Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

DIETETIKA DASAR

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

Nama:
Ceryn Aisya Deyana (PO.71.31.1.17.005)
Fitrianti Yulis Aryani (PO.71.31.1.17.011)
Maharanisa Julia (PO.71.31.1.17.017)
Refti Fianola (PO.71.31.1.17.024)
Widya Afiska (PO.71.31.1.17.031)

Jurusan: D4 Gizi

Dosen Pembimbing:
Susyani, S.SiT, M.Kes
Muzakar, SST, MPH
Eliza, S.Gz, M.Si
Devy Kartika Sari, SST, SKM

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2018/2019
LAPORAN PRAKTIKUM DIETETIKA DASAR
(HIV)

I. Judul : HIV

II. Praktikum ke :

III. Prinsip :

1. Meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan dengan memberikan nutrisi yang


dibutuhkan tubuh.
2. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat lebih baik melawan
penyakit lainnya.
3. Membantu mengatasi gejala dan komplikasi HIV.
4. Meningkatkan efektifitas pengobatan dan mengatasi efek sampingnya.

IV. Tujuan :

 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan Asuhan Gizi pada penyakit HIV
 Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui bagaimana cara Assesment Gizi pada penyakit HIV
b. Untuk mengetahui bagaimana cara Diagnosa Gizi pada penyakit HIV
c. Untuk mengetahui bagaimana cara Intervensi Gizi pada penyakit HIV
d. Untuk mengetahui bagaimana cara Monitoring dan Evaluasi Gizi pada
penyakit HIV

V. Tinjauan Pustaka :

1. Pengertian HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-
1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.
Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim
reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

2. Pengertian AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi
AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan
adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan
infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

3. Epidemiologi
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan April tahun
1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang meninggal di RSUP
Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir tahun
1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (Muninjaya, 1998).
Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam akibat
penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah pengguna
narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda yang merupakan
kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat 6789 kasus HIV/AIDS
yang dilaporkan (Djauzi dan Djoerban, 2007).
Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapai 16.110 kasus
AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat
sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh penderita AIDS tersebut, 12.061
penderita adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui hubungan seks
(Depkes RI, 2008).

4. Etiologi
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh virus yang
disebut HIV. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis
(Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita
dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Limphadenopathy
Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of Health, USA 1984)
menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah
penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini
sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy
of Viruses (1986) WHO memberi nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan
berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun antigenik. HIV-2 dianggap kurang
patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan virus itu disebut sebagai
HIV saja (Daili, 2009).

5. Patogenesis
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen
dan sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. Jika
virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah
menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-
virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya
diprogramkan untuk membentuk gen virus (Daili, 2009).
HIV menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen
permukaan CD4, terutama sekali limposit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain limfosit T4,
virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel langerhas pada kulit, sel
dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel
serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4
selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Daili, 2009).
Sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya limposit T4 secara
besar-besaran yang mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan
keganasan yang merupakan gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat
dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi (Daili, 2009).

6. Cara penularan
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu
(KPA, 2007c).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)

a. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi
selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral
(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal
yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
e. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
f. Penularan dari ibu ke anak
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
g. Penularan HIV melalui pekerjaan
Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium. Terdapat resiko penularan
melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan,
petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan
terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).

Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja
kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci,2000).
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
a. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi,
tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang
tertular.
b. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan
kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
c. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
d. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

7. Gejala Klinis
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor
(umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif f
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)


(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan
berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

8. Pengobatan
Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan para
penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat
dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan
produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat
ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transkriptase
inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleotide reverse
transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan dalam
menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah
berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006).
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi
HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan
jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun
perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada
semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun
inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).

