RSUD Banyuasin
2018
PEDOMAN PELAYANAN
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD Banyuasin
Penyusun:
RSUD Banyuasin
2018
ii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan
kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu,
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan
mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting
bagi rumah sakit, sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang
mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang
profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para
tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi
para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang
dilakukan.
Pelayanan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Anestesiologi dan
Terapi Intensif. Pelayanan anestesi di rumah sakit antara lain meliputi
pelayanan anestesi/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah,
pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis,
resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi
intensif. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyuasin, maka disusunlah
Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif tersebut.
B. Tujuan
Tujuan Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
rumah sakit adalah sebagai berikut:
1) Memberikan Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam
yang seragam dan terintegrasi di seluruh tempat pelayanan di
rumah sakit.
2) Memberikan Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam
(termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawatdaruratan)
tersedia 24 jam.
3) Memberikan pelayanan anestesi yang sesuai dengan standar
prosedur operasional.
1
4) Memberikan pelayanan anestesi yang aman, efektif,
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang
menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang
menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis lain.
5) Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas,
pernapasan, peredaran darah dan kesadaran pasien yang
mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani
pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain.
6) Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan
metabolisme tubuh pasien yang mengalami gangguan atau
ancaman nyawa karena menjalani pembedahan.
7) Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri
akibat pembedahan)
8) Memberikan bantuan terapi inhalasi.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif meliputi anestesi perioperatif, sedasi moderat dan dalam,
manajemen nyeri, emergensi dan resusitasi, serta terapi intensif.
Pelayanan dilakukan di tempat pelayanan RSUD Banyuasin, meliputi:
1. Ruang bedah sentral
2. Ruang ICU
3. IGD
4. Bangsal rawat inap
5. Radiologi
D. Batasan Operasional
1) Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis
yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam kerja
sama tim meliputi penilaian pra, intra dan pasca anestesi/sedasi,
serta pelayanan lain sesuai bidang anestesiologi antara lain
emergensi dan resusitasi, penatalaksanaan nyeri dan terapi
intensif.
2) Tim pengelola pelayanan anestesi dipimpin oleh dokter spesialis
anestesiologi dan terapi intensif dengan anggota perawat anestesi
dan/atau perawat.
3) Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah
menyelesaikan pendidikan program studi dokter spesialis
2
anestesiologi di institusi pendidikan yang diakui atau lulusan luar
negeri dan yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan
Surat Izin Praktek (SIP).
4) Kepala Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif adalah seorang
dokter yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit.
5) Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah
menyelesaikan pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.
6) Perawat adalah perawat yang telah mendapat pelatihan anestesi.
7) Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan
perawat dalam ruang lingkup medis dalam melaksanakan instruksi
dokter.
8) Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga
kesehatan yang dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat
memberikan pelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan
internal rumah sakit.
9) Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi /
langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu
proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar kompetensi,
standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang
disusun, ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah
sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia, sarana,
prasarana dan peralatan yang tersedia.
10) Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan
(pengetahuan, ketrampilan, perilaku profesional) profesi didasarkan
pada kriteria yang jelas untuk memverifikasi informasi dan
mengevaluasi seseorang yang meminta atau diberikan kewenangan
klinik.
11) Pelayanan pra anestesi adalah penilaian untuk menentukan status
medis pra-anestesi dan pemberian informasi serta persetujuan bagi
pasien yang memperoleh tindakan anestesi.
12) Pelayanan intra anestesi adalah pelayanan yang dilakukan selama
tindakan anestesi diantaranya pemantauan fungsi vital pasien
secara kontinyu.
13) Pelayanan pasca anestesi adalah pelayanan pada pasien pasca
anestesi sampai pasien pulih dari tindakan anestesi.
14) Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien
kritis.
3
15) Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada
pasien yang berisiko mengalami henti jantung meliputi bantuan
hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.
16) Pelayanan anestesi rawat jalan adalah subspesialisasi dari
anestesiologi yang dikhususkan kepada perawatan, pra operatif,
intraoperatif, dan pasca operatif pada pasien yang menjalani
prosedur pembedahan rawat jalan.
17) Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetik
untuk memblok saraf regional sehingga tercapai anestesi di lokasi
operasi sesuai dengan yang diharapkan.
18) Pelayanan anestesi regional dalam obstetrik adalah tindakan
pemberian anestesi regional pada wanita dalam persalinan.
19) Pelayanan anestesi/analgesia di luar kamar operasi adalah
tindakan pemberian anestetik/analgesik di luar kamar operasi.
20) Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan
penanggulangan nyeri, terutama nyeri akut, kronik dan kanker
dengan prosedur intervensi (interventional pain management).
Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian
atau penundaan bantuan hidup.
E. Landasan Hukum
Landasan hukum untuk penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan
terapi intensif ialah:
1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/ Per/ III /2011 tentang pedoman penyelenggaraan
pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit.
2) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik Dan Sarana Kesehatan Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012.
3) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 779/Menkes/Sk/VIII/2018
Tentang Standar Pelayanan Anestesiologi Dan Reanimasi Di RS.
4) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi.
5) Pedoman Penjabaran Kewenangan Klinis Anestesiologi dan terapi
Intensif Indonesia tahun 2012 (PERDATIN).
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
d. Pasien dan keluarganya wajib memahami dan menerima
konsekuensi pelayanan.
e. Pasien dan keluarganya wajib mengikuti instruksi dan
menghormati peraturan rumah sakit.
f. Pasien dan keluarganya wajib memperlihatkan sikap
menghormati dan tenggang rasa.
g. Pasien dan keluarganya wajib memenuhi kewajiban finansial
yang disepakati.
8) Melakukan pengawasan administratif.
9) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi yang telah
ditetapkan rumah sakit.
10) Menjalankan program pengendalian mutu pelayanan yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan.
11) Memonitor dan mengevaluasi seluruh pelayanan anestesiologi
dan terapi intensif yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
6
4) Sumber anestesi dari luar rumah sakit yang diseleksi
berdasarkan rekomendasi direktur, rekomendasi kepala
pelayanan anestesi, suatu rekor atau catatan kinerja yang
akseptabel, serta peraturan yang berlaku.
7
5) Anestesi Intravena total
6) Blok saraf perifer ekstremitas atas (blok pleksus brakhialis
dan cabang-cabangnya)
7) Blok saraf perifer ekstremitas bawah (blok pleksus lumbal dan
pleksus sacral beserta cabang-cabangnya)
8) Blok saraf perifer untuk batang tubuh (misal: blok
paravertebral, blok ilioinguinal-iliohipogastrik, blok
transversus abdominal plane, blok rektus abdominis)
9) Blok saraf wajah dan kepala (misal: blok scalp, blok saraf tepi
cabang Ganglion Gasseri)
10) Blok servikal superficial
11) Blok mata (misal: periorbital, retroorbital, subtenon)
12) Blok intravena
13) Perioperative medicine pada pasien dengan comorbid,
coexisting disease dan pada pasien dengan penyakit kritis
(critically ill patients)
14) Intubasi dengan pipa double lumen (endobronchial intubation)
15) Difficult airway management, baik dengan menngunakan ETT,
berbagai tipe LMA, videolaringoscopi, bronkoskopi.
Percutaneus Dilatation Tracheostomy, retrograde intubation,
fibreoptic intubation, cricothyrotomi dan penguasaaan airway
devices yang lain
16) Pemasangan kateter vena sentral ( CVC )
17) Menentukan indikasi masuk pasien ICU
18) Melakukan pengelolaan dasar awal pasien-pasien masuk ICU
8
9) Pemasangan monitor invasif (tekanan vena sentral dan
tekanan arteri)
10) Penggunaan ventilasi mekanik (dasar)
11) Penggunaan bronkoskop (bronchial toilet)
12) Anestesi kombinasi lumbal dan epidural
13) Anestesi regional blok extremitas bawah
14) Anestesi epidural torakal
15) Penanggulangan nyeri akut paska bedah (tehnik intravena,
tehnik epidural)
16) Anestesi bedah torak (bedah paru, tumor mediastinum,
ventilasi satu paru, trauma otak, myasthenia gravis, sindrom
vena cava superior).
9
10) Mampu melakukan manajemen kelainan asam basa dan
elektrolit serta kelainan metabolisme lain selama pembedahan
berlangsung.
11) Mempunyai kemampuan paripurna penanganan pasien
pascabedah jantung.
10
enteral dan parenteral) pada kasus medik, pembedahan,
trauma.
2) Prosedur trakeostomi perkutan.
3) Continous renal replacement therapy (CRRT)
4) Ventilasi mekanik lanjut
5) Goal Directed Hemodynamic Monitoring
6) Bronkoskopi
7) USG pasien kritis
8) Perioperatif intensive care
9) Penanggulangan nyeri pada pasien kritis.
11
radiofrekuensi ablation saraf dan ganglion, IDET, TENS, dan
lain-lain.
5) Kemampuan melakukan penanganan nyeri kronik non
kanker dan nyeri kanker dengan pendekatan non farmakologi
dan psikologi terutama pada kasus paliatif. Mampu
mengelola suatu Acute Pain Service.
12
h. Pemasangan alat ventilasi mekanik;
i. Pemasangan alat nebulisasi;
j. Pengakhiran tindakan anestesi;
k. Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar
seluruh tindakan tercatat baik dan benar.
3) Melakukan asuhan keperawatan pasca anestesi, yang meliputi:
a. Merencanakan tindakan keperawatan pasca tindakan anestesi;
b. Pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeri;
c. Pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter epidural
dan pemberian obat anestetika regional;
d. Evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan pengobatan
anestesi regional;
e. Pelaksanaan tindakan dalam mengatasi kondisi gawat;
f. Pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan
yang dipakai.
g. Pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai pada tindakan
anestesi selanjutnya.
4) Perawat anestesi dan perawat bertanggung jawab langsung kepada
dokter penanggung jawab pelayanan anestesi;
5) Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan keperawatan anestesi di
rumah sakit;
6) Pelaksanaan asuhan keperawatan anestesi sesuai standar.
2. Pengaturan Jaga
1) Untuk memenuhi pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam,
yang tersedia 24 jam, dokter anestesi wajib membuat jadwal jaga
yang telah ditetapkan.
2) Pengaturan jadwal jaga menjadi tanggung dokter anestesi.
3) Apabila karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan maka dokter yang
bersangkutan wajib mencari/menunjuk dokter jaga anestesi
pengganti.
13
BAB III
STANDAR FASILITAS
14
15. Tensimeter non invasif + +
16. Timbangan berat badan + +
17. Termometer + +
18. Infusion standard + +
19. Pulse oxymeter sederhana + +
20. EKG + +
21. Perlengkapan anestesi regional + +
22. Suction pump + +
23. Medicine cabinet + +
24. Double bowel stand + +
25. Patient troley + +
26. Medicine troley + +
27. Resuscitation set + +
28. Intubation set + +
29. Defibrilator with monitor + +
30. Ventilator + +
31. Respirator + +
32. CVP set + +
33. Monitor EKG + +
34. Tabung N2O + +
35. ICU Bed + +
36. Examination Lamp + +
37. Mobile sphygmanometer + +
38. Oxygen apparatus + flowmeter + +
39. Alat trakeotomi set - -
Bronkoskopi serat optik fleksibel (dewasa
40. - -
dan anak)
Unit kantong terisi sendiri katup sungkup
41. - -
(segala macam ukuran)
42. Sungkup muka + +
43. Sistem pemberian oksigen portable - +
44. Tourniquet + +
AC/DC Defibrilator dengan pedal dada
45. - -
dewasa, anak, dan bayi
46. Alat inhalasi N2O dan O2 - +
47. Troli resusitasi bayi - -
48. Alat pompa infus + +
15
Mesin anestesi dengan N2O, dilengkapi
49. - +
dengan ventilator
50. Sirkuit bisa untuk dewasa, anak, dan bayi - +
51. Alat monitoring gas anestesi - +
52. O2 + gas-gas medik - +
53. EKG monitor AC-DC single channel - -
54. Pemantauan O2 dan CO2 (kapnograf) - +
Alat pemantauan frekuensi napas dengan
55. - -
alarm
56. CVP perifer - -
57. Ultrasonic Nebulizer - -
58. Alat-alat terapi oksigen - -
59. Anestesia blok syaraf - -
60. Anestesia subarachnoid - +
61. Anestesia peridural - -
62. Ultrasonografi - -
Difficult airway device seperti video
63. - -
laryngoskop, lightwand, LMA C Trach
64. Alat pemanas infus + +
65. Syringe pump + +
16
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. Pelayanan Anestesi
Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan melalui
pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki.
Tim pengelola pelayanan anestesi adalah individu-individu yang dipimpin
oleh dokter spesialis anestesiologi.
17
6) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat
anestesi dan obat-obat yang akan dipergunakan.
c. Memastikan bahwa pasien dan keluarga telah mengerti dan
menandatangani persetujuan tindakan setelah mendapatkan
penjelasan dan edukasi mengenai risiko, keuntungan dan
alternatif yang berkaitan dengan tindakan anestesi, analgesia
setelah tindakan operasi, kemungkinan terjadinya konversi
dari anestesi regional ke general yang didiiskusikan dengan
pasien dan/atau keluarga/orang yang mewakili yang
dillakukan oleh tim pengelola anestesi, kemudian
didokumentasikan dalam rekam medis dalam bentuk
pensetujuan tindakan anestesi/sedasi.
d. Penilaian pra-induksi dilakukan untuk setiap pasien
sebelum dilakukan induksi berupa penilaian ulang keadaan
fisik pasien, menganalisa temuan, dan merencanakan
kembali tindakan anestesi bila terdapat temuan yang akan
mempengaruhi tindakan anestesi.
e. Jenis pelayanan anestesi setiap pasien direncanakan dan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien yang meliputi
teknik anestesi yang dipilih serta obat anestesi, dosis dan
rute pemberian obat.
18
dan sirkulasi, serta didokumentasikan pada formulir status
anestesi. Hasil pemantauan dapat dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan intra-anestesi dan pasca-anestesi.
e. Pemantauan menyeluruh selama anestesi dan pembedahan
dilakukan sesuai praktik profesional dan didokumentasikan
dalam rekam medis .
f. Pengakhiran anestesi harus memperhatikan oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi dalam keadaan stabil.
3. Pelayanan Pasca-Anestesi
a. Keadaan pasca anestesi setiap pasien dimonitor, dicatat dan
pasien dipindahkan dari ruang pemulihan oleh tim anestesi
berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
b. Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus
dipindahkan ke ruang pulih (Unit Rawat Pasca-anestesi/
PACU) atau pada beberapa pasien tertentu dipindahkan ke
unit perawatan kritis (ICU/ HCU).
c. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi
persyaratan yang berlaku.
d. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh
dokter spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola
anestesi. Selama pemindahan, pasien harus dipantau/
dinilai secara kontinu dan diberikan bantuan sesuai dengan
kondisi pasien.
e. Dalam masa pemulihan pasca anestesi kondisi fisiologis
pasien di ruang pulih harus dipantau secara kontinu setiap
5 menit oleh tim pengelola anestesi dan dicatat dalam rekam
medis pasien.
f. Waktu saat pasien sampai di ruang pulih dan saat pasien
keluar dari ruang pulih serta monitoring dan temuan-
temuan selama di ruang pulih didokumentasikan dalam
rekam medis pasien oleh tim pengelola anestesi.
g. Pasien dipindahkan/ pemantauan pemulihan dihentikan
ditentukan oleh tim pengelola anestesi berdasarkan kriteria
pasca-anestesi yang ditetapkan.
Kriteria pemindahan pasien dewasa dari ruang pemulihan
yang dilakukan anestesi umum menggunakan Aldrete Score.
Pada pasien pediatri menggunakan Steward Score. Pemulangan
19
pada pasien rawat jalan dapat menggunakan Post Anesthetic
Discharge Scoring System (PADSS). Sedangkan kriteria Bromage
score digunakan pada pasien yang dilakukan anestesi regional
(spinal/epidural). Kriteria pemulihan ini didokumentasikan di
dalam rekam medis pasien.
20
Tabel 3. PADSS
1. Tanda vital
2 = TD + nadi 20% dari preoperatif
1 = TD + nadi 20-40% dari preoperatif
0 = TD + nadi >40% mmHg dari preoperatif
2. Aktivitas
2 = berjalan stabil, tidak pusing atau sama saat preoperatif
1 = memerlukan bantuan
0 = tidak dapat berjalan
3. Mual dan muntah
2 = minimal/teratasi dengan obat oral
1 = sedang/teratasi dengan obat parenteral
0 = berat/terus menerus walaupun dengan terapi
4. Nyeri
Terkontrol dengan analgetik oral dan dapat diterima pasien
2 = ya
1 = tidak
5. Perdarahan pembedahan
2 = minimal
1 = sedang
0 = berat
(Total skor> 9 untuk pemulangan)
2. Pelayanan Kritis
1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan
kegagalan organ yang terjadi akibat komplikasi akut
penyakitnya atau akibat tindakan atau terapi yang diberikan.
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang
memiliki kompetensi harus senantiasa siap untuk mengatasi
setiap perubahan yang timbul sampai pasien tidak dalam
kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan
komorbiditi perlu koordinasi yang baik dalam penanganannya.
Seorang dokter anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
21
kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator yang
bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua
aspek penanganan pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga
dan dokter lain.
5. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah
dilakukan tetapi prognosis pasien sangat buruk, maka dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan
dokter lain yang terkait untuk membuat keputusan
penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan manfaat
bagi pasien, faktor emosional keluarga pasien dan
menjelaskannya kepada keluarga pasien tentang sikap dan
pilihan yang diambil.
6. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan
medis.
7. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan
keluarga yang memerlukan energi pikiran dan waktu yang
cukup banyak maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat imbalan yang
seimbang dengan energi dan waktu yang diberikannya.
8. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi berperan dalam masalah etika untuk melakukan
komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam
pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan
dan hak pasien untuk menentukan nasibnya terutama pada
kondisi akhir kehidupan.
9. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi mempunyai peran penting dalam manajemen unit
terapi intensif, membuat kebijakan administratif, kriteria
pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur
operasional dan pengembangan pelayanan intensif.
22
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi
jantung paru mengikuti American Heart Association (AHA)
dan/atau European Resuscitation Council.
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit
yang berkelanjutan.
23
3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan
berdasarkan standar prosedur operasional penanggulangan
nyeri akut dan kronisyang disusun mengacu pada standar
pelayanan kedokteran.
24
yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak
dapat disembuhkan.
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada
pasien-pasien yang jika diterapi hanya memperlambat
waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan
penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang
masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan
terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas
nyeri.
d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan
kerusakan fungsi batang otak yang ireversibel. Setelah
kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada terpenuhi, pasien
ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua
terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ,
bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ
yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan MBO
dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi,
dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk
oleh komite medis rumah sakit.
25
2. Alur Pasien dalam Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif
Pasien yang membutuhkan pelayanan anestesi di RSUD
Banyuasin dapat berasal dari instalasi gawat darurat, instalasi
rawat jalan, dan instalasi rawat inap termasuk ruang rawat
intensif, bagan 1 di bawah ini menyajikan gambaran umum alur
pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit.
PASIEN
TIM ANESTESIOLOGI
IRJ IRNA
Meninggal/Sembuh
26
BAB V
PENGENDALIAN MUTU
27
BAB VI
PENUTUP
28