Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

D
DENGAN POST ORIF PEDIS DEXTRA
DI PUSKESMAS BARENG KOTA MALANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Muskuloskeletal

Oleh :

ACHMAD IMRON EFENDI

NIM. 2223001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad,
2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Brunner dan Suddarth, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer & Bare, 2009).
2. Etiologi Fraktur
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2008), yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan seperti: Tumor tulang (jinak atau ganas), Infeksi seperti
osteomyelitis, dan Rakhitis.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3. Manifestasi Klinik Fraktur
Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer, Bare, 2009) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
1) Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2) Deformitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci).
3) Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
4) Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
5) Fals Moment
Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang (bengkok)
4. Patofisiologi Fraktur
Menurut (Elizabeth, 2009), Ketika tulang patah, sel tulang mati.
Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan
lunak di sekitar tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami
kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah
tulang. Sel darah putih dan sel mast terakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area tersebut. fagositosis dan pembersihan sel
dan jaringan mati dimulai.
Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan
berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas
akan segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus.
Bekuan fibrin segera direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati
menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan
(fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau
terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati
terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan
pengerasan.
5. Pathway
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015).
6. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) dibagi menjadi
beberapa yaitu :
a. Berdasarkan komplet atau ketidakklomplitan fraktur :
1) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran.
2) Fraktur inkomplet : patah hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
b. Berdasarkan sifat fraktur :
1) Fraktur simple/tertutup : tidak menyebabkan robeknya kulit.
2) Fraktur kompleks/terbuka : merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membrane mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi :
a) Grade I dengan luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.
b) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak.
c) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan yang paling berat.
c. Berdasarkan bentuk garis patah :
1) Fraktur Greenstick : fraktur salah satu sisi tulang patah sedang
sisi lainnya membengkok.
2) Fraktur Tranversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komplikasi Fraktur
Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat
dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada
luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan
pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada
otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih
sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius
atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh pembuluh darah pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
2) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat
terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam
periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi
pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh
pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri
yang menetap pada saat menahan beban.
3) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
4) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen
dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
5) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
c. Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang- kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar
dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
d. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
8. Penatalaksanaan Fraktur
Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :
1) Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur.
Reposisi memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas
angular dan rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan
pada fraktura ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki,
tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan
dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan memasang pin
tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka
biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat &
pin, batang atau sekrup.
Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi
terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan,
angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan
pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal
maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi
umum.Kontra indikasi reposisi tertutup :
a. Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
b. Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
c. Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced
patellar fracture.
2) Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat
fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan
fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas
atau dengan brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips
yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf.
Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai neurology
dan vascular.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak
sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di
atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai
ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan
memakai gips/brace.
3) Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta
penguatan otot.
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang fraktur
berupa:
1) Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,
harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang
cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan
dengan yang normal)
d. Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
a. Darah rutin,
b. Faktor pembekuan darah,
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
d. Urinalisa,
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin
untuk kliren ginjal).
3) Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi
kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola
ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 2002).
4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
9) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
h) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
i) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
j) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
k) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
l) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
1) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
2) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
3) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
4) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
5) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
6) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
8) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9) Paru
Inspeksi :
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi :
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi :
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
10) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
12) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
m) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
e. Defisit Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri Akut
Masalah Keperawatan SIKI
Nyeri Akut Manajemen Nyeri
Tindakan :
1. Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
Hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
e. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

b. Gangguan Mobilitas Fisik


Masalah Keperawatan SIKI
Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
Tindakan :
1. Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
2. Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis, pagar tempat tidur)
b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

c. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Masalah Keperawatan SIKI
Gangguan Integritas Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan Tindakan :
1. Observasi
a. Identifikasi penyebab gangguan integritas
(mis, perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan kelembaban,
suhu lingkungan ekstream, penurunan
mobilitas)
2. Terapeutik
a. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b. Lakukan pemijatan pada area penonjolan
tulang, jika perlu
c. Bersihkan perineal dengan air hangat,
terutama selama periode diare
d. Gunakan produk berbahan petrolium atau
minyak pada kulit kering
e. Gunakan produk berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
f. Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
3. Edukasi
a. Anjurkan menggunakan pelembab (mis,
lotion, serum)
b. Anjurkan minum air yang cukup
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
e. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstream
f. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada diluar rumah
g. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

d. Resiko Infeksi
Masalah Keperawatan SIKI
Resiko Infeksi Pencegahan Infeksi
Tindakan :
1. Observasi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
2. Terapeutik
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
beresiko tinggi
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
e. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

e. Defisit Pengetahuan
Masalah Keperawatan SIKI
Defisit Pengetahuan Edukasi Kesehatan
Tindakan :
1. Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
2. Terapeutik
a. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Edukasi
a. Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan,
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang
dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif
(data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan
keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir
layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi

BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN DATA DASAR & FOKUS
Pengkajian tgl : 10 September 2022 Jam : 08.00 WIB
Tanggal MRS :- NO. RM : 19.83.96
Ruang/Kelas :- Dx. Masuk : Post ORIF Pedis (D)
Nama : Sdr. .D Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun Status Perkawinan : Belum menikah
Identitas

Agama : Islam Penanggung Biaya : Umum


Pendidikan : Mahasiswa
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Bareng Raya 2d/1132 Malang
Keluhan utama : nyeri pada luka

Riwayat penyakit saat ini :


Klien mengatakan mengalami kecelakaan saat subuh. Klien mengatakan sebelum
kecelakaan klien dan teman-temannya minum minuman keras. Setelah selesai klien
pulang, saat di perjalanan klien mengalami kecelakaan dan tidak sadarkan diri. Oleh
keluarga dibawa ke RSI Aisiyah. Saat di UGD dilakukan pemeriksaan pada luka yang
Riwayat Sakit dan Kesehatan

ada di kaki kanannya, hasil pemeriksaan open fraktur R. Pedis dextra. Kemudian
dilakukan tindakan operasi pada pukul 12.00 wib. Selesai oprasi klien di pindahkan ke
ruang darusalam, klien mengeluh nyeri pada luka di kaki TTV tensi = 120/80 mmHg,
Nadi = 92 x/mnt, Suhu = 36,5 ℃, RR = 20 x/mnt.

Penyakit yang pernah diderita: Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
apapun

Penyakit yang pernah diderita keluarga: Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit apapun.

Riwayat alergi:  ya  tidak Jelaskan :

Observasi & Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of System)


Keadaan Umum:  baik  sedang  lemah Kesadaran: Composmentis
Tanda vital: TD: 120/80 mmHg Nadi: 92 x/menit Suhu Badan: 36,5ºC
ROS

RR: 20 x/menit

Pola nafas irama:  Teratur  Tidak teratur


Jenis  Dispnoe  Kusmaul  Ceyne Stokes Lain-lain: Normal
B1 (Breath)

Suara nafas:  vesikuler  Stridor  Wheezing  Ronchi Lain-lain:


Pernafasan

Sesak nafas  Ya Tidak  Batuk  Ya  Tidak

Masalah:
Tidak ada masalah
Irama jantung:  Reguler  Ireguler S1/S2 tunggal  Ya  Tidak
Nyeri dada:  Ya  Tidak
Bunyi jantung: Normal  Murmur  Gallop lain-lain
Kardiovasker

CRT: < 2 dt  > 2 dt


B2 (Blood)

Akral:  Hangat  Panas  Dingin kering  Dingin basah

Masalah:
Tidak ada masalah
GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total: 15
Refleks fisiologis : patella  triceps  biceps lain-lain:
Refleks patologis:  babinsky  brudzinsky  kernig lain-lain:
Lain-lain:
Istirahat / tidur: 4-5 jam/hari Gangguan tidur: -
Masalah:
Tidak ada masalah
Persyaratan B3 (Brain)

Penglihatan (mata)
Pupil :  Isokor  Anisokor  Lain-lain:
Penginderaan

Sclera/Konjungtiva :  Anemis  Ikterus  Lain-lain: Normal


Lain-lain
Pendengaran/Telinga
Gangguan pandangan :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain
Penciuman (Hidung)
Bentuk :  Normal  Tidak Jelaskan:
Gangguan Penciuman :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain
Masalah:
Tidak ada masalah
Kebersihan:  Bersih  Kotor
Urin: 1000 cc/hr Warna: kuning jernih Bau: khas urin
Alat bantu (kateter, dan lain-lain): kateter
B4 (Bladder)

Kandung kencing: Membesar  Ya  Tidak


Perkemihan

Nyeri tekan  Ya  Tidak


Gangguan:  Anuria  Oliguri  Retensi  Inkontinensia
 Nokturia  Inkontinensia  Lain-lain:
Masalah:
Tidak ada masalah
Nafsu makan:  Baik Menurun Frekuensi: 3 x/hari
Porsi makan: Habis Tidak Ket: ½ porsi
Minum: 1000cc Jenis: air putih
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Tenggorokan  Sakit menelan/nyeri tekan  Kesulitan menelan
 Pembesaran tonsil  Lain-lain: Normal
Pencernaan

Abdomen
B5 (Bowel)

Perut  Tegang  Kembung  Ascites  Nyeri tekan,


lokasi:
Peristaltik 18 x/mnt
Pembesaran hepar  Ya Tidak
Pembesaran lien  Ya  Tidak
Buang air besar 1 x/hr Teratur:  Ya  Tidak
Konsistensi : padat Bau: khas Warna: coklat
Lain-lain:
Masalah:
Tidak ada masalah
Kemampuan pergerakan sendi:  Bebas  Terbatas , klien mengatakan
sulit menggerakkan kaki kanan klien kerena baru di operasi, klien mengatakan nyeri
pada luka oprasi di kaki kanan
P : nyeri bertambah saat digunaan saat bergerak
Q : terasa panas
Mulkuloskeletal/Integumen

R : pada luka oprasi di kaki kanan


S:4
T : hilang timbul
B6 (Bone)

Kekuatan otot: 5 5
4 5
Kulit
Warna kulit:  Ikterus  Sianotik  Kemerahan  Pucat
 Hiperpigmentasi Lain-lain: Terdapat luka post op pada kaki kanan

Turgor:  Baik  Sedang  Jelek


Odema:  Ada  Tidak ada Lokasi
Masalah:
Nyeri, Gangguan mobilitas fisik, Resiko infeksi
Tyroid Membesar  Ya  Tidak
Hiperglikemia  Ya  Tidak
Hipoglikemia  Ya Tidak
Endokrin

Luka gangren  Ya Tidak


Lain-lain
Masalah:
Tidak ada masalah
Mandi/seka : 2 x/hari Sikat gigi : 2 x/hari
Higiene

Keramas : - x/minggu
Pers.

Memotong kuku: - minggu sekali


Ganti pakaian : 2 x/hari
Masalah:
Tidak ada masalah
Orang yang paling dekat: ibu dan ayah
Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar: Baik
Psiko-sosio-spiritual

Kegiatan ibadah: pasien tidak beribadah sholat selama sakit


Konsep Diri: baik

Masalah:
Tidak ada masalah
Data penunjang (Lab, Foto, USG, dll)

Hasil rontgen :
tampak fraktur pada os metatarsal ii pedis kanan dengan posisi dan kedudukan relatif
baik
trabekulasi tulang di luar lesi baik
celah dan permukaan sendi baik
tak tampak dislokasi / sublokasi sendi

Terapi di RS :
Infus RL 20 tpm
Ketorolac 3 x 1 (obat antiinflamasi nonstreroid yang digunakan untuk mengatasi nyeri)
Ranitidin 3 x 1 (menurunkan produksi lambung)
Taxegram 3 x1 (antibiotic untuk infeksi tulang dan sendi)
Cepraz 2 x 1 (antibiotik untuk membunuh bakteri)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal : 06 September 2022


No. Jenis Periksa Hasil Normal
HEMATOLOGI
WBC/leko 19.980 3800 – 10.600/cmm
RBC/eri 5.07 4-5
HGB/Hb 15.4 13,5-17,5
HCT/PCV 44,0 35-47
MCV 91.1 82-94
MCH 30.4 23-32
MCHC 33,3 32-36
PLT/trombo 20.500 150.000-400.000
Hematokrit 46.2 40 – 52 %
LED/BBS 8-17 12-18
Diff : Eos 0 2-4
Ba 0 0-1
Neusofil 88 50-70%
Lym 5 25-33
Mo 7 3-7
LAJU ENDAP DARAH
INR 0.80
PPT 9.3 10-14 detik
A.PPt 27,5 26-39 detik
HEPATITIS
HbSAG Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Agen pencedera fisik Nyeri Akut
klien mengatakan nyeri pada luka (prosedur operasi )
oprasi di kaki kanan
DO :
- Px tampak meringis Luka insisi
- Px bersikap protektif terhadap
kaki kanannya
- TTV : TD: 120/80 mmH Inkontinuitas jaringan
N: 92 x/menit terputus
S: 36,5ºC
RR: 20
x/menit Aktivasi reseptor nyeri
P : nyeri bertambah saat digunakan
saat bergerak
Q : terasa panas Merangsang thalamus dan
R : pada luka oprasi di kaki kanan korteks serebri
S:4
T : hilang timbul
Nyeri akut
2. DS : klien mengatakan sulit Kerusakan integritas kulit Gangguan mobilitas
fisik
menggerakkan kaki kanan klien
kerena baru di operasi Cedera vaskuler

DO :
Keruskana rangka
neuromuskuler
Kekuatan otot menurun

5 5 gangguan mobilitas fisik

4 5

Rentang gerak menurun

3. DS : klien mengatakan nyeri pada Efek prosedur invasif Risiko infeksi


luka oprasi di kaki kanan

DO : Luka insisi
- Terdapat luka post op pada kaki
kanan
Peningkatan paparan
organisme patogen
lingkungan
Risiko infeksi

Prioritas diagnosa keperawatan :

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d px mengeluh nyeri, px tampak meringis dan
bersikap protektif
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Kerusakan integritas struktur tulang
3. Risiko infeksi dengan faktor risiko efek prosedur invasif.
INTERVENSI

N Diagnosa SLKI SIKI


o
Dx
1 Nyeri akut b.d agen pencedera fisik Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri (I.08238)
keperawatan selama 3 x 24 jam Tindakan :
maka tingkat nyeri menurun dengan 1. Observasi
kriteria hasil : a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas dan intenitas nyeri
2. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri
3. Frekuensi nadi membaik c. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Tekanan darah membaik 2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I.06171)
b/d menurunan kekuatan otot keperawatan selama 2x24 jam
Observasi:
diharapkan kemampuan gerak fisik
meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identivikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
1. Pergerakan ekstermitas 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
meningkat memulai ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat 1. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
3. Rentang gerak (ROM) Terapeutik
meningkat
4. Gerakan terbatas menurun 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
5. Kelemahan fisik menurun 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(misalnya : berjalan dari tempat tidur ke kursi roda dll)
3 Risiko infeksi dengan faktor risiko Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi (I.14539)
efek prosedur invasif. keperawatan selama 3 x 24 jam Tindakan :
maka tingkat infeksi menurun 1. Observasi
dengan kriteria hasil : a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
1. Nyeri menurun sistemik
2. Kadar sel darah putih membaik 2. Terapeutik
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara pemeriksaan luka atau luka
operasi
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Perawatan Luka (I.14564)


Observasi
1. Monitor karakteristik luka
Terapeutik

1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan


2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
non toksik
3. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
4. Pasang balutan sesuai jenis luka
5. Pertahankan Teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Kolaborasi

1. Pemberian antibiotik
IMPLEMENTASI

No Dx Tgl Jam Implementasi


.
1 Nyeri akut b.d agen Selasa, 08.30 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri
pencedera fisik 10/9/2022 2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
4. Memberikan teknik nonfarmakologis distraksi untuk mengurangi nyeri
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
6. Berkolaborasi memberikan injeksi ketorolac 30 mg IV
2 Gangguan mobilitas Selasa, 09.00 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
10/9/2022 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
fisik (D.0054) b/d
3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
menurunan kekuatan 4. Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
5. Memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
otot
6. Memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik
7. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
8. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
9. Menganjurkan melakukan ambulasi dini
10. Mengajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi)
3 Risiko infeksi dengan Selasa, 09.30 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
faktor risiko efek 10/9/2022 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
prosedur invasif.
4. Mengajarkan cara pemeriksaan luka atau luka operasi
5. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan
7. Memonitor karakteristik luka
Kamis 09.30 8. Melakukan perawatan luka
12/5/2022 a. Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
b. Membersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih non toksik
c. Memberikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
d. Memasang balutan sesuai jenis luka
e. Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
f. Kolaborasi pemberian antibiotik
CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari I Hari II Hari III


Dx
1 S: S: S:
klien mengatakan masih nyeri pada klien mengatakan nyeri berkurang klien mengatakan kadang nyeri
luka oprasi di kaki kanan O: O:
O: - Px tampak lebih tenang - Px tampak tenang
- Px tampak meringis - Px bersikap protektif terhadap kaki - TTV : TD: 120/80 mmH
- Px bersikap protektif terhadap kanannya N: 84 x/menit
kaki kanannya - TTV : TD: 120/80 mmH S: 36,2ºC
- TTV : TD: 130/80 mmH N: 88 x/menit RR: 20 x/menit
N: 88 x/menit S: 36,4ºC A : Masalah teratasi
S: 36,3ºC RR: 20 x/menit P : Intervensi dihentikan
RR: 20 x/menit P : nyeri saat digunaan bergerak
P : nyeri saat digunaan bergerak Q : terasa panas
Q : terasa panas R : pada luka oprasi di kaki kanan
R : pada luka oprasi di kaki kanan S:2
S:3 T : jarang
T : hilang timbul A : Maslah teratasi sebagian
A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
P : Intervensi dilanjutkan I:
I: 1. Mengidentifikasi lokasi,
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri
karakteristik dan intensitas nyeri 2. Mengidentifikasi skala nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri 3. Mengidentifikasi respon nyeri non
3. Mengidentifikasi respon nyeri verbal
non verbal 4. Memberikan teknik
4. Memberikan teknik nonfarmakologis distraksi untuk
nonfarmakologis distraksi untuk mengurangi nyeri
mengurangi nyeri 5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur 6. Berkolaborasi memberikan injeksi
6. Berkolaborasi memberikan ketorolac 30 mg IV
injeksi ketorolac 30 mg IV E : nyeri menurun, skala nyeri 2
E : nyeri menurun, skala nyeri 3

2 S : klien mengatakan sudah mulai bisa S : klien mengatakan sudah bisa S : klien mengatakan sudah bisa
menggerakkan kakinya menggerakkan kakinya menggerakkan kakinya

O: O: O:

Kekuatan otot menurun Kekuatan otot menurun Kekuatan otot menurun

5 5 5 5 5 5

4 5 4 5 4 5

Rentang gerak meningkat Rentang gerak meningkat Rentang gerak meningkat

A : masalah teratasi sebagian A : masalah teratasi sebagian A : masalah teratasi

P : lanjutkan intervensi P : lanjutkan intervensi P : intervensi dihentikan (klien KRS)

I: 1. Mengidentifikasi toleransi fisik


melakukan ambulasi
1. Mengidentifikasi toleransi fisik 2. Memonitor frekuensi jantung dan
melakukan ambulasi tekanan darah sebelum memulai
2. Memonitor frekuensi jantung dan ambulasi
tekanan darah sebelum memulai 3. Memonitor kondisi umum selama
ambulasi melakukan ambulasi
3. Memonitor kondisi umum selama 4. Memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan
melakukan ambulasi alat bantu
4. Memfasilitasi aktivitas ambulasi 5. Memfasilitasi melakukan mobilisasi
dengan alat bantu fisik
5. Memfasilitasi melakukan mobilisasi 6. Melibatkan keluarga untuk membantu
fisik pasien dalam meningkatkan ambulasi
6. Melibatkan keluarga untuk membantu 7. Mengajarkan ambulasi sederhana yang
pasien dalam meningkatkan ambulasi harus dilakukan (berjalan dari tempat
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur tidur ke kamar mandi)
ambulasi E : Kekuatan otot
8. Menganjurkan melakukan ambulasi
dini 5 5
9. Mengajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi) 4 5
E : Kekuatan otot

5 5

4 5

3 S : klien mengatakan masih nyeri pada S : klien mengatakan nyeri berkurang S : klien mengatakan kadang nyeri
luka oprasi di kaki kanan
O: O: O:
- Terdapat luka post op kaki kanan - Terdapat luka post op kaki kanan - Terdapat luka post op kaki kanan
A : Masalah teratasi sebagian A : Masalah teratasi sebagian A : Masalah teratasi

P : Lanjutkan intervensi P : Lanjutkan intervensi P : Hentikan intervensi (klien KRS,


dianjurkan kontrol luka)
I: I:

1. Memonitor tanda dan gejala infeksi 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistemik lokal dan sistemik
2. Mencuci tangan sebelum dan 2. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien lingkungan pasien
3. Menjelaskan tanda dan gejala 3. Menjelaskan tanda dan gejala
infeksi infeksi
4. Mengajarkan cara pemeriksaan 4. Mengajarkan cara pemeriksaan luka
luka atau luka operasi atau luka operasi
5. Menganjurkan meningkatkan 5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi asupan nutrisi
6. Menganjurkan meningkatkan 6. Menganjurkan meningkatkan
asupan cairan asupan cairan
E : Luka membaik 7. Melakukan rawat luka
E : Luka membaik
BAB 4

KESIMPULAN

1. Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, nyeri menurun ditandai dengan
keluhan nyeri menurun
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kemampuan
gerak fisik meningkat ditandai dengan rentang gerak meningkat
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko infeksi ditandai
luka membaik

Anda mungkin juga menyukai