9. Pencegahan
Menurut Muninjaya (1998), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS adalah
Puasa (P) seks (abstinensia), artinya tidak (menunda) melakukan hubungan seks,
Setia (S) pada pasangan seks yang sah (be faithful/fidelity), artinya tidak berganti-
ganti pasangan seks, dan penggunaan Kondom (K) pada setiap melakukan
hubungan seks yang beresiko tertular virus AIDS atau penyakit menular seksual
(PMS) lainnya. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan PSK.
Bagi mereka yang belum melakukan hubungan seks (remaja) perlu diberikan
pendidikan. Selain itu, paket informasi AIDS untuk remaja juga perlu dilengkapi
informasi untuk meningkatkan kewaspadaaan remaja akan berbagai bentuk
rangsangan dan rayuan yang datang dari lingkungan remaja sendiri (Muninjaya,
1998).
Mencegah lebih baik daripada mengobati karena kita tidak dapat melakukan
tindakan yang langsung kepada si penderita AIDS karena tidak adanya obat-obatan
atau vaksin yang memungkinkan penyembuhan AIDS. Oleh karena itu kita perlu
melakukan pencegahan sejak awal sebelum terinfeksi. Informasi yang benar tentang
AIDS sangat dibutuhkan agar masyarakat tidak mendapat berita yang salah agar
penderita tidak dibebani dengan perilaku yang tidak masuk akal (Anita, 2000).
Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku
sehingga perilaku individu, masyarakat maupun kelompok sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Kemudian
perilaku kesehatan akan berpengaruh pada peningkatan indikator kesehatan
masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. (Notoadmodjo,
2007)
Paket komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang masalah AIDS adalah
salah satu cara yang perlu terus dikembangkan secara spesifik di Indonesia
khususnya kelompok masyarakat ini. Namun dalam pelaksanaannya masih belum
konsisten (Muninjaya, 1998).
Upaya penanggulangan HIV/AIDS lewat jalur pendidikan mempunyai arti
yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan secara
politis kelompok ini adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok sasaran
remaja yang paling mudah dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah (closed
community) (Muninjaya, 1998).
Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan
remaja berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima
dalam lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan
keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama. (BNN, 2009)
Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih merupakan hal
yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan
pendidikan seks. Akibatnya jalur informasi yang benar dan mendidik sulit
dikembangkan (Zulaini, 2000).
Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman
yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam
vagina, anus, ataupun mulut. Bila air mani tidak masuk ke dalam tubuh pasangan
seksual maka resiko penularan akan berkurang. Apabila ingin melakukan senggama
dengan penetrasi maka seks yang aman adalah dengan menggunakan alat pelindung
berupa kondom (Yatim, 2006).
Hindari berganti-ganti pasangan dimana semakin banyak jumlah kontak
seksual seseorang, lebih mungkin terjadinya infeksi. Hindari sexual intercourse dan
lakukan outercourse dimana tidak melakukan penetrasi. Jenis-jenis outercourse
termaksuk masase, saling rangkul, raba, dan saling bersentuhan tubuh tanpa kontak
vaginal, anal, atau oral (Hutapea, 1995).
Bagi pengguna obat-obat terlarang dengan memakai suntik, resiko penularan
akan meningkat. Oleh karena itu perlu mendapat pengetahuan mengenai beberapa
tindakan pencegahan. Pusat rehabilitasi obat dapat dimanfaatkan untuk
menghentikan penggunaan obat tersebut.
Bagi petugas kesehatan, alat-alat yang dianjurkan untuk digunakan sebagai
pencegah antara lain sarung tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pelindung
muka atau masker, dan pelindung mata. Pilihan alat tersebut sesuai dengan
kebutuhan aktivitas pekerjaan yang dilakukan tenaga kesehatan (Lyons, 1997).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi AIDS bisa menularkan virus tersebut kepada
bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. ASI juga dapat
menularkan HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi HIV pada saat mengandung
maka ada kemungkinan si bayi lahir sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar
seorang ibu tetap menyusui anaknya sekalipun HIV +. Bayi yang tidak diberi ASI
beresiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi kurang gizi (Yatim, 2006).
Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil
maka dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang tidak
mendapat pengobatan (MFMER, 2008).

10. Zat Gizi dan HIV


Seperti diketahui, infeksi HIV adalah infeksi yang menyerang sistem imun
sehingga meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami penyakit akibat infeksi
lainnya seperti infeksi saluran cerna, tuberkulosis, dan flu. Pada orang yang
mengalami infeksi, proses metabolismenya meningkat berkali-kali lipat sehingga
kebutuhan akan zat gizi juga bertambah. Bila kebutuhan ini tidak tercukupi melalui
makanan, maka metabolisme akan mengambil sumber dari tubuh orang tersebut
sehingga orang dengan infeksi HIV mengalami penurunan berat badan, atrofi otot,
hingga kelemahan. Keadaan defisiensi gizi membuat seseorang makin cepat masuk
ke tahapan AIDS.
Baik upaya pencegahan dan perawatan jangka panjang bagi orang dengan HIV
dan AIDS (ODHA) memerlukan gizi sebagai elemen penting. Pengaturan gizi
memberi dampak nyata dalam perjalanan penyakit infeksi HIV. Status yang kurang
gizi berat dan sedang pada ODHA memiliki korelasi terhadap peningkatan resiko
kematian sebanyak 2–6 kali lipat. Intervensi gizi yang spesifik terbukti
memperbaiki keadaan klinis dan status gizi ODHA.
Pelayanan gizi pada ODHA merupakan dukungan gizi pada kehidupan sehari-
hari sebagai strategi penting untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA. Sebagian
besar ODHA mengalami masalah gizi seperti diare, mual dan perilaku berisiko
menimbulkan masalah gizi berupa ketidak mampuan dalam memilih makanan
sehat. Untuk itu diperlukan suatu strategi yang terintegrasi agar ODHA dapat
tercukupi kebutuhan gizinya.
Khusus pada kasus HIV, terdapat berbagai keluhan klinis yang memengaruhi
asupan makanan. Misalnya, kondisi sederhana seperti kandidiasis oral. Selain
memberikan terapi klinis, pemilihan intervensi gizi yang tepat akan membantu
pemulihan pasien. Selain memertimbangkan keluhan klinis, cara pemberian dan
pemilihan makanan bagi pasien juga perlu menyesuaikan dengan obat Antiretroviral
(ARV) yang dikonsumsi pasien. Hal lain yang tak kalah penting adalah kepatuhan
pasien dalam mengikuti program perawatan dan pengobatan HIV.
Seiring dengan perjalanan infeksi HIV, kebutuhan gizi ODHA juga terus
berubah. Berikut dipaparkan mengenai tahapan infeksi HIV dan kebutuhan gizi
yang diperlukan:

a. Tahap Awal
Infeksi merusak sistem imun di tingkat selular. Limfosit CD4 mengalami
kerusakan yang progresif sehingga tubuh tidak mampu melawan infeksi lainnya,
terutama pada saluran pencernaan yang berdampak pada daya cerna dan daya
serap zat-zat gizi.
Selain virus HIV menginfeksi langsung sel-sel imun, sel yang sudah
terinfeksi juga akan menginfeksi sel-sel yang sehat, sehingga terjadi kerusakan
sel berlipat ganda. Sel-sel yang rusak berdampak membentuk radikal bebas
dalam darah maupun jaringan tubuh. Radikal bebas dalam jumlah tinggi
meningkatkan metabolisme dan bersifat merusak tubuh.
Kecepatan perkembangan infeksi HIV pada tahap Awal, dapat diperlambat
dengan suplemen zat-zat gizi dan parameter bahwa terjadi perbaikan salah
satunya dengan penambahan berat badan
b. Tahap Lanjut
Infeksi HIV berlangsung terus hingga berdampak pada asupan makanan,
daya cerna (digestion), daya serap (absorbtion), memengaruhi fungsi tubuh
(Body disfunction). Pada tahap III dan IV infeksi HIV akan terjadi kerusakan
dan mengakibatkan kegagalan metabolisme, sehingga suplementasi zat gizi
tidak mampu memperbaiki status gizi ODHA hingga menjadi seperti semula, ini
disebut sebagai sindroma balloon (Asmuni & Matulessy, 1997). Gangguan gizi
mengakibatkan keadaan defisiensi zat gizi mikro yang terdiri dari vitamin.
Mineral dan air. yang mempengaruhi metabolisme tubuh yang terlihat lebih
jelas pada tingkat bioselular, dalam pembentukan enzim dan hormone tubuh.
Gangguan zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, akan
mempengaruhi keadaan massa tubuh sehingga dapat memperburuk atau
menurunnya status gizi seseorang yang berdampak jelas dengan penurunan
berat badan yang drastis pada ODHA.
Dengan terjadinya kegagalan metabolisme akan memberi dampak makin
cepat perjalanan infeksi HIV menjadi AIDS dan karena gizi yang memburuk,
akan terjadi kehilangan massa tubuh, wasting, dan atrofi otot sehingga ODHA
akan tampak sangat kurus (cachexia).
Penatalaksanaan ODHA mencakup pengobatan Antiretroviral (ARV) dan
intervensi gizi. Obat ARV berfungsi memperlambat kerusakan sistem
kekebalan, mengurangi jumlah virus, mencegah lajunya infeksi HIV dan
memungkinkan pemulihan kekebalan tubuh. Sementara perencanaan gizi yang
benar dan olah raga teratur akan memberikan dampak positif terhadap fungsi
dan pembentukan imunitas tubuh ODHA.
Pada awal seseorang didiagnosis HIV positif, maka perlu dilakukan
skrining gizi sehingga didapat resiko masalah gizi yang dialami pasien. Faktor
lain yang perlu dikaji adalah kondisi medis, bentuk fisik serta situasi social
pasien. Pengkajian faktor medisnya melihat stadium HIV pada saat dinyatakan
positif, penyakit penyerta, infeksi oportunistik dan komplikasi metabolism.
Penilaian faktor fisik untuk menilai perubahan bentuk tubuh, gangguan
pencernaan dan antropometri (berat dan tinggi badan). Faktor sosial melihat
lingkungan tempat tinggal, kebiasaan makan yang tidak normal, kesehatan
mental, faktor sumber pendapatan, serta akses untuk mendapatkan makanan.
Setelah mengetahui masalah gizi pasien, maka dapat dibuat perencanaan
gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kepada pasien dan keluarga dapat
diberikan edukasi mengenai gizi yang diperlukan oleh ODHA sehingga dapat
diatur agar asupan gizinya akan seimbang Gizi seimbang bukan berarti harus
menggunakan bahan makanan yang mahal, tetapi memanfaatkan bahan
makanan yang terjangkau dengan nilai gizi yang tinggi. ODHA yang sudah
mendapat ARV dan intervensi gizi, wajib dilakukan monitoring dan evaluasi.
Tujuannya agar ODHA terpantau kondisinya dan mecegah kemunduran terkait
status HIV-nya.
Pada keadaan ODHA dengan status gizi yang buruk dengan kondisi fisik
sangat buruk baiknya dirujuk ke dokter spesialis gizi agar mendapat edukasi dan
anjuran yang tepat untuk status gizinya, sehingga monitoring dan evaluasi dapat
dilakukan dengan baik dan benar.
VI. Hasil dan Pembahasan :

KASUS HIV
Seorang laki-laki berumur 42 th, BB : 85 kg, TB : 180 cm, terbukti HIV positif sejak 20
th yang lalu dengan CD4+ : 643. Kolesterol total : 184 mg/dl, trigliserida : 304 mg/dl,
HDL : 25 mg/dl, LDL : 96 mg/dl. Sejak 6 bulan mengalami perubahan komposisi tubuh
terutama lingkar perut, beliau tinggal sendiri dan tidak suka memasak, biasa olahraga
berjalan kaki 30 menit/hari. Hasil recall 24 jam : asupan energy 2700 kkal/ hari.

Pertanyaan :
a. Buat asuhan gizi pasien tersebut dengan metode NCP secara lengkap
b. Buat menu sehari dari rekap belanja
c. Buat rencana konsultasi dan penyuluhan

PERHITUNGAN KEBUTUHAN
Diketahui:

Umur = 42 tahun
TB = 180 cm
BB = 85 kg

Penyelesaian:

 BBI = (TB – 100) – 10% (TB – 100)


= (180 – 100) – 10% (180 – 100)
= 80 – 8
= 72 kg

 IMT = BB (kg) / TB2 (m)


= 85 / (1,8)2
= 26,23 (Kelebihan BB tingkat ringan / Overweight)

 Energi (Harris Bennedict)

 BEE = 66 + (13,7 x BBI) + (5 x 180) – (6,8 x U)


= 66 + (13,7 x 72) + (5 x 180) – (6,8 x 42)
= 66 + 986,4 + 900 – 285,6
= 1666,8 kkal

 TEE = BEE x aktifitas fisik x faktor stress


= 1666,8 x 1,3 x 1,4
= 3033,576 kkal
 Protein = 1,5 gr x kg/BB
= 1,5 x 72 kg
= 108 gr
= 108 gr x 4
= 432 kkal

 Lemak = 10% x Energi Total


= 10% x 3033,576 kkal
= 303,357 kkal
= 303,357 kkal / 9
= 33,706 gr

 KH = Energi Total – (Protein + Lemak)


= 3033,576 kkal – (432 + 303,357)
= 2298,219 kkal
= 2298,219 kkal / 4
= 574,554 gr

Vitamin dan mineral tinggi yaitu 150% dari AKG yang dianjurkan
85
 Vit. A = 62 𝑥600 = 822,58 mcg

85
 Vit. B12 = 62 𝑥2,4 = 3,29 mcg

85
 Vit. C = 62 𝑥90 = 123,38 mg

85
 Vit. E = 62 𝑥15 = 20,56 mg

85
 Asam folat = 62 𝑥400 = 548,38 mcg

85
 Kalsium = 62 𝑥1000 = 1370,96 mg
85
 Magnesium = 62 𝑥 350 = 479 mg

85
 Selenium = 62 𝑥 30 = 41,12 mcg

85
 Seng = 62 𝑥13 = 17,82 mg

Pembagian Waktu Makan

 Makan Pagi

Energi = 25% x 3033,576 = 758,394 kkal

Protein = 25% x 108 = 27 gr

Lemak = 25% x 33,706 = 8,426 gr

Karbohidrat = 25% x 574,554 = 143,638 gr

 Selingan

Energi = 10% x 3033,576 = 303,357 kkal

Protein = 10% x 108 = 10,8 gr

Lemak = 10% x 33,706 = 3,370 gr

Karbohidrat = 10% x 574,554 = 57,455 gr

 Makan Siang

Energi = 30% x 3033,576 = 910,072 kkal

Protein = 30% x 108 = 32,4 gr

Lemak = 30% x 33,706 = 10,111 gr

Karbohidrat = 30% x 574,554 = 172,366 gr


 Selingan

Energi = 10% x 3033,576 = 303,357 kkal

Protein = 10% x 108 = 10,8 gr

Lemak = 10% x 33,706 = 3,370 gr

Karbohidrat = 10% x 574,554 = 57,455 gr

 Makan Malam

Energi = 25% x 3033,576 = 758,394 kkal

Protein = 25% x 108 = 27 gr

Lemak = 25% x 33,706 = 8,426 gr

Karbohidrat = 25% x 574,554 = 143,638 gr

ASSESMENT GIZI

CH.1 DATA PERSONAL

Nama = Bapak X

Usia = 42 Tahun

Jenis Kelamin = Laki-laki

CH.2 RIWAYAT MEDIS

Keluhan : Sejak 6 bulan mengalami perubahan komposisi tubuh terutama lingkar perut

Riwayat penyakit sekarang : HIV

Riwayat penyakit dahulu : HIV sejak 20 tahun yang lalu

Riwayat penyakit keluarga : Tidak diketahui

CH.3 RIWAYAT SOSIAL

Tidak diketahui
FH. RIWAYAT GIZI

Energi (kkal)
Asupan 2700

Kebutuhan 3033,576

% Asupan 89%

AD. ANTROPOMETRI

Umur = 42 thn

TB = 180cm

BB = 85 kg

BBI = (TB – 100) – 10% (TB – 100)

= (180 – 100) – 10% (180 – 100)

= 80 – 8

= 72 kg
𝐵𝐵 85
IMT = (𝑇𝐵)2𝑚 = (1,8)2 = 26,23 (Kelebihan BB tingkat ringan / Overweight )

BD. DATA BIOKIMIA


DATA BIOKIMIA NILAI NILAI NORMAL INTERPRETASI

1. HIV (+)
2. CD4+ 643 sel/µl 600 – 1500 sel/µl Normal
3. Kolesterol total 184 mg/dl < 200 mg/dl Normal
4. Trigliserida 304 mg/dl 40 – 155 mg/dl Diatas Normal
(Hipertrigliserida)
5. HDL 25 mg/dl 35 – 55 mg/dl Dibawah Normal
6. LDL 96 mg/dl < 130 mg/dl Normal

FISIK KLINIS NILAI NILAI NORMAL INTERPRETASI


1. TEKANAN DARAH
2. SUHU
3. NADI
4. RESPIRASI
DIAGNOSA GIZI

DOMAIN INTAKE
1. (NI.5.1)
Peningkatan kebutuhan zat gizi spesifik (Vit.A, Vit.B12, Vit.C, Vit.E, Asam
Folat, Kalsium, Magnesium, Selenium, Seng)
Berkaitan dengan infeksi kronik dibuktikan dengan riwayat penyakit pasien yang
mengidap HIV sejak 20 tahun yang lalu

2. (NI.5.6.2)
Kelebihan Asupan Lemak
Berkaitan dengan faktor patologis dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
laboratorium pasien menunjukkan Trigliserida = 304 mg/dl (hipertrigliserida)

DOMAIN KLINIS
1. (NC 3.3)
Kelebihan Berat Badan
Berkaitan dengan asupan energy berlebih dan kurang pengetahuan terkait
makanan dan gizi, dibuktikan dengan IMT >25 (IMT = 26,23)

2. (NC 2.2)
Perubahan Nilai Laboratorium Terkait Gizi
Berkaitan dengan disfungsi organ dibuktikan dengan hasil lab trigliserida = 304
mg/dl (Hipertrigliserid) dan HDL = 25 mg/dl (dibawah normal)

DOMAIN PERILAKU LINGKUNGAN


1. (NB 2.3)
Tidak Mampu/Mau Mengurus Diri Sendiri
Berkaitan dengan perilaku dan kepercayaan yang salah tentang makanan dan zat
gizi dibuktikan dengan pasien tidak suka memasak dan tinggal sendiri

INTERVENSI GIZI

PLANNING
• Terapi diet : Diet AIDS III
• Bentuk makanan : Makanan Biasa
• Cara pemberian : Oral

TUJUAN DIET
1. Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek
dukungan gizi
2. Mencapai BB normal serta komposisi tubuh yang diharapkan
3. Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi
4. Mendukung perilaku sehat, menerapkan diet, dan olahraga yang teratur
SYARAT DIET
1. Energi cukup, yaitu 3033,576 kkal
2. Protein tinggi 1,5 gr/kgBB, yaitu 108 gr
3. Lemak rendah 10% dari energi total, yaitu 33,706 gr
4. Karbohidrat cukup, sisa dari energi total, yaitu 574,554 gr
5. Vitamin dan mineral diberikan tinggi 1 ½ kali (150%) dari AKG terutama vitamin
A, vitamin B12, vitamin C, vitamin E, folat, kalsium, magnesium, seng, dan
selenium
6. Serat cukup (25gr/hari)
7. Cairan cukup 1,5 – 2 liter
8. Porsi kecil tapi sering
9. Makanan dalam bentuk mudah cerna diberikan

EDUKASI GIZI

 Masalah: Pengaturan dan pemberian makanan yang tepat


 Tujuan: Memberikan informasi tentang makanan yang tepat untuk pasien
 Sasaran: Pasien dan keluarga
 Metode: Ceramah dan Tanya jawan
 Waktu: ± 30 menit
 Alat peraga: Food model, leaflet

Materi:

1. Memberikan informasi mengenai HIV


2. Memberikan informasi mengenai makanan yang dianjurkan (cth: susu, daging, ayam
tidak berlemak, ikan, tempe, tahu, dll) dan makanan yang perlu dihindari (cth:
daging dan ayam berlemak, kulit ayam, kacang merah, minuman bersoda, dll)
3. Menambah pengetahuan mengenai makanan gizi seimbang, pola makan yang benar,
beserta contohnya.
4. Memberikan informasi tentang gaya hidup sehat

MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring

 Hasil laboratorium = Kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL


 Data antropometri = Berat badan, komposisi tubuh
 Dietary = E, P, L, KH, vitamin dan mineral
 Asupan makanan dan kebiasaan makan = mencapai masukan makanan 100%
 Sikap dan perilaku = melakukan diet dengan benar
2. Evaluasi

 Menurunkan BB hingga mencapai normal


 Perubahan pola makan, gaya hidup dan kebiasaan makan yang salah

VII. Kesimpulan :

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan pada tahap akhir infeksinya dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi, sehingga mengganggu atau sampai merusak organ tubuh termasuk otak.

VIII. Saran :

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan kondisi pasien.

IX. Daftar Pustaka :

http://yankes.kemkes.go.id/read-penatalaksanaan-diet-pada-pasien-hivaids-6946.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/16725/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/60402/

Lampiran Menu

Nasi
Ayam Suwir Kemangi
Makan Pagi Orek Tempe Basah
Tumis Buncis Wortel
Mangga

Selingan Kolak Labu Kuning

Nasi
Semur Daging Sapi
Makan Siang Tahu Kukus
Bening Bayam
Pisang

Selingan Stik Kentang Keju


Nasi
Pepes Ikan Mas
Makan Malam Tempe Bacem
Tumis Sawi Wortel
Pepaya

Selingan Susu

Lampiran Resep

 Makan Pagi
 Ayam Suwir Kemangi
Bahan-Bahan:
50 gr daging dada ayam, rebus lalu suwir
10 gr kemangi, petiki kuntumnya
1 batang serai (bagian putihnya), digeprek
1 lembar daun salam
garam dan gula pasir secukupnya
100 cc air kaldu, bekas rebusan ayam

Bumbu Halus:
10 gr cabai kriting
4 siung bawang merah
2 siung bawang putih
1 ruas jahe
1 ruas kunyit
1 butir kemiri

Cara Membuat:
1. Panaskan 1 sdm minyak, tumis bumbu halus sampai wangi
2. Masukkan daun salam dan serai, aduk rata.
3. Masukkan air kaldu, aduk rata.
4. Bumbui dengan garam dan gula, koreksi rasa.
5. Masukkan suwiran daging ayam, terus aduk hingga air menyusut.
6. Masukkan kemangi, aduk sebentar, matikan api. Sajikan.

 Orek Tempe Basah


Bahan-bahan:
50gr tempe, potong dadu dan goreng ½ matang
3siung bawang putih, iris tipis
2cm lengkuas, memarkan
1lembar daun salam
15 gr kecap
Secukupnya gula dan garam
100ml air
1sdm minyak sayur

Cara Membuat:
1. Panaskan wajan dan minyak. Tumis bawang putih hingga harum. Tambahkan
lengkuas dan daun salam, kemudian tumis sebentar.
2. Masukkan tempe, kecap, gula, garam, dan air. Aduk hingga merata.
3. Masak hingga bumbu meresap dan air mengering, kemudian angkat.
4. Sajikan segera bersama nasi putih dan lauk pauk lainnya.

 Tumis Buncis Wortel


Bahan-bahan:
1 sdm minyak goreng
2 siung bawang putih iris
3 butir bawang merah, iris
1 buah cabai merah, iris serong
2 cm lengkuas, memarkan
1 lembar daun salam
Secukupnya garam, gula, dan merica bubuk
50 gr buncis, potong–potong
50 gr wortel, potong korek api
100 ml air

Cara Membuat:
1. Tumis bawang putih, bawang merah, cabai merah, lengkuas, dan daun salam
hingga harum.
2. Tambahkan garam, kecap manis, merica, dan gula, aduk dan masak sebentar
3. Masukkan buncis, wortel, aduk hingga bumbu merata.
4. Tuang air, aduk dan masak hingga buncis dan wortel matang. Angkat dan sajikan.

 Selingan
 Kolak Labu Kuning
Bahan-bahan :
100 gr labu kuning ukuran sedang
100 ml susu skim
20 gr gula merah, iris halus

Cara Membuat:
 Potong-potong labu kuning menurut selera, kemudian kukus hingga matang, lalu
angkat.
 Masak susu dengan menggunakan api kecil, lalu tambahkan gula merah, aduk
hingga rata.
 Sajikan labu kuning dengan kuas susu.
 Makan Siang
 Semur Daging Sapi
Bahan-bahan:
50 gr daging sapi
2 siung bawang putih
4 siung bawang merah
2 buah cabai merah, buang bijinya
Jahe, memarkan
1 lembar daun salam
1 sdm minyak goreng
20 gr kecap manis
Secukupnya gula pasir dan garam
200 ml air

Cara Membuat:
1. Haluskan bawang merah, bawang putih, dan cabai merah.
2. Siapkan minyak untuk menumis dalam wajan. Tumis bumbu yang telah
dihaluskan, tambahkan daun salam dan jahe.
3. Tumis hingga harum.
4. Masukkan daging, tumis hingga daging berubah warna dan hingga bumbu
tercampur.
5. Masukkan air hingga merendam daging. Tambahkan kecap manis, gula pasir,
garam, dan lada secukupnya.
6. Tutup wajan, lalu kecilkan api.
7. Masak hingga air meresap dan daging matang serta empuk.
8. Hidangkan selagi hangat.

 Tahu Kukus
Bahan-bahan:
100 gr tahu putih
1 butir telur
20 gr wortel, potong dadu kecil
10 gr daun bawang, iris tipis
Secukupnya garam dan lada bubuk

Bumbu Halus:
2 siung bawang putih
3butir bawang merah

Cara Membuat:
1. Dalam wadah, hancurkan tahu putih dengan garpu hingga halus.
2. Masukkan bumbu halus, garam, dan lada bubuk. Aduk adonan hingga rata.
3. Masukkan wortel dan daun bawang. Aduk rata.
4. Masukkan adonan tahu ke dalam cetakan-cetakan yang telah diolesi minyak
sebelumnya.
5. Kukus tahu selama 30 menit hingga matang. Angkat.
6. Siap disajikan.

 Bening Bayam
Bahan-bahan:
75 gr sayur bayam
25 gr jagung manis pipil
Secukupnya air

Bumbu Halus:
3 siung bawang putih
2 siung bawang merah
Secukupnya gula dan garam

Cara Membuat:
1. Siapkan semua bahan. Cuci bersih daun bayam dan jagung.
2. Rebus air secukupnya hingga mendidih, masukkan bumbu halus.
3. Tambahkan sayur bayam dan jagung manis.
4. Masukkan garam dan gula secukupnya. Masak hingga jagung dan bayam matang,
angkat dan sajikan.

 Selingan
 Stik Kentang Keju
Bahan-bahan:
50 gr kentang
10 gr tepung maizena
20 gr tepung terigu
20 gram keju, parut
1 batang daun seledri (cincang halus)

Cara Membuat:
1. Kukus kentang hingga matang dan empuk. Lalu hancurkan kentang.
2. Tambahkan tepung maizena, tapung terigu, keju parut, garam, lada bubuk, dan
daun seledri ke dalam kentang.
3. Aduk semua bahan hingga rata dan pastikan rasanya pas.
4. Cetak kentang dengan cara diambil sedikit dari wajan kemudian gulung-gulung
dengan tangan sesuai selera.
5. Panaskan minyak, goreng kentang keju hingga bagian luarnya kering dan
berwarna kuning keemasan.
6. Angkat kentang keju goreng yang matang, tiriskan.
7. Sajikan kentang keju ini bersama saus sambal atau saus tomat.

 Makan Malam
 Pepes Ikan Mas
Bahan-bahan:
50 gr ikan mas
1 buah jeruk nipis
15 gr daun kemangi
2 lembar daun salam
Daun pisang

Bumbu Halus:
1 ruas jari kunyit
3 butir kemiri
3 siung bawang merah
2 siung bawang putih
1 sdt garam

Cara Membuat:
1. Pertama-tama, bersihkan ikan hingga benar-benar bersih.
2. Kemudian haluskan semua bumbu halus dengan menggunakan cobek atau
blender hingga halus. Selanjutnya lumurkan bumbu halus dan lumuri perasan
jeruk nipis secukupnya pada ikan hingga rata.
3. Setelah itu, siapkan kukusan berisi air mendidihkan di bagian bawahnya.
4. Siapkan daun pisang yang telah bersih dan lemas, beri sebagian daun kemangi
yang telah dibersihkan, potongan tomat hijau, dan daun salam;
5. Letakkan ikan yang telah dilumuri bumbu halus, kemudian tutupi dengan sisa
daun kemangi, potongan tomat, dan daun salam.
6. Bungkus ikan dengan rapi, jika masih ada sisa bumbu maka masukkan sisa
bumbu halus dari sisi yang lain, kemudian tutup, pastikan daun tidak bocor. Jika
perlu Anda bisa mendobel daun pisang yang digunakan untuk membungkus.
7. Cek kukusan, bila air telah mendidih, masukkan ikan, kukus hingga matang.

 Tempe Bacem
Bahan-bahan:
50 gr Tempe

Bumbu Halus:
4 siung bawang merah
2 siung bawang putih
10 gr gula merah
1 buah ketumbar
Serai, daun salam dan garam
20 gr kecap manis
150 ml air

Cara Membuat:
1. Tumis semua bumbu halus hingga wangi.
2. Kemudian masukan tempe dan air ungkep sampai air habis menggunakan api
kecil biar bumbu benar benar meresap.
3. Lalu goreng sebentar, angkat dan sajikan.

 Tumis Sawi Wortel


Bahan-bahan:
75 gr sawi putih, lalu iris tipis
25 gr wortel, iris serong tipis
10 gr bawang bombay, iris tipis memanjang
2 siung bawang putih, haluskan
10 gr cabai merah keriting, iris serong
1 sdm saus tiram
Secukupnya gula, garam dan merica bubuk
200 ml air
10 gr minyak goreng

Cara Membuat:
1. Panaskan minyak. Tumis bawang putih dan bawang bombay hingga harum.
Tambahkan cabai iris. Aduk rata.
2. Masukkan wortel lalu aduk rata. Tuang sedikit air lalu masak hingga wortel
setengah matang.
3. Masukkan sawi putih. Tambahkan saus tiram, garam, dan gula pasir. Aduk rata.
4. Tuang sisa air. Masak hingga matang. Koreksi rasanya.
5. Masak hingga matang dan sajikan.

Anda mungkin juga menyukai