Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PATOFISIOLOGI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi


Dosen Mata Kuliah : Budi Siswanto, S.Kep,Ners., M.Sc

NAMA : DESTI LESTARI


NIM : P27901119011
1 A D3 KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN 2019/2020
HIV/AIDS

Pengertian Penyakit HIV-AIDS, Gejala, Penyebab, Penanganan dan


Pencegahan.
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome
atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala dan
infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies
lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu


virus yang menyerang dan memperlemah sistem kekebalan tubuh manusia.
Sehingga penderita akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. HIV belum ditemukan obat atau vaksin untuk
menanganinya. Hanya dapat dilakukan penanganan untuk memperlambat
perkembangan virus ini.

Sejarah
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for
Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui
disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los
Angeles. Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika
Sub-Sahara.

Jenis
Dua jenis spesies HIV yang menginfeksi manusia adalah :
1. HIV-1
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1
adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia.
2. HIV-2
HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-
1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan
troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari
Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan
Kamerun

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat
kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan
daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV
AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di
Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin
polio. Namun, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut
tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.

Cara penularan
Cara penularan virus HIV dapat melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan
air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan
bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Virus ini tidak dapat ditularkan melalui
kegiatan sehari-hari seperti pemakaian handuk, alat makan bersama dll.

1. Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. 
2. Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik,
penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah.

3. Penularan masa perinatal


Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan

Gejala dan komplikasi


Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam,
berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan,
merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang
diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi
tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien. HIV memengaruhi hampir
semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker
seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang
disebut limfoma

Penyebab
Penyebab utama dari HIV-AIDS adalah virus HIV. HIV adalah retrovirus
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel
T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+
secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem
kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+
hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah,
maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang
disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis,
kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS yang diidentifikasi
dengan memeriksa jumlah sel T CD4+di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.

Pencegahan
Untuk mencegah penularan virus HIV sebaiknya untuk mengetahui dan
menghindari tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh. Tiga
jalur tersebut adalah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan
cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama
periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan
pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan
kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko
infeksinya secara umum dapat diabaikan.
Untuk pencegahan infeksi dari ibu ke anak, penelitian menunjukkan bahwa obat
antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi
peluang penularan HIV dari ibu ke anak. Jika pemberian makanan pengganti
dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan
aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka.

Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran
kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung
setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis
(PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu.
PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak
enak badan, mual, dan lelah.

1. Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif
(highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat
bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah
ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor.

2. Penanganan eksperimental dan saran


Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan
epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya
pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya
dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20
tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.

3. Pengobatan alternatif
Telah berbagai pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau
mengubah arah perkembangan penyakit salah satunya adalah akupuntur.
Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan
syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri namun
tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-
obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman
obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah
kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius.
HIPERSENSITIVITAS/ALERGI

Pengertian Hipersensivitas

Alergi atau hipersensitivitas merupakan suatu kegagalan kekebalan tubuh


dimana tubuh seseorang menjadi hipersensitivitas dalam bereaksi secara
imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata
lain, tubuh manusia bereaksi sangat berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-
bahan yang dianggap asing atau berbahaya oleh tubuh. Bahan-bahan yang
menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen.

Klasifikasi Hipersensitivitas

Hipersensitivitas dibagi menjadi 4 golongan yakni :

1.Hipersensitivitas Tipe 1

Reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau yang dikenal juga sebagai reaksi alergi, atopi
dan reaksi anafilaksis ialah suatu reaksi hipersensitivitas tipe cepat yang
berlangsung dalam waktu detik-menit antara waktu eksposur dengan antigen
sampai dengan gejala klinis nampak, dan juga termasuk reaksi dengan manifestasi
tercepat diantara ketiga tipe lain. Biasanya lagi reaksi ini dikenal sebagai reaksi
alergi oleh masyarakat luas dan Von Pirquetlah orang pertama yang
memperkenalkan istilah ini di tahun 1906.

Reaksi ini muncul dikarenakan adanya interaksi antibodi IgE spesifik dengan
beberapa tipe antigen spesifik pula yang dinamai alergen. Interaksi silang diantara
antigen antibodi tersebut pada orang yang sudah tersensitisasi serta sebelumnya
memang sudah mempunyai kecenderungan untuk tersensitisasi oleh Fc reseptor
pada pemukaan sel mast dan basofil ini akan mengakibatkan berlangsungnya
degranulasi sel dan dilepasnya amin vasoaktif.
Bentuk kelainan hipersensitivitas tipe 1 sudah diketahui dari beberapa keadaan
pada hipersensitivitas tipe 1 yang mempunyai hubungan dalam peningkatan
kejadiannya akibat sectio cesarea.

mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I!

 Fase sensitisasi: Waktu yang diperlukan untuk pembentukan IgE hingga


diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
 Fase aktivasi: Waktu selama terjadi pemaparan ulang dengan antigen yang
spesifik, mastosit melepas isinya yang berisikan granual yang
menyebabkan reaksi.
 Fase efektor: Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek bahan-bahan yang dilepas mastosit dengan aktivitas farmakologik.

2.Hipersensitivitas Tipe 2

Tipe ini dikenal sebagai hipersensitivitas sitotoksik dan mempengaruhi beragam


jenis organ dan jaringan. Antigen secara normal ialah endogenus, walaupun
senyawa kimia eksogenus yang bisa mengikat membran sel, juga dapat
mengakibatkan hipersensitivitas tipe II. Sebagai contoh ialah obat yang
menginduksi terjadinya anemia hemolitik, granulositopenia dan trombositopenia.
Kurun waktu munculnya reaksi ialah beberapa menit hingga beberapa jam.

Hipersensitivitas tipe II terutama ditengahi oleh antibodi IgM atau IgG dan
Komplemen. Sel fagosit dan sel K juga ikut berperan.
Lesinya mengandung antibodi, komplemen dan neutrofil. Test diagnostik
mencakup pendeteksian antibodi terhadap jaringan yang terlibat, yang terdapat
dalam sirkulasi, terdapatnya antibodi serta komplemen dalam biopsi dengan
imunofluoresen Pengobatan mengaitkan agen anti-inflamasi dan imuno-supresif.
3.Hipersensitivitas Tipe 3

Tipe ini dikenal sebagai hipersensitivitas kompleks imun. Reaksinya umum (mis.
Serum Sickness) atau melibatkan organ, misal kulit (mis. S L K, Arthus
Reaction), ginjal (mis. Lupus Nephritis), paru-paru (mis. Aspergillosis), pembuluh
darah (mis. Polyarthritis), sendi (mis. Rheumatoid Arthritis) atau organ yang lain.

Reaksi ini ialah sebuah gambaran mekanisme patogenik suatu penyakit yang
diakibatkan oleh beberapa bakteri. Waktu reaksi terjadi 3-10 jam sesudah paparan
antigen. (Arthus Reaction), diperantarai kompleks imun larut, terutama IgG,
walaupun IgM juga berperan serta.

Antigennya, eksogenus (Chronic bacterial, infeksi atau parasit) atau endogenus


(non-organ autoimunitas spesifik, contoh SLE). Antigennya, antigen larut dan
tidak menempel pada organ yang terlibat. Komponen utama ialah kompleks imun
dan produk komplemen larut (C3a, 4a dan 5a). Kerusakan yang terjadi disebabkan
oleh platelet dan neutrofil.

Lesinya terkandung, terutama neutrofil serta timbunan kompleks imun serta


komplemen. Masuknya makrofag pada tahap akhir, berperan serta dalam proses
penyembuhan. Afinitas antibodi dan besarnya kompleks imun, ialah suatu hal
yang penting untuk timbulnya penyakit dan determinasi jaringan yang terlibat.

Diagnosa mengaitkan pemeriksaan biopsi jaringan untuk mengetahui adanya


timbunan imunoglobulin dan komplemen, dengan imunofluoresen. Hasil
pengecatan imunofluoresen hipersensitivitas tipe III ialah granular (untuk
hipersensitivitas tipe II adalah linier). Adanya kompleks imun dan berkurangnya
jumlah komplemen dalam serum, juga bisa digunakan sebagai diagnosa.
Turbiditas yang diperantarai polietilenglikol (Nephelometri) dan tes dengan sel
Raji, bisa digunakan untuk mendeteksi adanya kompleks imun. Pengobatan
dengan menambahkan agen anti-inflamasi.

4.Hipersensitivitas Tipe 4
Tipe ini dikenal sebagai hipersensitivitas yang dijembatani sel atau
hipersensitivitas tipe lambat (tertunda). Contoh hipersensitivitas tipe IV ialah tes
Tuberkulin (Mantoux) yang bisa diketahui puncaknya pada jam ke 48 setelah
suntikan antigen. Lesi karakteristik, berlangsungnya indurasi dan eritema.
Hipersensitivitas tipe IV ikut serta dalam patogenesis dari beberapa penyakit
autoimun dan infeksi (tuberkulosis, leprosi, blastomikosis, histoplasmosis,
leishmaniasis, dll.) dan granuloma yang berlangsung sebab infeksi dan antigen
asing. Bentuk lain dari hipersensitivitas tipe IV ini ialah dermatitis kontak (racun
Ivy, senyawa kimia, logam berat, dll.), dimana lesinya lebih popular.

Penyebab Gangguan Hipersensitivitas

1.Reaksi hipersensitivitas bisa ditimbulkan secara eksogen oleh antigen


lingkungan (mikroba dan non mikroba) atau secara endogen oleh antigen diri
(self).

Manusia hidup di lingkungan yang penuh dengan zat-zat yang sanggup


menimbulkan respons imun. Antigen eksogen meliputi yang terdapat di debu,
serbuk sari, makanan, obat-obatan, mikroba, dan berbagai bahan kimia. Respon
imun akibat antigen eksogen bisa berlangsung pada berbagai bentuk, mulai dari
gangguan ringan, seperti gatal-gatal kulit, hingga penyakit yang berpotensi fatal,
seperti asma bronkial dan anafilaksis. Beberapa reaksi yang umum pada antigen
lingkungan mengakibatkan kelompok penyakit dikenal sebagai alergi. Respon
imun terhadap diri sendiri atau autologous, antigen, menyebabkan penyakit
autoimun.

2.Hipersensitivitas umumnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara


mekanisme efektor respon imun dan mekanisme kontrol yang berfungsi
membatasi respon-respon secara normal. Faktanya banyak hipersensitivitas
dianggap penyebab utamanya ialah kegagalan regulasi normal.

3.Perkembangan penyakit hipersensitivitas (alergi dan autoimun) sering


dihubungkan dengan pewarisan gen kepekaan tertentu. Gen HLA dan banyak gen
non-HLA sudah terlibat dalam berbagai penyakit, contoh spesifik akan dijelaskan
dalam konteks penyakitnya.

4.Mekanisme cedera jaringan pada reaksi hipersensitivitas sama dengan


mekanisme efektor pertahanan terhadap infeksi patogen. Masalah pada
3 hipersensitivitas yakni dikarenakan reaksi-reaksi ini kurang terkontrol,
berlebihan, atau tidak tepat (misalnya secara normal berlawanan terhadap antigen
lingkungan dan antigen diri).

Respon Imun Terhadap Hipersensitivitas 

Didalam tubuh, sel limfosit membentuk suatu antibodi yang sanggup


mengikat antigen seperti kuman dan sebagainya. Apabila tubuh dalam keadaan
normal, maka antigen tersebut tidak akan mengakibatkan sakit sebab limfosit
memproduksi antibody yang bisa melindungi tubuh. Secara normal, antibodi akan
memproduksi immunoglobulin.

Salah satu jenisnya ialah IgE yang memiliki fungsi untuk merespon alergi tipe
cepat (anafilaksis). Pada seseorang yang menderita alergi, kadar IgE tinggi yang
spesifik terhadap zat-zat tertentu yang memicu reaksi alergi (zat alergen).
Misalnya debu,susu, ikan laut dan lain – lain. Dalam jaringan tubuh, IgE yang
bereaksi pada alergen – alergen diatas menempel pada sel mast ( sel yang
berperan pada reaksi alergi dan peradangan).

Awal kontak dengan zat alergen mulai timbul perlawanan dari tubuh yang
memiliki bakat atopik yaitu terbentuknya antibodi atau immunoglobulin yang
spesifik apabila IgE berkontak lagi dengan zat alergen, maka mast ini akan
mengalami degarnulasi (pecah) dan mengeluarkan zat serperti histamin, kitin dan
bradikinin yang terkandung dalam granulanya berperan pada reaksi alergi.

Zat-zat tersebut yang menimbulkan gejala alergi seperti gatal-gatal, diare, sakit
kepala, asma. Apabila alergen tidak dihindari maka kadar IgE yang spesifik
terhadap alergen itu akan semakin meningkat. Oleh sebab itu pencegahan alergi
dan penangannanya dengan cara menjauhi alergen atau penyebab alergen agar
tidak menjadi kronis.

Virus Corona (COVID-19)

Pengertian Virus Corona

Virus Corona adalah virus yang meyerang organ pernapasan. Virus ini pertama
kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini
menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan ke
beberapa negara.

Gejala Virus Corona

Virus Corona dapat menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu (hidung
berair dan meler), sakit kepala, batuk, nyeri tenggorokan, dan demam. Namun,
virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti demam tinggi,
batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada.
Secara umum ada 3 gejala yang bisa menandakan seseorang terkena Virus
Corona, yaitu:

1. Demam

2. Batuk

3. Sesak napas.

Gejala infeksi virus Corona akan terlihat dalam 2 hari sampai 2 minggu setelah
terkena.

Penyebab Virus Corona


Infeksi Virus Corona disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok virus yang
menginfeksi sistem pernapasan.

Seseorang dapat terinfeksi coronavirus melalui berbagai cara, yaitu:

1. Tidak sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita
virus Corona.

2. Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu, setelah
menyentuh benda yang terkena air liur penderita.

3. Kontak jarak dekat dengan penderita, seperti bersentuhan atau berjabat


tangan.

Pengobatan Virus Corona

Sampai saat ini belum ditemukan obat bagi yang terinfeksi virus Corona. Namun
untuk penanganan awal dapat melakukan langkah-langkah berikut;

1. Memberikan obat pereda demam dan nyeri. Namun, dokter tidak akan
memberikan aspirin pada penderita infeksi virus Corona yang masih anak-
anak.

2. Menganjurkan penderita untuk mandi air hangat dan menggunakan


pelembab udara, untuk meredakan batuk dan sakit tenggorokannya.

3. Menganjurkan penderita untuk istirahat yang cukup dan tidak keluar


rumah untuk mencegah penyebaran virus.

4. Menganjurkan dan mengharuskan penderita minum banyak air putih untuk


menjaga kadar cairan tubuhnya.

Pencegahan Virus Corona

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar kita terhindar dari virus Corona,
yaitu;

1. Jangan pergi ke Cina atau ke negara lain yang telah ditemukan adanya
penularan virus Corona.
2. Gunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama bila
beraktivitas di tempat umum.

3. Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang
mengandung alkohol setelah beraktivitas di luar ruangan.

4. Hindari kontak dengan hewan, terutama hewan liar. Bila terjadi kontak
dengan hewan segera cuci tangan.

5. jika memasak daging, pastikan sampai benar-benar matang sebelum


dikonsumsi.

6. Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian
buang tisu ke tempat sampah.

7. Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.

8. Hindari berdekatan dengan seseorang yang sedang sakit.

9. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan.


PERTANYAAN

1. Apa kepanjangan dari HIV?


a. Human immunodeficyency virus
b. Humon imnusiasi virus
c. Human immonodeficyency virus
d. Human imnudefisiensy virus
e. Human immunoicyency virus
Jawaban : A
2. Penyakit HIV/AIDS dalah penyakit menular yang disebabkan oleh?
a. Narkoba
b. Pasangan serasi
c. Gonta ganti pasangan
d. Tidak selingkuh
e. Manusia
Jawaban : C
3. Cara pencegahan penularan HIV/AIDS adalah, kecuali?
a. Selalu menggunakan jarum suntik yang steril
b. Berjauhan dengan orang-orang yang terkena hiv
c. Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai sex aman
d. Bila ibu hamil, dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberi tahu
tentang semua resiko
e. Tidak bersetubuh dengan orang yang terkena hiv
Jawaban : B
4. HIV/AIDS adalah?
a. Penyakit yang menular yang menyerang kekebalan tubuh
b. Yang menyerang tubuh
c. Yang menyerang sebagian tubuh saja
d. Penyakit menular
e. Penyakit ngeri
Jawaban : A
5. Tubuh manusia bereaksi sangat berlebihan terhadap lingkungan atau
bahan-bahan yang dianggap asing atau berbahaya oleh tubuh disebut?
a. Imunitas
b. Antigen
c. Syndrom
d. Hipersensitivitas
e. Autoimunitas
Jawaban : D
6. Dalam klasifikasi hipersensitivitas, hipersensitivitas dibagi menjadi…..tipe
a. 3 tipe
b. 5 tipe
c. 2 tipe
d. 6 tipe
e. 4 tipe
Jawaban : E
7. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil disebut?
a. Fase sensitasi
b. Fase aktivasi
c. Fase efektor
d. Toleransi sel T
e. Toleransi sel B
Jawaban : A
8. Waktu selama terjadi pemparan ulang dengan antigen yang spesifik,
mastosit melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi
disebut?
a. Antigen antibodi reaksi
b. Fase efektor
c. Fase aktivasi
d. Reaksi serum sticknees
e. Mekanisme CMI
Jawaban : C
9. Infeksi Virus Corona disebabkan oleh?
a. Autoimun
b. Alergi
c. Virus mematikan
d. Coronavirus
e. Penyakit virus
Jawaban : D
10. Apa saja gejala umum dari virus corona, kecuali?
a. Batuk
b. Demam
c. Sesak nafas
d. Sakit tenggorokan
e. Sakit pinggang
Jawaban : E

Anda mungkin juga menyukai