Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain :
1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar(sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki
antibodi positif terhadap HIV.(Anwar Hafis,2014)
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV. (Anwar Hafis,2014) HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T
manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati(LAV), adalah suatu retrovirus
manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrivirus mengubah asam ribonukleatnya
(RNA) menjadi asam deoksirilbonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu.
HIV -1 dan HIV -2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama
AIDS diseluruh dunia.(Anwar Hafis,2014)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep medis dari HIV AIDS ?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari HIV AIDS ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep medis dari HIV AIDS.

2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari HIV AIDS


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain : 3. AIDS
adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan
sistem imun yang mendasar(sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi
positif terhadap HIV.(Anwar Hafis,2014) 4. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis
tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Anwar Hafis,2014)

B. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenapati(LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
lentivirus. Retrivirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksirilbonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV -2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.(Anwar Hafis,2014)
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu
bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh
protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin
merupakan duplikasi dri protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi
virus. HIV-2,yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika
Barat(Warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi
tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1. (Anwar Hafis,2014)
Cara penularan AIDS antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual. (Anwar
Hafis,2014
b. Melalui darah,yaitu :
 Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%.
 Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,003% 3
 Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051%
 Transmisi dari ibu ke anak : a. Selama kehamilan b. Saat persalinan,risiko
penularan 50% c. Melalui air susu ibu (ASI) 14%. (Anwar Hafis,2014)

C. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV
akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di
dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta
melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi
limfosit lainnya dan menghancurkannya. (Anwar Hafis,2014)
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang
memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T
penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
tubuh (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan
hancurnya limfosit T penolong., sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam
melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. (Anwar Hafis,2014) Seseorang yang
terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama
beberapa bulan atau tahun.
Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah.
Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-
50%, selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena
banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melaw
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. setelah sekitar 6 bulan, jumlah
partikal virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap
penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit pada orang lain terus berlanjut.
Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter
dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika
keduanya mencapai 200 sel/Ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
(Anwar Hafis,2014)
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan Produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita,
tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang. (Anwar Hafis,2014)
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIV positif . fase ini disebut “periode jendela” (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20
bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten). Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai
menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10
tahun setelah diketahui HIV positif. (Anwar Hafis,2014)

D. Tanda dan Gejala

Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderitaan AIDS :

1. Panas lebih dari 1 bulan,

2. Batuk-batuk

3. Sariawan dan nyeri menelan,

4. Badan menjadi kurus sekali,


5. Diare,

6. Sesak napas,

7. Pembesaran kelenjar getah bening,

8. Kesadaran menurun,

9. Penurunan ketajaman penglihatan,

10. Bercak ungu kehitaman di kulit. (Anwar Hafis,2014)

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tifoid atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa
gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku
yang mudah tertular AIDS, maka orang tersebut dianjurkan untuk tes darah HIV.
(Anwar Hafis,2014)
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1-2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3
tahun) pasien akan mengalami demam,keringat dimalam hari, penurunan berat badan,
diare,neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan
lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi
AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat
gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Anwar
Hafis,2014)
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Akut Gejala tidak khas dan
mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat,
lesu,mengantuk, nyeri sendi,sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar
getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh
hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan. Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Anwar Hafis,2014)

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom
retroviral akut, demensia HIV), infeksi opurtunistik, atau kanker yang terkait AIDS.
Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan
jumlah CD4. (Anwar Hafis,2014)

1. Infeksi retroviral akut Frekuensi gejala infeksi netroviral akut sekitar 50-90%.
Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri
tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili,ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan
limfosit atipik, sindrom Gillian Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh
sendiri tanpa pengobatan. (Anwar Hafis,2014)

2. Masa Asimtomatik Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi
limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa
jendela(window period). (Anwar Hafis,2014)

3. Masa gejala dini Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang
timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herpez
zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkulosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex(ARC). (Anwar Hafis,2014)

4. Masa gejala lanjut Pada masa ini jumlah CD4, di bawah 200. Penurunan daya tahan ini
menyebabkan resiko tinggi rendahnya infeksi opurtunistik berat atau keganasan. (Anwar
Hafis,2014)

F. Komplikasi
Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS. (Anwar Hafis,2014) antara lain :

1. Pneumonia pneumocystis(PCP)

2. Tuberculosis(TBC)

3. Esofagitis
4. Diare

5. Toksoplasmositis

6. Leukoensefalopati multifocal prigesif

7. Sarcoma kaposi

8. Kanker getah bening

9. Kanker leher rahim(pada wanita yang terkena HIV). (Anwar Hafis,2014)

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk penderita AIDS. (Anwar Hafis,2014)adalah :
a. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.jangan
lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan rontgen. (Anwar Hafis,2014)
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4,
protein purufied derivative (PPD),serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,
serologi PMS,hepatitis, dan papsmear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap
3-6 bulan, dan bila < 200 diberikan profilaksi pneumonia ( pneumocystis carinii ).
Pemberian profolaksis INH tidak tergantung pada jumlah CD4 .( Anwar Hafis, 2014 )
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian
obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. (Anwar Hafis,2014) Bila tidak
tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensis atau flowcytometer)
untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8. (Anwar
Hafis,2014)
H. Penatalaksanaan Medis
1. Apabila terinfeksi Human Immunodefeciency Virus(HIV), maka terapinya yaitu
(Anwar Hafis,2014) :

a. Pengendalian infeksi oportunistik

b. Terapi AZT(Azidotimidin)

c. Terapi antiviral baru

d. Vaksin dan rekonstruksi(Anwar Hafis,2014)

2. Diet Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS adalah :


a. Tujuan umum diet penyakit HIV/AIDS adalah:
 Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh
aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

b. Tujuan khusus diet penyakit HIV/AIDS adalah :

 Mengatasi gejala diare, intoleransi, laktosa, mual dan muntah.

c. Syarat-syarat diet HIV/AIDS adalah :

 Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres,


aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk
setiap kenaikan suhu 1oC. (Anwar Hafis,2014) 8

d. Jenis diet dan indikasi pemberian

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu
kepada pasien dengan :

a. Infeksi HIV positif tanpa gejala

b. Infeksi HIV dengan gejala(misalnya panas lama, batuk)

c. Infeksi HIV dengan TBC

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara
oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasi secara rutin, bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga
macam diet AIDS yaitu diet AIDS I, II, dan III. (Anwar Hafis,2014)
I. Pencegahan
Usaha-usaha yang dapat dilakukan terhadap AIDS adalah tindakan pencegahan
agar tidak terjangkit penyakit AIDS. Sebenarnya HIV mudah mati bila dipanaskan atau
bila terkena antiseptik seperti alkohol, fenol. Oleh karena itu semua cairan tubuh dan
darah penderita AIDS yang tercecer harus didisinfeksi secara sempurna(Koes
Irianto,2012)
Jarum atau jarum suntik sebaiknya satu kali pakai saja atau bila akan digunakan
kembali harus betul-betul dipanaskan hingga steril. (Koes Irianto,2012)
Hindari hubungan seks dengan partner bila partner tersebut sering berganti
pasangan.hindari hubungan homoseksual atau anak seks(melalui anus) karena resiko
lecet atau terluka lebih besar sehngga memudahkan terinfeksi HIV. Gunakanlah
kondom bila ragu-ragu. (Koes Irianto,2012)
Wanita yang terken HIV sebaiknya jangan mengandung karena HIV dapat
ditularkan ke janin melalui plasenta. Orang-orang yang di duga terkena HIV tidak
diperkenankan menymbang darah dan organ-organ tubuhnya untuk transplantasi. (Koes
Irianto,2012)
Telah diupayakan pembuatan vaksin tetapi masih dalam taraf penelitian dan
percobaan yang belum selesai. (Koes Irianto,2012)

J. Insiden penularan HIV pada Anak dan Remaja


Salah satu faktor risko penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus)
adalah penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan,
persalinan maupun selama menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari ibu ke
anak sudah mencapai 2,6 persen dari seluruh kasus HIV-AIDS yang dilaporkan di
Indonesia.
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak,
yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.
1. Faktor Ibu
• Jumlah virus (viral load) Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau
saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya
sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV
menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan
sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
• Jumlah sel CD4 Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan
HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin
besar.
• Status gizi selama hamil Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan
mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi
yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
• Penyakit infeksi selama hamil Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular
seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
• Gangguan pada payudara Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti
mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan
HIV melalui ASI.
2. Faktor Bayi
• Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir Bayi lahir prematur dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan
sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan baik.
• Periode pemberian ASI Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke
bayi akan semakin besar.
• Adanya luka di mulut bayi Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular
HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan
lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke
anak selama persalinan adalah:
• Jenis persalinan Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada
persalinan melalui bedah sesar (seksio sesaria).
• Lama persalinan Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan
HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara
bayi dengan darah dan lendir ibu
• Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan
hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
• Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan
HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi.
Penyebaran HIV pada usia muda makin memprihatinkan. Fakta ini
menunjukkan bahwa penderita AIDS paling banyak menyerang para remaja yang
masih berusia produktif. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dri 13 tahun
sampai 16 tahun, dan akhir usia remaja bermula dari usia 16 tahun sampai 18 tahun.
Artinya, pada usia-usia tersebut, remaja sangat rentan terkena penaruh-pengaruh
dari luar, seperti penyalah gunaan narkoba, salah memilih teman dalam pergaulan
yang berujung pada ergaulan bebas. Masih banyak remaja zaman sekarang yang
belum mengetahui bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat melakukan seks diluar
nikah atau melakukan seks secara tidak sehat. HIV/AIDS dapat menular kepada
siapa saja. Maka dari itu, banyak orang yang salah persepsi atau menganggap
bahwa seseorang yang terkena penyakit HIV/AIDS sangat berbahaya. Bahkan
mereka tidak segan-segan untuk mencaci maki, mengolok-olok, menghina bahkan
mengusir penderita HIV/AIDS dari tempat tinggalnya.

K. Dampak HIV pada Anak dan Remaja


1. Menurunnya fungsi kekebalan tubuh manusia.
2. Mudah terkena tumor.
3. Pemberlakuan hokum sosial bagi penderita HIV/AIDS ,seperti tindakan penghindaran,
pengasingan, penolakan, dan dikriminasi.
4. Banyak penderita HIV/AIDS pada usia produktif yang meninggal pada usia muda.
5. Kehilangan teman

L. Diagnosis dini Infeksi pada Anak dan Remaja


Diagnosis infeksi HIV virologis secara dini pada anak dan remaja:
1. Memungkinkan ditentukan secara dini mereka yang terinfeksi HIV, sebagai langkah
pertama dalam menyediakan pengobatan dan perawatan untuk mereka.
2. Memungkinkan ditentukan mereka yang terpajan HIV tetapi tidak terinfeksi, untuk
memudahkan tindak lanjut dengan perawatan dan langkah pencegahan untuk
membantu memastikan mereka tetap tidak tertular.
3. Membantu penggunaan sumber daya esensial secara efektif dengan mengutamakan
ketersediaan ART pada anak yang membutuhkannya.
4. Memperbaiki kesejahteraan psiko-sosial keluarga dan anak, mengurangi kemungkinan
timbulnya stigma, diskriminasi dan kesukaran psikologis untuk anak yang tidak
terinfeksi HIV dan meningkatan kemungkinan mereka diasuh sebagai anak yatim-
piatu
5. Memudahkan perencanaan kehidupan untuk orang tua dan/atau anak yang terinfeksi
HIV.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA

A. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal
sekitar usia 9 –17 tahun. Keluhan utama dapat berupa :
 Demam dan diare yang berkepanjangan
 Tachipnae
 Batuk
 Sesak nafas
 Hipoksia
Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
 Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
 Diare lebih dan satu bulan
 Demam lebih dan satu bulan
 Mulut dan faring dijumpai bercak putih
 Limfadenopati yang menyeluruh
 Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
 Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
 Dermatitis yang menyeluruh

Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang
terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat
penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
 Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
 Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV
 Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan
 Adanya penularan pada proses melahirkan
 Terjadinya kontak darah dan bayi.
 Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
 Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
 Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
 Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
 Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril
 Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan

Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :


 Gagal tumbuh
 Berat badan menurun
 Anemia
 Panas berulang
 Limpadenopati
 Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit, jamur atau
protozoa yang menurunkan fungsi immun pada immunitas selular seperti adanya
kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru,
encelofati dll

B. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Mata

 Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina

 Retinitis sitomegalovirus

 Khoroiditis toksoplasma

 Infeksi pada tepi kelopak mata.

 Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak

 Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple

2. Pemeriksaan Mulut

 Adanya stomatitis gangrenosa

 Peridontitis
 Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi
biru dan sering pada platum (Bates Barbara 1998)

3. Pemeriksaan Telinga
 Adanya otitis media
 Adanya nyeri
 Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
 Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
 Sesak nafas
 Tachipnea
 Hipoksia
 Nyeri dada
 Nafas pendek waktu istirahat
 Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
 Berat badan menurun
 Anoreksia
 Nyeri pada saat menelan
 Kesulitan menelan
 Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
 Faringitis
 Kandidiasis esophagus
 Kandidiasis mulut
 Selaput lendir kering
 Hepatomegali
 Mual dan muntah
 Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
 Suhu tubuh meningkat
 Nadi cepat, tekanan darah meningkat
 Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
 Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
 Haemorargie
 Nyeri panas serta malaise
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
 Didapatkan air seni yang berkurang
 Annuria
 Proteinuria
 Adanya pembesaran kelenjar parotis
 Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
 Adanya sakit kepala
 Somnolen
 Sukar berkonsentrasi
 Perubahan perilaku
 Nyeri otot
 Kejang-kejang
 Encelopati
 Gangguan psikomotor
 Penururnan kesadaran
 Delirium
 Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
 Nyeri persendian
 Letih, gangguan gerak
 Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 )
C. Pemeriksaan Laboratorium
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya
anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah
200, fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa )
menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV.
Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian
elisa dan latex menunjukan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif
harus dibuktikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan menguji antigen
HIV yaitu tes antigen P24 (dengan polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi
dengan tes antibody ( biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV /
AIDS antara lain :
1. Resiko infeksi
2. Defisit nutrisi
3. Difisiensi pengetahuan
E. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


SDKI SLKI SIKI
1. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Managemen Infeksi :
Ds: keperawatan ... x 24 jam, resiko infeksi a. Observasi
hilang, dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Do : - Demam menurun dan sistemik
- Demam - Nyeri menurun b. Terapeutik
- Nyeri - Periode malaise menurun - Batasi pengunjung
- Periode malaise - Berikan perawatan kulit pada edema
- Batuk - Pertahankan teknik aseptik pada psien
berisiko tinggi
c. Edukasi
- Jelaskan tanda gejala infeksi
- Ajarkan etika batuk
- Anjurkan meningkatkan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan cairan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberin imunisasi, jika
perlu

2. Defisit Nutrisi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen Nutrisi :


Gejala dan tanda mayor selama ... x 24 jam, defisit nutrisi teratasi a. Observasi
Ds : dengan kriteria hasil: - Identifikasi nutrisi
- - Berat badan membaik - Identifikasi alergi dan intolerasi makanan
Do : - Perasaan cepat kenyak menurun - Identifikasi makanan yang disukai
- Berat badan menurun - Nyeri abdomen menurun - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
minimal 10% dibawah - Nafsu makan membaik nutrien
rentang ideal - Bising usus membaik - Identifikasi perlunya penggunaan selang
- Kekuatan otot pengunyah meningkat nasogastrik
Gejala dan tanda minor : - Kekuatan otot menelan meningkat - Monitor asupan makanan
Ds : - Membran mukosa membaik - Monitor berat badan
- Cepat kenyak setelah - Sariawan menurun - Monitor hasil pemeriksaan lboratorium
makan - Serum albumin meningkat b. Terapeutik
- Kram/ nyeri abdomen - Rambut rontok menurun - Lakukan oral hygien sebelum makan
- Nafsu makan menurun - Diare menurun - Fasilitasi pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
Do : - Sajikan makanan secara menarik
- Bising usus hiperaktif - Berikan makana tinggi serat untuk
- Otot pengunyah lemah mencegah konstipasi
- Otot menelan lemah - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
- Membran mukosa pucat protein
- Sariawan - Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Serum albumin turun - Hentikan pemberian makanan melalui
- Rambut rontok berlebihan selang nasogastrik jika asupan oral dapat
- Diare ditoleransi
c. Edukasi
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawtan Edukasi Kesehatan
selama ... x 24 jam, difisit pengetahuan a. Observasi
Gejala dan tanda mayor teratasi dengan kriteria hasil : - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Ds: - Pertanyaan tentang masalah yang menerima informasi
- Menanyakan masalah dihadapi menurun - Ientifikasi faktor-faktor yang dapat
yang terjadi - Perilaku sesuai anjuran meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
- Persepsi yang keliru menurun perilaku hidup bersih dan sehat
Do : - Menjalani pemeriksaan yang tidak b. Terapeutik
- Menunjukan perilaku tepat menurun - Sediakan materi dan media pendidikan
tidak sesuai anjuran - Perilaku membaik kesehatan
- Menunjukan persepsi - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
yang keliru terhadap kesepakatan
masalah - Berikan kesempatan bertanya
c. Edukasi
Gejala dan tanda minor - Jelaskan faktor resiko yang dapat
Ds : dipengaruhi kesehatan
Do : - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Menjalani pemeriksaan - Ajarkan strategi yang apat digunakan
yang tidak tepat untuk meningkatkan perilaku hidup
- Menunjukan perilaku bersih dan sehat
berlebih (mis. Apatis, d. kolaborasi
bermusuhan,
agitasi,histeria)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Usaha-usaha yang
dapat dilakukan terhadap AIDS adalah tindakan pencegahan agar tidak terjangkit penyakit
AIDS. Telah diupayakan pembuatan vaksin tetapi masih dalam taraf penelitian dan
percobaan yang belum selesai. (Koes Irianto,2012)

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing apabila terdapat
kesalahan pada makalah ini.
Daftar Pustaka

Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada


kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30 WIB
(access online)

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf.


Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online)

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10


Desember 2010. 13.10 WIB (access online)

Anda mungkin juga menyukai