PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari HIV AIDS ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari HIV AIDS ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari HIV AIDS
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari HIV AIDS
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
2
Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko
penularan 0,0051%
Transmisi dari ibu ke anak :
a. Selama kehamilan
b. Saat persalinan,risiko penularan 50%
c. Melalui air susu ibu (ASI) 14%. (Anwar Hafis,2014)
C. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50%
orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun
pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat,
virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel
virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya. (Anwar Hafis,2014)
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor
protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4
adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel
darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki
reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya
pada sistem kekebalan tubuh (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit
T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas
dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T
penolong., sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi
dirinya terhadap infeksi dan kanker. (Anwar Hafis,2014)
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T
penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang
yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada
beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%, selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV
kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam
darah. Meskipun tubuh berusaha melaw virus, tetapi tubuh tidak mampu
meredakan infeksi. setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikal virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.
Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit pada orang lain terus
3
berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko
tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah
limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika keduanya mencapai 200
sel/Ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. (Anwar
Hafis,2014)
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B
(limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
Produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk
melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak
banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada
AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam
mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. (Anwar
Hafis,2014)
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama
3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif . fase ini disebut
“periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti
berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer
antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten).
Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit
infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.
(Anwar Hafis,2014)
D. Tanda dan Gejala
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang
ditemui pada penderitaan AIDS :
1. Panas lebih dari 1 bulan,
2. Batuk-batuk
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit. (Anwar Hafis,2014)
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati,
karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di
4
Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tifoid atau
tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada
seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang
mudah tertular AIDS, maka orang tersebut dianjurkan untuk tes darah
HIV. (Anwar Hafis,2014)
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit.
Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang
lamanya 1-2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan
disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam,keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,neuropati,
keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan
lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan
kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial
yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis,
kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus
(HIV). (Anwar Hafis,2014)
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Akut
Gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa
seperti demam berkeringat, lesu,mengantuk, nyeri sendi,sakit
kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan
bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan
gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh
selama lebih dari 3 bulan. Human Immunodeficiency Virus
(HIV). (Anwar Hafis,2014)
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri
(sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi opurtunistik, atau kanker
yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap
berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4. (Anwar Hafis,2014)
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gejala infeksi netroviral akut sekitar 50-90%.
Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar,
hepatosplenomegali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti
morbili,ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit
5
atipik, sindrom Gillian Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini
biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan. (Anwar
Hafis,2014)
2. Masa Asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi
dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4
terjadi bertahap, disebut juga masa jendela(window period).
(Anwar Hafis,2014)
3. Masa gejala dini
Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala
yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial,
kandidosis vagina, sariawan, herpez zoster, leukoplakia, ITP,
dan tuberkulosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex(ARC). (Anwar Hafis,2014)
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4, di bawah 200. Penurunan daya
tahan ini menyebabkan resiko tinggi rendahnya infeksi
opurtunistik berat atau keganasan. (Anwar Hafis,2014)
F. Komplikasi
Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS. (Anwar Hafis,2014)
antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis(PCP)
2. Tuberculosis(TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
7. Sarcoma kaposi
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim(pada wanita yang terkena HIV). (Anwar
Hafis,2014)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk penderita AIDS. (Anwar
Hafis,2014)adalah :
a. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang
terkait dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan
kanker terkait.jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan
mulut, kulit, dan funduskopi.
6
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total,
antibodi HIV, dan pemeriksaan rontgen. (Anwar Hafis,2014)
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan
pemeriksaan jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD),serologi
toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,hepatitis, dan
papsmear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.Bila
>500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya
200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi
pneumonia pneumocystis carinii.pemberian profilaksi INH tidak
tergantung pada jumlah CD4. (Anwar Hafis,2014)
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui
awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
(Anwar Hafis,2014)
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop
fluoresensis atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan
rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8. (Anwar Hafis,2014)
H. Penatalaksanaan Medis
1. Apabila terinfeksi Human Immunodefeciency Virus(HIV), maka
terapinya yaitu (Anwar Hafis,2014) :
a. Pengendalian infeksi oportunistik
b. Terapi AZT(Azidotimidin)
c. Terapi antiviral baru
d. Vaksin dan rekonstruksi(Anwar Hafis,2014)
2. Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS adalah :
a. Tujuan umum diet penyakit HIV/AIDS adalah:
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada
semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
b. Tujuan khusus diet penyakit HIV/AIDS adalah :
Mengatasi gejala diare, intoleransi, laktosa, mual dan
muntah.
c. Syarat-syarat diet HIV/AIDS adalah :
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi,
diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu
tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap
kenaikan suhu 1oC. (Anwar Hafis,2014)
7
d. Jenis diet dan indikasi pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV,
yaitu kepada pasien dengan :
a. Infeksi HIV positif tanpa gejala
b. Infeksi HIV dengan gejala(misalnya panas lama, batuk)
c. Infeksi HIV dengan TBC
I. Pencegahan
Usaha-usaha yang dapat dilakukan terhadap AIDS adalah tindakan
pencegahan agar tidak terjangkit penyakit AIDS. Sebenarnya HIV mudah
mati bila dipanaskan atau bila terkena antiseptik seperti alkohol, fenol.
Oleh karena itu semua cairan tubuh dan darah penderita AIDS yang
tercecer harus didisinfeksi secara sempurna(Koes Irianto,2012)
Jarum atau jarum suntik sebaiknya satu kali pakai saja atau bila
akan digunakan kembali harus betul-betul dipanaskan hingga steril. (Koes
Irianto,2012)
Hindari hubungan seks dengan partner bila partner tersebut sering
berganti pasangan.hindari hubungan homoseksual atau anak seks(melalui
anus) karena resiko lecet atau terluka lebih besar sehngga memudahkan
terinfeksi HIV. Gunakanlah kondom bila ragu-ragu. (Koes Irianto,2012)
Wanita yang terken HIV sebaiknya jangan mengandung karena
HIV dapat ditularkan ke janin melalui plasenta. Orang-orang yang di duga
terkena HIV tidak diperkenankan menymbang darah dan organ-organ
tubuhnya untuk transplantasi. (Koes Irianto,2012)
Telah diupayakan pembuatan vaksin tetapi masih dalam taraf
penelitian dan percobaan yang belum selesai. (Koes Irianto,2012)
8
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari
ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.
1. Faktor Ibu
• Jumlah virus (viral load) Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat
menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu
ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV
dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar
HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar
HIV di atas 100.000 kopi/ml.
• Jumlah sel CD4 Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko
menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko
penularan HIV semakin besar.
• Status gizi selama hamil Berat badan rendah serta kekurangan
vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk
menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan
risiko penularan HIV ke bayi.
• Penyakit infeksi selama hamil Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi
menular seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria,dan
tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan
HIV ke bayi.
• Gangguan pada payudara Gangguan pada payudara ibu dan penyakit
lain, seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
2. Faktor Bayi
• Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir Bayi lahir prematur
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV
karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
• Periode pemberian ASI Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan
HIV ke bayi akan semakin besar.
• Adanya luka di mulut bayi Bayi dengn luka di mulutnya lebih
berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir
ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko
penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah:
• Jenis persalinan Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar
daripada persalinan melalui bedah sesar (seksio sesaria).
• Lama persalinan Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko
penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama
terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.
9
• Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan
risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah
kurang dari 4 jam.
• Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan
risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi.
10
L. Diagnosis dini Infeksi pada Anak dan Remaja
Diagnosis infeksi HIV virologis secara dini pada anak dan remaja:
1. Memungkinkan ditentukan secara dini mereka yang terinfeksi HIV,
sebagai langkah pertama dalam menyediakan pengobatan dan
perawatan untuk mereka.
2. Memungkinkan ditentukan mereka yang terpajan HIV tetapi tidak
terinfeksi, untuk memudahkan tindak lanjut dengan perawatan dan
langkah pencegahan untuk membantu memastikan mereka tetap tidak
tertular.
3. Membantu penggunaan sumber daya esensial secara efektif dengan
mengutamakan ketersediaan ART pada anak yang membutuhkannya.
4. Memperbaiki kesejahteraan psiko-sosial keluarga dan anak,
mengurangi kemungkinan timbulnya stigma, diskriminasi dan
kesukaran psikologis untuk anak yang tidak terinfeksi HIV dan
meningkatan kemungkinan mereka diasuh sebagai anak yatim-piatu;
5. Memudahkan perencanaan kehidupan untuk orang tua dan/atau anak
yang terinfeksi HIV.
11
HIV masuk kedalam tubuh HIV berikatan limfosit T,monosit,makrofag
- Kontak
dengan
darah
- Kontak seks
Prot.virus
Tunas virus
Humoral
Saluran pencernaan
Penurunan IGM dan IGG
CD4+
Mudahnya transmisi penularan Metabolism protein BB < dari normal
Isolasi Sosial Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhaan tubuh
1
BAB III
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Isolasi sosial
3. Resiko infeksi (oportunistik)
1
C. Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakseimbangan Weight control Nutrition monitoring
nutrisi kurang dari Kriteria hasil : 1. Monitor adanya
kebutuhan tubuh Menunjukkan penurunan BB
ditandai dengan : peningkatan 2. Monitor kulit kering
- BB menurun berat badan dan perubahan
- Anoreksia Mampu pigmentasi
- Mual dan mengidentifikasi 3. Monitor jumlah
muntah kebutuhan nutrisi nutrisi dan
- Turgor kulit kandungan kalori
kering 4. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
5. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
2. Isolasi sosial ditandai Social interaction skills Socialization enhacement
dengan : Social support 1. Kaji kemampuan
- Ingin sendirian Kriteria hasil : pasien dalam
- Tidak Tingkat persepsi berinteraksi
komunikatif, positif tentang 2. Dorong melakukan
menarik diri status kesehatan aktivitas social dan
- Tidak ada kontak dan status hidup komunitas
mata individu 3. Fasilitasi dukungan
Penyesuaian kepada pasien oleh
yang tepat keluarga, teman ,
1
terhadap tekanan dan komunitas.
emosi sebagai 4. Fasilitasi pasien
respon terhadap untuk berpartisipasi
keadaan tertentu dalam diskusi
dengan grup kecil
5. Membantu pasien
mengembangkan
atau meningkatkan
keterampilan social
interpersonal.
3. Resiko infeksi ditandai Immune status Infection control
dengan : Kriteria hasil : 1. monitor tanda dan
- Pemajanan menjegah gejala infeksi
terhadap terjadinya infeksi 2. monitor kerentanan
pathogen menunjukkan terhadap infeksi
- Penurunan Hb perilaku hidup 3. ajarkan pasien tanda
- immunosupresi sehat dan gejala infeksi
4. ajarkan cara
menghindari infeksi
5. pertahankan tehnik
aseptik pada pasien
A. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata
dimasa perinatal sekitar usia 9 –17 tahun.
Keluhan utama dapat berupa :
Demam dan diare yang berkepanjangan
Tachipnae
Batuk
Sesak nafas
1
Hipoksia
Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
Diare lebih dan satu bulan
Demam lebih dan satu bulan
Mulut dan faring dijumpai bercak putih
Limfadenopati yang menyeluruh
Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
Dermatitis yang menyeluruh
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang
berulang
Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang
tidak steril
Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
1
immunitas selular seperti adanya kandidiasis pada mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru, encelofati dll
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
Retinitis sitomegalovirus
Khoroiditis toksoplasma
nfeksi pada tepi kelopak mata.
Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat
kekuningan, tunggal / multiple
2. Pemeriksaan Mulut
Adanya stomatitis gangrenosa
Peridontitis
Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah
datar kemudian menjadi biru dan sering pada platum (Bates
Barbara 1998)
3. Pemeriksaan Telinga
Adanya otitis media
Adanya nyeri
Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
Sesak nafas
Tachipnea
Hipoksia
Nyeri dada
Nafas pendek waktu istirahat
Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
Berat badan menurun
Anoreksia
Nyeri pada saat menelan
Kesulitan menelan
Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
Faringitis
Kandidiasis esophagus
Kandidiasis mulut
Selaput lendir kering
Hepatomegali
Mual dan muntah
1
Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
Suhu tubuh meningkat
Nadi cepat, tekanan darah meningkat
Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat
kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
Haemorargie
Nyeri panas serta malaise
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
Didapatkan air seni yang berkurang
Annuria
Proteinuria
Adanya pembesaran kelenjar parotis
Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
Adanya sakit kepala
Somnolen
Sukar berkonsentrasi
Perubahan perilaku
Nyeri otot
Kejang-kejang
Encelopati
Gangguan psikomotor
Penururnan kesadaran
Delirium
Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Nyeri persendian
Letih, gangguan gerak
Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 )
C. Pemeriksaan Laboratorium
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan
adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4
dibawah 200, fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV
( tes Ellisa ) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi
anti HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot.
Penilaian elisa dan latex menunjukan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila
dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes western blot.
1
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 (dengan
polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak
dengan HIV / AIDS antara lain :
1. Resiko infeksi
2. Kurang nutrisi
3. Gangguan intregitas kulit
E. Intervensi
1
adanya 4. Anjurkan pemberian pemberian makan
pertumbuhan makan alternatif dan 3. Sariawan merusak
BB anak konsulkan ibu mengenai kemampuan makan
Nila-nilai resiko menyusui 4. HIV ada pada kolestrum
laboratorium serta ASI dan meskipun
dalam batas 5. Tinjau ulang diet sesuai terbatas tetap ada
normal usia dan tambahan beberapa resiko pada
Bebas dari makanan padat dan bayi
tanda kemampuan 5. Memberikan nutrisi
malnutrisis / perkembanan optimal berdasarkan
gagal untuk kebutuhan anak setelah
tumbuh (GUT) 6. Berikan makanan enteral pulang
/ parenteral dengan 6. Kerusakan motorik dan
tepat. adanya
infeksi memerlukan
alternativeteknik
pemberian makanan
untuk memenuhi
kebutuhan diet.
3 Gangguan Tujuan : 1. Kaji tiap hari, catat 1. Menentukan garis dasar
integritas kulit Integritas kulit warna, turgor, sirkulasi perubahan dan
berhubungan kembali normal dan sensori. melakukan intervensi
dengan defisit Kriteria Hasil : 2. Pertahankan higiene yang tepat
imunologis, resti : Tidak ada lagi kulit mis : masase 2. Mempertahankan
penurunan tingkat lesi dengan lotion dan krim kebersihan karena kulit
aktivitas, Permukaan 3. Atur posisi secara yang kering dapat
perubahan sensasi, kulit normal. teratur, ganti seprei menjadi barier infeksi
malnutrisi, sesuai kebutuhan 3. Mengurangi stress pada
perubahan status 4. Bersihkan area perianal titik tekanan,
metabolisme. 5. Gunting kuku anak meningkatkan aliran
secara teratur darah, kejaringan
6. Berikan obat – obatan meningkatkan proses
topikal / sistemik sesuai penyembuhan
indikasi. 4. Mencegah maserasi yang
disebabkna oleh diare
5. Kuku yang panjang
meningkatkan resiko
kerusakan dermal
6. Digunakan pada
perawatan lesi kulit
2
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
2
Daftar Pustaka
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30
WIB (access online)
2
MAKALAH
HIV PADA ANAK & REMAJA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
DIPLOMA IV
KEPERAWATAN POLTEKKES
KEMENKES GORONTALO
T.A 2018/2019
2
2