KEKERASAN
Disusun oleh
KELOMPOK 3
ANANDA PRATIWI
SOFIA JAMILA
NOFIA
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga kami dapat
menyelesaikan askep yang berjudul: “TERAPI BIOLOGI PADAPASIEN GANGGUAN
JIWA PERILAKU KEKERASAN ”.
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDALUAN
Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat diberikan pada
pasien gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan berbagai bentuk penyimpangan perilaku
dengan penyebab pasti belum jelas. Oleh karenanya, diperlukan pengkajian secara mendalam
3
untuk mendapatkan faktor pencetus dan pemicu terjadinya gangguan jiwa. Selain itu, masalah
kepribadian awal, kondisi fisik pasien, situasi keluarga, dan masyarakat juga memengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.
Maramis mengidentifikasi penyebab gangguan dapat berasal dari masalah fisik, kondisi
kejiwaan (psikologis), dan masalah sosial (lingkungan). Apabila gangguan jiwa disebabkan
karena masalah fisik, yaitu terjadinya gangguan keseimbangan neurotransmiter yang
mengendalikan perilaku manusia, maka pilihan pengobatan pada farmakologi. Apabila
penyebab gangguan jiwa karena masalah psikologis, maka dapat diselesaikan secara
psikologis. Apabila penyebab gangguan karena masalah lingkungan sosial, maka pilihan
terapi difokuskan pada manipulasi lingkungan. Dengan demikian, berbagai macam terapi
dalam keperawatan kesehatan jiwa dapat berupa somatoterapi, psikoterapi, dan terapi
lingkungan (Maramis, 1998 dalam Endang Hantik, 2015).
BAB II PEMBAHASAN
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
4
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Pasien dengan perilaku kekerasan
adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang
tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan
Jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa perilaku kekerasan antara lain:
a. Pengikatan
1. Pengekangan fisik
utk pergelangan tangan & pergelang¬an kaki, serta seperai pengekang, begitu pula
isolasi, yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt
2. Pengekangan mekanik
5
c) pengekangan dgn manset untuk pergelangan kaki.
3. Indikasi pengekangan
a) Perilaku amuk
b. Isolasi
Pengertian
Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt keluar dari
penempat¬an dalam ruangan yg tertutup, tapi tdk terkunci sampai pa¬da penempatan
dlm ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg
dibatasi, & pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat.
Penggunaan kain terpal kurang dpt diterima & hanya di¬gunakan untuk melindungi
Indikasi penggunaan
lain dan tidak dapat di¬kendalikan oleh orang lain dengan intervensi
Kontraindikasi
6
3. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4. Hukuman.
c. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien
biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi
mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien
berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon
kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga
ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar
2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan
depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30
menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi
dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi
ini.
1. Indikasi
Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan
cuaca (seasonal affective disorder (SAD)), misalnya pada musim hujan atau
musim dingin (winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yang bisa
7
2. Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang
pd kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang
3. Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala,
cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kepada klien degn cara mengurangi
jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi
2. Mekanisme Kerja:
depresi.
3. Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini
8
2.3 Peran Perawat Dalam Pemberian Electroconvulsive Therapy – Ect
Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan pada pasien gangguan
jiwa, menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung
sekitar 25–150 detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk pasien.
Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak melalui dua elektroda dan
ditempatkan pada bagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran
terapeutik untuk menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik
tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya yang memegang peran penting bukanlah kejang yang
1. Depresi berat dengan retardasi motorik, waham (somatik dan bersalah, tidak
ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, ada ide bunuh diri yang
yang menonjol.
3. Mania.
3. Hipertensi Berat
1. Aritmia jantung.
2. Apnea berkepanjangan.
9
3. Reaksi toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan untuk ECT.
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum pelaksanaan ECT adalah sebagai berikut.
1. Persiapan
kontraindikasi).
a) Fungsi vital
b) EKG
d) EEG
e) CT scan
10
3) Menjelaskan kepada pasien akan diberikan premedikasi.
2. Pelaksanaan
longgar.
b. Bantalan gigi dipasang dan ditahan oleh seorang perawat pada rahang
bawah. Perawat yang lain menahan bagian bahu, pinggul, dan lutut
c. Aliran listrik diberikan melalui elektroda di pelipis kiri dan kanan yang
3. Observasi pasca-ECT
Pada fase ini perawat harus mengobservasi dan mengantisipasi tindakan yang harus
dilakukan karena kesadaran pasien belum pulih walaupun kondisi vital telah berfungsi
11
normal kembali (tetap monitor kondisi vital). Selain itu, harus tetap berada didamping pasien
agar pasien menjadi aman dan nyaman. ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri
atas 6–12 kali (kadang-kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 2–3 kali
per minggu
3.1 Kesimpulan
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
12
mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah
pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
Jenis terapi biologis meliputi terapi obat, terapi elektrokonvulsif dan terapi psikosurgery.
Pada gangguan jiwa di lakukan terapi biologis seperti pengikatan, isolasi, terapi kejang
3.2 saran
Sampai dengan saat ini belum ada jenis terapi modalitas tunggal yang dapat mengatasi
semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi modalitas merupakan suatu keharusan.
Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengkombinasikan
berbagai terapi modalitas sehingga perubahan prilaku yang di capai akan maksimal. Untuk
mencapai langkah ini tentu di perlukan tingkatan kemampuan perawat dalam melaksanakan
Daftar Pustaka
Sue, D., Sue, D. W., Sue, S. Understanding Abnormal Behavior. 2010. USA: Wadsworth,
Cengage Learning.
Yusuf, Ah.Rzky F,Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
13
14