Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia dapat merupakan penyakit yang ditentukan secara genetik,
tetapi juga terdapat bukti yang menunjukkan kejadian intra uteri dan
komplikasi obstetrik. Obat neuroleptik banyak mengendalikan banyak gejala
skizofrenia. Obat tersebut mempunyai sebagian besar efek pada gejala positif
seperti halusinasi dan waham. Gejala negatif seperti menarik diri dari
lingkungan sosial dan apatis emosional kurang dipengaruhi oleh obat
neuroleptik. (Profitasari, 2010)
Obat neuroleptik membtuhkan waktu beberapa minggu untuk
mengendalikan gejala skizofren dan sebagian pasien akan membutuhkan
pengobatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi bahkan pada pasien
yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dua pertiganya mengalami
relaps dalam satu tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga
memblok reseptor dopamin pada gnaglia basalis dan sering juga menyebabkan
gangguan pergerakan (efek ekstra piramidal) yang menyebabkan stres dan
kecacatan. (Mansjoer, 2000)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Terapi Somatik?
2. Apa saja jenis-jenis Terapi Somatik?
3. Apa yang dimaksud dengan Psikofarmaka?
4. Bagaimana prinsip dasar pelaksanaan Terapi Somatik
5. Bagaimana peran perawat?

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 1


C. Tujuan
1. Tujuan umum
Makalah ini penulis disusun bertujuan untuk melengkapi tugas kelompok pada
mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa
2. Tujuan Khusus
Untuk memahami apa yang di maksut dengan terapi somatic dan terapi
psikofarmaka dan apa saja jenis terapi somatic dan prinsip terapi farmaka dan
bagaimana peran perawat dalam terapi tersebut.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Terapi Somatik
1. Pengertian Terapi Somatik
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model
medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda
dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa
murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya
kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik
dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Terapi ini
memfokuskan penyembuhan klien dengan bantuan obat-obatan yang
berfungsi sebagai anti depresi.
2. Tujuan
Terapi biologi atau somatic diberikan dengan tujuan mengubah perilaku
mal adaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan
dalam bentuk perlakuan fisik.
3. Jenis-Jenis Terapi Somatik Pada Klien Gangguan Jiwa
a. Pengikatan
Merupakan tindakan yang paling lama dalam sejarah perawatan jiwa.
Pengikatan dilakukan dengan rantai, diikat di pohon atau dipasung.
Tujuan pengikatan adalah mengamankan lingkungan dari perilaku
pasien yang tidak terkontrol. Saat ini tindakan yang sama masih tetap
dilakukan, hanya peralatannya sudah lebih aman dan perlakuan juga
manusiawi. Alat pengikat berupa kamisol, jaket, ikatan pada
pergelangan kaki atau tangan dan berupa selimut yang dililitkan.
Pada saat akan diikat, perawat mengatakan alasan pengikatan
walaupun pasien belum tentu dalam keadaan siap mendengar.
Perhatikan ikatan agar tidak melukai pasien dan harus dibuka secara
periodik agar tidak terjadi kontraktur dan dapat digerakan.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 3


Setelah pasien sadar, alasan pengikatan disampaikan lagi, kemudian
didiskusikan penyebab pasien marah agar bisa diatasi. Pengikatan
janganlah menjadi senjata untuk menakuti pasien atau menjadi
hukuman bagi pasien. Perlakuan terhadap pasien harus manusiawi
karena pasien dilindungi oleh hukum dan peraturan tentang hak-hak
asasi manusia.
1) Alasan pengikatan adalah :
a) Menghindari risiko menciderai diri sendiri atau orang lain.
b) Pengobatan yang untuk menurunkan perilaku agresif sudah tidak
mempan lagi
c) Mencegah jatuh pada pasien yang sedang bingung
d) Agar pasien bisa istirahat
e) Pasien minta sendiri agar perilakunya bisa terkontrol.
2) Indikasi pengikatan yaitu:
a) Perilaku amuk
b) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
pengobatan
c) Ancaman terhadap infegritas fisik
d) Permintaan pasien untuk pengendalian perilaku eksternal

b. Isolasi

Pasien dikurung dalam satu ruangan tersendiri dengan alasan yang


sama dengan pengikatan. Pastikan ruangan aman dan tidak
memungkinkan pasien menyakiti dirinya sendiri. Isolasi
adalah menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidak dapat
keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan
pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang
tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruangan
terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi
yang dibatasi, dan pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal
yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima dan hanya
digunakan untuk melindungi pasien atau orang lain.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 4


1) Indikasi penggunaan:
a) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan
pasien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang
lain dengan intervensi pengekangan yang longgar, seperti
kontak interpersonal atau pengobatan
b) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
2) Kontraindikasi adalah:
a) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
b) Risiko tinggi untuk bunuh diri
c) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
d) Hukuman.

c. Terapi Kejang Listrik

Mula-mula pengobatan ini dilakukan pada pasien yang mengalami


epilepsi tetapi akhirnya dipakai pada pasien dengan kondisi lain. Terapi
ini dilakukan dengan memberikan kejutan listrik di kepala melalui
elektroda yang ditusukkan di kulit kepala. Kejutan listrik bisa
memberikan dampak pada neurokimia, neuroendrokrin, dan
neuropsikologis seperti dampak obat-obatan antidepresan dalam waktu
yang lama. ECT menghasilkan perubahan pada reseptor
neurotransmitter seperti asetilkolin, nor epinefrin, dopamin dan
serotonin sama seperti obat antidepresan.
1) ECT bisa dilakukan pada :
a) pasien yang kekurangan gizi karena dikhawatirkan akan ada
komplikasi medis
b) Pasien dengan penyakit jantung yang tidak bisa mentoleransi
obat-obat anti depresan
c) Pasien psikotik yang depresi dan tidak mempan lagi dengan obat
d) Pasien yang pada fase depresi tidak mempan lagi dengan obat
e) Pasien dengan katatonia, karena depresi, atau lesi pada otak

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 5


Risiko yang mungkin terjadi sudah sangat diminimalkan dengan
peralatan yang baik, seperti :

a) Risiko patah tulang bisa dihindari dengan pemakaian obat


relaksan otot dan anestesi.
b) Risiko apneu bisa dihindari dengan pemakaian bantuan oksigen
dan staf yang sudah terlatih untuk mengatasinya.
c) Dampak pada kardiovaskuler adalah akut miokard, aritmia, henti
jantung, gagal jantung atau hipertensi.

Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada


beberapa kondisi merupakan kontra indikasi diberikan terapi
ECT. Kondisi kondisi klien yang kontra indikasi tersebut adalah:

a) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan


intra kranial.
b) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
c) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat
berakibat terjadinya fraktur tulang.
d) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
e) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
2) Indikasi penggunaan adalah:
a) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat
antidepresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan
obat
b) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi
terhadap obat
c) Pasien dengan butuh diri akut yang sudah lama tidak menerima
pengobatan untuk dapat mencapai efek terapeutik
d) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah
daripada efek terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia
dengan blok jantung, dan selama kehamilan

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 6


3) Peran Perawat dalam pemberian ECT

Perawat harus mengkaji pengetahuan dan pendapat pasien dan


keluarganya tentang ECT, memberikan penjelasan dan dukungan
agar mereka tidak cemas. Langkah-langkah yang harus diberikan
adalah :

a) Memberikan dukungan emosi dan penjelasan kepada pasien dan


keluarganya.
b) Mengkaji kondisi fisik pasien
c) Menyiapkan pasien
d) Mengamati respon pasien setelah ECT
e) Pastikan pasien atau keluarganya sudah memberikan inform
consent.

d. Fototerapi

Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih
terang dari pada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5
meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.

Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang.


Beberapa klien berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari,
sementara yang lain lebih berespon kalau diberikan pada sore hari. Efek
terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh
kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar
2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam
menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar
10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.

Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang


positif. Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi
bisa kambuh kembali segera setelah terapi dihentikan. Keuntungan
yang lain klien tidak akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 7


1) Indikasi penggunaan fototerapi:

Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien


akibat perubahan cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya
pada musim hujan atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan,
mendung terus menerus yang bisa mencetuskan depresi pada
beberapa orang.

2) Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh
cahaya gelap terang pada kondisi biologis. Dengan adanya cahaya
terang terpapar pada mata akan merangsang sistem neurotransmiter
serotonin & dopamin yang berperanan pada depresi.
3) Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yang terjadi meliputi ketegangan pada
mata, sakit kepala, cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual,
mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan sinus.
e. Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian
ditemukan bahwa 60% klien depresi mengalami perbaikan yang
bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya
lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
1) Indikasi :
Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
2) Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah
neuroendokrin yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah
menurunnya gejala-gejala depresi.
3) Efek Samping :
Klien yang didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar
bila diberikan terapi ini dpt mengalami gejala mania.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 8


B. Terapi Psikofarmaka
1. Pengertian
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Andri, 2009).
2. Konsep Psikofarmakologi
a. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
b. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
c. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin
dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
d. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan
menimbulkan kekacauan atau gangguan mental
e. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan
neurotransmitter
3. Klasifikasi
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik,
dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara
lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Andri,
2009).
Dari masing-masing golongan mempunyai derivat beserta sediaannya
masing-masing, antaralain sebagai berikut:
a. Anti Psikotik
1) Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik:
neuroleptika.
2) Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di
ganglia dan substansia nigra) pada sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal.
3) Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik,
mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi,
halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 9


4) Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk
gangguan maniak dan paranoid
b. Efek Samping Antipsikotik
1) Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
a) Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat.
Terdapat trias gejala parkonsonisme:
Tremor: paling jelas pada saat istirahat
Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan
reiprokal pada saat berjalan
Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku)
2) Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota
tubuh tidak terkontrol
3) Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan,
seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah
bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.
4) Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah
pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah
hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada
lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari,
dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect .
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek
samping anti kolinergik adalah:Mulut kering
a) Konstipasi
b) Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia
(pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia
c) Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik
d) Kongesti/sumbatan nasal

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 10


e) Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)
Halloperidol disingkat Haldol
Serenase
c. Anti Parkinson
1) Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.
2) Efek samping: sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.
3) Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).
d. Anti Depresan
1) Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah
satu/beberapa aminergic neurotransmitter (seperti: noradrenalin,
serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada
sistem limbik.
2) Mekanisme kerja obat:
a) Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter
b) Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter
c) Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine
Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik
neurotransmitter pada neuron di SSP.
3) Efek farmakologi:
a) Mengurangi gejala depresi
b) Penenang
4) Indikasi: syndroma depresi
5) Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
6) Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping
terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering,
penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
e. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate
1) Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamin.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 11


2) Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
3) Efek farmakologi:
a) Mengurangi agresivitas
b) Tidak menimbulkan efek sedatif
c) Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of
idea
4) Indikasi:
Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada
mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi
dengan obat antipsikotik.
5) Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di
tangan terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
6) Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang
koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan
jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.
b. Anti Ansietas (Anti Cemas)
Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain
psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan
obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazepam atau
klordiazepoksid. (Mansjoer, 2000) .Ansxiolytic agent, termasuk minor
tranquilizer. Jenis obat antara lain: diazepam (chlordiazepoxide).
c. Obat Anti Insomnia
Obat anti insomnia mempunyai beberapa sinonim antaralain hipnotik,
somnifacient, atau hipnotika hipnotik, somnifacient, atau hipnotika dan
somnifasien. Obat yang menjadi acuan adalah fenobarbital.
d. Obat Anti Obsesif Kompulsif
Obat yang menjadi acuan adalah klompramine. Obat ini dapat
digolongkan atas : obat anti osesi kompulsi trisiklik (klompramine) dan
obat anti obsesi kompulsi SSRI (sentrali paroksin, flovokamin dan
fluoksetin).

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 12


e. Obat Anti Panik
Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah
imipramin. Penggolongan obat anti panik dibagi atas :
1) Obat anti panik trisiklik (contoh : imipramin, klomipramin)
2) Obat anti panik benzodiazepin ( contoh : alprazolam)
3) Obat anti panik RIMA (contoh : mokoblemid)
4) Obat antipanik SSRI (contoh : sertalin, fluoksetin, paroksetin dan
fluoksamin)
4. Peran Perawat dalam Pemberian Obat Psikofarmaka
a. Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi :
1) Diagnosa Medis
2) Riwayat Penyakit
3) Hasil Pemeriksaan Laborat ( yang berkaitan )
4) Jenis obat yang digunakan ,dosis,waktu pemberian
5) Program terapi yang lain
6) Mengkombinasi obat dengan terapi Modalitas
7) Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya
minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat.
8) Monitoring efek samping penggunaan obat
b. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka :
1) Persiapan
a) Melihat order pemberian obat di lembaran obat ( di status )
b) Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja
obat, dosis efek samping dan cara pemberian.
c) Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
d) Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
Lakukan minimal prinsip lima benar
Laksanakan program pemberian obat
Gunakan pendekatan tertentu
Pastikan bahwa obat telah terminum
Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat ,
sebagai aspek LEGAL !!

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 13


Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui
program rujukan
Menyesuaikan dengan terapi non farmakoterapi
Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka
Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka
tugas terakhir yang penting harus di lakukan adalah evaluasi. Dikatakan
reaksi obat efektif jika :
a) Emotional Stabil
b) Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c) Halusinasi, Agresi, Delusi, Menarik diri menurun
d) Perilaku Mudah di arahkan
e) Proses Berpikir ke Arah Logika
f) Efek Samping Obat
g) Tanda – tanda Vital

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 14


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pengobatan terhadap gangguan jiwa, dikenal terapi biologis yang
menggunakan berbagai agen farmakologis yang digunakan untuk menerapi
berbagai gangguan psikiatrik disebut dengan tiga istilah umumyang dapat
saling menggantikan: obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat
psikoterapuetik. Dahulu agen tersebut dibagi dalam empat kategori : Obat
antipsikotik atau neuroleptik, obat anti depresan, obat anti manik dan penstabil
mood, obat anti ansietas dan anti ansiolitik.
Pembagian obat sekarang ini mengalami perubahan menjadi Antipsikosis,
anti depresan, anti manik, anti ansietas, anti insomnia, anti obsesif kompulsif
dan anti panik. Masing-masing obat mempunyai farmako dinamik, farmako
kinetik, dosis dan cara penggunaan, indikasi dan kontra indikasi serta efek
samping yang berbeda.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 15


DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. Terapi Farmakologis Psikiatri dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta. 2000.
Andri. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita
Usia Lanjut Volume 59. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran,
Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 2009
Sadock, Benjamin J & Virginia A. Editor Profitasari dkk. Terapi Biologis
dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC. Jakarta. 2010.

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA | 16

Anda mungkin juga menyukai