Anda di halaman 1dari 14

TERAPI BIOLOGI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA PERILAKU

KEKERASAN

Disusun oleh

KELOMPOK 3

ANANDA PRATIWI

SOFIA JAMILA

NOFIA

Akademi keperawatan justitia palu

Prodi DIII Keperawatan

Tahun ajaran 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga kami dapat
menyelesaikan askep yang berjudul: “TERAPI BIOLOGI PADAPASIEN GANGGUAN
JIWA PERILAKU KEKERASAN ”.

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDALUAN

2.1 LATAR BELAKANG

Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat diberikan pada
pasien gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan berbagai bentuk penyimpangan perilaku
dengan penyebab pasti belum jelas. Oleh karenanya, diperlukan pengkajian secara mendalam

3
untuk mendapatkan faktor pencetus dan pemicu terjadinya gangguan jiwa. Selain itu, masalah
kepribadian awal, kondisi fisik pasien, situasi keluarga, dan masyarakat juga memengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.

Maramis mengidentifikasi penyebab gangguan dapat berasal dari masalah fisik, kondisi
kejiwaan (psikologis), dan masalah sosial (lingkungan). Apabila gangguan jiwa disebabkan
karena masalah fisik, yaitu terjadinya gangguan keseimbangan neurotransmiter yang
mengendalikan perilaku manusia, maka pilihan pengobatan pada farmakologi. Apabila
penyebab gangguan jiwa karena masalah psikologis, maka dapat diselesaikan secara
psikologis. Apabila penyebab gangguan karena masalah lingkungan sosial, maka pilihan
terapi difokuskan pada manipulasi lingkungan. Dengan demikian, berbagai macam terapi
dalam keperawatan kesehatan jiwa dapat berupa somatoterapi, psikoterapi, dan terapi
lingkungan (Maramis, 1998 dalam Endang Hantik, 2015).

Konsep terapi modalitas dalam keperawatan kesehatan jiwa terus mengalami


perkembangan disesuaikan dengan masalah yang dialami pasien, intervensi keperawatan
disesuaikan dengan penyebab utama terjadinya masalah keperawatan. Pada pemberian
somatoterapi (terapi somatik), peran perawat difokuskan pada pengenalan jenis farmakoterapi
yang diberikan, mengidentifikasi efek samping, dan kolaborasi penanganan efek samping
obat. Pada pemberian terapi kejang listrik (electroconvulsive therapy—ECT) peran perawat
adalah menyiapkan pasien dan mengevaluasi kondisi pasien

2.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah itu terapi biologis dan pasien perilaku kekerasan ?
2. Apa saja jenis dari terapi biologis ?
3. Bagaimana peran perawat dalam pemberian ET

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Biologis dan Pasien perilaku kekerasan

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana

gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang

4
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak

mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah

pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal

dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Pasien dengan perilaku kekerasan

adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang

tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang

tidak dapat dibatasi

Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan

tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan

melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan

adalah fisik klien tetapi target terapi adalah prilaku klien.

2.2 JENIS TERAPI BIOLOGIS

Jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa perilaku kekerasan antara lain:

a. Pengikatan

1. Pengekangan fisik

Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan me¬kanik, seperti manset

utk pergelangan tangan & pergelang¬an kaki, serta seperai pengekang, begitu pula

isolasi, yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt

keluar atas kemauannya sendiri.

2. Pengekangan mekanik

Jenis pengekangan mekanik adalah

a) camisoles (jaket pengekang)

b) pengekang dgn manset utk pergelangan tangan

5
c) pengekangan dgn manset untuk pergelangan kaki.

d) pengekangan dengan seprei.

3. Indikasi pengekangan

Indikasi pengekangan yaitu:

a) Perilaku amuk

b) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan

c) Ancaman terhadap infegritas fisik

d) Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal

b. Isolasi

 Pengertian

Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt keluar dari

ruangan tersebut sesuai kehen¬daknya. Tingkatan pengisolasian dpt berkisar dari

penempat¬an dalam ruangan yg tertutup, tapi tdk terkunci sampai pa¬da penempatan

dlm ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg

dibatasi, & pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat.

Penggunaan kain terpal kurang dpt diterima & hanya di¬gunakan untuk melindungi

pasien aiau orang lain.

 Indikasi penggunaan

1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial mem¬bahayakan pasien atau orang

lain dan tidak dapat di¬kendalikan oleh orang lain dengan intervensi

pe¬ngekangan yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan

2. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.

 Kontraindikasi

1. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik

2. Risiko tinggi untuk bunuh diri

6
3. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori

4. Hukuman.

c. Fototerapi

Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan

memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien

biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi

mata.

Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien

berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon

kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga

ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar

2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan

depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30

menit sehari.

Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien

membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi

dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi

ini.

1. Indikasi

Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan

cuaca (seasonal affective disorder (SAD)), misalnya pada musim hujan atau

musim dingin (winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yang bisa

mencetuskan depresi pada beberapa orang.

7
2. Mekanisme Kerja :

Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang

pd kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang

sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yang berperanan pada depresi.

3. Efek Samping :

Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala,

cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi

dari hidung dan sinus.

d. Terapi deprivasi tidur

Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kepada klien degn cara mengurangi

jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi

mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam.

Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.

1. Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.

2. Mekanisme Kerja:

Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin

yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala

depresi.

3. Efek Samping :

Klien yg didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini

dapat mengalami gejala mania

8
2.3 Peran Perawat Dalam Pemberian Electroconvulsive Therapy – Ect

Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan pada pasien gangguan

jiwa, menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung

sekitar 25–150 detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk pasien.

Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak melalui dua elektroda dan

ditempatkan pada bagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran

terapeutik untuk menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik

tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya yang memegang peran penting bukanlah kejang yang

ditampilkan secara motorik, melainkan respons bangkitan listriknya di otak yang

menyebabkan terjadinya perubahan faali dan biokimia otak.

Indikasi pemberian terapi ini adalah sebagai berikut.

1. Depresi berat dengan retardasi motorik, waham (somatik dan bersalah, tidak

ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, ada ide bunuh diri yang

menetap, serta kehilangan berat badan yang berlebihan).

2. Skizofrenia terutama yang akut, katatonik, atau mempunyai gejala afektif

yang menonjol.

3. Mania.

Kontraindikasi pemberian terapi ini antara lain sebagai berikut.

1. Tumor intrakranial, hematoma intrakranial.

2. Infark miokardiak akut.

3. Hipertensi Berat

Efek samping pemberian terapi ini meliputi hal berikut.

1. Aritmia jantung.

2. Apnea berkepanjangan.

9
3. Reaksi toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan untuk ECT.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum pelaksanaan ECT adalah sebagai berikut.

1. Persiapan

a. Kelengkapan surat informed consent.

b. Alat-alat yang diperlukan.

1) Tempat tidur beralas papan

2) Alat ECT lengkap

3) Kasa basah untuk lapisan elekroda

4) Alat untuk mengganjal gigi

5) Tabung oksigen dan perlengkapannya

6) Alat pengisap lendir

7) Alat suntik dan obat-obat untuk persiapan kondisi gawat darurat

c. Tindakan perawat pada tahap persiapan sesuai dengan

peran sebagai pelaksanan dan pendidik.

1) Melakukan pemeriksaan fisik pasien secara menyeluruh sebelum

diputuskan untuk melakukan ECT (walaupun tidak ada

kontraindikasi).

a) Fungsi vital

b) EKG

c) Rontgen kepala dan rontgen toraks serta rontgen tulang belakang

d) EEG

e) CT scan

f) Pemeriksaan darah dan urine

2) Menjelaskan kepada pasien untuk berpuasa (tidak makan dan

minum) minimal 6 jam sebelum ECT.

10
3) Menjelaskan kepada pasien akan diberikan premedikasi.

4) Mengobservasi keadaan pasien dan menjelaskan tentang ECT agar

pasien tidak cemas.

5) Menanyakan dan menjelaskan kepada pasien untuk tidak memakai

gigi palsu, perhiasan, ikat rambut, ikat pinggang.

d. Tenaga perawat yang akan membantu sebanyak 3–4 orang.

2. Pelaksanaan

a. Pasien ditidurkan dalam posisi terlentang tanpa bantal dan pakaian

longgar.

b. Bantalan gigi dipasang dan ditahan oleh seorang perawat pada rahang

bawah. Perawat yang lain menahan bagian bahu, pinggul, dan lutut

secara fleksibel agar tidak terjadi gerakan yang mungkin menimbulkan

dislokasi atau fraktur akibat terjadinya kejang-kejang.

c. Aliran listrik diberikan melalui elektroda di pelipis kiri dan kanan yang

telah dilapisi dengan kasa basah. Sebelumnya dokter/psikiater telah

mengatur waktu dan besarnya aliran listrik yang diberikan.

d. Sesaat setelah aliran listrik diberikan, maka akan terjadi kejang-kejang

yang didahului oleh fase kejang tonik-klonik, serta timbul apnea

beberapa saat dan baru terjadi kembali pernapasan spontan.

e. Saat menunggu pernapasan kembali merupakan saat yang penting. Bila

apnea berlangsung terlalu lama, maka perlu dibantu dengan pemberian

oksigen dan pernapasan buatan atau tindakan lain yang diperlukan.

3. Observasi pasca-ECT

Pada fase ini perawat harus mengobservasi dan mengantisipasi tindakan yang harus

dilakukan karena kesadaran pasien belum pulih walaupun kondisi vital telah berfungsi

11
normal kembali (tetap monitor kondisi vital). Selain itu, harus tetap berada didamping pasien

agar pasien menjadi aman dan nyaman. ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri

atas 6–12 kali (kadang-kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 2–3 kali

per minggu

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana

gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang

memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak

12
mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah

pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal

dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.

Jenis terapi biologis meliputi terapi obat, terapi elektrokonvulsif dan terapi psikosurgery.

Pada gangguan jiwa di lakukan terapi biologis seperti pengikatan, isolasi, terapi kejang

listrik, dan fototerapi

3.2 saran

Sampai dengan saat ini belum ada jenis terapi modalitas tunggal yang dapat mengatasi

semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi modalitas merupakan suatu keharusan.

Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengkombinasikan

berbagai terapi modalitas sehingga perubahan prilaku yang di capai akan maksimal. Untuk

mencapai langkah ini tentu di perlukan tingkatan kemampuan perawat dalam melaksanakan

berbagai pendekatan/strategi terapi modalitas ini. Belajar berkelanjutan karenanya menjadi

hal yang wajib di lakukan bagi setiap perawat jiwa

Daftar Pustaka

.Vithiya Chandra Sagaran1, Menkher Manjas Rosfita Rasyid3, 589.Ann, ISACCS.


(2009 ). Keprawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik 

Sue, D., Sue, D. W., Sue, S. Understanding Abnormal Behavior. 2010. USA: Wadsworth,
Cengage Learning.

Yusuf, Ah.Rzky F,Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

13
14

Anda mungkin juga menyukai