regional dilaksanakan di kamar
operasi, untuk moderat dapat dilaksanakan di kamar operasi dan VK (Verlos Kamer).
5. Pelayanan Paska-Anestesi
a. Setiap pasien paska tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang pulih kecuali atas
perintah khusus dokter spesialis anestesi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap
pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU).
b. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
c. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya
memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU).
d. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesiologi
atau anggota tim pengelola anestesi.Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai
secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
e. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih
sadar dan disertai laporan kondisi pasien.
f. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
g. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih.

B. Penanggulangan Nyeri Akut


1. NYERI AKUT PASCA BEDAH
a. Pengertian
Nyeri pasca bedah adalah nyeri pada pasien yang telah mengalami pembedahan. Nyeri
dapat terjadi segera atau beberapa jam sampai beberapa hari setelah pembedahan.

b. Patogenesa
Nyeri pasca bedah merupakan prototipe nyeri nosiseptif yang diakibatkan oleh adanya
kerusakan jaringan dan proses inflamasi yang terjadi akibat pembedahan. Segera
setelah adanya rangsangan nosiseptor maka dimulailah proses perjalanan nyeri dari
proses transduksi yang mengubah rangsangan menjadi impuls listrik yang akan
dihantarkan melalui serabut saraf yang dikenal dengan proses konduksi dan transmisi
dan selanjutnya terjadi proses modulasi pada neuron kornu dorsalis dan bagian
susunan saraf pusat lainnya yang melibatkan analgesik endogen yang kemudian
dipersepsikan sebagai suatu nyeri.
Proses sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral akan terjadi pada nyeri pasca bedah
bila tidak dilakukan penanganan nyeri secara preventif analgesia yang dimulai dari fase

8
pra bedah, intra operasi dan pasca bedah. Pemberian analgesik dapat diberikan
dengan berbagai macam metode mulai dari pemberian analgetik intravena, analgetik
neuraksial dan blok saraf tepi.
Proses transduksi dapat dihambat dengan pemberian analgesik non-steroid anti-
inflammation drug (NSAID) dan parasetamol; proses modulasi banyak diperkuat
dengan pemberian opioid terutama untuk pembedahan dengan kemungkinan nyeri
sedang sampai berat. Tindakan analgesia dengan menghambat proses transmisi nyeri
menjadi hal yang paling penting karena dapat mengurangi nyeri pasca bedah secara
bermakna dan meningkatkan kepuasan pasien.

c. Pemeriksaan Fisis
Penilaian intensitas nyeri pasca bedah dapat dilakukan dengan menggunakan
penilaian Numerical Rating Scale (NRS) atau dengan Visual Analogue Score (VAS).
Penilaian tanda vital lainnya untuk melihat dampak fisiologis bila nyeri tidak ditangani
dengan adekuat seperti terjadinya peningkatan tekanan darah, frekuensi denyut nadi
dan frekuensi nafas.

d. Tata Laksana
Dilaksanakan dengan metode multimodal analgesia yaitu memberikan obat-obatan
dan atau tindakan pemberian analgesik yang bekerja pada proses perjalan nyeri yang
berbeda, mulai dari proses transduksi, konduksi, transmisi dan modulasi sesuai dengan
jenis dan intensitas nyeri yang didapatkan.
Proses transduksi dapat dihambat dengan pemberian analgesik golongan NSAID dan
parasetamol, proses modulasi banyak diperkuat dengan pemberian opioid terutama
untuk nyeri sedang sampai berat. Tindakan analgesia dengan menghambat proses
konduksi atau transmisi nyeri seperti blok saraf menjadi hal yang paling penting
karena dapat mengurangi nyeri secara bermakna dan meningkatkan kepuasan pasien.

1) Analgetik secara intravena dengan konsep multimodal analgesia: parasetamol,


NSAIDs dan opioid serta adjuvant analgesik lainnya.
2) Analgesia epidural intermitten atau kontinyu untuk pembedahan daerah toraks,
abdomen, pelvis dan ektremitas bawah.
3) Blok saraf tepi kontinyu untuk pembedahan ekstremitas atas dan bawah.
4) Analgetik secara Patient-Controlled Analgesia (PCA) menggunakan opioid untuk
pasien yang kontraindikasi analgesia epidural.

9
e. Rekomendasi Pengelolaan Nyeri Pasca Bedah

Penilaian Pasien Prabedah

Pembedahan rutin Pasien dengan risiko co-morbid endokrin,


Analgesia sistemik: kardiopulmonal, ginjal dan hati
 COX2 selektif inhibitor
 Gabepatin Pertimbangkan penggunaan analgesia
Pra Bedah  Dexamethasone epidural sebagai anestesi tambahan
Analgesi regional:
 Anestetik lokal dengan waktu
kerja panjang, infiltrasi luka
untuk nyeri pada luka

Teknik Anestesi:
Teknik Anestesi:
 Anestesi umum
Analgesi Sistemik:  Anestesi Regional
 NSAID konvensional  Anestesi Neuroaksial:
 COX2 selektif inhibitor o Anestesi epidural/spinal
 Opioid kuat kerja singkat sebagai  Kombinasi anestesi epidural/
bagian teknik anestesia anestesi umum
Anestesi Regional:
 Anestetik lokal kerja panjang
Intra Bedah
infiltrasi luka untuk nyeri luka
 Anestetik lokal intraperitoneal
 Kombinasi anestetik lokal
infiltrasi luka/anestetik lokal
intraperitoneal
Anestesi Neuroaksial:
 Anestesi epidural/spinal

Analgesi Sistemik: Analgesi Epidural Kontinyu/Intermitten:


 Konvensional NSAID/COX2  Kombinasi anestetik lokal dan opioid
selektif inhibitor Analgesi Regional Kontinyu/Intermitten
 Paracetamol Analgesi Sistemik:
Pasca Bedah  Opioid  Paracetamol
Analgesi Regional  Konvensional NSAID/COX2 selektif
Analgesi Neuroaksial: inhibitor
 Analgesi epidural/spinal  Opioid
 Analgesi Adjuvant: kortikosteroid,
NMDA reseptor antagonist, alf- 2
agonist, gabapentinoid dan lain-lain.
Pemindahan dini (<24 jam)

10
f. Tingkat Evidence
1) Epidural analgesia memberikan analgesia pasca bedah yang lebih baik
dibandingkan dengan parenteral opioid (termasuk PCA) (Level I [Cochrane
Review])
2) PCA opioid intravena memberikan analgesia yang jauh lebih baik daripada
pemberian opioid secara parenteralc(Level I [Cochrane Review]).
3) Blok saraf perifer memberikan analgesia pasca bedah yang lebih baik dibanding
parenteral opioid dan menurunkan efek samping penggunaan opioid seperti mual,
muntah, pruritus dan sedasi (Level I).
4) Parasetamol merupakan analgesik efektif untuk nyeri akut; efek samping sama
dibandingkan dengan placebo (Level I [Cochrane Review]).
5) NSAID non-selektif efektif dalam pengobatan nyeri akut pasca bedah (Level I
[Cochrane Review]).
6) NSAID selektif Coxib efektif dalam pengobatan nyeri akut pasca bedah (Level I
[Cochrane Review]).
7) Parasetamol dikombinasikan dengan tramadol lebih efektif dibandingkan dengan
penggunaan sendiri dan menunjukkan efek sesuai dengan dosis (Level I)

2. NYERI AKUT NON-BEDAH


a. Pengertian
Nyeri akut non-bedah adalah nyeri akut pada pasien yang bukan merupakan akibat
pembedahan. Nyeri dapat terjadi dengan intensitas ringan sampai berat akibat
keadaan patologi selain pembedahan seperti akibat trauma, luka bakar dan kondisi
penyakit tertentu lainnya.

b. Patogenesa
Nyeri akut non-bedah dapat berupa nyeri nosiseptif, neuropatik maupun kombinasi
dari keduanya. Rangsangan pada nosiseptor akibat kerusakan pada trauma mekanik,
kimiawi dan termal akan menghasilkan nyeri nosiseptif. Nyeri nosiseptif dapat berupa
nyeri visceral maupun nyeri somatik tergantung dari organ yang menjadi sumber
terjadinya nyeri. Nyeri neuropatik banyak terjadi akibat adanya kerusakan dari
struktur saraf baik perifer maupun sentral.
Proses sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral akan terjadi pada nyeri akut non-
bedah akibat besarnya input dari perifer yang akan diteruskan ke susunan saraf pusat
bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan berkembang menjadi nyeri kronik.

c. Pemeriksaan Fisis
Penilaian intensitas nyeri pasca bedah dilaksanakan dengan menggunakan
penilaianNumerical Rating Scale (NRS) atau dengan Visual Analogue Score (VAS).
Penilaian kualitas dan jenis nyeri sangat penting untuk membedakan nyeri nosiseptif
visceral atau somatik, atau nyeri neuropatik.
Penilaian tanda vital lainnya untuk melihat dampak fisiologis bila nyeri tidak ditangani
dengan adekuat seperti terjadinya peningkatan tekanan darah, frekuensi denyut nadi
dan frekuensi nafas.

11
d. Tata Laksana
Dilaksanakan dengan metode multimodal analgesia yaitu memberikan obat-obatan
dan atau tindakan analgesik yang bekerja pada proses perjalan nyeri yang berbeda,
mulai dari proses transduksi, konduksi, transmisi dan modulasi sesuai dengan jenis dan
intensitas nyeri yang didapatkan.
Proses transduksi dapat dihambat dengan pemberian analgesic golongan NSAID dan
parasetamol, proses modulasi banyak diperkuat dengan pemberian opioid terutama
untuk nyeri sedang sampai berat. Tindakan analgesia dengan menghambat proses
konduksi/transmisi nyeri seperti blok saraf menjadi hal yang paling penting karena
dapat mengurangi nyeri secara bermakna dan meningkatkan kepuasan pasien.

e. Tingkat Evidence
1) Opioid, terutama dengan PCA, efektif pada luka bakar termasuk pada nyeri akibat
prosedur tatalakasana luka bakar (Level II)
2) Gabapentin mengurangi nyeri dan konsumsi opioid pada nyeri luka bakar akut
(Level III)
3) PCA ketamine dan midazolam memberikan analgesia yang baik dan sedasi pada
pasien luka bakar pada saat pergantian perban (Level IV)
4) Pemberian analgesik tidak menunggu penegakan diagnosa pada nyeri akut
abdomen (Level I [Cochrane Review])
5) NSAID non-selektif, opioid dan metamizole (dipyrone) intravena memberikan
analgesia yang efektif pada kolik ginjal (Level I [Cochrane Review]) dan mengurangi
kebutuhan opioid (Level I [Cochrane Review]).
6) Tidak ada perbedaan efektifitas antara petidin dan morfin pada kolik ginjal (Level
II).
7) NSAID non-selektif intravena sama efektifnya dengan opioid parenteral pada nyeri
kolik biliar (Level II)
8) Morfin intravena merupakan analgesik utama dan efektif pada nyeri akut kardiak
(Level II).

3. NYERI KANKER
a. Pengertian
Nyeri kanker adalah nyeri pada pasien kanker akibat perkembangan atau invasi
tumornya dan terapi yang diberikan.

b. Patogenesa
Nyeri kanker dapat berupa nyeri nosiseptif akibat adanya inflamasi, kerusakan jaringan
dan pelepasan mediator-mediator yang merangsang nosiseptor baik oleh tumornya
maupun akibat tindakan seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
Nyeri neuropatik dapat juga terjadi akibat adanya kompressi pada saraf, kerusakan
pada saraf akibat infiltrasi tumor dan penyebab nyeri neuropatik lainnya.

c. Anamnesa
Nyeri kanker dikeluhkan oleh penderita kanker sehubungan dengan adanya
perkembangan tumor sesuai dengan organ yang terkena. Nyeri kanker dirasakan terus
12
menerus dan biasanya memberat pada malam hari serta memberat pada keadaan-
keadaan tertentu akibat pergerakan maupun dosis obat yang kurang (nyeri
breakthrough).

d. Pemeriksaan fisis
1) Penilaian intensitas nyeri dengan menggunakan skor Visual Analog Score (VAS)
maupun Numerical Rating Scale (NRS).
2) Penilaian gejala lain yang menyertai nyeri seperti adanya mual dan muntah pada
tumor abdomen dan lainnya.

e. Pemeriksaan Penunjang
Sesuai dengan organ yang mengalami keganasan dan terutama untuk melihat adanya
kompresi saraf dan peningkatan tekanan pada struktur organ. Pemeriksaan lain untuk
melihat tingkat stadium perkembangan penyakit.

f. Tata Laksana
1) Pendekatan Farmakologi
Menggunakan prinsip “Three-Step Analgesic Ladder” dari WHO yaitu: nyeri ringan
(NRS: 1-3) dengan analgesik non-opioid dan obat adjuvant; nyeri sedang (NRS: 4-6)
dengan analgesik non-opioid dan opioid lemah serta obat adjuvant; dan nyeri
berat (NRS: >7) dengan analgesik non-opioid dan opioid kuat serta obat adjuvant.

2) Pendekatan Tindakan Intervension


a) Blok saraf neuraksial: analgesia epidural dan intratekal.
b) Blok saraf simpatetik dan neurolisis sesuai persarafan organ:
(1) blok plexus coeliac,
(2) blok nervus splachnicus,
(3) blok plexus hypogastricus,
(4) blok ganglion impar

3) Tingkat Evidence
a) Opioid diberikan secara individual dan dititrasi untuk mendapatkan analgesia
maksimal dengan efek samping minimal (Level II).
b) Analgesik yang diberikan harus senantiasa disesuaikan perubahan intensitas
nyeri (Level III).
(1) Blok neurolitik plexus coeliac : 2A+
(2) Blok neurolitik nervus sphlanchnic : 2B+
(3) Blok neurolitik plexus hypogastric : 2C+

4. NYERI KRONIK: NEURALGIA POSTHERPETIK (ICD 10. B 02.23)


a. Pengertian
Nyeri menetap yang timbul di sepanjang saraf setelah 3-6 bulan penyembuhan ruam
Herpes Zoster.

b. Patogenesis
Virus Herpes Zoster menyebabkan inflamasi kulit akut dan denervasi parsial pada
distribusi dermatom berupa inflamasi, nekrosis, dan fibrosis pada akar ganglia dorsalis.

13
Perubahan inflamasi dapat berlangsung beberapa bulan, menyebabkan demielinisasi,
degenerasi Wallerian, dan fibrosis. Kehilangan saraf aferen bermielin dan plastisitas
neuron kornu dorsalis menyebabkan hilangnya inhibisi dan aktivitas aferen primer
tidak bermielin meningkat. Aktivitas spontan terjadi pada akson-akson tersebut,
sensitivitas meningkat terhadap stimulus mekanik, agonis alfa adrenergik dan aktifitas
eferen simpatis.

c. Anamnesis
Nyeri pada kulit mengikuti dermatom tertentu. Nyeri terasa tajam, menusuk,
berdenyut, terbakar, mati rasa, kesemutan atau gatal. Daerah jaringan parut setelah
ruam sembuh biasanya allodinia, hiperalgesia, hipestesia dan sering anestesia. Nyeri
dapat terjadi spontan dan diperparah oleh kontak dengan kulit. Gejala dipicu oleh
aktivitas fisik, perubahan suhu, atau emosional.
d. Pemeriksaan fisis
1) Tes sensasi: raba, sentuh, atau pinprick test.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium: deteksi antigen virus Varicella Zoster dengan imunofluoresensi atau
polymerase chain reaction (PCR).
2) Radiologi : tidak spesifik.
f. Diagnosis Banding
Cluster headache, lesi saraf perifer, neurodermatitis,dan infeksi.
5. Tata Laksana:
a. Penanganan konservatif:
1) Non farmakologik
2) Farmakologi
3) Antidepresan trisiklik, antikonvulsi (gabalin, pregabalin), opioid, obat-obat anestetik
lokal topical dan capsaicin, kortikosteroid, dan ketamin.
b. Tindakan intervensi:
1) Blok saraf sesuai dermatomal, contoh: block saraf interkostal.
2) Injeksi steroid epidural dan paravertebral.
3) Injeksi intratekal.
4) Blok saraf simpatik, contoh: block ganglion Stellate.
5) Stimulasi medulla spinalis.
c. Tingkat Evidence
1) Interventional pain treatment of acute herpes zoster:
a) Epidural injections 2 B+
b) Sympathetic nerve block 2 C+
2) Prevention of PHN:
a) One-time epidural injection 2 B-
b) Repeated paravertebral injections 2 C+
c) Sympathetic nerve block 2 C+
3) Treatment of PHN:
a) Epidural injectio 0
b) Sympathetic nerve block 2 C+
c) Intrathecal injection
d) Spinal cord stimulation 2 C+

14
6. NYERI KRONIK: NYERI PHANTOM (PHANTOM PAIN)
a. Pengertian
Nyeri yang terjadi pada bagian tubuh yang telah hilang, meliputi ekstremitas,
payudara, hidung, genitalia, dan bagian tubuh lainnya.
b. Patogenesis
Setelah amputasi, saraf-saraf yang mengalami trauma membentuk neuroma.
Neuroma menunjukkan aktivitas abnormal yang menyebabkan perubahan fungsi kanal
ion. Perubahan aktivitas neuroma dan ganglia spinalis dalam jangka waktu lama
menyebabkan adaptasi sentral pada neuron proyeksi di kornu dorsalis. Terjadi
perubahan aktivitas neuron spontan dan perubahan transkripsi RNA. Akibatnya
aktivitas metabolik di medulla spinalis meningkat dan menyebabkan terjadinya
sensitisasi sentral. Perubahan neuroplastisitas juga terjadi pada thalamus, subkortikal,
dan kortikal.
Perubahan pada fungsi dan struktur dari korteks somatik sensoris primer setelah
amputasi yang disertai dengan perubahan reorganisasi sensorik dan motorik.
c. Anamnesis
Nyeri intermitten, dirasakan seperti terbakar, sakit, kram, dihancurkan, terputar, dan
tertusuk-tusuk. Pada banyak kasus nyeri nyeri dirasakan pada bagian distal dari
ekstrimitas yang telah hilang dan dapat terjadi setelah 14 hari pasca amputasi.
Terdapat hubungan antara intensitas nyeri pada daerah amputasi dan penyebab
amputasi dengan terjadinya nyeri phantom.
d. Pemeriksaan fisis
Pengukuran ambang taktil statis dan ambang suhu.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium : tidak spesifik.
2) Radiologi : tidak spesifik.
f. Diagnosis Banding
Stump pain, phantom limb sensation.
g. Tata Laksana:
1) Non farmakologi:
2) Farmakologi: antidepresan trisiklik, antiepilepsi, agonis opioid, CCB, antagonis
NMDA, kalsitonin
h. Tindakan intervensi:
1) Epidural analgesia perioperative sebagai preventif
2) Blok saraf perifer
3) Blok saraf simpatis
4) Trigger point dan stump injection
5) Spinal cord stimulation (SCS)
6) Operasi: deep brain stimulation.
i. Tingkat Evidence:
1) Ketamine, NMDA-receptor antagonist memberikan analgesia yang baik dalam
jangka waktu pendek (Level II).
2) Oral controlled-release (CR) morfin dan infus morfin intravena mengurangi nyeri
phantom limb (Level II).
3) Gabapentin efektif dalam mengurangi nyeri phantom limb (Level II).

15
4) Lidocaine intravena signifikan menurunkan nyeri stump pain tetapi tidak berefek
pada phantom pain (Level II).
5) Amitriptyline and tramadol memberikan analgesia yang baik pada phantom limb
dan stump.
6) Injeksi anestetik lokal pada daerah miofasial yang nyeri pada kontralateral
ekstremitas dapat mengurangi phantom limb pain and sensations (Level II).
7) Pulsed radiofrequency treatment of the stump neuroma: 0
8) Pulsed radiofrequency treatment adjacent to the ganglion spinale (DRG): 0
9) Spinal cord stimulation: 0

C. Resusitasi Jantung Paru Otak


1. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.
2. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan peranan
penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta tenaga non medis
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru mengikuti ILCOR
( International Liaison Committee On Resuscition )
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan.

D. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan


1. Pelayanan anestesi rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalan tindakan
pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta tidak
menjalani rawat inap.
2. Pasien dengan status fisik ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali sesuai penilaian dokter
spesialis anestesi dan disiapkan dari rumah.
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan unit/fasilitas
pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses layanan perioperasi

E. Pelayanan Pasien Kritis


1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi yang
diberikan.
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi harus
senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai pasien tidak
dalam kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi yang
baik dalam penanganannya.
5. Seorang dokter anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi diperlukan untuk
menjadi koordinator yang bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua aspek
penanganan pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain.
6. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi prognosis
pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang terkait untuk
membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan manfaat bagi
pasien, faktor emosional keluarga pasien dan menjelaskannya kepada keluarga pasien
tentang sikap dan pilihan yang diambil.
7. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
16
8. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang memerlukan
energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis anestesi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat imbalan yang seimbang dengan energy
dan waktu yang diberikannya.
9. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan dalam
masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam
pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk
menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan.
10. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi mempunyai peran
penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat kebijakan administratif, kriteria
pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur.

F. Pelayanan Pasca – Anestesi


Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secarakontinual dan diberikan bantuan
sesuai dengan kondisi pasien.
1. Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang pulih sadar kecuali atas
perintah khusus dokter spesialis anestesi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap
pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU).
2. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
3. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya
memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU).
4. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesi atau
anggota tim pengelola anestesi.
5. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih dan
disertai laporan kondisi pasien.
6. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
7. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih.

Selain itu pelayanan tindakan anestesi juga memberikan pelayanan anestesia regional yang
mencakup :
1. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok saraf
sehingga tercapai anestesia dilokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan.
2. Analgesi regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yang kompeten ditempat yang
tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anestesia umum sehingga bila
diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan anestesi umum.
3. Pada tindakan analgesi regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang terpisah dari
alat penghisap untuk operasi.
4. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia dalam
jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan anestesi umum.
5. Analgesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapat dirumat oleh dokter
atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesi dibawah supervisi
dokter spesialis anestesi.
6. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesi regional dilakukan sesuai standar
pemantauan anestesi.
7. Analgesi regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah atau nyeri
kronik.

17
8. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah dapat dilakukan oleh
dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesi dibawah
supervisi dokter spesialis anestesi.

Layanan anestesi regional juga diberikan pada pasien obsterik, yang mencakup :
1. Pelayanan anestesi regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestetik lokal
kepada wanita dalam persalinan.
2. Anestesi regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempat tempatdengan
perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk
menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur.
3. Anestesi regional diberikan oleh dokter spesialis anestesi setelah pasien diperiksa dan
diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau dokter yang
merawat.
4. Anestesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapat dirumat oleh dokter
spesialis anestesi atau dokter/bidan/perawat anestesi/perawat di bawah supervisi dokter
spesialis anetesiologi.
5. Anestesi regional untuk persalinan per vagina disyaratkan penerapan pemantauan dan
pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janin. Pemantauan tambahan yang
sesuai dengan kondisi klinis ibu dan janin hendaknya digunakan bila ada indikasi. Jika
diberikan blok regional ekstensif untuk kelahiran per vagina dengan penyulit, maka standar
pemantauan dasar anestesi hendaknya diterapkan.
6. Selama pemulihan dari anestesi regional, setelah bedah sesar dan atau blok regional
ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca anestesi.
7. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesial anestesi adalah
untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab pengelolaan bayi baru lahir berada pada
dokter spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesi tersebut juga diminta untuk memberikan
bantuan singkat dalam perawatan bayi baru lahir, maka manfaat bantuan bagi bayi
tersebut harus dibandingkan dengan risiko terhadap ibu.

18
BAB IV
PELAYANAN SEDASI

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinua, sehingga tidak dapat di predikasi
bagaimana respon pasien yang mendapatkan sedasi. Oleh karena itu petugas anestesi yang
memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang efek
sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya terjadi.
Layanan sedasi di rumah sakit dilaksanakan tidak hanya di kamar operasi tetapi juga di
laksanakan pada unit lain seperti pada unit IRD, IRJ, ICU.Untuk layanan sedasi yang di kerjakan di
unit lain adalah layanan sedasi ringan. Berikut ini kategori atau tingkatan sedasi :
A. Sedasi Ringan :Obat yang digunakan pada tingkat ini, yang mana pasien masih menunjukkan
respon yang normal pada perintah suara. Meskipun fungsi dan koordinasinya terganggu /
berkurang. Fungsi ventilasi dan kardiovaskuler mungkin kurang efektif.Contoh sedasi minimal
adalah : anestesi local atau topical,pemberian 1 jenis obat sedative / analgesic oral dengan
dosis yang sesuai untuk penanganan insomnia, ansietas atau nyeri.
B. Sedasi Moderate :Obat yang digunakan pada tingkat ini, menyebabkan depresi yang mana
pada tahap ini pasien masih mudah merespon terhadap perintah suara maupun stimulasi tactil.
Tidak diperlukan intervensi untuk management airway, ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi
kardiovaskuler biasanya terpelihara
C. Sedasi Dalam :Adalah obat yang menginduksi untuk mendepresi kesadaran dan pasien tidak
dapat dibangunkan, tetapi dapat merespon apabila di bangunkan secara berulang dan nyeri.
Kemampuan untuk bernafas mungkin akan turun. Pasien mungkin membutuhkan bantuan
untuk menjaga jalan nafas dan bernafas secara secara spontan.Fungsi kardio vaskuler biasanya
terjagadengan baik.Ada 3 langkah utama dalam sedasi, yaitu
1. Pra sedasi
Dalam pra sedasi ada bebarapa hal yang perlu diperhatikain,hal ini untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien. Sering kali rasa cemas pasien dapat dikurangi
dengan memberikan penjelasan dan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga pasien.
Hal – hal yang perlu dilaksanakan pada pre sedasi antara lain :
a. Persetujuan tindakan
Pasien dan keluarga pasien harus mendapatkan informasi tentang komponen rencana
tindakan sedasi yang mencakup : risiko, keuntungan dan alternative dari tindakan sedasi.
Point penting pada pemberian informasi kepada pasien dan keluarganya mencakup :
1) Durasi / lamanya dari tindakan sedasi
2) Respon terhadap reaksi sedasi yang bervarias
3) Kemungkinan terjadinya kegagalan pada saat dilakukan tindakan sedasi
4) Kemungkinan timbulnya efek samping dari tindakan sedasi
5) Alternative lain apabila pasien tidak bisa / kegagalan saat dilakukan tindakan sedasi
6) Kemungkinan observasi ketat yang akan dilakukan oleh perawat setelah tindakan
sedasi
7) Adanya penilaian/kreteria apabila pasien pulang
Pemberian persetujuan tindakan sedasi ini harus dilengkapi dan didokumentasikan pada
medical record pasien.
b. Status ASA
Status ASA pasien di nilai sebelum dilakukan tindakan sedasi.
c. Riwayat pemberian obat sedasi yang pernah di dapatkan pasien, termasuk reaksi yang
ada ( termasuk reaksi alergi )
19
d. Status puasa
Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan sedasi harus di puasakan sesui dengan
panduan dari Directorate of Anaesthesia
Panduan puasa sebelum pasien menjalani prosedur sedasi menurut

AMERICASOCIETY OG ANESTHESIOLOGIST
JENIS MAKANAN PERIODE PUASA MINIMAL
Cairan bening / jernih 2 jam
Air susu Ibu ( ASI ) 4 jam
Susu formula untuk
6 jam
bayi
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

Instruksi tentang puasa di berikan pada pasien sebagai persiapan sebelum tindakan
sedasi dan harus di lakukan pengecekan dengan memberikan pertanyaan pada pasien
mencakup jam berapa pasien terakhir kali makan dan minum. Dan data ini harus
didokumentasikan.
e. Berat badan dan tanda vital
f. Pemeriksaan fisik yang lengkap
g. Untuk pasien yang poliklinis / rawat jalan, harus ada orang dewasa / keluarga yang
mendampingi dan berpertanggungjawab saat tindakan dan saat pasien pulang dan harus
didampingi sepanjang malam saat di rumah
h. Pengaturan saat pasien pulang
2. Intra sedasi
Selama proses sedasi dilakukan penilaian dan pencatatan yang meliputi ;
a. Pengecekan kembali identitas pasien pasien yang disesuaikan dengan gelang pasien
b. Semua pasien yang akan mendapatkan sedasi melalui injeksi intranenous harus sudah
terpasang akses intravenous catheter
c. Pada setiap tahapan sedasi dilakukan manajemen yang tepat meliputi :
1) Tepat obat yang dipakai, tepat dosis, tepat rentang waktu pemberian obat
2) Penggunaan obat antagonis dan reserval
3) Managemen / pengelolaan pasien apabila terjadi kegagalan dalam tindakan
pemberian sedasi
4) Tepat pemberian resep untuk obat sedasi
d. Pada prosedur yang melibatkan pemakaian instrument pada saluran pernafasan atas
seperti : bronchoscopy, transoephageal echocardiography,mungkin akan membutuhkan
obat local anestesi. Catat secara tepat pemakaian local anestesi, termasuk :
1) Pemakaian obat,dosis obat
2) Teknik pemberian obat
Pasien yang dilakukan tindakan sedasi harus mempunyai data monitoring, termasuk
monitoring sebelum dilakukan tindakan pemberian sedasi. Monitoring ini harus
dilakukan secara kontinua, yang meliputi :
3) Tingkat kesadaran pasien
4) SpO2

20
5) Tekanan darah pasien setiap 5 menit selama 30 menit pertama
6) Jumlah pernafasan dalam 1 menit( paling tidak dilakukan setiap 5 menit )
7) ECG monitor (terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung )
Untuk prosedur tindakan yang lama, perhatikan :
a) Posisi pasien
b) Cairan ( Pemasangan infus wajib dilakukan )
c) Kontrol suhu tubuh pasien
d) Gunakan pelindung untuk melindungi bgian tubuh yang tertekan
3. Post sedasi
Penilaian setelah pemberian sedasi :
a. Pasien di observasi di ruang pemulihan selama 30 menit, atau sampai dengan efek sedasi
menghilang
b. Biasanya tidak ada efek lanjutan / ikutan setelah pemberian sedasi. Akan tetapi terdapat
kemungkinan terjadinya gengguan, reflek / reaksi dan ingatan jangka pendek selama 24
jam pasca-sedasi.
c. Pasien tidak diperbolehkan untuk mengemudi sehingga diperlukan orang dewasa lainnya
untuk mendampingi pasien pulang ke rumah.
d. Pasien juga disarankan untuk tidak mengoperasikan peralatan yang berbahaya, membuat
keputusan penting atau menandatangani dokumen resmi apapun dalam 24 jam pasca-
sedasi.
Karena pemberian obat sedasi dapat menimbulkan efek yang lebih dari yang diharapkan,
dari yang ringan sampai dengan berat, tergantung dari respon pasiennya, maka pemberian
obat – obatan sedasi seharusnya bisa menolong pasien bila terjadi kejadian yang tidak
diharapkan,penolong yang dimaksud harus bisa membebaskan airway, member nafas
buatan untuk mencegah terjadinya hipoksi maupun hipoventilasi, bisa mengatasi gangguan
cardiovascular misalnya hipotensi dan mengembalikan keadaan pasien ke level sedasi yang
dikehendaki.
Respon pada pasien sedasi
RESPON PASIEN SEDASI RINGAN SEDASI SEDANG SEDASI BERAT
Respon Normal terhadap Merespon terhadap stimulus Merespon setelah diberikan
stimulus verbal sentuhan stimulus berulang / stimulus nyeri
Jalan Nafas Tidak Tidak perlu intervensi Mungkin perlu intervensi
berpengaruh
Ventilasi spontan Tidak Adekwat Dapat tidak adekwat
terpengaruh
Fungsi Tidak Biasanya dapat Biasanya dapat dipertahankan
Kardiovaskuler terpengaruh dipertahankan dengan baik dengan baik
Dalam proses pemberian tindakan sedasi maka kita harus menyiapakan peralatan yang
diperlukan. Prosedur peralatan yang disiapkan antara lain :
1. Alat resusitasi dasar maupun lanjutan
2. Oksigen
3. Suction high pressure, suction kateter
4. Trolley obat obat emergency
5. Pulse oxymetri, ECG, Tensimeter automatic
6. Iv canul
7. Cairan infuse
21
8. Obat obat sedasi, antidontum dan obat obat lain seperti anti emetic,anti anaphilatic
9. Alat alat penghangat
10. Catatan rekam medic

Untuk pasien rawat jalan atau one day surgery maka diperlukan suatu kriteria pemulangan
pasien agar pasien aman. Kriteria pasien pulang mencakup :
1. Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien dengan gangguan
status mental harus kembali ke status semula / awal ( sebelum menjalani prosedur
tindakan ). Dokter dan pasien anak – anak yang memiliki risiko obstruksi jalan nafas
harus duduk dengan posisi kepala menunduk ke depan.
2. Tanda vital harus stabil
3. Penggunaan system scoring dapat membantu pencatatan kriteria pemulangan pasien
4. Telah melewati waktu yang cukup ( hingga 2 jam ) setelah pemberian terakhir dosis
antagonis ( nalokson , flumazenil ), untuk memastikan bahwa pasien tidak masuk ke
fase sedasi kembali, setelah efek obat antagonis menghilang
5. Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang dewasa yang dapat
mengantarkan pasien sampai ke rumah dan melaporkan jika terjadi komplikasi paska –
prosedur
6. Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus di berikan instruksi tertulis mengenai diet
paska – prosedur, obat – obatan, aktivitas, dan nomor telepon yang dapat dihubungi
jika terjadi keadaan emergensi.
Beberapa scoring system yang digunakan adalah :
Bromage score
SCORE DISKRIPSI
0 Gerakan Penuh Dari Tungkai
1 Tak Mampu Ekstensi Tungkai
2 Tak Mampu Fleksi Lutut
3 Tak Mampu Fleksi pergelangan Kaki
Target score adalah score 2 dan 3
Steward Score
SCORE PERNAFASAN KESADARAN AKTIVITAS
2 Batuk, menangis Menangis Gerak bertujuan
1 Pertahankan jalan nafas Menangis dengan rangsangan Gerak tidak bertujuan
0 Perlu bantuan Tidak ada respon Tidak ada aktivitas

ALDERET SCORING SYSTEM


SCORE AKTIVITAS RESPIRASI SIRKULASI KESADARAN SATURASI O2
2 Gerak Dapat bernafas TD±20 mmHg Sadar penuh ≥ 92% dengan
Bertujuan dalam dan batuk dari penilaian uadar kamar
sebelumnya
1 Gerak tak Dyspnoea bernafas TD±20 - Bangun bila ≥ 90% dengan
bertujuan dangkal dan 50mmHg dari dipanggil oksigen
terbatas penilaian
sebelumnya
0 Diam Apnoe TD±20 mmHg Tidak ada ≥ 90%
dari penilaian respon

22
sebelumnya
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI DAN RKK
A. Struktur Organisasi

Kepala
Instalasi Bedah Sentral

Administrasi
Kepala Ruang
Instalasi Bedah Sentral

PJ Shift Pagi PJ Shift Sore + Oncall

Pelaksana Pagi Pelaksana Sore + Oncall

23
B. RKK
1. RKK Dokter Anastesi
TIDAK
DIAGNOSE SETUJU KET
SETUJU
A. ANESTESIA UMUM DENGAN TEHNIK INHALASI √
DAN INTRAVENA
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
B. ANASTESIA REGIONAL
(bukti kemampuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Spinal √
2. Epidural √
a. Lumbal √
b. Kaudal √
c. Thorakal √
d. Cervikal √
3. Blok Ekstremitas Atas
a. Blok Interscalenus √
b. Blok Supraclavicula √
c. Blok Infraclavicula √
d. Blok Aksila √
4. Blok Saraf Ekstremitas Bawah
a. Blok Psoas √
b. Blok Sciatic √
c. Blok Femoral √
d. Blok Popliteal √
e. Blok Ekstremitas Bawah yang Lain √
5. Blok Intravena Regional √
6. Tehnik Blok dengan Kateter Kontinu (selain √
epidural) untuk Anastesia
C. MONITORING SECARA INVASIF
(bukti kemampuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Monitoring Tekanan Arterial √
2. Central Venous System Kanulasi √
D. ANASTESIA PADA BEDAH KHUSUS
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Bedah Jantung, termasuk managemen √
cardiopulmonary bypass (CPB)
2. Bedah thoraks non jantung √
3. Bedah vaskular mayor √
4. Bedah saraf √
5. Bedah kebidanan dan ginekologi √
6. Bedah trasnplantasi organ (selain organ hati) √
7. Bedah anak (pediatrik)
a. Umur > 1 tahun √
b. Infants (umur 1 bulan sampai1 tahun) √
c. Neonatus (lahir sampai 1 bulan, aterm) √
d. Prematur √
8. Presedur raiologi (CT-Scan, magnetic √
resonance imaging, kateterisasi jantung)
24
9. Prosedur diagnostik khusus √
a. Stereotaktik √
b. ERCP √
c. Endoskopi √
E. ANASTESIA DENGAN TEHNIK KHUSUS
(bukti kemampuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Tehnik hipotensi terkendali √
2. Intubasi endotrakheal dengan bantuan √
panduan alat
a. Intubasi dengan glidescop √
b. Intubasi dengan bronkoskopi fiberoptik √
3. Intubasi endotrakheal dengan double lumen √
tube dan ventilasi satu paru
F. PERAWATAN INTENSIF / ICU
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Penanganan kasus dengan hemodinamik √
tidak stabil
2. Penanganan kasus dengan gangguan napas √
dan pengelolaan jalan napas
3. Penggunaan ventilator mekanik √
4. Penanganan kasus dengan gangguan √
susunan saraf pusat (SSP)
5. Penanganan kasus dengan gangguan ginjal √
6. Penanganan kasus dengan gangguan √
endokrin dan saluran cerna
7. Penanganan kasus paska bedah mayor √
8. Nutrisi dan interpretasi laboratorium √
9. Prosedur diagnostik dengan panduan USG √
G. RESUSITASI JANTUNG PARU EMERGENSI DAN
BERKELANJUTAN
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Resusitasi jantung paru √
2. Terapi cairan √
3. Per cutaneus trakeostomi √
H. NYERI PASCA OPERASI
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Patient controlled analgesia (PCA) √
2. Blok spinal, epidural dan paravertebral √
3. Blok ektremitas atas √
4. Blok ekstremitas bawah √
5. Organization of acute pain service (APS) √
I. ANASTESIA REGIONAL DAN MANAGEMENT NYERI
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Ultrasound guided anastesia regional √
a. Blok ekstremitas atas √
b. Blok ekstremitas bawah √
c. Blok spinal, epidural dan caudal √
d. Blok paravertebral √
e. Blok dengan kateter kontinu √
2. Managemen nyeri

25
a. Diagnosa dan penanganan nyeri akut, √
kronis dan nyeri kanker
b. Injeksi epidural cervical untuk √
penanganan nyeri
c. Analgesia intratekal √
d. Pemasangan kateter intratekal / √
epidural permanen
e. Thermal / chemical neurolisis melalui √
pendekatan epidural atau sebarachnoid
f. Thermal / chemical neurolisis saraf √
perifer
J. LAIN-LAIN
(bukti kemempuan dengan latihan dan / atau
pengalaman klinis terkini)
1. Detoksifikasi opiat cepat dengan anestesia √
(doca)

2. RKK PERAWAT ANASTESI


TIDAK
DIAGNOSE SETUJU KET
SETUJU
1. Operasional Aparatus Konvesional dan √
Digital
2. Operasional Monitoring Pasien (Spirometri, √
Gas Anaestesi, SPO2, NIBP, IBP)
3. Asistensi Pemasangan Swansgans √
4. Asistensi Anaestesi pasien Kriteria ASA V √
5. Asistensi Anaestesi pasien Kriteria ASA IV √
6. Asistensi Anaestesi pasien Kriteria ASA III √
7. Asistensi Anaestesi pasien Penyulit (Teknik √
Hypotensi)
8. Nyeri dan Resiko Jatuh √
a. Asesmen nyeri dan tatalaksananya √
b. Asesmen risikojatuh dan tatalaksananya √

BAB VI
DOKUMENTASI

Pendokumentasian dari semua asesmen yang diberikan kepada pasien adalah suatu tindakan
yang penting. Semua informasi yang penting harus didokumentasikan, termasuk catatan klinis
yang mencakup :
A. Penilaina pre – prosedur harus lengkap
B. Proses persetujuan dan salinan formuler persetujuan harus lengkap
C. Catat semua pemberian obat – obatan
D. Catat semua hasil observasi, pre, intra, dan post prosedur
E. Catat semua kejadian yang merugikan selama prosedur atau hasil dari pemberian sedasi
F. Catatan dari proses pelaksanan dan fakta bahwa pasien telah memenuhi kreteria pelaksanan
dalam tindakan sedasi

26
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Panduan Pelayanan anestesi menjadi acuan petugas medis instal bedah dan anestesi agar dapat
bekerja dengan baik. Semoga dengan adanya panduan pelayanan anestesi ini dapat membantu
pelayanan petugas medis di instal bedah dan anestesi.

B. Saran
Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalitas tenaga medis adalah dengan mengadakan
pelatian dan pengembangan kesehatan terbaru. Kritik dan saran sangat diharapkan demi
kesempurnaan penulisan Pedoman Panduan Pelayanan Anestesi di kemudian hari.

27
DirekturUPTD Rumah Sakit Umum Daerah
Simpang Lima Gumul Kediri

dr. Eko Herihadi, Sp.BP.,RE


NIP:__________________________

28

Anda mungkin juga menyukai