Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

DIETETIK PENYAKIT ALERGI DAN TRAUMA

HIV AIDS

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3 :

Isnaniah 17S10224

Nani Rizka Kamilia 17S10238

Septi Anggistia Paulin 17S10244

Sri Hilma Hidayati 17S10246

Warlianto 17S10249

Istiqamah 17S10253

PRODI S1 GIZI

STIKES HUSADA BORNESO BANJARBARU

TAHUN AJARAN 2020


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai
penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem
ketahanan tubuh, sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk
mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang
positif mengidap HIV belum tentu mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh
seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang
biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun
tubuh (Sopiah, 2009).
HIV akan menyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran darah
seseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang berdampak pada
melemahnya kekebalan tubuh seseorang. HIV/AIDS kemudian akan menimbulkan
terjadinya infeksi opportunistic lesi fundamentalpada AIDS ialah infeksi limfosit T helper
(CD4+) oleh HIV yang mengakibatkan berkurangnya sel CD4+ dengan konsekuensi
kegagalan fungsi imunitas (Smeltzer, 2001).
Penyakit menular ini sangat menarik perhatian dunia sehingga badan duniaUN
(United Nations)bekerjasama dengan WHO (World Health Organization) menyatakan
bahwa,penyakit menular ini dipengaruhi oleh perkembangan kesehatan tubuh seseorang
yang dimana ada beberapa faktorantara lain faktor keturunan, faktor kesehatan, faktor
lingkungan, dan faktor perilaku (Kurniawan, 2011). Menurut WHO dalam Laporan
Kemajuan 2011, pada akhir tahun 2010, diperkirakan 34 juta orang (31.600.000-
35.200.000) hidup dengan HIV di seluruh dunia (Sianturi, 2012).

1.2 Masalah
1.2.1 Pengertian HIV AIDS ?
1.2.2 Patofisiologi HIV AIDS ?
1.2.3 Tanda & gejala HIV AIDS ?
1.2.4 Dampak terkena HIV AIDS ?
1.2.5 Terapi medis pada HIV AIDS ?
1.2.6 Penatalaksanaan diet, prinsip dan syarat diet, jenis diet?
1.2.7 Faktor risiko penyakit HIV AIDS ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui pengertian dari HIV AIDS
1.3.2 Dapat mengetahui pathofisiologi dari HIV AIDS
1.3.3 Dapat mengetahui tanda dan gejala dari HIV AIDS
1.3.4 Dapat mengetahui dampak terkena HIV AIDS
1.3.5 Dapat mengetahui terapi medis pada HIV AIDS
1.3.6 Dapat mengetahui penatalaksanaan diet,prinsip, syarat diet serta jenis diet
1.3.7 Dapat mengetahui resiko penyakit HIV AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang disebabkan karena virus
yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Virus ini merupakan partikel yang inert, dan setelah masuk dalam sel
target, virus ini baru bias berkembang terutama dalam sel lymposit T, karena
ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4 Viurs ini tergolong
sensitive terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahri
dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton,
alcohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relative resisten terhadap
radiasi dan sinar ultraviolet.
Penyebaran virus hanya terjadi jika melakukan hubungan seks yang
tidak aman dan bergantian jarum suntik saat menggunakan obat/narkotika.
Penyebaran yang lain diantaranya seks oral, memakai lalat bantuk seks
secara bersama-sama atau bergantian; transfusi darah dari orang yang
terinfeksi ; memakai jarum, suntikan, perlengkapan menyuntik lain yang
sudah terkontaminasi, misalnya spon dan kain pembersihnya serta penularan
dari ibu kepada bayi pada masa kehamilan, ketika melahirkan atau menyusui.
Virus HIV dikenal juga sebagai virus yang rapuh, karena tidak bias
bertahan lama di luar tubuh manusia. Virus ini hanya bisa tahan di dalam
cairan tubuh (cairan sperma, cairan vagina, cairan anus, darah, dan ASI) dari
orang yang terinfeksi dan tidak bisa menyebar keringat atau urin.

B. Patofisiologi
Virus HIV menyerang system immune dan system syaraf. Immunitas
adalah kemampuan tubuh melindungi dirinya dari berbagai serangan virus,
bakteri, polutan dan lain yang dari luar tubuh dan itu banyak, dan jika
imunitas tubuh rendah maka mudah sekali sakit terutama penyakit infeksi.
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia dia langsung masuk ke dalam
darah dan langsung menyerang sel protein tertentu yaitu CD4 yang ada di
limposit. Limfosit adalah sumber utama kemampuan imunitas tubuh, yaitu
terlibat immunitas humoral yang diproduksi sel beta dan immunitas mediated
sel yang diproduksi oleh sel T. oleh karena itu ciri utama penderita HIV
adalah penurunan kadar CD4. Pada orang sehat, yang tidak terkena infeksi
kadar CD4 berkisar 500 sampai 1500 dalam setiap microliter darah.
Penurunan kadar CD4 mendukung penderita mudak terkena infeksi dan
kanker terntentu serta dapat menyerang syaraf yang akhirnya terjadi
kerusakan otak.
AIDS akan terjadi jika kadar CD4 kurang dari < 200 mm³ pada kondisi
ini tubuh sudah tidak mempunyai kemampuan untuk melawan infeksi
sehingga hampir seluruh bagian tubuh terinfekssi sehingga hamper seluruh
bagian tubuh terinfeksi. Hal ini lah yang ditakutkan, makanya pemberian
asuhan gizi dapat memperlambat virus ini berkembang agar tidak menjadi
AIDS. Waktu yang diperlukan HIV menjadi AIDS jika tanpa terapi apapun
rata-rata adalah 10 tahun.
Awal seorang terinfeksi HIV, dalam kurun wakttu 3 bulan lebih secara
klinis orang tersebut belum tampak sakit dan belum mengalami gangguan
organ maupun fungsi tubuh. Namun pemeriksaan serologi sudah menujukkan
ada penurunan nilai CD4 dan sudah dapat diketahui infeksi HIV. Ada 4
stadium klinis pada penyakit HIV/AIDS, yaitu stadium I, II, III, dan IV. Stadium
I atau akut menurut WHO yaitu tubuh sudah terinfeksi HIV dalam darah
menyebabkan, jumlah CD4 menurutun tetapi masih dalam batas nilai normal
sehingga tubuh masih bisa mengatasi infeksi-infeksi yang menyerang tubuh
sehingga pasien tidak tampak sakit, dan status gizinya masih sama seperti
sebelum terinfeksi.
Pada stadium II dan III sudah terjadi pengrusakan sel limfosit CD4+
dan terjadi penurunan jumlah CD4 yang menyebabkan bebas viru meningkat
sehingga terjadi gangguan metabolism, infeksi oportunistik (IO), dan statys
gizi menurun. Stadium IV dimana beban virus meingkat drastic kemudian nilai
CD4 menurun tajam terjadi pengrusakan CD4 dan virus HIV kemudian infeksi
opurtunistik (IO) bertambah, dan status gizi memburuk, terjadilah cacheksia
dan masuk dalam stadium AIDS.

C. Gejala penderita HIV


Gejala penderita dewasa terbagi menjadi dua yaitu mayor dan minor.
Gejala mayor adalah terjadi penurunan berat badan sebesar 10% atau lebih
dalam waktu sekitar 1 bulan tanpa seba, diare dan demam berkepanjangan
lebih dari 1 bulan. Sementara tanda minor adalah batuk kering yang sulit
sembuh, kulit gatal disekujur badan, adanya infeksi jamur di mulut, lidah atau
tenggorokan, terjadi pembesaran kelenjar di area ketiak, selangkangan dan
leher, terserang herpes zoster yang sulit sembuh, menurunnya kemampuan
intelektual dan keruskan syaraf pheriper.
Gejala yang muncul pada anak yang terserang virus HIV pada
kondisi awal mungkin hamper tidak terlihat, setelah dicermati baru Nampak
gejala mayornya yaitu ada keterlambatan pertumbuhan, diare kronis atau
berulang, pneumonia interstisial, atau sariawan. Sedangkan gejala minornya
adalah : kulit gatal disemua bagian badan, pembengkkan dileher, ketiak, atau
selangkangan, serangan jamur ditenggorokan, lidah atau mulur, infeksi
telinga, tenggorokan atau organ lain; batuk yang tidak bereda. Namun tanda
dan gejala yang Nampak jelas pada AIDS adalah lemas, anorexia, diare,
berat badan turun, demam dan menurunnya sel darah putih atau leukopenia.

D. Dampak terkena HIV/AIDS


1. Menurunnya fungsi kekebalan tubuh
2. Mudah terkena tumor
3. Pemberlakuan hokum sosial bagi penderita HIV/AIDS, seperti tindakan
penghindaran,pengasingan,penolakan dan diskriminasi.
4. Penyakit yang disebabkan oleh virus HIV/AIDS mudah menular dan
mematikan
5. Menyebabkan perubahan-perubahan nilai kehidupan yang cenderung
mengabaikan nilai-nilai moral,etik dan agama
6. Menurunnya angka harapan hidup
E. Terapi medis HIV/AIDS
Pemberian terapi obat pada pasien HIV/AIDS bukan semata-mata
ditunjukan pada virus HIV saja melainkan ditujukan pula untuk komplikasi.
Komplikasi yang sering terjadi adalah hiperglikemia, hipertensi, perubahan
komposisi tubuh, pankreatitis, penyakit ginjal dan hati, hypothyroid,
hipogonadisme, osteopenia, menurunnya CD4, meningkatnya beban virus
dan mental disfungsi. Terapi obat yang biasa diberikan pada pasien
HIV/AIDS secara umum yaitu (1) obat antiretroviral (ARV) terapi yang
berfungsi menghambat virus dalam merusak sitem kekebalan tubuh. Obat-
obatan tersebut diberikan dalam bentuk tablet yang dikonsumsi setiap hari.
Contoh obatnya adalah tenofoir, retovir, videx dan lain-lain. Obat-obat ini
membawa efek samping diantaranya diare, mual, muntah, lipodysrophy,
dyslipidemia, dan gangguan insuli. (2) obat untuk meningkatkan imunitas
seperti interleukin 2 dan interferon, dan beberapa suplemen vitamin dan
mineral seperti vitamin C, A, E dan selenium. (3) obat terapi antibiotic
diberikan jika ada infeksi oppurtunistik, dan infeksi lain seperti TBC, hepatitis
dan prophylaxis; (4) obat untuk menanggulangi penyulit : agen penurunan
lemak, agen anti diabtes; agen anti hipertensi, stimulant nafsu makan; dan
terapi pengganti hormone ; (5) vaksin yang terkait dengan penyakit
oppurtunistik. Contoh vaksinasi yang sebaiknya dilakukan adalah vaksin flu
setiap tahun, vaksin pneumokokus lima tahun sekali.

F. Penatalaksanaan diet HIV/AIDS


 Tujuan diet :
Tujuan umum diet penyakit HIV/AIDS adalah :
1. Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua
tahap dini penyakit infeksi HIV.
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan secara
komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot
(Lean Body Mass).
3. Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
4. Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga
dan relaksasi.
Tujuan khusus diet penyakit HIV/AIDS adalah :
1. Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
2. Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang
terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala
anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan
kesulitan menelan.
3. Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
4. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama
jaringan otot).
5. Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang
adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi
yang diberikan.
G. Syarat diet penyakit HIV/AIDS
1. Energi tinggi.
2. Protein tinggi
3. Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total.
4. Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan
Gizi yang di anjurkan (AKG),Serat cukup; gunakan serat yang mudah
cerna.
5. Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien.
6. Elektrolit.
7. Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien.
8. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
9. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik,
termik, maupun kimia.

