Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

”DENGAN KASUS HIV-AIDS”

Departemen Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus
HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar
bisa disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membaran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan
air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfuse darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan
bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan


menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat
AIDS sebagai salah satu epidemic paling menghancurkan pada sejarah. Di
Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai 31 Desember
2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP&PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000.
Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan
29.879 AIDS dengan 5.430 kematian. Angka ini tidak mengherankan karena di
awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus
HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000-130.000. Dan sekarang
Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan Indis, yang
percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep teori HIV AIDS dan asuhan keerawatan pada pasien
penderita HIV AIDS?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS

2. Untuk mengetahui etiologi AIDS

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS

4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien HIV AIDS


BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara
infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi.
2.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
2.3 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS
diantaranya adalah seperti dibawah ini:
1) Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak,
batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya
(Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.

2) Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan


gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami
penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami
diarhea yang kronik.

3) Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan
absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.

4) System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang


mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering
tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system
persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan
pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami
tensi darah rendah dan Impoten.

5) System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus


cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya
adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit
kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.

6) Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami


penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV.
Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan
Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar.
Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan
rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease
(PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

2.4 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel-
sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus
(HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi
dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV)
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian
sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan


melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel
T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim
inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai
antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh
sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper.
Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan
limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit,
memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Ketika sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster


dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah
sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.5 Pathway

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Hidayat (2018) diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan
menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot.
Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes
western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen
P24 (polymerase chain reaction) atau PCR bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi baru lahir dengan
ibu HIV).
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV
lewar preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif merupakan
tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat
menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencangkup malnutrisi,
kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental.
Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :
a) Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV infeksi Infeksi
umum trimetroprime-sulfametokazol, yang disebut pula TMPSMZ
(Bactrim,septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi
berbagai mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara
IV kepada pasien-pasien dengan fungsi gastrointerstinal yang normal
tidak memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati
dengan TMP-SMZ dapat mengalami efekyang merugikan dengan insiden
tinggi yang tidak lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia,
trombositopenia dengan ganggua fungsi renal. Pentamidin, suatu obat
anti protozoa, digunakan sebagai preparat alternatif untuk melawan PCP.
Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak memperlihatkan
perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas kesehatan
dapat merekomendasikan pentamidin. Poltekkes Kemenkes Padang
Kompleks Mycobacterium avium, terapi kompleks Mycobacterium
avium complex (MAC) masih belum ditentukan dengan jelas dan
meliputi penggunaan lebih dari satu macam obat selam periode waktu
yang lama. Meningitis, Terpi primer yang muthakhir untuk meningitis
kriptokokus adalah amfoterisin B IV dengan atau tanpa flusitosin atau
flukonazol (Diflucan). Keadaan pasien harus dipantau untuk endeteksi
efek yang potensial merugikan dan serius dari amfoterisin B yang
mencangkup reaksi anafilaksik, gangguan renal serta hepar, gangguan
keseimbangan elektrolit, anemia, panas dan menggigil. Retinitis
Sitomegalovirus, Retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus
(CMV;cytomegalovirus) merupan penyebab utama kebutaan pada
penderita penyakit AIDS. Foskarnet (Foscavir), yaitu peparat lain yang
digunakan mengobati retinitis CMV, disuntikkan intravena setiap 8 jam
sekali selama 2 hingga 3 minggu. Reaksi merugikan yang lazim terjadi
pada pemberian foskarnet adalah nefrotoksisitas yang mencangkup gagal
ginjal akut dan gangguan keseimbangan elektrolit yang mencangkup
hipokalasemia, hiperfosfatemia serta hipomagnesemia. Semua keadaan
ini dapat membawa kematian. Efek merugikan lainnya yang lazim
dijumpai adaah serangan kejang-kejang, gangguan gastrointerstinal,
anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri punggung bawah. Keadaan
lain, Asiklovir dan foskarnat kini digunakan untuk mengobati infeksi
ensefalitis yang disebabkan oleh harpes simpleks atau harpes zoster.
Pirimetamin (Daraprim) dan Sulfadiazin atau klindamisin (Cleosin HCL)
digunakan untuk pengobatan maupun terapi supresif seumur hidup
bagiinfeksi Toxoplasmosis gondi. Infeksi kronis yang membandel oleh
kondendidasi (trush) atau lesi esofagus diobati dengan Ketokonazol atau
flukonazol.
b) Penatalaksanaan Diare Kronik Terapi dengan oktreotid asetat
(sandostain), yaitu suatu analog sintetik somatostatin, ternyata efektif
untuk mengatasi diare yang berat dan kronik. Konsentrasi reseptor
somatosin yang tinggi ditemukan dalam traktus gastrointerstinal maupun
jaringan lainnya. Somatostain akan menghambat banyak fungsi fisologis
yang mencangkup motalisis gastrointerstinal dan sekresi-interstinal air
serta elektrolit.
c) Penatalaksanaan Sindrom Pelisutan Penatalaksanaan sindrom pelisutan
mencangkup penanganan penyebab yang mendasari infeksi oportunitis
sistematik maupun gastrointerstinal. Malnutrsi sendiri akan memperbesar
resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan insiden infeksi oportunistis.
Terapi nutrisi bisa dilakukan mulai dari diet oral dan pemberian makan
lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga dukungan nutrisi parenteral
jika diperlukan.
d) Penanganan keganasan Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit
karena sangat beragamnya gejala dan sistem organ yang terkena.Tujuan
terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan memperkecil
ukuranlesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang berkaitan
dengan edema serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang
berhubungan dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hinngga saat ini,
kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa ABV (Adriamisin,
Bleomisin, dan Vinkristin).
e) Terapi Antiretrovirus Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang
sudah disetujui oleh FDA untuk pengobatan HIV, keempat preparat
tersebut adalah; Zidovudin, Dideoksinosin , dideoksisitidin dan Stavudin.
Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve transcriptase virus dan
mencegah virus reproduksi virus HIV dengan cara meniru salah satu
substansi molekuler yang digunakan Poltekkes Kemenkes Padang virus
tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru.
Dengan mengubah komponen struktural rantai DNA, produksi virus
yang baru akan dihambat.
f) Inhibitor Protase Inhibitor protase merupakan obat yang menghambat
kerja enzim protase, yaitu enzim yang dibutuhkan untuk replikasi virus
HIV dan produksi virion yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan
menghasilkan partikel virus noninfeksius dengan penurunan aktivitas
enzim reserve transcriptase.
g) Perawatan pendukung Paien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan
umum yang menurun sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan
dengan HIV memerlukan banyak macam perawatan suportif. Dukungan
nutrisi mungkin merupakan tindakan sederhana seperti membantu pasien
dalam mendapatkan atau mempersiapkan makanannya. Untuk pasien
dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunan asupan makanan,
sindrome perlisutan atau malabsobsi saluran cerna yang berkaitan dengan
diare, mungkin diperlukan dalam pemberian makan lewat pembuluh
darah seperti nutrisi parenteral total. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang terjadiakibat mual, Vomitus dan diare hebat kerapkali
memerlukan terapi pengganti yang berupa infus cairan serta elektrolit.
Lesi pada kulit yang berkaitan dengan sarkoma kaposi, ekskoriasi kulit
perianal dan imobilisasi ditangani dengan perawatan kulit yang seksama
dan rajin; perawatan ini mencangkup tindakan membalikkan tubuh
pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan salep obat serta
menutup lesi dengan kasa steril. Gejala paru seperti dispnea dan napas
pendek mungkin berhubungan dengan infeksi, sarkoma kaporsi serta
keadaan mudah letih. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan terapi
oksigen, pelatihan relaksasi dan teknik menghemat tenaga. Pasien
dengan ganggguan fungsi pernafasan yang berat Poltekkes Kemenkes
Padang pernafasan yang berat dapat membutuhkan tindakan ventilasi
mekanis. Rasa nyeri yang menyertai lesi kulit, kram perut, neuropati
perifer atau sarkoma kaposi dapat diatasi dengan preparat analgetik yang
diberikan secara teratur selama 24 jam. Teknik relaksasi dan guded
imagery (terapi psikologi dengan cara imajinasi yang terarah) dapat
membantu mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pada sebagian pasien.
h) Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV Menurut Nursalam (2011)
konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara seseorang (klien) dengan
pelayanan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia, sehingga
memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasi
diri dengan stres dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan
dengan HIV/AIDS.
2.8 Komplikasi
a. Oral Lesi
Kandidia oral ditandai oleh bercak bercak putih seperti krim dalam rongga
mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengenai esophagus
dan lambung. Tanda gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang
sulit dan rasa sakit di balik sternum.
b. Neurologik
- Ensefalopati HIV atau disebut sebagai kompleks demensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan
daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
- Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku kuduk, mual muntah, perubahan status mental,
kejang-kejang yang di cek melalui cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbaharui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB >
10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau
kelemahan yang kronis, dan demam yang kekambuhan atau menetap tanpa
adanya penyakit lain.
d. Respirasi
Gejala napas yang pendek, sesak napas (dipsnea), batuk – batuk, nyeri dada,
hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh beberapa bakteri.

DASFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Cecily L. (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC Blog Riyawan / Kumpulan
Artikel Farmasi & Keperawatan Doenges.
Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Rapengan & Laurentz (1999) Ilmu Penyakit Tropik Pada Anak.
Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jsakarta : Lembaga
Pengembangan Informasi Indonesia.

BAB 3
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Perawatan Anak
I. Identitas Klien :
Nama : An. K
Tempat, Tgl : Malang, 20 Oktober 2021
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Jln. Doho No. 15 Dampit
Tgl masuk : 24 Oktober 2022
Tgl pengkajian : 25 Oktober 2022
Diagnosa : HIV – AIDS
II. Identitas Orang Tua
Nama : Tn. H Nama : Ny. P
Umur : 28 Th Usia : 22 th
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : IRT
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jln. Doho No. 15 Dampit
III.Keluhan Utama
Orang tua klien mengeluhkan anaknya batuk – batuk disertai sesak napas
IV.Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk – batuk satu minggu yang lali, kemudian dua hari yang lalu
mulai sesak napas, klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup
tinggi, sejak semalam klien demam dan di perparah lagi klien tidak mau
menyusu, karena itu orang tua klien membawanya ke rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus anak 0-5 tahun)
a. Prenatal Care
- Pemeriksaan kehamilan 1x
- Keluhan selama hamil ngidam, kadang – kadang demam dan lemas
- Riwayat terkena sinar tidak ada
- Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
- Imunisasi 2x
- Gol. Darah ibu : O/ ayah : A
b. Natal
- Tempat melahirkan di bidan desa setempat oleh Bidan
- Lama dan jenis persalinan : spontan/ normal
- Penolong persalinan Bidan setempat
- Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan
(sedikit perdarahan di vagina)
c. Post Natal
- Kondisi basyi : BB lahir 2 kg, Pb 47 cm
- Pada saat lahir kondisi bayi baik, menangis spontan
- Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
- Kecelakaan yang pernah dialami : tidak ada
- Imunisasi belum lengkap
- Alergi belum nampak
- Perkembangan anak di banding saudara lainya : anak pertama
V. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV
Genogram –
VI.Riwayat Imunisasi
No Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah Imunisasi
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT 1 bulan Demam
3. Polio - -
4. Campak - -
5. Hepatitis Lupa Lupa

VII. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan Fisik
1) Berat Badan : BB lahir 2kg, BB masuk RS : 5kg
2) Tinggi Badan : Pb lahir 47 cm, PB masuk Rs : 46 cm
b. Perkembangan Tiap Tahap
Usia anak saat :
1) Berguling : 5 bulan
2) Duduk : 8 bulan
3) Merangkak : 10 bulan
4) Berdiri : 12 bulan
5) Berjalan : belum
6) Senyum kepada orang tua lain pertama kali : lupa
7) Bicara pertama kali : memanggil ibunya
8) Berpakain tanpa bantuan : masih di bantu ibunya secara penuh
VIII. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
- Pertama kali disusui : setengah jam setelah lahir
- Cara pemberian : setiap kali menangis dan tanpa menangis
- Lama pemberian : 10 – 15 menit
- Diberikan sampai usia : sampai saat ini
b. Pemberian susu formula : SGM
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahan usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0 -6 ASI 10 – 15 menit
7 – saat ini Asi dan susu formula Setiap saat

IX. Riwayat Psikososial


- Anak tinggal dirumah
- Lingkungan berada di tepi kota
- Rumah tidak ada fasilitas lengkap
- Di rumah tidak ada tangga yang membahayakan untuk balita
- Hubungan antar anggota keluarga baik
- Pengasuh anak adalah orang tua
X. Riwayat Spiritual
- Anggota keluarga cukup taat melaksanakan ibadah
- Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan
XI. Aktifitas Sehari – Hari
a. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Keinginan menyusu Baik Kurang
Frekuensi menyusu 7x Kurang sekali
Susu formula Baik Kurang sekali
b. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Jenis minuman ASI Tidak ada
Frekuensi minuman Setiap kali haus Sering
Kebutuhan cairan Tidak diketahui Tergantung
Cara pemberian ASI Infuse
c. Eliminasi (BAB & BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Tempat pembuangan Kain sarung Popok
Frekuensi waktu BAK sering, BAB BAK sering, BAB
2x sehari 4-5x sehari
Konsistensi Sering encer Encer
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Obat pencahar Tidak pernah -
menggunakan
d. Istirahat / tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Jam tidur
Siang 11.00 – 13.00 12.00 – 13.00
Malam 20.00 – 06.00 21.00 – 07.00
Pola tidur Tidur dilaksanakan Tidur dilaksanakan pada
pada siang dan malam siang dan malam hari
hari
Menyusu
Kebiasaan sebelum Menyusu
tidur Gelisah
Kesulitan tidur Sering terbangun karena
popoknya basah oleh
feses.
e. Olahraga : tidak terkaji
f. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Mandi
Cara Dikerjakan oleh orang tua Seca
Frekuensi 2x sehari 1x sehari
Alat mandi Sabun Pakai air hangat
Cuci rambut Kadang - Kadang Belum selama di RS
Frekuensi Tidak tentu Belum selama di RS
Cara Dikerjakan orang tua Belum selama di RS
Gunting kuku Setiap kuku terlihat Belum selama di RS
panjang
g. Aktifitas / mobilitas fisik
Tidak terkaji
h. Rekreasi
Tidak terkaji
XII. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien : lemah gelisah dan batuk sesak
- Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila bermain
- Berpakain bersih karena selalu dijaga oleh ibunya
b. Tanda Vital
- Suhu : 38,5 0C
- Nadi : 120x/ mnt
- Pernafasan : 70x/mnt
- Td : 95/60 mmHg
c. Antropometri
- Panjang badan : 50 cm
- Berat badan : 5 kg
- LL : tidak terkaji
- Lk : tidak terkaji
- Ld : tidak terkaji
- Lp : tidak terkaji
- Skin flod : tidak terkaji
d. Head To Toe
- Kulit : pucat dan turgor kulit agak buruk
- Kepala dan leher : normal, tidak ada benjolan
- Mata : sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
- Hidung : tidak ada peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip
- Telinga : bentuk simetris kanan/ kiri, tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan
- Mulut dan gigi : tierjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa,
terjadi peradangan dan perdarahan pada gigi, gangguan menelan (-),
dan mukosa mulut klien tampak kering dan bibir pecah – pecah.
- Leher : terjadi peradangan pada esofagus
- Dada : dada terlihat normal
- Abdomen : turgor jelek, tidak ada massa, peristaltik usus meningkat
- Genetalian : alat genetalia terdapat bintik – bintik radang
- Ekstremitas atas/ bawah : ekstremitas bawah dan atas tonus atas lemah
akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit
e. Sistem Pernapasan
- Hidung : simestris, pernapasan cuping hidung : ada, secret : ada
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar typoid dan kelenjar limfe di
submandibula
- Dada :
1) Bentuk dada : normal
2) Perbandingan ukuran anterior dan posterior dengan tranversal
1:1
3) Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
4) Suara napas : ronchi
5) Suara napas tambahan : ronchi
f. Sistem Kardiovaskular
- Conjungtiva : tidak anemis, bibir pucat/ cys, arteri carotis : berisi
reguler, tekanan vena jugularis : tidak meninggi
- Ukuran jantung : tidak ada pembesaran
- Suara jantung : tidak ada bunyi abnormal
- Capillary refilling time >2 detik
g. Sistem Pencernaan
- Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
- Abdomen : distensi abdomen, peristaltik meningkat > 25x/ mnt akibat
adanya virus di usus
- Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal
- Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem Saraf
1. Fungsi Serebral
- Status mental : orientasi masih tergantung orang tua
- Bicara : -
- Kesadaran : eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik
(bergerak mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5.
2. Fungsi Kranial
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda kelainan dari Nervus I –
Nervus XII.
3. Fungsi Motorik : klien nampak lemah, seluruh aktifitas di bantu orang
tua.
4. Fungsi Sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi terkesan
menggangu
5. Fungsi Cerebellum : koordinasi, keseimbangan terkesan normal
6. Reflek : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal
i. Sistem Muskulo Skeletal
- Vertebrate : tidak ditemukan skoliosis, lordosis, ROM pasif, klien
malas bergerak, aktifitas utama klien berbaring ditempat tidur.
- Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, jalan baik
- Tangan tidak bengkak, gerakan ROM aktif
j. Sistem Integumen
- Warna kulit pucat dan terdapat bintik – bintik dengan gatal, turgor
menurun > 2 dtk
- Suhu meningkat 390C, akral hangat, capillary refill time memanjang >
2dtk, kemerahan pada daerah perineal
k. Sistem Endokrin
- Kelenjar tiroid tidak nampak, tidak ada pembesaran
- Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal
- Tidak ada riwayat diabetes
l. Sistem Perkemihan
- Urin produkasi oliguria sampai anuria (200-400 ml/jam), frekuensi
berkurang
- Tidak ditemukan odema
- Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria, dan kencing batu
m. Sistem Reproduksi
Alat genetalia merah dan gatal
n. Sistem Imun
- Klien tidak ada riwayat alergi
- Imunisasi kurang
- Riwayat tranfusi darah tidak ada
XIII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
6 tahun keatas (tidak terkadi karena klien berumur 1 th)
XIV. Terapi Saat Ini
- Infus RL 20 tts/m
- Imunisasi disarankan untuk anak – anak dengan infeksi HIV, sebagai
pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak – anak diberi vaksin polio
yang tidak aktif (IPV).
XV. Analisa Data
Masalah
No. Data Penunjang Etiologi
Keperawatan
1. DS : Kandidiasis Bersihan jalan
- Keluarga klien mengatakan napas tidak efektif
anaknya batuk – batuk dan Menginfeksi

sesak bronkus

DO : Aktifitas bronkus

K/u : Lemah berkurang

GCS : 456
Penumpukan sekret
RR : 28x/menit
- Klien selama di RS nampak
Batuk inefektif
batuk terus dan gelisah nampak
sesak
Bersihan Jalan
Napas Tidak
Efektif
2. DS : Merangsang Hipertermi
- Keluarga klien mengatakan pengeluaran zat
anaknya demam terus - pirogen oleh
menerus leukosit pada
DO : jaringan yang
K/u : Lemah meradang
GCS : 456
S : 380C Melepas zat pirogen

TD : 95/60 mmHg leukosi dan endokrin

N : 120 x/menit
Mencapai
RR : 28x/menit hipotalamus
- Klien teraba demam
Hipertermi
3 DS: Invasi virus ke Diare
- Keluarga klien mengatakan dalam tubuh
anaknya sering buang air besar
dan encer Masuk ke sirkulasi

DO:
Masuk ke saluran
- Klien nampak selalu BAB dan
gastrointerstinal
di RS terhitung 4 5x/ hari

Diare

XVI. Diagnosa Keperawatan


NO Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan d/d batuk tidak efektif
2 Hipertermi b/d proses penyakit (HIV)

3 Diare b/d inflamasi gastrointestinal

XVII. Intervensi Keperawatan


No Diagnosa SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Tujuan : SIKI : Latihan Batuk Efektif
Observasi:
napas tidak Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi kemampuan
efektif b/d sekresi keperawatan selama 1x24 jam batuk
- Monitor adanya retensi
yang tertahan d/d diharapkan Bersihan Jalan
sputum
batuk tidak efektif Napas dapat meningkat dengan - Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil : infeksi saluran
pernapasan
1. Batuk efektif meningkat
Terapeutik:
2. Produksi sputum menurun - Atur posisi semi fowler
3. Dispnea membaik atau fowler
- Pasang perlak atau
4. Frekuensi napas membaik
bengkok dipangkuan
5. Pola napas membaik klien
- Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detk, tahan
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mecucu
selamat 8 detik.
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang
ke 3x.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian mukolitik
2. Hipertermi b/d Tujuan : SIKI : Manajemen
proses penyakit Setelah dilakukan tindakan Hipertermia
Observasi:
(HIV) keperawatan selama 1x24 jam
- Monitor suhu tubuh
diharapkan Termoregulasi - Identifikasi penyebab
dapat membaik dengan kriteria hipotermia
- Monitor tanda dan gejala
hasil :
akibat hipotermia
1. Suhu tubuh membaik Terapeutik:
2. Suhu kulit membaik - Sediakan lingkungan
3. Tekanan darah yang hangat
- Ganti pakaian/ linen
yang basah
- Lakukan penghangatan
aktif eksternal (kompres
hangat)
Edukasi :
- Anjurkan makan/ minum
hangat.
3. Diare b/d Tujuan : SIKI : Manajemen Diare
inflamasi Setelah dilakukan tindakan Observasi:
- Manajemen inflamasi
gastrointestinal keperawatan selama 1x24 jam
diare (infl.
diharapkan Keseimbangan Gastrointestinal)
Cairan dapat meningkat dengan - Monitor warna, volume,
frekuensi dan konsistensi
kriteria hasil :
tinja
1. Asupan cairan meningkat - Monitor jumlah
2. Asupan makanan pengeluaran diare
Terapeutik:
meningkat
- Berikan asupan oral
3. Tekanan darah membaik (oralit)
4. Turgor kulit membaik - Pasang jalur intravena
5. Berat badan membaik - Ambil sampel feses
untuk kultur
Edukasi :
- Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI

XVIII. Implementasi Keperawatan

No Hari/Tgl Implementasi Nama


Perawat
1 Dx 1 Observasi : -
25/10/22 - Mengidentifikasi kemampuan batuk efektif
- Memonitor adanya sputum
- Memonitor adanya infeksi saluran pernapasan
- Melakukan pemeriksaan TTV
GCS : 456
TD : 95/60 mmHg
N : 120 x/menit
RR : 28x/menit
Terapeutik :
- Memposisikan klien semi fowler atau senyaman
mungkin
Kolaborasi :
-
2 Dx.2 Observasi -
25/10/22 - Memonitor suhu tubuh
- Mengidentifikasi penyebab hipertermi
- Memonitor tanda gejala akibat hipertermi
Terapeutik
- Menyediakan lingkungan yang hangat
- Mengganti pakaian/ linen yang basah
- Melakukan penghangatan aktif eksternal (kompres
hangat)
Edukasi
- Menganjurkan makan dan minum hangat
Kolaborasi
-
3 Dx.3 Observasi -
25/10/22 - Memanajemen inflamasi diare (infl.
Gastrointestinal)
- Memonitor warna, volume, frekuensi dan
konsistensi tinja
- Memonitor jumlah pengeluaran diare
Terapeutik
- Memberikan asupan oral (oralit)
- Memasang jalur intravena
- Mengambil sampel feses untuk kultur
Edukasi
- Menganjurkan untuk lanjut pemberian ASI
Kolaborasi
-

XIX. Evaluasi Keperawatan

No Hari/Tgl Evaluasi Nama


Perawat
1. 25/10/22 S: -
- Keluarga klien mengatakan sesak dan batuk
O:
- K/u : Lemah
- GCS : 456
- TD : 95/60 mmHg
- N : 120 x/menit
- RR : 28x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2. 25/10/22 S: -
- Keluarga klien mengatakan masih demam
O:
- K/u : Lemah
- GCS : 456
- S : 38,50C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 25/10/22 S: -
- Keluarga klien mengatakan klien masih sering BAB
O:
- Pasien tampak lemas
- TTV
K/u : Lemah
GCS : 456
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai