Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit
dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Penyebab gangguan jiwa yang banyak
diderita terjadi karena frustasi, napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya),
masalah keluarga, pekerjaan, organik dan ekonomi. Namun jika dilihat dari persentase,
penyebab tertinggi yaitu karena frustasi. Di Indonesia sendiri berdasarkan (Rikesda tahun
2007) bahwa prevelansi gangguan jiwa berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai
lima penduduk dari 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Angka
gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai 10% dari populasi penduduknya.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa
yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan jiwa itu terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing
model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan
penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif.8
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku yang adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi Modalitas adalah terapi dalam keperawatan
jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat pada pasien
dengan masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan terapi keluarga.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian Terapi Modalitas Somatik


2. Untuk mengetahui Tujuan Terapi Modalitas Somatik
3. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Terapi Somatik Pada Klien Gangguan Jiwa
4. Untuk mengetahui Prinsip Dasar Pelaksanaan Terapi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Modalitas Somatik

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.
Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi keperawatan
keluarga. Terapi modalitas Adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang
bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan
perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Penerapan terapi biologis atau terapi somatic
didasarkan pada model medicaldi mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini
berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni
adalahgangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis.
Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejaladalam
sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi
tertentu. Terapi ini memfokuskan penyembuhan klien dengan bantuanobat-obatan yang
berfungsi sebagai anti depresi.

2.2 Tujuan
Terapi biologi atau somatic diberikan dengan tujuan mengubah perilaku maladaptif
menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalma bentuk perlakuan fisik

2.3 Jenis-Jenis Terapi Somatik Pada Klien Gangguan Jiwa

1. Pengikatan
Merupakan tindakan yang paling lama dalam sejarah perawatan jiwa. Pengikatan
dilakukan dengan rantai, diikat di pohon atau dipasung. Tujuan pengikatan adalah
mengamankan likungan dari perilakupasien yang tidak terkontrol. Saat ini tindakan yang sama
masih tetap dilakukan, hanya peralatannya sudah lebih aman dan perlakuan juga manusiawi.
Alat pengikat berupa kamisol, jaket, ikatan pada pergelangan kaki atau tangan dan berupa
selimut yang dililitkan.

Pada saat akan diikat, perawat mengatakan alasan pengikatan walaupun pasien belum
tentu dalam keadaan siap mendengar. Perhatikan ikatan agar tidak melukai pasien dan harus
dibuka secara periodik agar tidak terjadi kontraktur dan dapat digerakan.

Setelah pasien sadar, alasan pengikatan disampaikan lagi, kemudian didiskusikan


penyebab pasien marah agar bisa diatasi. Pengikatan janganlah menjadi senjata untuk menakuti
pasien atau menjadi hukuman bagi pasien. Perlakuan terhadap pasien harus manusiawi karena
pasien dilindungi oleh hukum dan peraturan tentang hak-hak azazi manusia.

A. Alasan pengikatan adalah :

1) Menghindari risiko menciderai diri sendiri atau orang lain.


2) Pengobatan yang untuk menurunkan perilaku agresif sudah tidak mempan lagi
3) Mencegah jatuh pada pasien yang sedang bingung
4) Agar pasien bisa istirahat
5) Pasien minta sendiri agar perilakunya bisa terkontrol.

B. Indikasi pengikatan yaitu:


1) Perilaku amuk
2) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
3) Ancaman terhadap infegritas fisik
4) Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal

2. Isolasi

Pasien dikurung dalam satu ruangan tersendiri dengan alasan yang sama dengan
pengikatan. Pastikan ruangan aman dan tidak memungkinkan pasien menyakiti dirinya sendiri.
Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt keluar dari ruangan
tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasian dpt berkisar dari penempatan dalam
ruangan yg tertutup, tapi tdk terkunci sampai pada penempatan dlm ruang terkunci dengan
kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg dibatasi, & pasien memakai pakaian
rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dpt diterima & hanya
digunakan untuk melindungi pasien aiau orang lain.

A. Indikasi penggunaan:
1) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau orang lain dan
tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengekangan yang longgar,
seperti kontak interpersonal atau pengobatan
2) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.

B. Kontraindikasi adalah:
1) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
2) Risiko tinggi untuk bunuh diri
3) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4) Hukuman.

3. Terapi Kejang Listrik


Mula-mula pengobatan ini dilakukan pada pasien yang mengalami epilepsi tetapi
akhirnya dipakai pada pasien dengan kondisi lain. Terapi ini dilakukan dengan memberikan
kejutan listrik di kepala melalui elektroda yang ditusukkan di kulit kepala. Kejutan listrik bisa
memberikan dampak pada nerokimia, neuroendrokrin, dan neuropsikologis seperti dampak
obat-obatan antidepresan dalam waktu yang lama. ECT menghasilkan perubahan pada reseptor
neurotransmitter seperti asetilkolin, nor epinefrin, dopamin dan serotonin sama seperti obat
antidepresan.

A. ECT bisa dilakukan pada :

1) pasien yang kekurangan gizi karena dikhawatirkan akan ada komplikasi medis
2) Pasien dengan penyakit jantung yang tidak bisa mentoleransi obat-obat anti depresan
3) Pasien psikotik yang depresi dan tidak mempan lagi dengan obat
4) Pasien yang pda fase depresi tidak mempan lagi dengan obat
5) Pasien dengan katatonia, karena depresi, atau lesi pada otak

Risiko yang mungkin terjadi sudah sangat diminimalkan dengan peralatan yang baik,
seperti :

1. Risiko patah tulang bisa dihindari dengan pemakaian obat relaksan otot dan anestesi.
2. Risiko apneu bisa dihindari dengan pemakaian bantuan oksigen dan staf yang sudah
terlatih untuk mengatasinya.
3. Dampak pada kardiovaskuler adalah akut miokard, aritmia, henti jantung, gagal
jantung atau hipertensi.

Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi merupakan
kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi kondisi klien yang kontra indikasi tersebut
adalah:

1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur
tulang.
4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
5) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.

Indikasi penggunaan adalah:


1) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau pada
pasien yang tidak dapat menggunakan obat
2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat
3) Pasien dengan buttuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk
dapat mencapai efek terapeutik
4) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi
pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan selama kehamilan

Peran Perawat dalam pemberian ECT

Perawat harus mengkaji pengetahuan dan pendapat pasien dan keluarganya tentang
ECT, memberikan penjelasan dan dukungan agar mereka tidak cemas. Langkah-langkah yang
harus diberikan adalah :

1) Memberikan dukungan emosi dn penjelasan kepada pasien dan keluarganya.


2) Mengkaji kondisi fisik pasien
3) Menyiapkan pasien
4) Mengamati respon pasien setelah ECT
5) Pastikan pasien atau keluarganya sudah memberikan inform consent.

4. Fototerapi

Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya
duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.

Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien
berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau
diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh
kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan
selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan
cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.

Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi
dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.

A. Indikasi penggunaan fototerapi:

Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan
cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim
dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yg bisa mencetuskan depresi pd
beberapa org.

B. Mekanisme Kerja:

Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang
pada kondisi biologis. Dengan adanya cahaya terang terpapar pada mata akan merangsang
sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yang berperanan pada depresi.

C. Efek Samping :

Kebanyakan efek samping yang terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala,
cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung
dan sinus.
5. Terapi deprivasi tidur

Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan cara
mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi
mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya
lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.

A. Indikasi :

Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.

B. Mekanisme Kerja:

Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang
berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.

C. Efek Samping :

Klien yang didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi
ini dpt mengalami gejala mania.

2.4 Prinsip Dasar Pelaksanaan Terapi

Penerapan terapi biologi satu terapi somatic didasarkan pada model medical dimana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
mempertimbangkan adanya kelainan patofisiologi. Tekanan model medical adalah pengkajian
spesifik dan pengelompokkan gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya
akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam
upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi
modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi keperawatan keluarga. Terapi
modalitas Adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang
bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal
adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan tindakan yang
ditujukan pada kondisi fisik klien. Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan
pada model medicaldi mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan
model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalahgangguan pada
jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis.
DAFTAR PUSTAKA

Widodo, Arif. 2004. Terapi Modalitas Keperawatan Mental Psikiatri.

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kusumawati, F dan Hartono Y. 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


SalembaMedika.

Anda mungkin juga menyukai