PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahaya narkoba sudah merasuk dalam kehidupan kita, bahkan telah membahayakan
bangsa. Ini memang bukan persoalan ringan karena perdagangan narkoba telah
memiliki jaringan internasional. Untuk mencegah bukanlah hal yang mudah karena harus
berhadapan dengan jaringan internasional. Dari data yang terkumpul, transaksi narkoba di
seluruh dunia diperkirakan mencapai 390 miliar rupiah per hari. Jejak narkoba ada
dimana - mana, meskipun bersamaan dengan itu kita juga menemukan spanduk
berslogankan “bebas narkoba”. Di belakang spanduk-spanduk itu masih berjalan transaksi
narkoba. Pemakaiannya berasal dari berbagai tingkat usia dengan berbagai latar belakang
dan profesi.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau
istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/
Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner,
multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Dalam angka memerangi narkoba itu keluarga mempunyai peran yang sangat besar. Paling
tidak melalui keluarga diharapkan dapat dilakukan pencegahan secara dini. Lewat
keluarga diharapkan dapat kembali menjadi tempat sebagai suka dan duka, berbeda
pendapat, saling menghargai dan mencintai sehingga anggota keluarga dapat terhindar dari
bahaya ini. Karena itu keluarga harus dibekali dengan berbagai pengertian tentang bahaya
narkoba.
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah
1
baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara
2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan
anak-anak.Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun
2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Cara paling efisien dan efektif untuk menanggulangi infeksi HIV pada anak secara universal
adalah dengan mengurangi penularan dari ibu ke anaknya (mother-to-child transmission
(MTCT). Namun demikian setiap hari terjadi 1800 infeksi baru pada anak umur kurang dari
15 tahun, 90% nya di negara berkembang atau terbelakang dan melalui penularan dari ibu
ke anaknya. Upaya pencegahan transmisi HIV pada anak menurut WHO dilakukan melalui
4 strategi, yaitu mencegah penularan HIV pada wanita usia subur, mencegah kehamilan
yang tidak direncanakan pada wanita HIV, mencegah penularan HIV dari ibu HIV hamil ke
anak yang akan dilahirkannya dan memberikan dukungan, layanan dan perawatan
berkesinambungan bagi pengidap HIV. Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) untuk anak
dan bayi yang terinfeksi karenanya menjadi satu jalan untuk menanggulangi pandemi HIV
pada anak di samping upaya untuk mencegah penularan infeksi HIV pada anak dan bayi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau
human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell
lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di
prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun
berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah
penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut
tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian
RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak
sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4
(CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif
dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau
oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS
menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur
hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan
membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi
virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan
individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang
3
lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang
menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan
sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.
4
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh
parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV.
Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat
penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk
menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang
di pakai secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan
penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan social yang lain.
C. Pencegahan
Sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah HIV AIDS belum
ditemukan. Untuk menanggulangi masalah AIDS yang terus meningkat ini adalah dengan
upaya pencegahan oleh semua pihak yang memungkinkan dapat terserang HIV. Pada
dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal mengetahui cara-
cara penyebaran AIDS. Terdapat 3 cara pencegahan HIV AIDS yaitu :
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau
mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer merupakan hal yang paling
penting, terutama dalam merubah perilaku.
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada
seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak
menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala
penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:
5
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah upaya pencegahan AIDS adalah
dengan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), yaitu memberikan informasi kepada
kelompok risiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat
diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV, yakni :
HIV dapat menyebar melalui hubungan seks pria ke wanita, wanita ke pria maupun pria ke
pria. Hubungan melalui seks ini dapat tertular melalui cairan tubuh penderita HIV yakni
cairan mani, cairan vagina dan darah.
Upaya pencegahannya adalah dengan cara, tidak melakukan hubungan seksual bagi orang
yang belum menikah, dan melakukan hubungan seks hanya dengan satu pasangan saja yang
setia dan tidak terinfeksi HIV atau tidak berganti-ganti pasangan. Juga mengurangi jumlah
pasangan seks sesedikit mungkin. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi
menular AIDS serta menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan
kelompok risiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
2. Melalui darah.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan cara transfusi yang mengandung HIV,
penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas digunakan
orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik. Juga penggunaan pisau cukur,
gunting kuku, atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.
Upaya pencegahannya dengan cara, darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan
terbebas dari HIV dengan memeriksa darah donor. Pencegahan penyebaran melalui darah
dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua
organ yang akan didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan tindakan
invasif lainnya yang kurang perlu.
Upaya lainnya adalah mensterilisasikan alat-alat (jarum suntik, maupun alat tusuk lainnya)
yang telah digunakan, serta mensterilisasikan alat-alat yang tercemar oleh cairan tubuh
penderita AIDS. Kelompok penyalahgunaan narkotika harus menghentikan kebiasaan
penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan menggunakan jarum
suntik bersamaan. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).
6
3. Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya.
Penularan dapat terjadi pada waktu bayi masih berada dalam kandungan, pada waktu
persalinan dan sesudah bayi dilahirkan serta pada saat menyusui. ASI juga dapat
menularkan HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi pada saat mengandung maka ada
kemungkinan bayi yang dilahirkan sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar seorang ibu
tetap menyusui anaknya sekalipun HIV.
Bayi yang tidak diberikan ASI berisiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi
kurang gizi. Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil maka
dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang tidak mendapat
pengobatan.
WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu kepada
anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah
terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil
dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah
terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
Pencegahan Sekunder
Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga
muncul berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian.
Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. sehingga
pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut :
7
Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme
penyebabnya dan diberikan terus-menerus.
Pencegahan Tersier
ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat
melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya :
4. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan
tidak menyalahkan diri atau orang lain.
5. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat
disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup, pemberian
kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering,
memberi toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan
nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi, maupun
pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi penjelasan yang memadai
tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan pemakaman.
8
A. Definisi NAPZA
1. Napza
Napza adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /
psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah :
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
2. Narkotika :
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika terdiri dari 3 golongan :
a. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :
Heroin, Kokain, Ganja.
b. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
c. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
3. Psikotropika :
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
a. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
9
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphethamine.
c. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
d. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam
( BK, DUM ).
10
dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
a. Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang
berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat
pemakainya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan
diri. Contohnya: Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative ( penenang ),
Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas ).
b. Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang
fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat
pemakainnya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine
(Shabu, Ekstasi), Kokain.
c. Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali
menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat
terganggu. Contoh: Kanabis ( ganja ).
11
Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut
Nama jalanan : koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow /
salju. Cara pemakainnya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian
berbaris lurus diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar
kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan
cara dibakar bersama dengan tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan
beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Efek
pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan,
menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
c. Kanabis
Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang. Berasal
dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.
Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau
dengan menggunakan pipa rokok. Efek rasa dari kanabis tergolong cepat,
pemakai cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebihan ( euphoria ),
sering berfantasi / menghayal, aktif berkomunikasi, selera makan tinggi,
sensitive, kering pada mulut dan tenggorokan.
d. Amphetamine
Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz. Bentuknya ada yang berbentuk
bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet.
Cara penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet
diminum dengan air.
Ada 2 jenis Amphetamine :
13
C. Pencegahan
Pencegahan adalah yaitu suatu upaya yang di lakukan sebelum atau setelah
sesuatu terjadi, pencegahan itu terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder
dan pencegahan tertier.
Penyalahgunaan narkoba dapat dicegah. Adalah lebih baik mencegah
daripada mengobati atau menanggulanginya, pencegahan dilakukan ketika orang
mulai memahami mengapa seseorang memakai narkoba. Mula-mula para peneliti
memusatkan perhatiannya untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
pemakainya, seperti cirri kepribadian, kemampuan berkomunikasi, riwayat keluarga,
serta sikap dan keyakinannya, sebagai faktor yang berhubungan dengan pengguna
narkoba
Sampai dengan saat ini, praktek pencegahan penyalahgunaan narkoba
termasuk penyusunan dan implementasi program penyalahgunaan narkoba, yang
dilaksanakan oleh berbagai pihak: para pemerhati masalah narkoba, kelompok
masyarakat, termasuk Badan Narkotika Nasional. Badan Narkotika Nasional pun
menggunakan 3 (tiga) tipe pencegahan yaitu:
a. Pencegahan Primer :
1. Melakukan berbagai upaya pencegahan sejak dini agar orang tidak
menyalahgunakan narkoba, ditujukan pada anak-anak dan generasi
muda yang belum pernah menyalahgunakan narkoba, dan semua
sektor masyarakat yang berpotensi membantu generasi muda untuk
tidak menyalahgunakan narkoba.
2. Kegiatan pencegahan primer terutama dilaksanakan dalam bentuk
penyuluhan tentang bahaya narkoba, penerangan melalui berbagai
media tentang bahaya narkoba dan pendidikan tentang pengetahuan
narkoba dan bahayanya.
b. Pencegahan Sekunder :
1. Bagi yang telah memulai, menginisiasi penyalahgunaan barkoba,
disadarkan agar tidak berkembangan menjadi adiksi, menjalani
terapi dan rehabilitasi, serta diarahkan agar yang bersangkutan
melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari,
ditujukan pada anak-anak atau generasi muda yang sudah mulai
mencoba-coba menyalahgunakan narkoba, dan sektor-sektor
14
masyarakat yang dapat membantu anak-anak, generasi muda
berhenti menyalahgunakan narkoba.
2. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini
antara lain :
Deteksi dini anak yang menyalahgunaan narkoba
Konseling
Bimbingan sosial melalui kunjungan rumah
Penerangan dan Pendidikan pengembangan individu (life
skills) antara lain tentang ketrampilan berkomunikasi,
ketrampilan menolak tekanan orang lain dan ketrampilan
mengambil keputusan dengan baik.
c. Pencegahan Tertier :
1. Bagi mereka yang telah menjadi pecandu narkoba, direhabilitasi
agar dapat pulih dari ketergantungan, sehingga bisa kembali
bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat pencegahan ini
ditujukan kepada korban narkoba atau bekas korban narkoba dan
sektor-sektor masyarakat yang bisa membantu bekas korban untuk
tidak menggunakan narkoba lagi.
2. Kegiatan pencegahan tertier dilaksanakan dalam bentuk bimbingan
sosial dan konseling terhadap yang bersangkutan dan keluarga serta
kelompok sebayanya, penciptaan lingkungan sosial dan pengawasan
sosial yang menguntungkan bekas korban untuk mantapnya
kesembuhan, pengembangan minat, bakat dan keterampilan kerja,
pembinaan orang tua, keluarga, teman diman korban tinggal, agar
siap menerima bekas korban dengan baik jangan sampai bekas
korban kembali menyalahgunakan narkoba.
16
Meningkatkan pengawasan sejak anak itu datang sampai dengan pulang
sekolah.
c. Upaya untuk membina lingkungan sekolah :
Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang sehat dengan membina
huibungan yang harmonis antara pendidik dan anak didik.
Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah
Sikap keteladanan guru amat penting
Meningkatkan pengawasan anak sejak masuk sampai pulang sekolah.
17
BAB III
KESIMPULAN
1. Pencegahan primer :
Mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA dan
melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali
remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan
NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak
menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang
anak dapat diatasi dengan baik.
2. Pencegahan Sekunder :
Mengobati dan intervensi agar tidak lagi menggunakan NAPZA.
3. Pencegahan Tersier :
Merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
18
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar
tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini
dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat
sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap
bertahan melawan penyakitnya.
Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada
tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan
akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan
potensi tertularnya penyakit lain.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi
HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit
atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi
dan penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari
pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini
ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin,
sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.
19
DAFTAR PUSTAKA
20