Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat diberikan
pada pasien gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan berbagai bentuk
penyimpangan perilaku dengan penyebab pasti belum jelas. Oleh karenanya,
diperlukan pengkajian secara mendalam untuk mendapatkan faktor pencetus
dan pemicu terjadinya gangguan jiwa. Selain itu, masalah kepribadian awal,
kondisi fisik pasien, situasi keluarga, dan masyarakat juga memengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.

Maramis mengidentifikasi penyebab gangguan dapat berasal dari masalah


fisik, kondisi kejiwaan (psikologis), dan masalah sosial (lingkungan). Apabila
gangguan jiwa disebabkan karena masalah fisik, yaitu terjadinya gangguan
keseimbangan neurotransmiter yang mengendalikan perilaku manusia, maka
pilihan pengobatan pada farmakologi. Apabila penyebab gangguan jiwa karena
masalah psikologis, maka dapat diselesaikan secara psikologis. Apabila
penyebab gangguan karena masalah lingkungan sosial, maka pilihan terapi
difokuskan pada manipulasi lingkungan. Dengan demikian, berbagai macam
terapi dalam keperawatan kesehatan jiwa dapat berupa somatoterapi,
psikoterapi, dan terapi lingkungan (Maramis, 1998 dalam Endang Hantik,
2015).

Konsep terapi modalitas dalam keperawatan kesehatan jiwa terus mengalami


perkembangan disesuaikan dengan masalah yang dialami pasien, intervensi
keperawatan disesuaikan dengan penyebab utama terjadinya masalah
keperawatan. Pada pemberian somatoterapi (terapi somatik), peran perawat
difokuskan pada pengenalan jenis farmakoterapi yang diberikan,
mengidentifikasi efek samping, dan kolaborasi penanganan efek samping
obat. Pada pemberian terapi kejang listrik (electroconvulsive therapyECT)
peran perawat adalah menyiapkan pasien dan mengevaluasi kondisi pasien
setelah mendapatkan terapi kejang listrik.

Pada kelompok psikoterapi, perawat dapat memberikan berbagai upaya


pencegahan dan penanganan perilaku agresif, intervensi krisis, serta
mengembangkan terapi kognitif, perilaku, dan berbagai terapi aktivitas
kelompok. Pada kelompok terapi lingkungan, perawat perlu mengidentifikasi
perlunya pelaksanaan terapi keluarga, terapi lingkungan, terapi okupasi, dan
rehabilitasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah itu terapi biologis ?
2. Apa saja jenis dari terapi biologis ?
3. Bagaimana peran perawat dalam pemberian ETC?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui itu terapi biologis
2. Untuk mengeyahui saja jenis dari terapi biologis
3. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemberian ETC
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Terapi Biologis


Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di
mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model
konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan
pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis.
Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala
dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan
biokimiawi tertentu.
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
Walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien tetapi target terapi adalah
prilaku klien.

B. JENIS TERAPI BIOLOGIS


Jenis terapi somatik pd klien gangguan jiwa antara lain:
a. Pengikatan
1. Pengekangan fisik
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik,
seperti manset utk pergelangan tangan & pergelangan kaki, serta
seperai pengekang, begitu pula isolasi, yaitu dengan menempatkan
pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt keluar atas kemauannya
sendiri.
2. Pengekangan mekanik
Jenis pengekangan mekanik adalah
a) camisoles (jaket pengekang)
b) pengekang dgn manset utk pergelangan tangan
c) pengekangan dgn manset untuk pergelangan kaki.
d) pengekangan dengan seprei.
3. Indikasi pengekangan
Indikasi pengekangan yaitu:
a) Perilaku amuk
b) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
pengobatan
c) Ancaman terhadap infegritas fisik
d) Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal
b. Isolasi
Pengertian
Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt
keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan
pengisolasian dpt berkisar dari penempatan dalam ruangan yg tertutup,
tapi tdk terkunci sampai pada penempatan dlm ruang terkunci dengan
kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg dibatasi, &
pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat.
Penggunaan kain terpal kurang dpt diterima & hanya digunakan untuk
melindungi pasien aiau orang lain.
Indikasi penggunaan
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien
atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan
intervensi pengekangan yang longgar, seperti kontak interpersonal
atau pengobatan
2. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
Kontraindikasi
1. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
2. Risiko tinggi untuk bunuh diri
3. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4. Hukuman.
c. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang
daripada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di
depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa
klien berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain
lebih berespon kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan
selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh kekuatan cahaya yang
digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan
selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan
terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit
sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif.
Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh
kembali segera setelah terapi dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk
akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.
1. Indikasi
Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat
perubahan cuaca (seasonal affective disorder (SAD)), misalnya pada
musim hujan atau musim dingin (winter) di mana terjadi hujan,
mendung terus menerus yang bisa mencetuskan depresi pada beberapa
orang.
2. Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya
gelap terang pd kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar
pd mata akan merangsang sistem neurotransmiter serotonin & dopamin
yang berperanan pada depresi.

3. Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata,
sakit kepala, cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata
menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan sinus.
d. Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kepada klien degn cara
mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa
60% klien depresi mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya
dikurangi selama 1 malam. Umumnya lama penurangan jam tidur efektif
sebanyak 3,5 jam.
1. Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
2. Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah
neuroendokrin yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah
menurunnya gejala-gejala depresi.
3. Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila
diberikan terapi ini dapat mengalami gejala mania.

C. Peran Perawat Dalam Pemberian Electroconvulsive Therapy - Ect


Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan pada pasien
gangguan jiwa, menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan bangkitan kejang
umum, berlangsung sekitar 25150 detik dengan menggunakan alat khusus yang
dirancang aman untuk pasien. Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan
pada otak melalui dua elektroda dan ditempatkan pada bagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran terapeutik untuk menimbulkan
kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik tonik-klonik umum.
Namun, sebetulnya yang memegang peran penting bukanlah kejang yang
ditampilkan secara motorik, melainkan respons bangkitan listriknya di otak yang
menyebabkan terjadinya perubahan faali dan biokimia otak.

Indikasi pemberian terapi ini adalah sebagai berikut.


1. Depresi berat dengan retardasi motorik, waham (somatik dan
bersalah, tidak ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, ada
ide bunuh diri yang menetap, serta kehilangan berat badan yang
berlebihan).
2. Skizofrenia terutama yang akut, katatonik, atau mempunyai gejala
afektif yang menonjol.
3. Mania.
Kontraindikasi pemberian terapi ini antara lain sebagai berikut.
1. Tumor intrakranial, hematoma intrakranial.
2. Infark miokardiak akut.
3. Hipertensi Berat
Efek samping pemberian terapi ini meliputi hal berikut.
1. Aritmia jantung.
2. Apnea berkepanjangan.
3. Reaksi toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan untuk
ECT.
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum pelaksanaan ECT adalah sebagai
berikut.
1. Persiapan
a. Kelengkapan surat informed consent.
b. Alat-alat yang diperlukan.
1) Tempat tidur beralas papan
2) Alat ECT lengkap
3) Kasa basah untuk lapisan elekroda
4) Alat untuk mengganjal gigi
5) Tabung oksigen dan perlengkapannya
6) Alat pengisap lendir
7) Alat suntik dan obat-obat untuk persiapan kondisi gawat
darurat
c. Tindakan perawat pada tahap persiapan sesuai
dengan peran sebagai pelaksanan dan pendidik.
1) Melakukan pemeriksaan fisik pasien secara menyeluruh
sebelum diputuskan untuk melakukan ECT (walaupun tidak
ada kontraindikasi).
a) Fungsi vital
b) EKG
c) Rontgen kepala dan rontgen toraks serta rontgen tulang
belakang
d) EEG
e) CT scan
f) Pemeriksaan darah dan urine
2) Menjelaskan kepada pasien untuk berpuasa (tidak makan
dan minum) minimal 6 jam sebelum ECT.
3) Menjelaskan kepada pasien akan diberikan premedikasi.
4) Mengobservasi keadaan pasien dan menjelaskan tentang
ECT agar pasien tidak cemas.
5) Menanyakan dan menjelaskan kepada pasien untuk
tidak memakai gigi palsu, perhiasan, ikat rambut, ikat
pinggang.
d. Tenaga perawat yang akan membantu sebanyak 34 orang.
2. Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan dalam posisi terlentang tanpa bantal dan
pakaian longgar.
b. Bantalan gigi dipasang dan ditahan oleh seorang perawat
pada rahang bawah. Perawat yang lain menahan bagian bahu,
pinggul, dan lutut secara fleksibel agar tidak terjadi gerakan
yang mungkin menimbulkan dislokasi atau fraktur akibat
terjadinya kejang-kejang.
c. Aliran listrik diberikan melalui elektroda di pelipis kiri dan
kanan yang telah dilapisi dengan kasa basah. Sebelumnya
dokter/psikiater telah mengatur waktu dan besarnya aliran
listrik yang diberikan.
d. Sesaat setelah aliran listrik diberikan, maka akan terjadi kejang-
kejang yang didahului oleh fase kejang tonik-klonik, serta
timbul apnea beberapa saat dan baru terjadi kembali
pernapasan spontan.
e. Saat menunggu pernapasan kembali merupakan saat yang
penting. Bila apnea berlangsung terlalu lama, maka perlu
dibantu dengan pemberian oksigen dan pernapasan buatan
atau tindakan lain yang diperlukan.
3. Observasi pasca-ECT
Pada fase ini perawat harus mengobservasi dan mengantisipasi
tindakan yang harus dilakukan karena kesadaran pasien belum
pulih walaupun kondisi vital telah berfungsi normal kembali (tetap
monitor kondisi vital). Selain itu, harus tetap berada didamping
pasien agar pasien menjadi aman dan nyaman. ECT biasanya
diberikan dalam satu seri yang terdiri atas 612 kali (kadang-
kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 23
kali per minggu.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model
medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda
dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa
murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan
adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah
pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik.
Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
Jenis terapi biologis meliputi terapi obat, terapi elektrokonvulsif dan terapi
psikosurgery. Pada gangguan jiwa di lakukan terapi biologis seperti
pengikatan, isolasi, terapi kejang listrik, dan fototerapi

B. SARAN
Sampai dengan saat ini belum ada jenis terapi modalitas tunggal yang
dapat mengatasi semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi
modalitas merupakan suatu keharusan. Untuk itu perawat mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mengkombinasikan berbagai terapi
modalitas sehingga perubahan prilaku yang di capai akan maksimal. Untuk
mencapai langkah ini tentu di perlukan tingkatan kemampuan perawat
dalam melaksanakan berbagai pendekatan/strategi terapi modalitas ini.
Belajar berkelanjutan karenanya menjadi hal yang wajib di lakukan bagi
setiap perawat jiwa
DAFTAR PUSTAKA

Sue, D., Sue, D. W., Sue, S. Understanding Abnormal Behavior. 2010. USA:
Wadsworth, Cengage Learning.

Yusuf, Ah.Rzky F,Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
TUGAS KEPERAWATAN JIWA
TERAPI BIOLOGIS

OLEH : KELOMPOK 5

1. Ni Kadek Krisna Dwiyanti (C1114045)


2. Ni Putu Srinadi (C1114050)
3. Ni Putu Desinta Mitasari (C1114056)
4. Ni Putu Sulistyawati (C1114062)
5. Komang Trisna Ratna Dewi (C1114067)
6. Ni Kadek Yosi Purnawati (C1114074)
7. Yuliana Putri Swastika (C1114200)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2017

Anda mungkin juga menyukai