DISUSUN OLEH :
NPM. 2226050044
BENGKULU
2023
1. Definisi
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu
yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah
suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif
lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal
yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini
akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat
terjadi dalam kehamilan.
2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala
flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS
pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan
tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
a) Cara penularan HIV:
1) Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang
telah terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana
penularan HIV dapat dicegah.
2) Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah
dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan
jarum suntik yang tidak steril.
3) Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius
dengan seseorang yang telah terinfeksi.
4) Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama
masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
b) Penularan secara perinatal
1) Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi
yang dikandungnya.
2) Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3) Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
4) Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
c) Kelompok resiko tinggi:
1) Lelaki homoseksual atau biseks.
2) Orang yang ketagian obat intravena
3) Partner seks dari penderita AIDS
4) Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5) Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Macam infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam
jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti
serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya
CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang
sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan
meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T
menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis
dengan replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan
hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami
pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini
dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam,
kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir
antara 7-10 tahun.
3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat
badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini
umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika
Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T
CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis
belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )
4. Patofisiologi
a. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah
virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid)
berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim
yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
b. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–
virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan
bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel.
Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya
merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah
diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu
untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
c. Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah
hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali
dirinya.
d. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–
1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel
CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang
oleh infeksi–infeksi oportunistik.
e. Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka
tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
5. Pathway
6. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997).
Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah
terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup.
Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1. Periode Prenatal (kehamilan)
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang
dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi
dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama
proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi.
Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section
caesaria.
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun. mereka
merasa sehat dan juga dari luar Nampak sehat-sehat saja. Namun orang yang
terinfeksi HIV akan menjadi pembawa dan penular HIV kepada orang lain.
Kelompok orang-orang HIV tanpa gejala dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
1. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes
darahnya negatif. pada tahap dini ini antibody terhadap HIV belum
terbentuk. Waktu antara masuknya HIV disebut window period yang
memerlukan waktu antara 15 hari sampai 3 bulan setelah terinfeksi
HIV.
2. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah
positif. Keadaan tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5
tahun atau lebih.
CDC (Center for Disease Control, USA, 1986) menetapkan klasifikasi infeksi
HIV pada orang dewasa sebagai berikut:
Kelompok I: infeksi akut
Kelompok II: infeksi asimptomatik
Kelompk III: Infeksi Limpadenopati Generalisata Persisten (LGP)
Kelompok IV: penyakit-penyakit lain.
8. Pemeriksaan diagnostik
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak
terputus antara konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV,
memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada
ODHA, keluarga , dan lingkungannya. Tujuan VCT :
1) Upaya pencegahan HIV/AIDS.
2) Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan
persepsi/pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab
seseorang terinfeksi HIV.
3) Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini
mengarahkan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan
termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi
stigma dalam masyarakat.
2. Pemerikasaan Laboratorium
Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;
4. Tes Antibodi
9. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara,
dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah
persalinan. Cara tersebut yaitu:
10. Penatalaksanaan
b. Riwayat obstreti
1. Riwayat menstruasi
Fluor albus : banyak, gatal, berbau, warna hijau. Pada ibu dengan
HIV mudah terkena infeksi jamur yang bila mengenai organ
genetal bisa menyebabkan keputihan.
2. Riwayat obstetric lalu
Kehamilan yang lalu terinfeksi HIV, ibu dapat bersalin dengan
SC
3. Riwayat kehamilan sekarang
Keluhan pada trimester I,II atau III pada ibu hamil dengan HIV
seperti keluhan ibu hamil normal terkadang dijumpai keluhan
berdasarkan stadium HIV / AIDS
Trimester I : chloasma gravidarum, mual dan muntah (akan hilang
pada kehamilan 12-14 minggu ) sering kencing, pusing, ngidam,
obstipasi.
Trimester II : body image dan nafsu makan bertambah
Trimester III : sering kencing, obstipasi, sesak nafas (bila tidur
terlentang) sakit punggung, edema, varises
c. Riwayat perkawinan
Hamil dengan HIV biasanya ibu atau suami menikah lebih dari satu
kali atau mempunyai banyak pasangan.
d. Riwayat kesehatan ibu
Pada ibu dengan HIV biasnya penyakit yang diderita beragam,
antara lain : demam, faringitis, limfadenopati, artalgia, myalgia,
letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare, anoreksia,
penurunan berat badan, dapat juga menimbulkan kelainan saraf
seperti meningitis, ensefaliitis neuropati perifer dan mielopati.
Gejala-gejala dermatologi yaitu ruam makropapulereritematosa dan
ulkus makokutan
d) Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau
tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan
e) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi
dan gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status
mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas,
refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri
dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan
rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif,
batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi
napas, adanya sputum.
j) Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka, transfuse
darah, penyakit defisiensi imun, demam
berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses,
timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya
kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi,
menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian, adanya trauma AIDS.
Tanda : Perubahan interaksi.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Breating
2. Blood
3. Brain
5. Bladder
6. Bone
C. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan lab
1. Pemeriksaan HIV
Saat ini ada 2 standar untuk melakukan uji HIV yaitu dengan
enzyme-linked immuosorbent assay (ELISA) dan western blot
Apabila setelah melakukan uji ELISA hasilnya positif maka penderita
harus melakukan uji ELISA lagi, sebelum melakukan western Blod untuk
mengonfirmasi status HIV positif, ELISA awal dapat bereaksi silang untuk
memberi hasil positif palsu jika digunakan tanpa uji konfirmasi,Western
Blod akan dibaca positif bila ada antibody dua atau lebih “pita: protein
ditemukan dalam HIV. Adanya pita tunggal tidak dapat meyakinkan dan
mungkin hasil dari pejanan HIV atau sebuah temuan kronis. Diantara
penyebab hasil menetap yang tidak dapat disimpulkan ini adalah sebuah
autoimun atau penyakit vascular kolagen, aloantibodi dari kehamilan atau
tranfusi dan infeksi HIV subtype jarang HIV 2. Hasil positif palsu pada
ELISA dan Western Blod kurang dari 0,0001 persen dalam area prevalensi
yang rendah.
Selain 2 uji standar tersebut ada banyak uji lain yang digunakan
untuk mengevaluasi kesehatan dan perkembangan penyakit. Beberapa
diantaranya penting bagi perawat untuk mengenalinya dalam rangka
meningkatkan status kesehatan wanita. Penguji ini termasuk pengukuran
CD4, limfosit muatan virus plasma perubahan dalam hitung sel darah
lengkap dan panel kimia.
Karena pada saat hamil diharapkan varial load serendah-rendahnya. Selain
itu perlu untuk dilakukan USG untuk melihat pertumbuhan janin pada
pasien HIV / AIDS janin dapat IUGR atau bahkan IUFD)
D. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
2. Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Ansietas b.d Setelah dilakukan Resuksi ansietas
kurangnya tindakan observasi
pengetahuan keperawatan Mengidentifikasi saat
selama 3x24jam tingkat ansietas
diharapkan klien berubah
dapat mencapai
Identifikasi saat
kriteria hasil :
mengambil
Tingkat ansietas keputusan
menurun Monitor tanda-tanda
- Khawatir ansietas
dengan
Terpeutik
akibat
kondisi Ciptakan suasana
yang terapeutik untuk
dihadapi menumbuhkan
menurun kepercayaan
- Perilaku Pahami situasi yang
gelisah membuat ansietas
menurun Gunakan pendekatan
- Perilaku yang tenang dan
tegang meyakinkan
menurun Dengarlan dengan
- Pucat penuh perhatian
menurun Edukasi
- Pola tidur
membaik Informasikan secra
factual mengenai
diagnosis,pengobatan
dan prognosis
Latih Teknik
rileksasi
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
d.d tindakan Observasi
ketidakadekuatan keperawatan Monitor tanda dan
pertahanan tubuh selama 3x24jam gejala infeksi lokal
sekunder diharapkan klien dan sistemik
1. dapat mencapai
kriteria hasil : Terapeutik
Tingkat infeksi Batasi jumlah
menurun pengunjung
- Nafsu Cuci tangan sebelum
makan dan sesudah kontrak
meningkat dengan pasien dan
- Demam lingkungan pasien
menurun Pertahankan Teknik
- Nyeri aseptik pada pasien
menurun berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu
3.Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi
aktivitas b.d tindakan Observasi
kelemahan keperawatan Monitor pola dan
selama 3x24jam jam tidur
diharapkan klien
Monitor kelelahan
dapat mencapai
fisik dan emosional
kriteria hasil :
Terpeutik
Toleransi
aktivitas Sediakan lingkungan
meningkat yang nyaman dan
- Kelulahan rendah stimulus
Lelah Fasilitasi duduk di
menurun sisi tempat tidur, jika
- Tekanan tidak dapat
darah berpindah atau
membaik berjalan
- Warna kulit Lakukan gerak pasif
membaik atau aktif
- Frekuensi Edukasi
napas
membaik Anjurkan tirah
baring
anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
kolaborasi
kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA