Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS

A. DEFINISI
1. HIV
HIV (Human immunodeficiency virus) adalah retrovirus yang menginfeksi
sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Sebagai
infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi
lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang paling maju dari infeksi HIV diperoleh
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat mengambil 10-15 tahun untuk
orang terinfeksi HIV mengembangkan AIDS. (WHO,2016)

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang


termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan
RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama
masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam
proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan
gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan
limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired


immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1
dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang
paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di
Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan
menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch,
Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang


menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel
darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang
masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai
CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan
yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama
akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA,
2007).

2. AIDS
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan
menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus
HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4
yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus
HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi
lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat
lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai
jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem
pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada
tahap lanjut (AVERT, 2011).

B. ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.
Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas
morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam
virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus
yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat,
berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi
transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk
menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein
struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus.
Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi
sel yang lain

C. CARA PENULARAN
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman.
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak
sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh.
Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan
kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti
menularkandiantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kinicara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual atau pun
heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina. Infeksi dapat
ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko
penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,jumlah pasangan seks
dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko
seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual
yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan
seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko
tinggi terinfeksi virus HIV.

2. Transmisi Non Seksual


a. Transmisi Parenteral
Penularan akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya
(alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan
narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko
tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
b. produk darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara
barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini
di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi HIV lewat trasfusi darah adalah lebih
dari 90%.
c. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resikosebesar 50%.Penularandapatterjadi sewaktu hamil, melahirkan dan
sewaktumenyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan
dengan resiko rendah.

D. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang
bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon
imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon
imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah
provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel
T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus
HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV
yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen
yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit
T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi
parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel
T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat
tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum
infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit
baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per
ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala
yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)
(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.

2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau
lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis
seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas),
diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu
selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV
akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit
secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan
tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik
daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.

3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap
sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan
mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang
menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal
sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi
awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil
tes yang negatif (Swierzewski, 2010).

ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling
umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif
pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi,
maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun
hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam
menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai
konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di
mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke
kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka
ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24.
Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia.
Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah
terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan
sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam
masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot.
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala
polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV
bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara
khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal
RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk
konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa
minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western
blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain
(Swierzewski, 2010).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada
tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka
suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV
berikut ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya
AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat
esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel.
Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta),
efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan
rumah dan dilepaskan.

2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang


mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk
mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Zidovudine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari
14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Zidovudine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV
sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu
tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.

3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat


antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,
baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan
dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani
untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan
perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan,
keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang
aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan
untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi
yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72
jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang
memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP
tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS
sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek
samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan
diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah
sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan
vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang
terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah
infeksi primer.

5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis

H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan
daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan
efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic,
psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.

3. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10%
dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang
kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain
yang dapat menjelaskan gejala ini.
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rektal, gatal-gatal dan diare.

4. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai
kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Data Subjektif
a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang
dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Serta jenis kelamin
pasien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial

Data Objektif
a. Aktivitas/istirahat
 Gejala:
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur
 Tanda:
kelemahan otot, menurunnya masa otot. Respons fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi
jantung, pernapasan.
b. Sirkulasi
 Gejala:
Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia),
perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi)
 Tanda:
Takikardia, perubahan TD postural. Menurunnya volume nadi
perifer. Pucat/sianosis; perpanjangan pengisian kapiler
c. Integritas ego
 Gejala:
 Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain,
penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
 Mengkuatirkan penampilan; alopesia, lesi cacat, dan
menurunnya BB
 Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa,
tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan
depresi
 Tanda:
 Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
 Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan
kontak mata yang kurang.
 Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa
dengan gejala yang sama
d. Eliminasi
 Gejala:
 Diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan/tanpa
disertai keram abdominal.
 Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
 Tanda:
 Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
 Diare pekat yang sering.
 Nyeri tekan abdominal.
 Lesi/abses rektal, perianal
 Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
e. Makanan/cairan
 Gejala:
 tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan
mengenali makan, mual/muntah.
 Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.
 Penurunan BB yang cepat atau progresif.
 Tanda:
 dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif
 Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah
subkutan/masa otot.
 Turgor kulit buruk.
 Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan
perubahan warna.
 Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang
tanggal.
 Edema (umum, dependen)
f. Higiene
 Gejala:
tidak dapat menyelesaikan aktivitas
 Tanda:
 memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
 Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan
diri,aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
 Gejala:
 pusing/pening,sakit kepala.
 Perubahan status mental,kehilangan ketajaman atau
kemampuan diri untuk mengatasi masalah,tidak mampu
mengingat dan konsentrasi menurun.
 Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran.
 Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman
penglihatan.
 Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki tampak
menunjukan perubahan paling awal).
 Tanda:
 perubahan status mental dengan rentang antara kacau
mental sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat
kesadaran menurun, apatis, reterdasi psikomotor/respon
melambat.
 Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan
yang tidak realistis.
 Timbul refleks yang tidak normal, menurunnya kekuatan
otot, dan gaya berjalan ataksia.
 Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik
fokalis; hemiparesis, kejang.
 Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV)
h. Nyeri/kenyamanan
 Gejala:
 nyeri umum atao lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki.
 Sakit kepala (keterlibatan SSP)
 Nyeri pada pleuritis
 Tanda:
 pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri
tekan.
 Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan atau
pincang
 Gerak otot melindungi bagian yang sakit
i. Pernapasan
 Gejala:
 ISPA sering, menetap
 Napas pendek yang progresif
 Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-
produktif sputum (tanda awal dari adanya PCP mungkin
batuk spasmodik saat napas dalam)
 Bendungan atau sesak pada dada
 Tanda:
 takipnea, distres pernapasan
 Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas adventisius.
 Sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan
sputum)

J. Keamanan
 Gejala:
 riwayat jatuh, terbakar,pingsan, luka yang lambat proses
penyembuhannya.
 Riwayat menjalani transafusi darah yang sering/berulang
(mis. Hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden
traumatis)
 Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap
lanjut.
 Riwayat atau berulangnya infeksi dengan PHS
 Demam berulang; suhu rendah, peningkatan suhu
intermiten/memuncak; berkeringat malam
 Tanda:
 Perubahan integritas kulit; terpotong, ruam, mis. Eksema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan
ukuran/warna mola; mudah terjadi memar yang tidak bisa
dijelaskan sebabnya.
 Rektum, luka-luka perianal atau abses
 Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada
dua area tubuh atau lebih (mis. Leher, ketiak, paha)
 Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan
pada gaya berjalan.
k. Seksualitas
 Gejala:
 riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual dengan pasangan yang positiv HIV,
pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak
terlindungi, dan seks anal.
 Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan
hubungan seks.
 Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
 Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan
kerentanan terhadap virus pada wanita yang diperkirakan
dapat terpajan karena peningkatan kekeringan/friebilitas
vagina)
 Tanda:
 kehamilan atau resiko terhadp hamil
 Genital: manifestasi kulit (mis. Herpes, kutil); rabas.
l. Interaksi sosial
 Gejala:
 masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis.
Kehilangan kerabat/orang terdekat, teman, pendukung.
Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain,
takut akan penolakkan/kehilangan pendapatan.
 Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual
yang meninggal karena AIDS
 Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak
mampu membuat rencana.
 Tanda:
 Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
 Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan
tujuan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
g. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum
h. gangguan volume cairan berhubungan dengan diare terus-menerus
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang inpormasi tentang
penyakit
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas a. Monitor tanda-tanda a. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan infeksi oportunistik dan infeksi baru.
imunosupresi, malnutrisi dan komplikasinya dengan b. Gunakan teknik aseptik b. Mencegah pasien terpapar
pola hidup yang beresiko. criteria hasil: pada setiap tindakan oleh kuman patogen yang
tak ada tanda-tanda invasif. Cuci tangan diperoleh di rumah sakit.
infeksi baru, lab tidak sebelum meberikan
ada infeksi oportunis, tindakan.
tanda vital dalam batas c. Anjurkan pasien c. Mencegah bertambahnya
normal, tidak ada luka metoda mencegah infeksi
atau eksudat. terpapar terhadap
lingkungan yang
patogen. d. Meyakinkan diagnosis
d. Kumpulkan spesimen akurat dan pengobatan
untuk tes lab sesuai
order. e. Mempertahankan kadar
e. Atur pemberian darah yang terapeutik
antiinfeksi sesuai order
2. Resiko tinggi infeksi (kontak Infeksi HIV tidak a. Anjurkan pasien a. Pasien dan keluarga mau
pasien) berhubungan dengan ditransmisikan, tim atau orang penting dan memerlukan
infeksi HIV, adanya infeksi kesehatan lainnya metode informasikan ini
nonopportunisitik yang dapat memperhatikan mencegah transmisi
ditransmisikan. universal precautions HIV dan kuman
dengan criteria hasil : patogen lainnya.
kontak pasien dan tim b. Gunakan darah dan b. Mencegah transimisi
kesehatan tidak terpapar cairan tubuh infeksi HIV ke orang lain
HIV, tidak terinfeksi precaution bial
patogen lain seperti merawat pasien.
TBC. c. Gunakan masker
bila perlu.
3. Intolerans aktivitas berhubungan Pasien berpartisipasi a. Monitor respon a. Respon bervariasi dari
dengan kelemahan, pertukaran dalam kegiatan, dengan fisiologis terhadap hari ke hari
oksigen, malnutrisi, kelelahan. criteria hasil: aktivitas
bebas dyspnea dan b. Berikan bantuan b. Mengurangi kebutuhan
takikardi selama perawatan yang energy
aktivitas. pasien sendiri tidak
mampu c. Ekstra istirahat perlu jika
c. Jadwalkan perawatan karena meningkatkan
pasien sehingga tidak kebutuhan metabolik
mengganggu
isitirahat.

4. Perubahan nutrisi kurang dari Pasien mempunyai a. Monitor a. Intake menurun


kebutuhan tubuh berhubungan intake kalori dan protein kemampuan dihubungkan dengan
dengan intake yang kurang, yang adekuat untuk mengunyah dan nyeri tenggorokan dan
meningkatnya kebutuhan memenuhi kebutuhan menelan mulut
metabolic, dan menurunnya metaboliknya dengan
absorbsi zat gizi. criteria hasil: b. Monitor BB, intake b. Menentukan data dasar
mual dan muntah dan ouput
dikontrol, pasien makan c. Atur antiemetik c. Mengurangi muntah
TKTP, serum albumin sesuai order
dan protein dalam batas d. Rencanakan diet d. Meyakinkan bahwa
n ormal, BB mendekati dengan pasien dan makanan sesuai dengan
seperti sebelum sakit. orang penting keinginan pasien
lainnya.

5. Diare berhubungan dengan Pasien merasa nyaman a. Kaji konsistensi dan a. Mendeteksi adanya darah
infeksi GI dan mengnontrol diare, frekuensi feses dan dalam feses
komplikasi minimal adanya darah.
dengan criteria hasil: b. Auskultasi bunyi usus b. Hipermotiliti mumnya
perut lunak, tidak dengan diare
tegang, feses lunak dan c. Atur agen c. Mengurangi motilitas
warna normal, kram antimotilitas dan usus, yang pelan,
perut hilang, psilium (Metamucil) emperburuk perforasi
sesuai order pada intestinal
d. Berikan ointment A
dan D, vaselin atau d. Untuk menghilangkan
zinc oside distensi
6. Tidak efektif koping keluarga Keluarga atau orang a. Kaji koping keluarga a. Memulai suatu hubungan
berhubungan dengan cemas penting lain terhadap sakit pasein dalam bekerja secara
tentang keadaan yang orang mempertahankan suport dan perawatannya konstruktif dengan
dicintai. sistem dan adaptasi keluarga.
terhadap perubahan akan
kebutuhannya dengan b. Biarkan keluarga b. Mereka tak menyadari
kriteria hasil : mengungkapkana bahwa mereka berbicara
pasien dan keluarga perasaan secara verbal secara bebas
berinteraksi dengan cara
yang konstruktif c. Ajarkan kepada c. Menghilangkan
keluaraga tentang kecemasan tentang
penyakit dan transmisi melalui kontak
transmisinya. sederhana.

7. Bersihan jalan napas tidak efektif Jalan napas pasien tidak a. Auskultasi bunyi napas a. Memperkirakan adanya
berhubungan dengan ada hambatan, dengan perkembangan
penumpukan sputum kriteria hasil: komplikasi atau infeksi
Tidak mengalami sesak b. Catat kedalaman napas, pernapasan
napas atau sianosis. sianosis, penggunaan b. Takipnea, sianosis, tidak
Bunyi napas normal, otot bantu pernapasan, dapat beristirahat, dan
ronki(-) peningkatan kerja peningkatan napas,
pernapasan menunjukkan kesulitan
pnafasan dan adanya
kebutuhan untuk
meningkatkan
c. Tinggikan kepla tempat pengawasan atau
tidur, usahakan pasien intervnsei medis
untuk berbalik, batuk, c. Meningkatkan fungsi
menarik nafas sesuai pernafasan yang optimal.
kebutuhan.
d. Lakukan fisioterapi
dada, hisap jalan nafas
sesuai kebutuhan d. Membantu membersihkan
e. Kaji perubahan tingkat jalan nafas.
kesadaran
e. Hipoksemia dapat terjadi
f. Berikan periode yang akibat adanya perubahan
cukup diantara waktu tingkat kesadaran.
aktifitas perawatan. f. Menurunkan konsumsi
Pertahankan linkungan O2
yang tenang
g. Pemberian nebulizer
sesuai indikasi

g. Menghacurkan dahak dan


melebarkan jalan nafas
8. Gangguan volume cairan Volume cairan kembali a. Pantau TTV a. Indikator dari volume
berhubungan dengan diare adekuat dengan kriteria Catat peningkatan suhu cairan sirkulasi
terus-menerus hasil: dan durasi demam.
Membran mukosa b. Berikan kompres b. Meningkatkan kebutuhan
lembab, turgor kulit hangat sesuai indikasi metabolime dan diaforesis
baik, tanda-tanda vital dan pertahankan yang berlebihan yang
stabil, haluran urine pakaian tetap kering dihubungkan dengan
adekuat jika terjadi demam demam dalam
meningkatkan kehilangan
cairan tak kasat mata

c. Kaji turgor kulit, c. Indikator tidak langsung


membran mukosa, dan dari status cairan
rasa haus
d. Ukur input dan output d. Mengetahui
cairan keseimbangan dalam
tubuh
e. Kolaborasi pemberian
obat-obatan antidiarea e. Untuk membantu
menurunankan jumlah
dan keenceran feses
9. Kurang pengetahuan Setelah diberikan askep a. Berikan waktu kepada a. Mengetahui sejauh
berhubungan dengan kurang selama 2x24 jam pasien untuk mana ketidak tahuan
inpormasi tentang penyakit diharapkan menyatakan menanyakan apa yang pasien tentang
mengerti tentang tidak di ketahui penyakitnya.
kondisi, pemeriksaan tentang penyakitnya.
diagnostik, rencana
pengobatan, dan b. Kaji ulang proses b. Memberikan
tindakan perawatan diri penyakit dan harapan pengetahuan dasar
preventif dengan criteria yang akan datang dimana pasien dapat
hasil : membuat pilihan
1. Klien mengetahui beradasarkan informasi.
tentang c. Berikan informasi c. Pengetahuan apa yang
penyakit,pencegahan tentang: sumber diharapkan dapat
dan pengobatanya infeksi, tindakan untuk mengurangi ansietas
mencegah penyebaran, dan membantu
jelaskan pemberian mengembankan
antibiotik, kepatuhan klien
pemeriksaan terhadap rencan
diagnostik: tujuan, terapetik.
gambaran singkat,
persiapan yang
dibutuhkan sebelum
pemeriksaan,
perawatan sesudah
pemeriksaan
d. Anjurkan pasien untuk d. Pasien sering

menggunakan obat menghentikan obat

yang diberikan, minum mereka, jika tanda-

sebanyak kurang lebih tanda penyakit mereda.

delapan gelas per hari. Cairan menolong


membilas ginjal.

e. Berikan kesempatan e. Untuk mendeteksi

kepada pasien untuk isyarat indikatif

mengekspresikan kemungkinan

perasaan dan masalah ketidakpatuhan dan

tentang rencana membantu

pengobatan. mengembangkan
penerimaan rencana
terapeutik.

Anda mungkin juga menyukai