HIV/ AIDS
KELOMPOK 1
Anggota Kelompok:
BAB I
A. Definisi
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.
HIV adalah jasad renik yang menyebabkan terjadinya AIDS. HIV melumpuhkan sistem
kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghalau penyakit (Dr.
Hutapea Ronald, 2011).
AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit oportunistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya system kekabalan tubuh oleh infeksi virus HIV (Brunner,2001).
AIDS adalah tranmisi human imuno defisiensi virus, suatu retrovirus yang terjadi
terutama melalui pertukaran cairan tubuh (Friedland, 1987).
AIDS adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan virus HTL
B. Insiden
Sejumlah infeksi virus HIV terdiagnosis baru di tahun 2000 merupakan yang tertinggi
sejak pelaporan di mulai dan jumlah infeksi yang di dapat baru adalah melalui hubungan
seksual heteroseksual. Kira- kira 30.000orang hidp dengan HIV di inggris, sepertiganya tidak
terdiagnosis.
Bagi ibu positif HIV, kehamilan dan kelahiran bayi bias merupakan kejadian yang sangat
emosional. Ibu akan merasa sangat waspada terhdapa penyakitnya yang serius dan
kemungkinan bayinya akan di lahirkan postif HIV. Penularan intrauterine dapat terjadi selama
kehamilan, kelahiran, atau menyusui. Di perkirakan bahwa ibuyang baru saja terinfeksi, atau ibu
yang menderita sindrom imnunodefisiensi didapat (AIDS) lebih besar kemungkinnya mendapat
bayi yang terinfeksi (AVERT,2003). Ibu positif HIV memerlukan asuhan sensitive dari semua
staf, bimbingan, dan waktu khusus untuk bicara. Ibu mungkin meminta kamar samping tetapi
banyak ibu lain ingin bersama orang tua lainnya dan tidak di pisahkan. Kerahasiaan adalah vital.
C. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 tahun atau lebih dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, ruam kulit, limadenopati, perlambatan
kognitif, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist (NANDA nic-noc).
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan
atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat
itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari
ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam kandungan atau
juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Kelompok resiko tinggi:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi (purwaningsih,wahyu.2010).
D. Klasifikasi
CDC adalah menerapkan system klasifikasi pasien yang mengalami infeksi HIV
berdasarkan keadaan klinik yang di jumpai sebagai berikut.
1. Grup 1/ infeksi akut
Penyakit serokonveksi sampai AIDS berlangsung beberapa tahun kemudian infeksi
akut dari awal virus menginfeksi sampai kiara kira 6 minggu.
Penyakit seokonveksi ada 3 yaitu:
a. Penyakit mirip infeksi mononukleus.
Gejala demam, malaise, alergi, mialgia, atralgia, limfadenopati dan nyeri
tenggorokan kadang di jumpai juga enselopati akut reversible di sertai disorientasi,
lupa ingatan, kesadaran menurun dan perubahan kepribadian.
b. Meningitis.
c. Mielopati
2. Grup 2/ infeksi asimtomatik
Tanpa di sertai gejala
3. Grup 3/ infeksi lymphadenopathy peprsisten generalisata
Meliputi: infeksi kronis
Adanya pembesaran kelenjar getah bening
4. Grup 4/ penyakit lain
a. Sub grup a: penyakit constitutional
b. Sub grup b: penyakit neurologic
c. Sub grup c: penyakit infeksi lain contoh: herpes
d. Sub grup d: kanker sukender
e. Sub grup e kondisi lainnya, misalnnya pneumonitis interstitial limfosit
(purwaningsih,wahyu. 2010).
E. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid)
dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari
DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virus–virus HI. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk
membentuk virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak
bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses
yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan
tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu
untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan menggantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk
menghasilkan kembali dirinya. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat
adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika system kekebalan tubuh
tertekan. Pada seseorang dengn system kekebalan yang sehat. Infeksi infeksi tersebut tidak
biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengindap HIV hal tersebut dapat
teradi fatal (purwaningsih, wahyu.2010)
F. Pathway
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah.
a. Trombositopeni
b. Anemia.
c. HDL>
d. Jumlah limfosit total
2. EIA atau EUSA dan tes western blot: postif, tetapi invalid.
a. EIAatau EUSA: mendeteksi antibody terhadap antigen HIV.
b. Test western blot mendeteksi adanya anti body terhadapbeberapa prot spesifik HIV.
3. Kultur HIV: dengan sel mononuclear darah perifer dan bila tersedia plasma dapat
mengukur beban virus.
4. Test reaksi polimer dengan leukosit darah perifer: mendeteksi DNA viral pada adanya
kuntitas kecil sel mononuclear perifer terinfeksi.
5. Antigen P24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi indikasi dari
kemajuan infeksi.
6. Penentuan immunoglobulin G, M, A serum kualitatif: data dasar immunoglobulin.
7. IFA: memastikan seropesivitas.
8. RIPA: mendteksi protein HIV.
9. Pemeriksaan parental juga dapat menunjukkan adanya goorhoe, kandidiasis, hepatitis
B, tuberkolosis, sitomegalovirus, dan toksoplasmosis (purwaningsih,wahyu.2010).
J. Penatalaksanaan
1. Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta maliginasi, pengentian
replikasi HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta pemulihan system imun
melaui pengunaan preparat imnimodulator.
2. Terapi farmakologi
a. Obat primer di setujiu untuk terapi HIV yaitu azidodeoksimetidin (zidovudine,A2T
cretevir) berfungsi untuk memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta
bertanya penyakit oportunistik.
b. Asitimidin terkendali pada wanita hamil mengurangi resiko transmisi HIV dari wanita
yang terinfeksi kejaninnya.
c. Perawatan suportif sangat penting karena infeksi HIV sangat menurunkan kedaan
imun pasien (mencankup, kelemahan, malnutris, imobilisasi, kerusakan kulit dan
perubahan status mental).
d. Memberikan perawatan kesehatan efektif dengan penuh kasih saying dan obyektif
pada semua individu (mencakup, malnutrisi, optimum, istirahat, latihan fisik, dan
reduksi stress) (purwaningsih, wahyu.2010)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
Nama : Ny. Andin
umur : 28 Tahun
jenis kelamin : Perempuan
agama : Islam
suku : Jawa
kebangsaan : Indonesia
pendidikan : SMA
pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
alamat : Ngadirejo RT 01 / RW 08, Bloro, Karanganyar
nomor regester : 1809
tanggal Masuk Rumah Sakit : 03 April 2029
diagnosa medis : HIV/AIDS Pada Ibu Hamil
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan
pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada
lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak
penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus,
anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit
seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang
berhubungan dengan kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid,
globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein
liosing enteropati (peradangan usus)
4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Serologis
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
- Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut.
Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak
memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus(HIV) dalam darah
memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada
tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes
tersebut, yaitu:
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi (HIV).
Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) disebut seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intolerans aktivitas.
4. Penurunan koping keluarga
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
keperawatan
1. Nutrisi kurang dari NOC: 1. Yakinkan diet yang
kebutuhan tubuh. Nutritional dimakan mengandung
Definisi : asupan status tinggi serat untuk
nutrisi tidak cukuo Nutritional mencegah konstipasi.
untuk memenuhi status : food 2. Monitor jumlah nutrisi
kebutuhan dan fluid dari kandungan kalori.
metabolic.
Intake 3. Berikan informasi tentang
Nutritional kebutuhan nutrisi.
status: nutrient 4. Kaji kemampuan pasien
intake untuk mendapatkan
Weight control nutrisi yang dibutuhkan.
Kriteria Hasil : 5. Kolaborasi dengan ahli
Adanya gizi untuk menetukan
peningkatan jumlah kalori dan nutrisi
berat badan yang di butuhkan pasien.
sesuai dengan
tujuan.
Berat badan
ideal sesuai
dengan tinggi
badan
Mampu
mengidentifikas
i kebutuhan
Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak
nutrisi
2. kecukupan energy Tidak ada
psikologi atau tanda- tanda 1. Bantu klien untuk
fisiologi untuk mal nutrisi mengidentifikasi aktivitas
melanjutkan atau yang mampu di lakukan
menyelesaikan 2. Bantu pasien /keluarga
aktifitas kehidupan Nic : untuk mengintifikasi
sehari- hari yang
Aktivit tolraice kekurangan dalam
harus atau yang di
lakukan
Energy beraktivitas
converseration 3. Bantu pasien untuk
Self care: ADLs mengembangkan motvasi
Kreteria Hasil : diri dalam penguatan
berpartisipasi 4. Bantu pasien untuk
dalam aktivitas melakukan aktivitas yang
fisik tanpa di di perlukan
sertai
peningkatan
tekanan
darah,nadi,RR
mampu
melakukan
akivitas sehari-
hari secara
mandiri
tanda –tanda
Penurunan koping vital normal
keluarga. energy
3. Definisi : orang psikomotor.
terdekat anggota Level
keluarga atau kelemahan. 1. Peningkatan
sahabat). Yang koping :membantu
memberikan pasien beradaptasi
dukungan, rasa
dengan persepsistressor
nyaman, bantuan,
atau motivasi tidak
perubahan atau
adekuat, tidak Noc: ancaman yang
efektif, atau menggangu pemenuhan
caregiver tuntutan dan peran
mengalamu
penurunan yang stressor hidup
mungkin di family 2. Dukungan emosi
perlukan oleh klien coping ,disable memberikan penenangan
untuk mengelola parental ,penerimaan dan
atau menguasai role,conflict dorongan selama proses
tugas tugas adaptif therapeutic steres
terkait masalah regimen 3. Mobilitas keluarga
keperawatan. management penggunaan kekuatan
ineffective keluarga untuk
Kreteria Hasil : mempengaruhi
keluarga tidak kesehatan pasien kearah
mengalami yang positif
penurunan 4. Dukungan keluarga
koping keluarga meningkatkan
hubungan nilai,minat,dan tujuan
pasien pemberi keluarga
kesehatan 5. Panduan system
adekuat kesehatan memfasilitasi
kesejahteraan local pasien dan
emosi pemberi penggunaan pelayanan
asuhan kesehatan yang sesuai
kesehatan
keluarga
Resiko infeksi koping keluarga
Definisi : mengalami meningkat
peningkatan resiko
4. terserang organisme
patogenik.
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi,
dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah
terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi
sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi
dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1
bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya
gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1
bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal,
herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin
wanita, retinitis cytomegalovirus.
D. SARAN
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil
yang juga menderita HIV. Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna
untuk penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Purwaningsih,wahyu, Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogykarta.
Nuraif, Amin huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda. Jilid 1-3 Yogyakarta : Media Action.