Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fadila Renata A P

NIM : 201802105

Prodi : Keperawatan 4C

KONSEP MODEL ASUHAN KEPERAWATAN JIWA MEDIK


(MAYER,KRAEPLIN,SPITZER,FRANCES)

Model medikal mengacu pada perawatan psikiatri yang didasarkan pada hubungan dokter-
pasien. Ini berfokus pada diagnosis penyakit mental, dan pengobatan selanjutnya didasarkan pada
diagnosis ini. Perawatan somatik, termasuk farmakoterapi dan electroconvulsive adalah komponen
penting dari proses pengobatan. Aspek interpersonal model medis sangat bervariasi, dari wawasan
intensif berorientasi intervensi untuk sesi singkat yang melibatkan manajemen medis obat. (Stuart dan
Larai, 1998, Hal. 61).

Model yang dikemukakan oleh Meyer, Kraeplin, Spitzer dan Frances ini mengemukakan
bahwa  prilaku disebabkan oleh penyakit biologis. Gejala-gajala ini timbul akibat kombinasi
faktor-faktor fisiologis, genetik, lingkungan, dan social. Prilaku menyimpang berhubungan
dengan toleransi pasien terhadap stress (Stuart &Laraia , 2001, Hal. 56).

Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifaktor yang
kompleks meliputi: aspekfisik, genetik, lingkungan dan faktorsosial.
Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik,
terapisomatik, farmakologikdanteknik interpersonal. Diagnosa penyakit didasarkan pada kondisi
yang ada dan informasi historis serta pemeriksaan diagnostik. Pengobatan meliputi terapi
somatik dan farmakologis selain berbagai teknik interpersonal. Peran pasien disini mengikuti
program terapi yang dianjurkan dan melaporkan efek terapi kepada ahli terapi. Pasien menjalani
terapi jangka panjang jika diperlukan. Ahli terapi menggunakan terapi somatik dan terapi
interpersonal. Ahli terapi menegakkan diagnosis penyakit dan menentukan pendekatan
terapeutik (Stuart &Laraia , 2001, Hal. 56).

Disini adalah beberapa terapi yang bisa diberikan kepada klien yang mengalami
gangguan dengan model konseptual medikal, serta beberapa peran perawat didalamnya (Stuart,
2002, Hal. 403) :
a.    Terapi Somatik
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
Jenis terapi somatik pd klien gangguan jiwa antara lain:
1)        Pengekangan
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti manset utk
pergelangan tangan & pergelangan kaki, serta seperai pengekang, begitu pula isolasi, yaitu
dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt keluar atas kemauannya
sendiri.
a)        Indikasi Pengekangan
 Perilaku amuk
 Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
 Ancaman terhadap infegritas fisik
 Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal
b)        Pengekangan dengan Seprei Basah dan Dingin
Pasien dpt diimobilisasi dgn membalutnya seperti mummi dalam lapisan seprei dan
selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas seprei yg telah direndam dalam air es. Walaupun mula-
mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenangkan.

2)        Isolasi
Menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidakdapat keluar dari ruangan
tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam
ruangan yang tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruang terkunci dengan
kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi, & pasien memakai
pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima &
hanya digunakan untuk melindungi pasien aiau orang lain.

a)        Indikasi penggunaan:
 Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau orang lain dan
tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengekangan yang longgar,
seperti kontak interpersonal atau pengobatan.
 Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.

b)        Kontraindikasi adalah:
 Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
 Risiko tinggi untuk bunuh diri
 Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
 Hukuman.

3)        Terapi Kejang Listrik


Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang
pada satu atau dua "temples." Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang
bervariasi pada tiap pasien tergantung ; pada masalah pasien dan respons terapeutik sesuai hasil
pengkajian selama tindakan. Rentang jumlah yang paling umum dilakukan pada pasien dengan
gangguan afektif antara enam sampai 12 kali, sedangkan pada pasien skizofrenia biasanya
diberikan sampai 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu atau setiap beberapa hari,
walaupun sebenarnya bisa diberikan lebih jarang atau lebih sering.
Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi merupakan
kontra indikasi diberikan terapi ECT.
a)        Kondisi – kondisi klien yang kontra indikasi tersebut adalah:
 Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
 Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
 Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur
tulang.
 Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
 Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
b)        Indikasi penggunaan adalah:
 Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau pada
pasien yang tidak dapat menggunakan obat
 Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat
 Pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk
dapat mencapai efek terapeutik
 Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi 
pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan selama kehamilan.

4)        Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya
duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien
berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau
diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh
kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan
selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan
cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi dihentikan.
Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.
a)        Indikasi :
Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien akibat perubahan
cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim
dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yang bisa mencetuskan
depresi pada beberapa orang.
b)        Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang pd
kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang sistem
neurotransmiter serotonin & dopamin yg berperanan pd depresi.
c)        Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala, cepat
terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan
sinus.
5)        Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kpd klien degn cara mengurangi
jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi mengalami
perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya lama
penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
a)        Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
b)        Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang
berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
c)        Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gang. efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini dpt
mengalami gejala mania.

 Peran Perawat dalam Terapi psikofarmalogi (Stuart, 2002, Hal. 377)


Peran perawat mengikuti hal-hal sebagai berikut:
1)        Pengkajian pasien. Pengkajian pasien memberikan landasan pandangan tentang masing-masing
pasien
2)        Koordinasi modalitas terapi. Koordinasi ini mengintegrasikan berbagai terapi pengobatan dan
sering kali membingungkan bagi pasien.
3)        Pemberian agens psikofarmakologis. Program pemberian obat dirancang secara profesional dan
bersifat individual.
4)        Pemantauan efek obat. Termasuk efek yang diinginkan maupun efek sampng yang dapat dialami
pasien.
5)        Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk meminum obat dengan aman dan efektif.
6)        Program rumatan obat. Dirancang untuk mendukung pasien disuatu tantangan perawatan tindak
lanjut dalam jangka panjang.
7)        Partisipasi dalam penelitian klinis antardisiplin tentang uji coba obat. Perawat merupakan
anggota tim yang penting dalam peneitian obat yang digunakan untuk mengobati pasien
gangguan jiwa.
8)        Kewenangan untuk memberikan resep. Beberapa perawat jiwa yang memenuhi persyaratan
pendidikan dan pengalaman sesuai dengan undang-undang praktik negaranya boleh meresepkan
agens farmakologis untuk mengobati gejala dan memperbaiki status fungsional pasien yang
mengalami gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai