6411413007
6411413016
6411413041
6411413052
6411413063
Rombel 1
Peminatan Epidemiologi dan Biostatistika
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi.
HIV/AIDS
adalah
salah
satu
penyakit
Syndrome
yang
harus
AIDS) sangat
diwaspadai
berakibat
pada
BAB II
PEMBAHASAN
Belum ada pengobatan yang efektif untuk penyakit ini, namun dengan
pengobatan yang sesuai, HIV dapat dikendalikan. Treatment untuk HIV sering disebut
dengan
terapi
antiretroviral
(art).
Terapi
tersebut
dapat
secara
dramattis
memperpanjang hidup dari orang dengan HIV dan menurunkan kesempatan mereka
unruk menginfeksi orang lain. Sebelum diperkenalkannya art pada pertengahan 1990an, orang dengan HIV dapat menuju keadaan AIDS , orang dengan HIV dapat menuju
AIDS hanya dalam beberapa tahun.
B. Penyebab HIV/AIDS
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu
lama.Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme
asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIVtetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.
C. Epidemiologi HIV/AIDS
Epidemiologi meliputi Agent ,Host dan environment
1. Agent
Virus HIV termasuk Netrovirus yang sangat mudah mengalami mutasi sehingga
sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut. Daya penularan
pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darahnya, semakin
tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya semakin tinggi daya penularannya
sehingga penyakitnya juga semakin parah. Virus HIV atau virus AIDS, sebagaimana
Virus lainnya sebenarnya sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati
bila dipanaskan sampai temperatur 60 selama 30 menit, dan lebih cepat dengan
mendidihkan air. Seperti kebanyakan virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan
dengan detergen yang dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang
digunakan untuk mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain.
2. Host
Distribusi penderita AIDS di Amerika Serikat Eropa dan Afrika tidak jauh
berbeda kelompok terbesar berada pada umur 30 -39 tahun. Hal ini membuktikan
bahwa transmisi seksual baik homoseksual mapupun heteroseksual merupakan pola
transmisi utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas
maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 2030 tahun. Pada tahun 2000 diperkirakan Virus AIDS menular pada 110 juta orang
dewasa dan 110 juta anak-anak. Hampir 50% dari 110 juta orang itu adalah remaja
dan dewasa muda usia 13 -25 tahun. Informasi yang diperoleh dari Pusat AIDS
International fakultas Kesehatan Masyarakatat Universitas Harvard, Amerika Serikat
sejumlah orang yang terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan
meningkat 10 kali lipat.
Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang
meliputi 16 juta perempuan dan3,2 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Jumlah
infeksi baru HIV pada tahun 2013 adalah 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan
240.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Jumlah kematian anak akibat AIDS
sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak erusia kurang
dari 15 tahun.
Di indonesia, HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsibali pada tahun
1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota diseluruh
provinsi di indonesia.
Pola penularan HIV berdasarkan kelompok umue dalam 5 tahun terakhr tidak
banyak berubah. Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif (2549 tahun), diikuti kelompok usia 20-24 tahun.
Pola penularan HIV berdasarkan jenis kelamin memiliki pola yang hampir sama
dalam 7 tahun terakhir yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki
dibandingkan kelompok perempuan
Demikian pula pola penularan HIV berdasarkan faktor risiko tidak mengalami
perubahan dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan faktor risiko, infeksi HIV dominan
terjadi pada heteroseksual, diikuti kelompok lain-lain, pengguna napa suntik
(penasun), dan kelompok lekaki berhubungan seks dengan lelaki (lsl)
3. Environment
Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan
penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwata ulkus genitalis, Herpes
Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan
prevalensi HIV karena luka-luka ini menjadi tempat masuknya HIV. Faktor biologis
lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada para WTS di Nairobi terbukti bahwa
kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih tinggi.
Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual masyarakat. Bila semua faktor ini
menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif, maka mereka sudah
ke dalam keadaan promiskuitas.
Transmisi Penyakit AIDS Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis : Secara
Kontak Seksual
Ano-Genital Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan
resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV
Ora-Genital Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk
menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV.
Genito-Genital / Heteroseksual Penularan secara heteroseksual ini merupakan
tingkat penularan ketiga, hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko
penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti dengan penjeliti lainnya.
Secara Non Seksual Penularan secara non seksual ini dapat terjadi melalui :
Transmisi Parental Penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto)
yang telah terkontaminasi, terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan
mempergunakan jarum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama. Penularan
parental lainnya, melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV
positif, mengandung resiko yang sangat tinggi
Transmisi Transplasental Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang
mengandung HIV positif ke anak, mempunyai resiko sebesar 50%.
D. Diagnosis HIV/AIDS
1) Melakukan Tes HIV/AIDS
Untuk menguji apakah kita terinfeksi HIV, satu tes yang paling umum adalah
tes darah. Darah akan diperiksa di laboratorium. Tes ini berfungsi untuk
menemukan antibodi terhadap HIV di dalam darah. Tapi tes darah ini baru bisa
dipercaya jika dilakukan setidaknya sebulan setelah terinfeksi HIV karena antibodi
terhadap HIV tidak terbentuk langsung setelah infeksi awal. Antibodi terhadap HIV
butuh waktu sekitar dua minggu hingga enam bulan, sebelum akhirnya muncul di
dalam darah. Masa antara infeksi HIV dan terbentuknya antibodi yang cukup untuk
menunjukkan hasil tes positif disebut sebagai masa jendela.
Pada masa ini, seseorang yang terinfeksi HIV sudah bisa menularkan virus ini,
meski dalam tes darah tidak terlihat adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.
Sebelum seseorang diberikan diagnosis yang pasti, perlu dilakukan beberapa kali
tes untuk memastikan. Hal ini dikarenakan masa jendela HIV cukup lama. Jadi
hasil tes pertama yang dilakukan belum tentu bisa dipercaya. Lakukan tes beberapa
kali jika Anda merasa berisiko terinfeksi HIV. Jika dinyatakan positif HIV,
beberapa tes harus dilakukan untuk memerhatikan perkembangan infeksi. Setelah
itu barulah bisa diketahui kapan harus memulai pengobatan terhadap HIV.
2) Tempat Melakukan Tes HIV/AIDS
Ada beberapa tempat untuk melakukan tes darah HIV. Bahkan, beberapa
puskesmas juga sudah menyediakan layanan untuk tes HIV. Terdapat beberapa
instansi di jawa tengah yang menanggulangi masalah HIV/AIDS antaralain :
b. ODHA Indonesia
c. Himpunan Abiasa
d. Yayasan Spiritia
e. Yayasan Orbit
Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani
HIV/AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Anda bisa
berkonsultasi kepada mereka tentang segala hal yang berhubungan dengan
HIV/AIDS.
Sekarang alat tes HIV untuk di rumahan juga tersedia bebas untuk dibeli di
apotik, klinik kesehatan, atau melalui daring internet. Tapi untuk lebih jelas dalam
memahami virus ini, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter.
Jika berminat melakukan tes HIV, sebelumnya akan diberikan
penyuluhan atau konseling. Tes HIV tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan orang
yang bersangkutan.
3) Hasil Tes Positif HIV
Hasil tes positif atau reaktif berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes ini seharusnya
disampaikan oleh penyuluh (konselor) atau pun dokter. Mereka akan memberi tahu
dampaknya pada kehidupan sehari-hari dan bagaimana menghadapi situasi yang
terjadi saat itu.
Tes darah akan dilakukan secara teratur untuk mengawasi perkembangan virus
sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dilakukan setelah virus mulai
melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Ini bisa ditentukan dengan
mengukur tingkat sel CD4 dalam darah. Sel CD4 adalah sel yang bertugas untuk
melawan infeksi
Pengobatan biasanya disarankan setelah CD4 di bawah 350, entah terjadi
gejala atau tidak. Jika CD4 sudah mendekati 350, disarankan untuk melakukan
pengobatan secepatnya. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tingkat virus
HIV dalam darah. Ini juga untuk mencegah atau menunda penyakit yang terkait
dengan HIV. Kemungkinan untuk menyebarkannya juga menjadi lebih kecil.
a. Risiko penularan HIV tetap ada bila penyusuan diteruskan setelah usia 18 bulan.
b. Bayi di atas usia 9 bulan dapat dites pada awal dengan tes antibodi HIV, karena
mereka yang HIV Ab negatif tidak terinfeksi HIV, walau masih berisko tertular
bila tetap disusui.
diidentifikasi
berdasarkan
beberapa
infeksi
tertentu,
yang
Enzim integrase
cDNA masuk ke inti sel T Helper
Transkripsi mRNA dan translasi
menghasilkan protein struktural virus
Enzim protease
Merangkai RNA virus dengan
protein-protein yang baru dibentuk,
seksual
menggunakan kondom
dengan
pasangan
berisiko
tinggi
tanpa
merupakan
penyakit
yang
belum
ditemukan
obat
untuk
terus meningkat ini adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak untuk tidak
terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal
mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka
pendek dan jangka panjang :
1) Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek
Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan
informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS
(HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.
Ada 3 macam pencegahan berdasarkan penyebaran virus HIV :
a. Melalui hubungan seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan
dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar
melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.
Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka
upaya pencegahan adalah dengan cara :
a) Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun
tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
b) Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan
tidak terinfeksi HIV (homogami)
c) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
d) Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.
e) Tidak melakukan hubungan anogenital.
f) Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan
kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
b. Melaui darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS
melalui darah terjadi dengan :
a) Transfusi darah yang mengandung HIV.
b) Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai orang
yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
c) Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus
HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
a) Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di
Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.
b) Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor
darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik,
maka darah yang dicurigai harus di buang.
c) Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali
habis dipakai.
d) Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus
disterillisasikan secara baku.
e) Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan
obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik
bersama.
f) Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
g) Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
c. Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya
Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada
janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu
persalinan dan sesudah bayi di lahirkan. Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi
penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.
2) Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang
Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena
hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang
Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan
seksual dengan orang asing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap
HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun
ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri
ke suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi
hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih
merupakan barang tabu di Indonesia, karena norma-norma budaya dan agama yang
masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus
AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan Negara
terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia.
Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya
AIDS adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang
meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat
berperilaku seksual yang bertanggung jawab.
Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah :
a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.
b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogamy).
c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.
d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra
seksual.
e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
tersebut
dapat
berupa
dialog
antara
tokoh-tokoh
agama,
penanggulangan
HIV/AIDS
dilaksanakan
oleh
masyarakat
dan
5. Merubah sikap dan perilaku masyarakat kearah positif dalam rangka pencegahan
dan penyebarluasan AIDS.
6. Meningkatkan pengetahuan petugas dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan.
7. Berusaha agar pengidap HIV dan golongan resiko tinggi (WTS) dibekali
keterampilan tertentu agar mampu bekerja di bidang lain dalam kehidupnnya.
8. Membentuk kelompok kerja teknis komunikasi, informasi, dan idukasi khusus
untuk menagani HIV/AIDS.
M. Pengobatan HIV/AIDS
Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV,
menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup
pengidap HIV. Pengobatan HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan
terapi infeksi oportunistik, pemberian kondom dan konseling.
Pengobatan AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah
virus (viral load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV.
Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan:
a. Terapeutik
Pengobatan terapeutik meliputi pengobatan ARV (Antiretroviral), pengobatan
IMS, dan pengobatan infeksi oportunitis.
Pengobatan ARV yang berfungsi menghambat virus dalam merusak sistem
kekebalan tubuh. Obat-obatan diberikan dalam bentuk tablet yang dikonsumsi tiap
hari. Pengobatan ARV diberikan setelah mendapatkan konseling, mempunyai
pengingat minum obat (PMO) dan pasien setuju patuh terhadap pengobatan seumur
hidup. Pengobatan ARV dimulai di rumah sakit dan dapat dilanjutkan di puskesmas
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit sekurang-kurangnya
merupakan rumah sakit kelas C.
Pengobatan ARV harus diindikasikan bagi:
1) Penderita HIV yang telah menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel
Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan 350 sel/mm3
2) Ibu hamil dengan HIV; dan
Setiap ibu hamil dengan HIV berhak mendapatkan pelayanan persalinan di
semua fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan persalinan memperhatikan prosedur
kewaspadaan standar dan tidak memerlukan alat pelindung diri khusus bagi tenaga
kesehatan penolong persalinan.
3) Penderita HIV dengan tuberkulosis.
b. Profilaksis
Pengobatan profilaksis meliputi pemberian ARV pasca pajanan dan
kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis. Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan
AIDS harus segera mendapatkan profilaksis ARV dan kotrimoksazol. Dalam hal
status HIV belum diketahui, pemberian nutrisi sebagai pengobatan penunjang bagi
bayi baru lahir.
c. Penunjang
Pengobatan penunjang meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan perbaikan
gizi. Tanpa pengobatan, orang dengan sistem kekebalan yang terserang HIV akan
menurun drastis. Dan mereka cenderung menderita penyakit yang membahayakan
nyawa seperti kanker. Hal ini dikenal sebagai HIV stadium akhir atau AIDS.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus, HIV
merupakan virus yang dapat mengakibatkatkan penyakit acquired immunodeficiency
syndrome, atau AIDS. Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi
AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Seseorang yang terkena virus
HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,
penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan
tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Melalui darah, cairan semen/ air mani
(sperma atau peju pria), melalui cairan vagina pada wanita, dan melalui Air Susu Ibu
(ASI, adapun cairan tubuh yang tidak mengandung virus HIV pada penderita HIV
positif.
DAFTAR PUSTAKA
About HIV/AIDS. Http://www.cdc.gov/HIV/basics/whatisHIV.html. Diakses pada
tanggal 26 april 2016.
Afifah, Asni. 2015. Keefektifan Permainan Shart Journey (Inovasi Permainan
Monopoli) Dalam Meningkatkan Pengetahuan Tentang Hiv/Aids Pada Remaja
Yang Tinggal Di Kompleks Resosialisasi Argorejo. Skri
Dinkes Bengkulu. http://dinkes.bengkuluprov.go.id/ver1/index.php/uptd/8-umum/127strategi-penanggulangan-hiv-aids
Hanim, Diffah, dkk, 2013, Penyuluhan Kesehatan: Penyakit Menular Seksual,
Fakultas Kedokteran UNS, Solo
Kandal, B.K. Dkk., 2004, Penyakit Infeksi Edisi Ke-6, Erlangga, Jakarta.
Pusat Data Dan Informasi. 2014. Situasi Dan Analisis HIV AIDS. Kementrian
Kesehatan Ri. Jakarta
http://www.alodokter.com/hiv-aids/