Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEPERAWATAN PALIATIF DAN DAN ENJELANG AJAL


SKEMA PATOFISIOLOGIDAN NURSING PATHWAY AIDS
DIAGNOSA DAN TINDAKAN KEPERAWATAN
DOSEN : Ns.Wahyu Cahyono, M.Kes.

OLEH KELOMPOK XII


NI KADEK APRILIANI PUSPITASARI
HURIANTI

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM
2019/2020
ASKEP AIDS

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome


(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah
menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada
Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan
kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan
demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim
telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari
570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-
Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya
manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan
parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua Negara.

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita
penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan
kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan AIDS?

2. Apa penyebab dari AIDS?

3. Bagaimana patofisiologi dari AIDS?

4. Apa tanda dan gejala klien dengan AIDS?

5. Bagaimana komplikasi AIDS?

6. Apa pemeriksaan penunjang untuk AIDS?

7. Bagaimana penatalaksanaan AIDS?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan AIDS?


C. TUJUAN

a. Tujuan Umum

· Menjelaskan tentang AIDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus AIDS.

b. Tujuan Khusus

· Menjelaskan tentang AIDS.

· Menjelaskan tentang penyebab dari AIDS.

· Menjelaskan tentang patofisiologi dari AIDS.

· Menjelaskan tentang tanda dan gejala dari AIDS.

· Menjelaskan tentang komplikasi AIDS.

· Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk AIDS.

· Menjelaskan tentang penatalaksanaan AIDS.

· Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan AIDS


KONSEP TEORI

A. DEFINISI

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala, infeksi dan kondisi
yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi
oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah
terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.

Jadi pada dasarnya penderita yang mengidap HIV akan mudah berlanjut pada penyakit AIDS. Karena
HIV dapat menyerang atau menginfeksi sel system kekebalan tubuh. Dan tubuh tidak mampu
melawan serangan-serangan virus, bakteri dan lain-lain akibat dari lemahnya system imun atau
kerusakan anti bodi. HIV adalah factor utama dari penyakit AIDS.

Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun
pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.

HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem
kekebalan tubuh manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem
kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV
menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan
imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.

Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau berulang, artinya
daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang, maka berkembanglah AIDS.

B. ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang
nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal
dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus
ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi. Adapun
beberapa cara virus HIV menyebar ke individu lain:

1. Penularan seksual

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina
atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan
seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk
melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko
penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena
adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi
vaginal
2. Kontaminasi patogen melalui darah

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia,
dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik
(syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab
penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B
dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua
infeksi baru HIV. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat
anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja
laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini
dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.

3. Penularan masa perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim selama masa perinatal, yaitu minggu-
minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses
terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar. Sejumlah faktor dapat
memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban
virus, semakin tinggi risikonya).

C. PATOFISIOLOGI

Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing,
misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun manusia lain.

Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri
sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “ber-aksi” bahkan kemudian
dilumpuhkan.

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel
limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-
sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki
tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel
pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel
induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia
lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T
helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua
utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan
pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA
(DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan
kemudian terjadi infeksi yang permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral
DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang
biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus
(mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan
menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka
tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme
kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma
Kegagalan Kekebalan.

PATHWAY
D. TANDA DAN GEJALA

1. Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.

2. sianosis.

3. Disfagia

4. Tidak ada nafsu makan, mual, muntah

5. Penurunan BB yang cepat

6. Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut.Hygiene

7. Memepeliahatkan penampilan yang tidak rapi.

8. Dehidrasi.

9. Nyeri pada daerah inflamasi.

10. Penurunan rentang gerak.

11. Napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,

12. Sesak pada dada, takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

13. Diare.

14. Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus dan darah.

15. Haluaran urin tidak adekuat.

16. Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif.

17. Kelemahan otot.

18. Perubahan pola tidur.

19. Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dengan
orang lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu.

20. Menguatirkan penampilan: lesi , cacat, menurunnya berat badan.

21. Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.

22. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.

E. KOMPLIKASI

1. Neurologik.

a. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia
complex).

Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi
progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang
kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.

b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku
kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan
dengan analisis cairan serebospinal.

2. Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang


diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB
awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang
kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan
dehidrasi.

b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

3. Respirasi

a. Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti
yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides.

4. Dermatologik.

a. Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan
disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum
kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai
deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi
yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan
folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.

b. Sensorik

a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis


sitomegalovirus berefek kebutaan.

b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran


dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan
reaksi-reaksi obat.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Serologis

a. Tes antibody serum : skrining HIV dengan ELISA. Jika hasil tes positif, maka akan
mengindikasikan adanya HIV.

b. Sel T-limfosit: penurunan jumlah total.

c. Sel T4-helper: jumlah yang kurang dari 200 menindikasikan respons defisiensi imun hebat.

d. P24 (protein pembungkus HIV) : peningkatan nilai kuantitatif protein dapat


mengindikasikan progesi infeksi.

2. Sinar x dada

Mungkin normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan pada infiltrasi intertisial pada
PCP.

3. Tes fungsi pulmonal

Digunakan pada deteksi awal pada pneumonia; volume mungkin menurun (kolaps alveolar)
tekanan jalan napas meningkat.

4. Pemeriksaan neurologis.

a. EMG/pemeriksaan konduksi saraf : di indikasikan untuk perubahan mental, perubahan fungsi


sensori/motorik.

5. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah.

Kultur sputum dan darah dapat mengidentifikasikan semua organism yang ada atau bekteremia
sementara.

6. Ronsen kepala

Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi intracranial.

G. PENATALAKSANAAN

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik.

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial,


atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin).

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru.

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

a. Didanosine

b. Ribavirin

c. Diedoxycytidine.

d. Recombinant CD 4 dapat larut.

4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus.

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari


stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktifitas /istirahat :

a. Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif.

b. Kelemahan otot.

c. Perubahan pola tidur.

2. Sirkulasi

a. Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.

b. Sianosis.

3. Integritas ego

a. Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan


dengan orang lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu.

b. Menguatirkan penampilan: lesi , cacat, menurunnya berat badan.

c. Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.

d. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.

4. Eliminasi.

a. Diare.

b. Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus dan darah.

c. Haluaran urin tidak adekuat.


5. Makanan/cairan :

a. Disfagia

b. Tidak ada nafsu makan, mual, muntah

c. Penurunan BB yang cepat

d. Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut.Hygiene

e. Memepeliahatkan penampilan yang tidak rapi.

f. Dehidrasi.

6. Higine

a. Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.

b. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri.

7. Nyeri/kenyamanan

a. Nyeri pada daerah inflamasi.

b. Penurunan rentang gerak.

8. Pernapasan

a. Napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,

b. Sesak pada dada, takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

c. Hipoksemia.

9. Keamanan

a. Luka lambat proses penyembuhan

b. Menurunya kekuatan umum.

10. Interaksi social

a. Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya
otot-otot pernafasan).

4. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pus/mucus
pada trakeobronkial.

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler,


gangguan aliran udara ke alveoli.
C. RENCANA KEPERAWATAN

I. Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.

Tujuan

o Infeksi klien dapat dicegah atau diperkecil

Kriteria hasil

o Mencapai masa penyembuhan luka.


o Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dari kondisi infeksi

a. Intervensi.

Mandiri

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Intruksikan orang
terdekat klien untuk mencuci tangan sesuai indikasi.

Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.

2. Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik.

Rasional : Mengurangi patogen pada system imun.

3. Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.

Rasional : Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup berusaha mengurangi rasa terisolasi.

4. Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.

Rasional : Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi terhadap proses infeksi.

5. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan, karateristik sputum (bila ada sputum.

Rasional : Kongesti/distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP.

6. Periksa kulit/membrane mukosa oral terhadap bercak putih/lesi.

Rasional : Kandidiasis oral atau bercak putih atau lesi adalah penyakit yang umum terjadi dan
memberi efek terhadap membran kulit.

7. Periksa dan catat adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi lokal.

Rasional : Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

8. Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah
tersendiri.

Rasional :Mencegah kontaminasi tak disengaja dari pemberian perawatan.

Kolaborasi

1. Berikan antibiotik antijamur/agen anti mikroba misalnya: trimetropim (Bactrim septra), nistanin
(Mycostatin), ketokonazol, pentamidin atau AZT/retrovir, dan gansiklovir (cytovene).
Rasional : Menghambat proses infeksi, obat-obat tersebut ditunjukan untuk menghilangkan
enzim yang memungkinkan virus measuki material genetis sel T4 sehingga dapat memperlambat
perkembangan penyakit.

II. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan.

Tujuan

o Masukan nutrisi adekuat untuk klien

Kriteria hasil

o Membran mukosa adekuat.


o Turgor kulit baik.
o Tanda-tanda vital stabil
o Haluaran urin adekuat

a. Intervensi

Mandiri

1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP

Rasional : Indikator dari volume cairan sirkulasi.

2. Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus.

Rasional : Indikator tidak langsung dari status cairan.

3. Ukur haluaran urine dan berat jenis urine.

Rasional : Peningakatan berat jenis urine/penurunan haluaran urine menunjukan perubahan


perfusi ginjal.

4. Pantau pemasukan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hr

Rasional :Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan


membran mukosa.

5. Anjurkan untuk tidak memakan makanan yang potensial menyebabkan diare.

Rasional : Mungkin dapat mengurangi diare.

Kolaborasi

1. Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan (IV).

Rasional :Mungkin diperlukan untuk mendukung/ memperbesar volume sirkulasi, terutama jika
pemasukan oral tak adekuat.

2. Berikan obat-obatan sesuai indikasi

- Antimietik, misalnya: proklorperazin maleat (compazine), trimetrobenzamid (Tigan).

Rasional : Mengurangi insiden muntah.


III. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-
otot pernafasan)

Tujuan

o Meningkatkan/mempertahankan ventilasi yang adekuat

Kriteria hasil

o Sesak napas atau sianosis dikurangi


o Bunyi napas berkurang atau hilang

a. Intervensi

Mandiri

1. Auskultasi bunyi nafas , misalnya, mengi, ronki.

Rasional : Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernapasan.

2. Tinggikan kepala tempat tidur.

Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal.

3. Catat kecepatan/kedalaman pernapasan, dan adanya sianosis.

Rasional : Sianosis, dan peningkatan napas menunjukan kesulitan pernapasan.

Kolaborasi

1. Tinjau ulang sinar x dada.

Rasional : Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia.

2. Berikan tambahan O2, melalui cara yang sesuai. Misalnya melalui kanula, masker.

Rasional : Mempertahankan ventilasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis


pernapasan.

3. Berikan obat sesuai indikasi:

– Antimikroba misalnya, trimetoprim (bactrim, septra), pentamidin isetionat (pentam).

Rasional : Bactrim adalah obat pilihan profilaksis untuk mencegah pneumonia.

- Bronkodilator , ekspektoran.

Rasional : Mungkin diperlukan untuk meningkatkan/ mempertahankan jalan napas atau untuk
membantu membersihkan sekresi.

IV. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pus/mucus pada
trakeobronkial.

Tujuan

o Ventilasi dan oksigenasi adekuat untuk kebutuhan individu.

Kriteria hasil
o Pernapasan dangkal hilang.
o Jalan napas paten.
o Bunyi napas bersih.

a. Intervensi.

Mandiri

1. Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.

Rasional : Pernapasan dangkal dan pergerakan dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada.

2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara. Misalnya : ronki, dan mengi.

Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas
bronkial dapat juga terjadi pada area konsolidsi.

3. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari. Tawarkan air hangat.

Rasional : Cairan (khususnya air hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.

Kolaborasi

1. Berikan obat sesuai indikasi. Misalnya: analgesik.

Rasional : Analgesik diberikan untuk meperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan


tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk.

V. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler,


gangguan aliran udara ke alveoli.

Tujuan

o Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.

Kriteria hasil

o Bebas dari gejala distres pernapasan.


o Sianosis berkurang atau hilang.
o GDA dalam batas normal.

a. Intervemsi

Mandiri

1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.

Rasional : Manifestasi distress pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru


dan status kesehatan umum.

2. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis.

Rasional : Sianosis menunjukan adanya hipoksemia sistemik.

3. Siapkan/untuk pemindahan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.


Rasional : Intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan pada kejadian kegagalan
pernapasan.

Kolaborasi

4. Berikan terapi oksigen dengan benar. Misalnya nasal, dan masker.

Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2.

Anda mungkin juga menyukai