Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa
selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan
area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive
dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam
bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang
dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini
kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap
apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-
masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa, antara lain dengan
menggunakan pendekatan berdasarkan Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa.
Perawat secara holistik harus bisa mengintegrasikan prinsip mind-body-spirit dan
modalitas (cara menyatakan sikap terhadap suatu situasi) dalam kehidupan sehari-hari
dan praktek keperawatannya. Terapi komplementer menjadi salah satu cara bagi
perawat untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan menggunakan diri
sendiri sebagai alat atau media penyembuh dalam rangka menolong orang lain dari
masalah kesehatan.
Sebenarnya Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa telah banyak ada di
Indonesia, hanya saja peran perawat belum begitu terlihat. Oleh karenanya makalah ini
dibuat (disusun).

1
B. Ruang Lingkup Penulisan
Sehubungan dengan keterbatasan yang ada pada penulis yaitu waktu, pengalaman
dan pengetahuan serta keterbatasan sumber yang ada, maka dalam penulisan makalah
ini, penulis membatasi ruang lingkup masalahnya pada Terapi Modalitas dalam
Keperawatan Jiwa.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan
Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa/i mampu memahami Pengertian terapi modalitas
b. Agar mahasiwa/i mampu Memahami Jenis-jenis terapi modalitas
c. Agar mahasiswa/i mampu memahami terapi kerja
d. Agar mahasiswa/i mampu memahami terapi modalitas dalam Keperawatan Jiwa
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan studi kasus ini, penulis menggambarkan metode deskriptif
(mula-mula data/fakta dikumpulkan, dianalisa, kemudian disimpulkan). Adapun teknik
pengumpulan datanya dengan Studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa
bahan bacaan dari berbagai referensi sesuai dengan masalah yang dibahas.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di institusi
maupun di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik..
B. Pengertian
Terapi modalitas yaitu suatu terapi yang dilakukan dengan cara melakukan
berbagai pendekatan penanganan pada klien dengan gangguan jiwa. Terapi modalitas
adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang
dimiliki klien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. Dapat juga
didefinisikan terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien dengan
gangguan yang bervariasi yang bertujuan untuk mengubah prilaku klien dengan
gangguan jiwa dengan prilaku maladaptifnya menjadi prilaku yang adaptif.
C. Jenis – jenis Terapi Modalitas
Ada beberapa jenis terapi modalitas, yaitu diantaranya :
1. Terapi Somatik
2. Terapi Psikofarmaka
3. Terapi perilaku
4. Terapi Kelompok (TAK)
5. Terapi Keluarga
6. Terapi Okupasi
7. Terapi Rehabilitasi
8. Terapi Lingkungan

3
BAB III

PEMBAHASAN

A. TERAPI SOMATIK
1. Pengertian
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaftif menjadi perilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.

2. Jenis-jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa


a. Pengikatan
Merupakan tindakan yang paling lama dalam sejarah perawatan jiwa.
Pengikatan dilakukan dengan rantai, diikat dipohon atau dipasung. Tujuan
pengikatan adalah mengamankan lingkungan dari perilaku pasien yang tidak
terkontrol. Saat ini tindakan yang sama masih tetap dilakukan, hanya peralatannya
sudah lebih aman dan perlakuan juga manusiawi. Alat pengikat berupa kamisol,
jaket, ikatan pada pergelangan kaki atau tangan dan berupa selimut yang
dililitkan.
Pada saat akan diikat, perawat mengatakan alasan pengikatan walaupun
pasien belum tentu dalam keadaan siap mendengar. Perhatikan ikatan agar tidak
melukai pasien dan harus dibuka secara periodic agar tidak terjadi kontraktur dan
dapat digerakkan.
Setelah pasien sadar, alasan pengikatan disampaikan lagi, kemudian
diskusikan penyebab pasien marah agar bisa diatasi. Pengikatan janganlah
menjadi senjata untuk menakuti pasien atau menjadi hukuman bagi pasien.
Perlakuan terhadap pasien harus manusiawi karena pasien dilindungi oleh hukum
dan peraturan tentang hak-hak asasi manusia. Alasan pengikatan adalah :
1) Menghindari resiko menciderai diri sendiri atau orang lain
2) Pengobatan yang untuk menurunkan perilaku agresif sudah tidak mempan lagi
3) Mencegah jatuh pada pasien yang sedang bingung
4) Agar pasien bida istirahat
5) Pasien minta sendiri agar perilakunya bisa terkontrol.

Indikasi pengikatan yaitu:


1) Perilaku amuk
2) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
3) Ancaman terhadap infegritas fisik
4) Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal

4
b. Isolasi
Pasien dikurung dalam satu ruangan tersendiri dengan alasan yang sama
dengan pengikatan. Pastikan ruangan aman dan tidak memungkinkan pasien
menyakiti dirinya sendiri. Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di
mana dia tdk dpt keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan
pengisolasian dpt berkisar dari penempatan dalam ruangan yg tertutup, tapi tdk
terkunci sampai pada penempatan dlm ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei
di lantai, kesempatan berkomunikasi yg dibatasi, & pasien memakai pakaian
rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dpt
diterima & hanya digunakan untuk melindungi pasien aiau orang lain. Indikasi
penggunaan:
1) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau orang
lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pe-
ngekangan yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan
2) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.

Kontraindikasi adalah:
1) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
2) Risiko tinggi untuk bunuh diri
3) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4) Hukuman.
c. Terapi Kejang Listrik
Mula-mula pengobatan ini dilakukan pada pasien yang mengalami epilepsi
tetapi akhirnya dipakai pada pasien dengan kondisi lain. Terapi ini dilakukan
dengan memberikan kejutan listrik di kepala melalui elektroda yang ditusukkan di
kulit kepala. Kejutan listrik bisa memberikan dampak pada nerokimia,
neuroendrokrin, dan neuropsikologis seperti dampak obat-obatan antidepresan
dalam waktu yang lama. (Black, 1993). Fink (1990) juga mengatakan bahwa ECT
menghasilkan perubahan pada reseptor neurotransmitter seperti asetilkolin, nor
epinefrin, dopamin dan serotonin sama seperti obat antidepresan. ECT bisa
dilakukan pada :

5
1) pasien yang kekurangan gizi karena dikhawatirkan akan ada komplikasi medis
2) Pasien dengan penyakit jantung yang tidak bisa mentoleransi obat-obat anti
depresan
3) Pasien psikotik yang depresi dan tidak mempan lagi dengan obat
4) Pasien yang pda fase depresi tidak mempan lagi dengan obat
5) Pasien dengan katatonia, karena depresi, atau lesi pada otak

Risiko yang mungkin terjadi sudah sangat diminimalkan dengan peralatan


yang baik, seperti :
1) Risiko patah tulang bisa dihindari dengan pemakaian obat relaksan otot dan
anestesi.
2) Risiko apneu bisa dihindari dengan pemakaian bantuan oksigen dan staf yang
sudah terlatih untuk mengatasinya.
3) Dampak pada kardiovaskuler adalah akut miokard, aritmia, henti jantung,
gagal jantung atau hipertensi.

Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi
merupakan kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi kondisi klien yang
kontra indikasi tersebut adalah:
1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya
fraktur tulang.
4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
5) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.

Indikasi penggunaan adalah:


1) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau
pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat
2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat

6
3) Pasien dengan buttuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan
untuk dapat mencapai efek terapeutik
4) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek
terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan selama
kehamilan

Peran Perawat dalam pemberian ECT Perawat harus mengkaji


pengetahuan dan pendapat pasien dan keluarganya tentang ECT, memberikan
penjelasan dan dukungan agar mereka tidak cemas. Langkah-langkah yang
harus diberikan adalah :
1) Memberikan dukungan emosi dn penjelasan kepada pasien dan keluarganya.
2) Mengkaji kondisi fisik pasien
3) Menyiapkan pasien
4) Mengamati respon pasien setelah ECT
5) Pastikan pasien atau keluarganya sudah memberikan inform consent.

d. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada
sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien
diletakkan lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa
klien berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih
berespon kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh
lamanya terapi juga ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan
kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya
sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar
10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang
positif. Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh

7
kembali segera setelah terapi dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan
mengalami toleransi terhadap terapi ini.

Indikasi penggunaan fototerapi :


Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat
perubahan cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan
atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yg bisa
mencetuskan depresi pd beberapa org.
Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya
gelap terang pada kondisi biologis. Dengan adanya cahaya terang terpapar pada
mata akan merangsang sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yang
berperanan pada depresi.
Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yang terjadi meliputi ketegangan pada mata,
sakit kepala, cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering,
keluar sekresi dari hidung dan sinus.
e. Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60%
klien depresi mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi
selama 1 malam. Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi. Mekanisme
Kerja: Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin
yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala
depresi. Efek Samping : Klien yang didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe
bipolar bila diberikan terapi ini dpt mengalami gejala mania.

8
B. TERAPI PSIKOFARMAKA
1. Pengertian
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup klien (Hawari, 2001).
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,
anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif-
kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer,
neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).
2. Konsep Psikofarmakologi
a. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
b. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
c. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA
(Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
d. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan
menimbulkan kekacauan atau gangguan mental
e. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter
3. Jenis Obat Psikotropik Dibagi Menjadi Beberapa Golongan, diantaranya :
a. Anti Psikotik
Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik:
neuroleptika. Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di
ganglia dan substansia nigra) pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek
farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan
proses berpikir. Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk
gangguan maniak dan paranoid.
1) Efek Samping Antipsikotik
Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)

9
a) Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat
trias gejala parkonsonisme : Tremor: paling jelas pada saat istirahat,
Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat
berjalan, Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku).
b) Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama, Tanda-tanda:
muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol
c) Akathisia ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan,
seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah
bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk. Ketiga efek
samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali
normal).
d) Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah
pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap),
berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang,
anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada
waktu tidur.
e) Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk
efek samping anti kolinergik adalah: Mulut kering, Konstipasi, Pandangan
kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris)
menyebabkan presbiopia, Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan
reseptor adrenergic, Kongesti/sumbatan nasal, Jenis obat anti psikotik
yang sering digunakan: Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ),
Halloperidol disingkat Haldol, Serenase
b. Anti Parkinson
1) Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala
parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.
2) Efek samping: sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.
3) Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).

10
c. Anti Depresan
1) Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa
aminergic neurotransmitter (seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada
sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.
2) Mekanisme kerja obat: Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik
neurotransmitter, Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter,
Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga
terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
3) Efek farmakologi: Mengurangi gejala depresi, Penenang
4) Indikasi: syndroma depresi
5) Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
6) Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem
saraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi,
hipotensi orthostatik.
d. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate
1) Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamin.
2) Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
3) Efek farmakologi: Mengurangi agresivitas, Tidak menimbulkan efek sedative,
Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea
4) Indikasi: Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania
dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat
antipsikotik.
5) Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi
pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
6) Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi,
nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga
menambah keadaan oedema.

11
e. Anti Ansietas (Anti Cemas)
Ansxiolytic agent, termasuk minor tranquilizer. Jenis obat antara lain:
diazepam (chlordiazepoxide). Obat Anti Insomnia: Phenobarbital, Obat Anti
Obsesif Kompulsif: clomipramine, Obat Anti Panik: imipramine
3. Peran Perawat dalam Pemberian Obat Psikofarmaka
Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi : Diagnosa Medis,
Riwayat Penyakit, Hasil Pemeriksaan Laborat ( yang berkaitan ), Jenis obat yang
digunakan, dosis,waktu pemberian, Program terapi yang lain, Mengkombinasi obat
dengan terapi Modalitas, Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang
pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat. Monitoring
efek samping penggunaan obat
4. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka :
Persiapan : Melihat order pemberian obat di lembaran obat ( di status ), Kaji
setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis efek samping
dan cara pemberian, Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat, Kaji kondisi
klien sebelum pengobatan : Lakukan minimal prinsip lima benar, Laksanakan
program pemberian obat, Gunakan pendekatan tertentu, Pastikan bahwa obat telah
terminum, Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat , sebagai aspek
LEGAL !!, Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan,
Menyesuaikan dengan terapi non farmakoterapi, Turut serta dalam penelitian tentang
obat psikofarmaka
5. Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas terakhir yang
penting harus di lakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika :
Emotional Stabil, Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat, Halusinasi,
Agresi, Delusi, Menarik diri menurun, Perilaku Mudah di arahkan, Proses Berpikir ke
Arah Logika, Efek Samping Obat, Tanda – tanda Vital.

12
C. TERAPI PERILAKU
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul
akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan
disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi
jenis ini adalah:
a. Role model
b. Kondisioning operan
c. Desensitisasi sistematis
d. Pengendalian diri
e. Terapi aversi atau releks kondisi

Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh
perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui
praktek dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik
kondisioning operan dan desensitisasi.

Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis memberi


penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh
klien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut
akan dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien. Misalnya seorang klien begitu bangun
tidur langsung ke kamar mandi untuk mandi, perawat memberikan pujian terhadap
perilaku tersebut. Besok pagi klien akan mengulang perilaku segera mandi setelah
bangun tidur karena mendapat umpan balik berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal
ini adalah reward atau penghargaan bagi perilaku positif klien berupa segera mandi
setelah bangun.

Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis
yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara
bertahap memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan
kecemasan tersebut secara bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama
intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap

13
stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau
kecemasannya akan stimulus tersebut.

Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien dapat dilatih dengan
teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif
menjadi kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan
untuk mengendalikan perilaku yang lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan
tingkat distress klien tersebut.

Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif.


Caranya adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku
yang maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus
positif sebagai “punishment” terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien
akan belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif
yang akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.

D. TERAPI KELOMPOK (TAK)


Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam
kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok.Dalam terapi
kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur.Tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap
terminasi.
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase
orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam
interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut
dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai model peran dengan cara
mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal
pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase
permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.
Di fase kerja terapi membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus
pada keadaan here and now.Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok

14
melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi.
Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya
melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling mendukung
di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang
telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam
hubungan interpersonal antar anggota.Peran perawat adalah mendorong anggota
kelompok untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap
setiap perbedaan yang ada.Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota
kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa
mendatang.
E. TERAPI KELUARGA
a. Pengertian
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola
interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga
(Gurman, Kniskern dan Pinsof, 1986).
Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang melihat masalah
individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan
pada proses interpersonal. Terapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan
tujuan membina komunikasi secara terbuka dan interaksi keluarga secara sehat.
b. Tujuan
1) Menurunkan konflik kecemasan keluarga
2) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing
anggota keluarga
3) Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis
4) Mengembangkan hubungan peran yang sesuai
5) Membantu keluarga menghadapi tekanan diri dalam maupun dari luar anggota
keluarga
6) Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat perkembangan
anggota keluarga
c. Perkembangan

15
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh
seorang antropologis bernama Gregory bateson yang meniliti tentang pola
komunikasi pada keluarga pasien Skizofrenia di Palo Alto, California.
Pada pertengahan 1970-an, masyarakat prefesional mulai menganggap
serius perspektif dan terapi keluarga, sejalan dengan itu, buku-buku dan artikel-
artikel bermunculan, begitu juga program pelatihan terapi keluarga (Gale dan
Long, 1996).
Beberapa teori yang mendasari terapi keluarga adalah :
1) Psychodynamic family therapy
Safir mengatakan bahwa ada hubungan antara psikopatologi individual
dengan dinamika keluarga.
Contoh : seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menampilan
suatu “False Self” yang ditampilkan pada saat yang sama juga takut kecewa
dan sulit mempercayai orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini
menyebabkan kesulitan yang serius dalam perkawinannya.
Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika yaitu untuk
menolong anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan
caranya beraksi satu sama lain di dalam keluarga.
Disini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas dengan
membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan
memverbalisasikan pikirannya. Therapist hendaknya tidak secara aktif
melakukan intervensi juga hindari memberi saran dan memanipulasi keluarga.
2) Behavioural Family Therapy
Terapi perilaku dalam keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku
keluarganya untuk menentukan keadaan yang menimbulkan masalah perilaku
itu. Berdasarkan analisis ini, therapist membuat rencana untuk merubah
keadaan tersebut dengan cara intervensi langsung dalam keluarga.
Tujuan utamanya adalah meningkatkan perilaku yang positif yang
diinginkan dan menghilangkan perilaku negative. Hal ini dilakukan dengan
mengatur keluarga sehingga perilaku yang diinginkan diperkuat dengan
member “Reward”.

16
3) Group therapy approaches
Terapi kelompok dapat diterapkan didalam keluarga.
Tujuannya adalah menolong anggota keluarga mendapatkan insight
melalui proses interaksi didalam kelompok. Peranan therapist adalah sebagai
fasilitator dan kadang-kadang menginter prestasi apa yang terjadi pada
anggota kelompok.
Terapi keluarga menggunakan teori komunikasi proses komunikasi yang
terjadi didalam keluarga dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Komunikasi dan kognisi
b) Komunikasi dan kekuatan
c) Komunikasi dan perasaan
4) Structural family therapy
Dikembangkan oleh Salvador Minuchin
Perlu dinilai 6 aspek dari fungsi keluarga. Struktur keluarga yang terdiri dari
susunan yang mengatur transaksi diantara anggota keluarga. Fleksibilitas dari
fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah. “The family
Resonance”pada anggota keluarga dapat saling terikat atau saling
merenggang. Konteks kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang
terdiri dari keluarga besar, tetangga lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari
anggota keluarga supra sistem bisa merupakan sumber stress atau sumber
support dari lingkungan.
d. Indikasi
Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat.
Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :
1) Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga
2) Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan
anggota keluarganya dapat merupakan masalah secara individual.
3) Kesulitan berpisah
4) Terapi keluarga yang berorientasi psikomaktika menyakatakan bahwa terapi
keluarga akan berguna pada keluarga – keluarga dapat fungsi yang didasari
oleh paranoid schizoid, hubunga yang “pra object kurangnnya “ego

17
gounddaries” dan terlalu banyak memakai denial projeksi. “saverely
disorganized family” dan keadaan sosial ekonomi yang sangat buruk.
e. Teknis
Terapi keluarga dilakukan dengan menggunakan tekhnik berikut :
1) Terapi keluarga berstruktur
Terapi keluarga berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan
individu dalam konteks sosialnya. Tujuan adalah mengubah organisasi
keluarga.
2) Terapi individual / perorangan
Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data
yang diperoleh dari atau tentang individu tadi. Pada terapi perorangan
dilakukan pengungkapan pikiran dan perasaan tentang kehidupannya
sekarang, dan orang-orang didalamnya. Riwayatnya perkembangan
konfliknya dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
f. Karakteristik
1) Mempertahankan keseimbangan, fleksibel dan adaptif perubahan tahan
transisi dalam hidup.
2) Problem emosi merupakan bagian dari fungsi tiap individu
3) Kontak emosi dipertahankan oleh tiap generasi dan antar keluarga
4) Hubungan antar keluarga yang erat dan hindari menjauhi masalah
5) Perbedaan antar anggota keluarga mendorong untuk meningkatkan
pertumbuhan dan kreativitas individu.
6) Orang tua dan anak hubungan terbuka.
g. Peran perawat
1) Mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga
2) Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien
untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
3) Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan
4) Memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi dll.

18
F. TERAPI KERJA (OKUPASI)
a. Definisi
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan
dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak
tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi okupasi adalah usaha penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan
tertentu. Terapi okupasi adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan
bagian dari rehabilitas medis. Penekanan terapi ini adalah sebagai pada sensomotorik
dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan mengnibisi
lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kamampuan
anak. Dengan memperhatikan asset (kemampuan) dan Emitasi (keterbatasan) yang
dimiliki anak, terapi ini bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Terapi okupasi adalah prilaku atau kegiatan – kegiatan individu yang akan
dilakukan pada area kerja, perawatan diri dan rekreasi.
Terapi okupasi adalah suatu aktifitas – aktifitas yang secara disadari dapat dilihat,
direncanakan dan menyenangkan.
Terapi okupasi adalah ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditentukan dengan maksud
mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan dalam proses
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Prinsip : Pasien tidak merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan ini sebagai suatu
kebutuhan dan akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup.
b. Tujuan terapi okupasi
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
1) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.
a) Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya.

19
b) Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
c) Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
d) Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
2) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot
dan koordinasi gerakan.
a) Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
b) Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
c) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan
yang dimiliki.
d) Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat,
minat dan potensinya.
e) Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
3) Aktivitas
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi
okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan,
sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan,
keterampilan, minat dan kreativitasnya).
a) Jenis
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan,
olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi,
pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan
mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik pre-
vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi (tamasya,
nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar,
majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
b) Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan
berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik.

20
Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi,
bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
2. Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada
hubungannya dengan klien.
3. Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaanya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4. Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
5. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus
dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6. Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga
dapat mandiri.
7. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
8. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian
dengan kemampuan klien.
4) Indikasi terapi okupasi
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi
sebagai berikut:
a) Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang
disertai dengan kesulitan berkomunikasi.
b) Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap
rangsang tidak wajar.
c) Klien yang mengalami kemunduran.
d) Klien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.
e) Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas.
f) Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung daripada
membayangkan.
5) Karakteristik aktivitas terapi
Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari
aktivitas terapi okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu

21
bagi klien, harus mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah
bertambah buruknya kondisi, dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi,
dan dapat disesuaikan dengan minat klien.
6) Analisa aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan
terapi okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan
atau pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan
manfaatnya bagi klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan
dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan
klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra
indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan
yang dimiliki oleh klien.
7) Proses terapi okupasi
Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:
a) Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis,
perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
b) Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan
diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
c) Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d) Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan
tujuan terapi.
e) Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan
tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan
kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara
periodik, misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.
9) Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari
kondisi klien dan tujuan terapi.

22
a) Metode
Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu
berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan
aktivitas.
Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang
memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman
adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat
dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan
Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins,
Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan
jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu
besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi
informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009)
menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena
interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan
jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu
banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih
terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b) Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun
kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap
kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap
persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja
dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009).

23
G. TERAPI REHABILITASI
a. Pengertian
Rehabilitasi adalah tindakan restorasi bagi kesehatan individu yang mengalami
kecacatan menuju kemampuan yang optimal dan berguna baik segi fisik, mental,
sosial,dan ekonomik, di rumah sakit-rumah sakit, dan pusat-pusat rehabilitasi tertentu.
Rehabilitasi menurut WHO Expert Commitee on Medical Rehabilitation (1969).
Penggunaan secara terpadu dan terkoordinasi dari tindakan medis, social, pendidikan
dan vokasional untuk melatih atau melatihi kembali individu ke arah kemungkinan
tertinggi dari tingkat kemampuan fungsionalnya. Kegiatan ini diberikan dengan
menggunakan sejumlah kegiatan dimana bertujuan membantu pasien
mengembangkan kemampuan kerja dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal bagi
dirinya di masyarakat setelah pulang dirawat di rumah sakit.
b. Tujuan dari Rehabilitasi
1) Mengembalikan kemampuan individu setelah terjadinya gangguan kepada
kondisi/tingkatan fungsi yang optimum.
2) Mencegah kecacatan yang lebih besar.
3) Memelihara kemampuan yang ada/dimiliki oleh pasien.
4) Membantu pasien untuk menggunakan kemampuannya. Rehabilitasi untuk proses
jangka panjang dimana memerlukan program dan sarana yang
mencukupi.keberhasilan dari program rehabilitasi tergantung kepada besarnya
motivasi belajar,pola hidup sebelum dan sesudah sakit dan dukungan dari orang-
orang yag memiliki arti bagi pasien.
5) Tim yang menangani rehabilitasi yaitu tim kesehatan mental yang terdiri dari
dokter,perawat,psikologi,petugas sosial dan petugas terapi okupasional.
c. Kegiatan Pelaksana
Kegiatan pelaksana rehabilitasi dilakukan di dalam rumah sakit, luar rumah sakit
(panti, pusat rehabilitasi), dimulai sejak hari pertama pasien dirawat.
d. Fungsi Perawat Dalam Program Rehabilitasi:
1) Menjaga komplikasi dari akibat gangguan/penyakit diderita pasien
2) Membatasi besarnya gangguan semaksimal mungkin
3) Merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi
e. Jenis - Jenis Kegiatan Rehabilitasi
1) Terapi Okupasional
Adalah ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana menggerakkan
partisipasi individu melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk mengoreksi
masalah-masalah patologik ke arah pemeliharaan dan promosi derajat
kesehatan.Kegiatan di bangsal biasanya berupa kegiatan-kegiatan pada waktu
luang dan kreasi seni untuk menilai kemampuan pasien dalam memenuhi kegiatan
sehari-hari (activities of daily living/ADL).Selain itu diberikan juga kegiatan
pendidikan latihan vokasional untuk bekal bekerja di masyarakat.Dengan terapi ii

24
mendorong pasien untuk mengembangkan minat untuk mempertahankan
keterampilan lama mempelajari keterampilan baru.
2) Terapi Edukasional
Tujuannya adalah membantu pasien untuk meningkatkan harga
dirinya,tidak tertinggal pelajaran karena sedang dirawat dan juga dapat
beradaptasi dengan program pengobatan.
3) Rehabilitasi Vokasional
Yaitu suatu proses dimana pasien dikaji,dilatih dan ditempatkan sesuai
dengan pekerjaannya yang dapat membantunya mendapatkan kepuasan dan
bermakna.
Kegiatan ini didasari kepada kepercayaan bahwa dengan memberinya
pekerjaan akan menghasilkan kreatifitas kepuasan dalam berhubungan sosial
dengan orang lain,meningkatkan kebanggakan dalam menyelesaikan tugas dan
harga diri.
Sebelum mengikuti terapi ini biasanya pasien dilakukan test sikap
ketrampilan,minat,kemudian diminta mengobservasi dan memcoba salah satu
jenis pekerjaan yang diminati,kemudian dinilai kembali untuk diberikan terapi.
f. Tahap-Tahap Rehabilitasi Pasien Gangguan Jiwa
1) Tahap persiapan
Yaitu usaha mempersiapkan pasien dengan menjalankan kegiatan terapi
okupasional, seleksi, evaluasi, dan latihan kerja dalam berbagai jenis pekerjaan.
a) Tahap penyaluran/penempatan
Merupakan usaha pemulangan pasien ke keluarga,tempat kerja atau
masyarakat dan instansi lain yang berfungsi sebagai pengganti
keluarga,disamping usaha resosialisasi
b) Tahap pengawasan
Merupakan tindakan lanjut setelah pasien di salurkan ke
masyarakat,dengan mengadakan kunjungan rumah (visit home) kunjungan
tempat kerja (job visit) dan menyelenggarakan perawatan lanjut (after
care),untuk mengetahui perkembangan pasien,permasalahan yang dihadapi
serta cara-cara pemecahannya.
Sejak tahun 1978 di Indonesia program rehabilitasi dilakukan berdasarkan
kerja sama lintas sektoral melibatkan 3 departemen yaitu Departemen
Kesehatan,Sosial dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui

25
satu program bersama yang membahas tentang Penyelenggarakan Usaha
Rehabiltasi pasien mental.
H. TERAPI LINGKUNGAN
a. Pengertian
Milieu Therapy, berasal dari bahasa perancis yang berarti perencanaan
ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung
kesembuhan.
Pengertian lainya adalah tindakan penyembuhan pasien melalui
manipulasi dan modifikasi unsure-unsur yang ada pada lingkungan dan
berpengaruh positif terhadap fisik dann psikis individu serta mendukung proses
penyembuhan.
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku
adaftif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti
terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.
b. Tujuan
Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri,
mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu
belajar mempercayai orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke
masyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen :
1) Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami
gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangakan
harga diri.
2) Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain
3) Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain
4) Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat, dan
5) Mencapai perubahan yang positif

26
c. Karakteristik
Lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu : mendorong terjadi proses
penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sbb :
1) Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya
2) Pasien merasa senang / nyaman dan tidak merasa takut dengan lingkungannya
3) Kebutuhan – kebutuhan fisik pasien mudah dipahami
4) Lingkungan rumah sakit atau bangsal bersih
5) Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat implus –
implus pasien
6) Personal dari lingkungan rumah sakit /bangsal menghargai pasien sebagai
individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku
pasien sebagai respon adanya stress
7) Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan
dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan
membentuk perilaku yang baru.

Disamping hal tersebut, terapi lingkungan harus memiliki karakteristik :

1) Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada indidvidu dan


kelompok selama 24 jam
2) Adanya proses pertukaran informasi
3) Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan
4) Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak merasa takut baik dari
ancaman psikologis maupun ancaman fisik
5) Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi
terapeutik
6) Staf membagi tanggung jawab bersama pasien
7) Personal dari lingkungan menghargai klien sebagai individu yang memiliki
hak, kebutuhan, dan tanggung jawab.
8) Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
d. Jenis – jenis Lingkungan
1) Lingkungan Fisik

27
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang
merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting nya meliputi :
a. Bentuk dan struktur bangunan
b. Pola interaksi antara masyarakat dan rumah sakit

Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik :

a. Lingkungan fisik yang tetap


b. Lingkungan fisik semi tetap
c. Lingkungan fisik tidak tetap
2) Lingkungan Fisik Tetap
Mencangkup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun
internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan
letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya
kesehatan jiwa masyarakat.
3) Lingkungan Fisik Seni Tetap
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi,
meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan
diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan
satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
4) Lingkungan Fisik Tidak Tetap
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat
dipengaruhi oleh sosial budaya.
5) Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang
memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil
keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.
a. Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
b. Observasi pasien tiap 15 menit
c. Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
d. Penuhi kebutuhan fisik pasien
e. Libatkan keluarga

28
Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam
berinteraksi dengan pasien :
a. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan,
mengubah tingkah laku pasien.
b. Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah
laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan
belajar
c. Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai
anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan
d. Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien
e. Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender
harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas
kesehatan.
6) Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan
a. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
b. Penyelenggara proses sosialisasi
c. Sebagai teknik perawatan
d. Sebagai leader atau pengelola
7) Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan
a. Terapi rekreasi, yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu
luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruksi
dan menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial
b. Terapi kreasi seni, perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau
bekerja sama dengan orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus
sesuai dengan bakat dan minat
c. Dance therapy/menari
d. Terapi musik
e. Terapi dengan menggambar/melukis dengan menggambar akan
menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada
f. Literature / biblio therapy adalah terapi dengan kegiatan membaca seperti
novel, majalah, buku-buku dan kemudian mendiskusikannya. Tujuannya

29
adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan bagaimana
mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan
norma-norma yang ada
g. Pettherapy terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang
tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan
pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri.
h. Planttherapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala
sesuatu/makhluk hidup,dan membantu hubungan yang akrab antara satu
pribadi kepada pribadi lainnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

http://wdnurhaeny.blogspot.com/2010/02/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi-wnes.html

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi.

Keliat,Budi Anna. 2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakara: EGC

Kusmawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Purwaningsih, Wahyu. 2009. Asuhan Keerawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Riyadi, Sujono. 2009. Asuhan Keeperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ann. 2010. Aktivitas Fungsional dan Terapi Rekreasi. 29 Mei 2010. Ann8110 blogspot.
(Diakses 13 Juni 2011) http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2011/05/laporan-
terapi- kelompok.html

31

Anda mungkin juga menyukai