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV,
yaitu kepada pasien dengan:
1. Infeksi HIV positif tanpa gejala.
2. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare,
kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
3. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
4. Infeksi HIV dengan TBC.
5. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome
Makanan diberikan melalui tiga cara yaitu oral, enteral (sonde dan
parenteral (infus).

H. Diet HIV/AIDS
 Diet AIDS I
Diberikan kepada inveksi HIV dengan gejala panas tinggi, sariawan, kesulitan
makan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun atau segera
setelah pasien dapat diberikan makan. Makanan berupa cairan dan bubur
susu. Diberikan selama beberapa hari kedepan salam porsi kecil setaip 3
jam.bila ada kesulitan menelan maka diberikan dalam bentuk sonde atau
dalam kombinasi makanan cair. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau
menggunakan makanan enteral komersial energi dan tinggi protein. Makanan
ini cukup tinggi energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih
banyak energi dapat ditambahkan glukosa polimer (misal plyjoule).
 Diet AIDS II
Diberikan perpindahan dari diet AIDS I setelah tahap akut tetrasi, diberikan
dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. makanan ini rendah nilai
gizinya. Untuk memenuhi energi zat gizi nya. Diberikan makanan enteral atau
sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
 Diet AIDS III
Diberikan perpindahan dari diet AIDS II kepada pasien HIV tanpa gejala,
dalam bentuk makanan lunak dan biasa. Diberikan dalam porsi kecil tapi
sering. Diet ini tinggi energi, protein, vitamin dan mineral. Apabila
kemampuan makanan melalui mulut terbatas dan terjadi penurunan berat
badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan
tambahan atau makanan utama.
Bahan Makanan yang dianjurkan & tidak di anjurkan

Bahan makanan Yang dianjurkan Yang tidak dianjurkan

Sumber karbohidrat Semua bahan makanan kecualiBahan makanan yang menimbulkan gas
yang menimbulkan gas. seperti ubi jalar.

Sumber protein Susu, telur, daging, ayam tidakDaging, kulit ayam dan ayam berlemak.
hewani berlemak dan ikan.

Sumber protein Tempe, tahu dan kacang hijau Kacang merah


nabati

Sumber lemak Minyak, margarine, santan danSemua makanan yang mengandung lemak
kelapa dalam jumlah terbatas. tinggi (digoreng, bersantan tinggi).

I. Faktor Resiko HIV AIDS

1. Hubungan Seks

Hubungan seks baik vaginal, anal atau oral dengan pasangan yang terinfeksi
dapat menyebarkan HIV. Ini disebabkan oleh darah, air mani atau cairan
vagina yang terinfeksi masuk ke tubuh individu lain. Virus juga dapat masuk
melalui luka mulut atau cairan yang kadang-kadang berkembang di dubur
atau vagina selama aktivitas seksual.

2. Transfusi darah

Dalam beberapa kasus, virus dapat ditularkan melalui transfusi darah. Ini bisa
disebakan oleh penggunaan alat transfusi darah berulang atau tidak steril.

3. Jarum suntik

Berbagi peralatan obat intravena (jarum dan jarum suntik) yang


terkontaminasi membuat seseorang berisiko tinggi terhadap HIV dan penyakit
menular lainnya, seperti hepatitis.

BAB 3

PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Bregman E dan Buergel N dalam Nelms , Sucher K dan Long S. 2007. Nutrition therapy dan
Pathophysiology Desease of the respiratory system, p 725-730.
WHO. 20115. Asuhan Gizi di Puskesmas, Pedoman pelayanan gizi bagi petugas kesehatan
Kemenkes RI dan WHO Indonesia.

Lutz, C dan Przytulski K. 2010. Nutrition and Diet therapy Diet in HIV and AIDS, EDISI KE 5.
PP 476-487

Anda mungkin juga menyukai