Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN HIV DAN AIDS

Disusun oleh :
Agussri Astuti
Riana almuksi
Feny Windisari
May Randa Artuna
Merlis
Mayang Sari Novita Sing Sri Defi
Neni Vina Lestari

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
TA 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup
masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dam mengobati
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun
masyarakat.
HIV/AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam
bidang kesehatan dalam suatu masyarakat, serta merupakan kajian studi
yang sangat menarik untuk dipelajari dalam dunia pendidikan.
Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks
komersial, homo seksual, dan penggunaan narkoba suntik yang saling
bergantian sangat memengaruhi meningkatnya penyebaran HIV/AIDS.
Adanya pola transmisi yang berkembang selain hanya transmisi seksual,
transmisi non seksual melalui mekanisme transmisi parenteral dan transmisi
transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi ancaman baru yang
melahirkan korban yang tidak berdosa.
Pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi epidemi
HIV/AIDS. Sejak tahun 1999 di beberapa tempat telah menjadi concentrated
level of epidemic. Bahkan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Papua,
Riau, Bali, Jabar dan Jatim adalah tempat epidemi penduduk yang
berperilaku resiko tinggi tertular HIV secara seksual atau NAPZA suntik.
Untuk itu, makalah ini dibuat dengan harapan kita sebagai mahasiswa
yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan dapat peka terhadap masalah-
masalah penyakit yang terdapat dalam masyarakat, terutama HIV/AIDS.
Dengan mengetahui penyebabnya, cara penularannya, gejala-gejala, serta
cara pencegahannya, kita dapat dengan segera mengenali penyakit ini, dan
dapat dengan segera merencanakan tindakan selanjutnya, sehinnga diharap
dapat mengurangi penderita HIV/AIDS di Indonesia.
  
1.2  Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS ?
·         Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?
·         Apa saja gejala yang ditimbulkan HIV/AIDS ?
·         Bagaimana perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia ?
·         Perilaku apa saja yang berisiko tinggi tertular dan tidak tertular HIV ?
·         Bagaimana cara mencegah HIV ?

1.3  Tujuan Masalah
·         Mengetahui apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS.
·         Memahami bagaimana cara penularan HIV/AIDS.
·         Mengenal apa saja gejala yang ditimbulkan HIV/AIDS.
·         Mengetahui bagaimana perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia.
·         Mengetahui perilaku apa saja yang berisiko tinggi tertular dan tidak tertular
HIV.
·         Memahami bagaimana cara mencegah HIV.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Sejarah HIV
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama
untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS
oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV
(lymphadenopathy-associated virus) (Barre-Sinoussi et al., 1983) dan
oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya
HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).
HIV adalah anggota dari genus lentivirus [1], bagian dari keluarga
retroviridae [2] yang ditandai dengan periode latensi yang panjang dan
sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang mengelilingi sebuah pusat
protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan
sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan
masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies
berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam
sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus
(SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte
troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV
yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama
Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).
HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil diidentifikasi
berdasarkan perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O (Thomson dkk,
2002). Kelompok M yang paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8
subtipe berdasarkan seluruh genomnya, yang masing-masing berbeda secara
geografis (Carr dkk, 1998). Subtipe yang paling besar prevalensinya adalah
subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan Asia), subtipe A dan D (banyak
ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika dan Asia); subtipe-
subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi
dengan subtipe yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan
(CRFs)

2.2       Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus atau jasad renik yang
sangat kecil yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
merusaknya sehingga pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan
penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. HIV merupakan penyebab
dasar AIDS.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan
kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul
karena rendahnya daya tahan tubuh.Seseorang yang terinfeksi oleh HIV,
maka virus ini akan menyerang sel darah putih. Selanjutnya akan merusak
dinding sel darah putih untuk masuk ke dalam sel dan merusak bagian yang
memegang peranan pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak
tersebut menjadi lemah dan tidak lagi mampu melawan kuman-kuman
penyakit. Lambat-laun sel darah putih yang sehat akan berkurang. Akibatnya,
kekebalan tubuh orang tersebut menjadi menurun dan akhirnya sangat mudah
terserang berbagai penyakit. Pada awalnya penderita HIV positif sering
menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor
yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada
masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar
89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama
penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian,
karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan
HIV/AIDS.

2.3       Cara Penularan HIV/AIDS


HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan
cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina,
cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
a)   Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara
sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat
kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual
reseptif tanpa pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif
tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena
HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung
umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga
vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat
menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya
borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi
HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian
epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara
menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi
AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis
dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun
lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah,
infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofag.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap
dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan
penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan
antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti
bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10
kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi
HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal,
dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang
yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih
mematikan.

b)   Kontaminasi patogen melalui darah


Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik,
penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi
dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah
yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen),
tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B
dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab
sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di
Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi
dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang
terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis
dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja
fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga
dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi
pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak
mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika
Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang
tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,
didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-
negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara
maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan
HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia
tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10%
infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
c)   Penularan masa perinatal
      Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero)
selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang
ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan
cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah
faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya).
Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.

2.4       Gejala Penularan HIV/AIDS


Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut
akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV
mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko
lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim,
dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,
berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar,
kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.[8][9] Infeksi
oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat
hidup pasien.
Gejala penularan HIV/AIDS terjadi beberapa hari atau beberapa minggu
setelah terinfeksi HIV, gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari
atau beberapa minggu saja, lalu hilang dengan sendirinya. Seseorang
mungkin akan menjadi sakit dengan gejala-gejala seperti flu, yaitu:
1)      Demam
2)      Rasa lemah dan lesu
3)      Sendi-sendi terasa nyeri
4)      Batuk
5)      Nyeri tenggorokan
Gejala selanjutnya adalah memasuki tahap dimana sudah mulai timbul
gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala penyakit lain, gejala-gejala
diatas ini memang tidak khas, karena dapat juga terjadi pada penyakit-
penyakit lain. Namun gejala-gejala ini menunjukkan sudah adanya
kerusakan pada system kekebalan tubuh yaitu:
1)      Demam berkepanjangan
2)      Penurunan berat badan (lebih dari 10 % dalam waktu 3 hari)
3)      Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktifitas fisik sehari-
hari
4)      Pembangkakan kelenjar di leher, lipat paha, dan ketiak
5)      Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas
6)      Batuk da sesak nafas lebih dari 1 bulan secara terus menerus
7)      Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan
Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang
penyakit lain, dan disebut infeksi oportunitis. Maksudnya adalah penyakit
yang disebabkan baik oleh virus lain, bakteri, jamur, atau parasite (yang bisa
juga hidup dalam tubuh kita), yang bila system kekebalan tubuh baik kuman
ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini pengidap HIV telah
berkembang menjadi penderita AIDS. Pada umumnya penderita AIDS akan
meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah gejala AIDS ini uncul.
Gejala AIDS yang timbul adalah :
1)      Radang paru
2)      Radang saluran pencernaan
3)      Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan
4)      Kanker kulit
5)      TBC
6)      Gangguan susunan saraf
2.5  Perjalanan Infeksi HIV dalam Tubuh Manusia
Infeksi HIV terjadi melalui beberapa tahapan :
a) Periode Jendela (Window Periode)
Virus masuk kedalam tubuh dan berkembang. Pada tahap ini (3 bulan
pertama) jika kita melakukan tes, virus belum bisa terdeteksi. Tidak ada
gejala yang muncul tetap virus sudah bisa ditularkan ke orang lain.
b) Tanpa Gejala
Pada tahap ini HIV sudah dapat terdeteksi jika dilakukan tes HIV tetapi
dalam tahap ini belum menunjukkan gejala dan tampak sehat, tergantung
pada kondisi kesehatan dan daya tahan tubuh
c) Muncul Gejala
Pada tahap ini muncul gejala-gejala seperti: demam berkepanjangan,
penurunan berat badan, diare terus menerus tanpa sebab yang jelas, batuk
dan sesak nafas lebih dari satu bulan secara terus-menerus, kulit menjadi
gatal dan muncul bercak-bercak merah kebiruan. Gejala-gejala tersebut
menunjukkan sudah ada kerusakan pada system kekebalan tubuh.
d)AIDS
Pada tahap ini kekebalan tubuh sudah sangat menurun, sehingga terserang
berbagai penyakit, seperti: radang paru-paru (TBC/tuberculosis), radang
karena jamur di mulut dan kerongkongan, gangguan susunan saraf
(toxoplasmosis), kanker kulit, infeksi usus, dan infeksi lain.

2.6       Perilaku Berisiko Tinggi


Berikut orang-orang yang mempunyai kemungkinan besar terkena infeksi
HIV atau menularkan HIV :
a)      Wanita dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam hubungan
seksual
b)      Wanita dan pria tuna susila, serta pelanggan mereka
c)      Orang-orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak wajar,
seperti hubungan seks melalui dubur (anal) dan mulut misalnya pada homo
seksual dan biseksual
d)     Penggunaan narkotika dengan suntikan, yang menngunakan jarum
suntik secara bersama (bergantian)
e)      Penyalahgunaan narkotika dengan perilaku lainnya

2.7       Perilaku Tidak Berisiko Tertular HIV


HIV mudah mati di luar tubuh manusia. Oleh sebab itu HIV tidak dapat
ditularkan melalui kontak social sehari-hari seperti :
a)      Bersentuhan dengan pengidap HIV
b)      Berjabat tangan
c)      Penderita AIDS bersin atau batuk-batuk di dapan kita
d)     Menggunakan kolam renang yang sama
e)      Menggunakan WC yang sama
f)       Melalui gigitan nyamuk dan serangga lainnya

2.8   Pencegahan Terhadap HIV


Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui
hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh
yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar
kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur,
air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus
infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko
infeksinya secara umum dapat diabaikan.
a) Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual
adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya
kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil.
Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka
panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan
benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika
digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah
satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi
transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak
produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti
vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks
karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom
berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan
pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan
dengan kondom poliuretan.

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari
poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas
berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-
laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan
didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki
cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk
memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah
bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak
terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan
bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan
pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual
tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan
HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan
bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV
terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.
[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju.
Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika
Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang
HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi
HIV.[65] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah
menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di
negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak
terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko
infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%.
Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan
dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku
masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya
kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku
seksual beresiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan
menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV
melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa
Indonesia:“    
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
b) Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti
mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk
tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola,
sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu
menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan
oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara
maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum
atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan
kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan
dari apotek tanpa perlu resep dokter.
c) Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan
pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu
ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak
menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-
bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun
2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama
melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di
Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak
(hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.

2.9   Penanganan Terhadap HIV
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada
penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus
secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-
exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu
takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping
yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
a) Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini
telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun
1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease
inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari
setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua
macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum
digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau
NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat
perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka
rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada
untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan
perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas
beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien,
saat memilih waktu memulai perawatan awal.

Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia


(banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak
menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1
dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya
kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih
dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan
menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV
mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup
mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan
(morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV. Tanpa
perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan
kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan
selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan.
Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama
4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin
lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh
dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak
bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan
infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan
dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa
kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART.
Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur
untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah
kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial,
penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga
kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis,
pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin.
Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur
dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan
insulin, peningkatan resiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkan.
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di
dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk
HIV dan AIDS tersebut.
b) Penanganan eksperimental dan saran
Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk
menahan epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari
biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu
mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun
setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang
sulit bagi vaksin.
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha
mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan
untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi
pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi
oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan
infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk
pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam beresiko terinfeksi. Pasien
yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan
mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia
pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus
meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi
propilaktik tersebut.
c)     Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala
atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupuntur telah digunakan
untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral
neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak
menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-
obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-
tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini,
tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang
serius.
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral
kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa,
meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian
(mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi
yang baik. Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga
memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian
dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan
pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping
terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif
memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit
ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap
AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut
sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Demografi
Nama klien  :
Umur       :
Diagnosa Medik :
Tanggal Masuk    :
Alamat              :
Suku                 :
Agama               :
Pekerjaan           :
Status perkawinan   :
Status pendidikan   :

b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing,
dan diare
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan terjadinya panas, merasa capek, mudah
lelah, letih, lesu, flu, pusing, dan diare
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di alaminya saat
ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit yang sedang di derita pasien.
5) Keluhan waktu di data
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 Desember 2011 ditemukan
benjolan pada leher.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,
progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
b) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap
aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
2) Sirkulasi
a) Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada
cedera.
b) Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
3) Integritas ego
a) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga,
pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat
badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, dan depresi.
b) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah,
menangis, kontak mata yang kurang.
4) Eliminasi
a) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai
kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
b) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang
sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan
dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
2) Makanan/cairan
a) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat
badan yang progresif.
b) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus
hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih
dan perubahan warna, edema.
3) Hygiene
a) Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
b) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam
banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
4) Neurosensori
a) Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental, kehilangan
ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah, tidak mampu
mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot, tremor, dan perubahan
ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki
menunjukkan perubahan paling awal).
b) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia. remor pada
motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan
eksudat.
5) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala,
nyeri dada pleuritis.
b) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot
melindungi yang sakit.
6) Pernapasan
a) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk (mulai
dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum. Bendungan
atau sesak pada dada.
b) Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas
adventius. Sputum :kuning
7) Keamanan
a. Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat
penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau
berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak;
berkeringat malam.
b. Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola warna mla,; mudah
terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rectum, luka-luka
perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar linfe pada dua
area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan
otot, perubahan pada gaya berjalan.
8) Seksualitas
a) Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual mltipel,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido,
terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom yang
tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
b) Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi
kulit(mis. Kutil, herpes)
9) Interaksi social
a) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana.
b) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang
tak terorganisasi.
10) Penyuluhan/pembelajaran
a) Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku
beresiko tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV). Penggunaan/
penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
b) Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan keuangan, obat-
obatan/tindakan, perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transpotasi, belanja
makanan dan persiapan ; perawatan diri, prosedur perawatan teknis,dll.

2. Dianosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
e. Diare berhubungan dengan infeksi GI
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
3. Intervensi dan Rasional
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
criteria hasil
1 Resiko tinggi Pasien akan 1. Monitor 1. Untuk pengobatan
infeksi bebas infeksi tanda-tanda dini
berhubungan oportunistik dan infeksi baru. 2. Mencegah pasien
dengan komplikasinya 2. gunakan terpapar oleh kuman
imunosupresi, dengan kriteria teknik aseptik patogen yang
malnutrisi dan tak ada tanda- pada setiap diperoleh di rumah
pola hidup yang tanda infeksi tindakan sakit.
beresiko. baru, lab tidak invasif. Cuci 3. Mencegah
ada infeksi tangan sebelum bertambahnya
oportunis, tanda meberikan infeksi
vital dalam batas tindakan.
normal, tidak ada 3. Anjurkan
luka atau pasien metoda
eksudat. mencegah 4. Meyakinkan
terpapar diagnosis akurat dan
terhadap pengobatan
lingkungan 5. Mempertahankan
yang patogen. kadar darah yang
4. Kumpulkan terapeutik
spesimen untuk
tes lab sesuai
order.
5. Atur
pemberian
antiinfeksi
sesuai order

2 Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan 1. Pasien dan keluarga


infeksi (kontak ditransmisikan, pasien atau mau dan memerlukan
pasien) tim kesehatan orang penting informasikan ini
berhubungan memperhatikan lainnya metode
dengan infeksi universal mencegah 2. Mencegah transimisi
HIV, adanya precautions transmisi HIV infeksi HIV ke orang
infeksi dengan kriteriaa dan kuman lain
nonopportunisitik kontak pasien patogen
yang dapat dan tim lainnya.
ditransmisikan. kesehatan tidak 2. Gunakan
terpapar HIV, darah dan
tidak terinfeksi cairan tubuh
patogen lain precaution bial
seperti TBC. merawat
pasien.
Gunakan
masker bila
perlu.
3 Intolerans Pasien 1. Monitor 1. Respon bervariasi
aktivitas berpartisipasi respon dari hari ke hari
berhubungan dalam kegiatan, fisiologis
dengan dengan kriteria terhadap 2. Mengurangi
kelemahan, bebas dyspnea aktivitas kebutuhan energy
pertukaran dan takikardi 2. Berikan
oksigen, selama aktivitas. bantuan 3. Ekstra istirahat perlu
malnutrisi, perawatan jika karena
kelelahan. yang pasien meningkatkan
sendiri tidak kebutuhan metabolik
mampu
3. Jadwalkan
perawatan
pasien
sehingga tidak
mengganggu
isitirahat.

4 Perubahan nutrisiPasien 1. Monitor 1. Intake menurun


kurang dari
mempunyai kemampuan dihubungkan dengan
kebutuhan tubuh intake kalori dan mengunyah nyeri tenggorokan dan
berhubungan protein yang dan menelan. mulut
dengan intake
adekuat untuk 2. Monitor 2. Menentukan data
yang kurang,memenuhi BB, intake dan dasar
meningkatnya kebutuhan ouput 3. Mengurangi muntah
kebutuhan metaboliknya 3. Atur 4. Meyakinkan bahwa
metabolic, dan
dengan kriteria antiemetik makanan sesuai
menurunnya mual dan muntah sesuai order dengan keinginan
absorbsi zat gizi.
dikontrol, pasien 4. Rencanaka pasien
makan TKTP, n diet dengan
serum albumin pasien dan
dan protein orang penting
dalam batas n lainnya.
ormal, BB
mendekati seperti
sebelum sakit.
5 Diare Pasien merasa 1. Kaji 1. Mendeteksi adanya
berhubungan nyaman dan konsistensi darah dalam feses
dengan infeksi mengnontrol dan frekuensi
GI diare, komplikasi feses dan 2. Hipermotiliti mumnya
minimal dengan adanya darah. dengan diare
kriteria perut 2. Auskultasi 3. Mengurangi motilitas
lunak, tidak bunyi usus usus, yang pelan,
tegang, feses 3. Atur agen emperburuk perforasi
lunak dan warna antimotilitas pada intestinal
normal, kram dan psilium 4. Untuk menghilangkan
perut hilang, (Metamucil) distensi
sesuai order
4. Berikan
ointment A
dan D, vaselin
atau zinc oside
6 Tidak efektif Keluarga atau 1. Kaji koping 1. Memulai suatu
koping keluarga orang penting keluarga hubungan dalam
berhubungan lain terhadap sakit bekerja secara
dengan cemas mempertahankan pasein dan konstruktif dengan
tentang keadaan suport sistem dan perawatannya keluarga.
yang orang adaptasi terhadap 2. Biarkan 2. Mereka tak
dicintai. perubahan akan keluarga menyadari bahwa
kebutuhannya mengungkapkan mereka berbicara
dengan kriteria a perasaan secara bebas
pasien dan secara verbal 3. Menghilangkan
keluarga 3. Ajarkan kecemasan tentang
berinteraksi kepada transmisi melalui
dengan cara yang keluaraga kontak sederhana.
konstruktif tentang penyakit
dan
transmisinya.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu
berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran
kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran
menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam
penyususnan kasus harus dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dalam penyusunan makalah dan pemecahan kasus kelompok sudah berusaha
semaksimal mungkin. Namun jika ada saran yang bersifat perbaikan kelompok sangat
senang menerima masukan tersebut.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Dalam penyusunan makalah kelompok melakukan konsultasi dengan pihak
Bapak / Ibu dosen yang bersangkutan. Saran yang Bapak / Ibu dosen berikan sangat
membantu untuk perbaikan makalah dan pemecahan kasus.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai