Disusun oleh :
Agussri Astuti
Riana almuksi
Feny Windisari
May Randa Artuna
Merlis
Mayang Sari Novita Sing Sri Defi
Neni Vina Lestari
1.1 Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup
masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dam mengobati
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun
masyarakat.
HIV/AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam
bidang kesehatan dalam suatu masyarakat, serta merupakan kajian studi
yang sangat menarik untuk dipelajari dalam dunia pendidikan.
Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks
komersial, homo seksual, dan penggunaan narkoba suntik yang saling
bergantian sangat memengaruhi meningkatnya penyebaran HIV/AIDS.
Adanya pola transmisi yang berkembang selain hanya transmisi seksual,
transmisi non seksual melalui mekanisme transmisi parenteral dan transmisi
transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi ancaman baru yang
melahirkan korban yang tidak berdosa.
Pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi epidemi
HIV/AIDS. Sejak tahun 1999 di beberapa tempat telah menjadi concentrated
level of epidemic. Bahkan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Papua,
Riau, Bali, Jabar dan Jatim adalah tempat epidemi penduduk yang
berperilaku resiko tinggi tertular HIV secara seksual atau NAPZA suntik.
Untuk itu, makalah ini dibuat dengan harapan kita sebagai mahasiswa
yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan dapat peka terhadap masalah-
masalah penyakit yang terdapat dalam masyarakat, terutama HIV/AIDS.
Dengan mengetahui penyebabnya, cara penularannya, gejala-gejala, serta
cara pencegahannya, kita dapat dengan segera mengenali penyakit ini, dan
dapat dengan segera merencanakan tindakan selanjutnya, sehinnga diharap
dapat mengurangi penderita HIV/AIDS di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
· Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS ?
· Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?
· Apa saja gejala yang ditimbulkan HIV/AIDS ?
· Bagaimana perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia ?
· Perilaku apa saja yang berisiko tinggi tertular dan tidak tertular HIV ?
· Bagaimana cara mencegah HIV ?
1.3 Tujuan Masalah
· Mengetahui apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS.
· Memahami bagaimana cara penularan HIV/AIDS.
· Mengenal apa saja gejala yang ditimbulkan HIV/AIDS.
· Mengetahui bagaimana perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia.
· Mengetahui perilaku apa saja yang berisiko tinggi tertular dan tidak tertular
HIV.
· Memahami bagaimana cara mencegah HIV.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah HIV
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama
untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS
oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV
(lymphadenopathy-associated virus) (Barre-Sinoussi et al., 1983) dan
oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya
HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).
HIV adalah anggota dari genus lentivirus [1], bagian dari keluarga
retroviridae [2] yang ditandai dengan periode latensi yang panjang dan
sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang mengelilingi sebuah pusat
protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan
sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan
masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies
berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam
sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus
(SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte
troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV
yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama
Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).
HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil diidentifikasi
berdasarkan perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O (Thomson dkk,
2002). Kelompok M yang paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8
subtipe berdasarkan seluruh genomnya, yang masing-masing berbeda secara
geografis (Carr dkk, 1998). Subtipe yang paling besar prevalensinya adalah
subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan Asia), subtipe A dan D (banyak
ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika dan Asia); subtipe-
subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi
dengan subtipe yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan
(CRFs)
2.2 Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus atau jasad renik yang
sangat kecil yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
merusaknya sehingga pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan
penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. HIV merupakan penyebab
dasar AIDS.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan
kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul
karena rendahnya daya tahan tubuh.Seseorang yang terinfeksi oleh HIV,
maka virus ini akan menyerang sel darah putih. Selanjutnya akan merusak
dinding sel darah putih untuk masuk ke dalam sel dan merusak bagian yang
memegang peranan pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak
tersebut menjadi lemah dan tidak lagi mampu melawan kuman-kuman
penyakit. Lambat-laun sel darah putih yang sehat akan berkurang. Akibatnya,
kekebalan tubuh orang tersebut menjadi menurun dan akhirnya sangat mudah
terserang berbagai penyakit. Pada awalnya penderita HIV positif sering
menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor
yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada
masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar
89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama
penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian,
karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan
HIV/AIDS.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari
poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas
berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-
laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan
didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki
cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk
memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah
bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak
terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan
bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan
pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual
tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan
HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan
bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV
terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.
[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju.
Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika
Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang
HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi
HIV.[65] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah
menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di
negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak
terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko
infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%.
Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan
dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku
masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya
kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku
seksual beresiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan
menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV
melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa
Indonesia:“
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
b) Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti
mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk
tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola,
sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu
menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan
oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara
maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum
atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan
kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan
dari apotek tanpa perlu resep dokter.
c) Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan
pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu
ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak
menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-
bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun
2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama
melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di
Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak
(hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.
2.9 Penanganan Terhadap HIV
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada
penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus
secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-
exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu
takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping
yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
a) Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini
telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun
1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease
inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari
setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua
macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum
digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau
NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat
perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka
rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada
untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan
perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas
beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien,
saat memilih waktu memulai perawatan awal.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Demografi
Nama klien :
Umur :
Diagnosa Medik :
Tanggal Masuk :
Alamat :
Suku :
Agama :
Pekerjaan :
Status perkawinan :
Status pendidikan :
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing,
dan diare
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan terjadinya panas, merasa capek, mudah
lelah, letih, lesu, flu, pusing, dan diare
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di alaminya saat
ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit yang sedang di derita pasien.
5) Keluhan waktu di data
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 Desember 2011 ditemukan
benjolan pada leher.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,
progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
b) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap
aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
2) Sirkulasi
a) Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada
cedera.
b) Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
3) Integritas ego
a) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga,
pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat
badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, dan depresi.
b) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah,
menangis, kontak mata yang kurang.
4) Eliminasi
a) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai
kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
b) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang
sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan
dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
2) Makanan/cairan
a) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat
badan yang progresif.
b) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus
hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih
dan perubahan warna, edema.
3) Hygiene
a) Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
b) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam
banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
4) Neurosensori
a) Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental, kehilangan
ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah, tidak mampu
mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot, tremor, dan perubahan
ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki
menunjukkan perubahan paling awal).
b) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia. remor pada
motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan
eksudat.
5) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala,
nyeri dada pleuritis.
b) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot
melindungi yang sakit.
6) Pernapasan
a) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk (mulai
dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum. Bendungan
atau sesak pada dada.
b) Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas
adventius. Sputum :kuning
7) Keamanan
a. Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat
penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau
berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak;
berkeringat malam.
b. Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola warna mla,; mudah
terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rectum, luka-luka
perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar linfe pada dua
area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan
otot, perubahan pada gaya berjalan.
8) Seksualitas
a) Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual mltipel,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido,
terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom yang
tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
b) Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi
kulit(mis. Kutil, herpes)
9) Interaksi social
a) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana.
b) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang
tak terorganisasi.
10) Penyuluhan/pembelajaran
a) Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku
beresiko tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV). Penggunaan/
penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
b) Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan keuangan, obat-
obatan/tindakan, perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transpotasi, belanja
makanan dan persiapan ; perawatan diri, prosedur perawatan teknis,dll.
2. Dianosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
3. Intervensi dan Rasional
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
criteria hasil
1 Resiko tinggi Pasien akan 1. Monitor 1. Untuk pengobatan
infeksi bebas infeksi tanda-tanda dini
berhubungan oportunistik dan infeksi baru. 2. Mencegah pasien
dengan komplikasinya 2. gunakan terpapar oleh kuman
imunosupresi, dengan kriteria teknik aseptik patogen yang
malnutrisi dan tak ada tanda- pada setiap diperoleh di rumah
pola hidup yang tanda infeksi tindakan sakit.
beresiko. baru, lab tidak invasif. Cuci 3. Mencegah
ada infeksi tangan sebelum bertambahnya
oportunis, tanda meberikan infeksi
vital dalam batas tindakan.
normal, tidak ada 3. Anjurkan
luka atau pasien metoda
eksudat. mencegah 4. Meyakinkan
terpapar diagnosis akurat dan
terhadap pengobatan
lingkungan 5. Mempertahankan
yang patogen. kadar darah yang
4. Kumpulkan terapeutik
spesimen untuk
tes lab sesuai
order.
5. Atur
pemberian
antiinfeksi
sesuai order
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu
berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran
kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran
menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam
penyususnan kasus harus dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dalam penyusunan makalah dan pemecahan kasus kelompok sudah berusaha
semaksimal mungkin. Namun jika ada saran yang bersifat perbaikan kelompok sangat
senang menerima masukan tersebut.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Dalam penyusunan makalah kelompok melakukan konsultasi dengan pihak
Bapak / Ibu dosen yang bersangkutan. Saran yang Bapak / Ibu dosen berikan sangat
membantu untuk perbaikan makalah dan pemecahan kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG