Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

Disusun oleh:

Wulan Prasetyawati
2020207209201

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

1. PENGERTIAN HIV
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV.
Dalam bahasa Indonesia dapat dialihkatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan
Tubuh Dapatan.
Acquired : didapat, bukan penyakit keturunan
Immune : sistem kekebalan tubuh
Deficiency : kekurangan
Syndrome : kumpulan gejala-gejala penyakit.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler
dan Brenda G.Bare). Sedangkan di dalam kamus kedokteran Dorlan (2002),
menyebutkan bahwa AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi
berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria
homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan
penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus
ersebut. Menurut Center for Disease Control and Prevention, AIDS merupakan bentuk
paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa
tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan
berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang
jarang terjadi.

2. ETIOLOGI
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
a. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).
(WHO, 2003)
b. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
c. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat
suntik.
d. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin
dengan orang yang terinfeksi HIV.
e. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti
setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik
yang terkontaminasi.

3. PATOFISIOLOGI
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS
sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang
terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi
dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-
ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1) Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan
karena
terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen,
makanan,
antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV.
Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak
efektif apabila ibu:
a) Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta
selama kehamilan. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya
muatan virus pada saat itu.
b) Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
c) Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2) Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau
membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi.
Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama
proses persalinan adalah:
a) Lama robeknya membran.
b) Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya)
c) teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu
misalnya, episiotomi.
d) Anak pertama dalam kelahiran kembar
3) Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan
data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak
menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
a) Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang
berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b) Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan
infeksi payudara lainnya.
c) Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d) Status gizi ibu yang buruk

4. TANDA GEJALA
Tanda-tanda HIV pada ibu hamil
Beberapa ibu hamil mungkin tidak menyadari tanda-tanda HIV pada dirinya.
Pasalnya, gejala penyakit ini mungkin saja berbeda pada tiap penderita. Walau begitu,
tetap ada gejala umum yang sebaiknya dicatat oleh para wanita yang sedang hamil.
a) Fase awal. Fase awal biasanya berlangsung dari dua hingga empat minggu setelah
tertular virus HIV. Pada fase ini, ibu hamil mungkin mengalami tanda-tanda yang
meliputi demam, sakit kepala, kelelahan, muncul ruam, pembengkakan kelenjar
getah bening, serta sakit pada tenggorokan.Karena gejala di atas begitu umum dan
kerap mirip dengan indikasi penyakit lain, ibu hamil sangat disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter bila mengalaminya. Meski gejala terasa ringan,
jangan disepelekan demi keselamatan Anda dan calon buah hati.\
b) Fase lanjutan. Setelah fase awal di atas, tubuh akan bereaksi terhadap infeksi HIV
yang masuk. Reaksi tersebut akan memunculkan serangkaian tanda-tanda lain
yang dialami oleh ibu hamil yang positif HIV. Beberapa gejala fase lanjutan HIV
bisa berupa: Batuk kering, demam yang sering kambuh, berkeringat di malam
hari, kelelahan yang tidak wajar, penurunan berat badan yang terjadi dengan cepat.
Padahal, ibu hamil seharusnya mengalami kenaikan berat badan, pembengkakan
kelenjar getah bening (lymphadenopathy), terutama di ketiak, paha atau leher,
diare yang tidak kunjung membaik dan berlangsung selama lebih dari seminggu,
bintik-bintik putih atau bercak yang abnormal di lidah, di dalam mulut, atau di
tenggorokan, pneumonia (infeksi di kantung udara paru-paru), bercak-bercak
abnormal pada kulit atau di bawah kulit, dalam mulut, hidung atau kelopak mata.
Bercak ini bisa berwarna merah, coklat, merahh muda, atau ungu, ibu hamil juga
mungkin mengalami gangguan neurologis, seperti kehilangan ingatan, serta
penyakit mental seperti kondisi depresi.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;
b) Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spe
c) Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi.
d) Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
e) Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal
pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
f) Tes Antibodi
g) Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
HIV.
h) Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi
HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
i) Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
j) Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
k) Pendeteksian HIV. Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay
dengan kadar yang sangat rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau
kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan
viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).

6. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) maka terapinya yaitu :
a) Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan
pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di
pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
b) Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV
denngan menghambat enzim pembalik transcriptase.
c) Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus padan proses
nya.obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant
CD4 dapat larut.
d) Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
e) Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
f) Rehabilitasi. Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu
mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak
berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh
sehat.
g) Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang
sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi
imunne. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana
menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari
masyarakat.

7. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan
(Depkes RI, 1991 ).
1) Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-
data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum
dan selama kehamilan
a) Identitas pasien
b) Riwayat Kesehatan
- Masa lalu
- Sekarang
- Menstruasi
- Reproduksi
c) Keluhan Utama
d) Data Psikologi :Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan
pada bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk
menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien.
2) Pemeriksaan fisik
a) Breating. kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem
pernafasan maka , sepanjang jalur pernafasan akan mengalami gangguan.
Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.
b) Blood. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS.
Penurunan sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan
perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein
pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai
polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan
antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
c) Brain. Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami
penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan
imunitas pada bumil.
d) Bowel. Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan.
Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan
oleh penurunan sistem imun yang berada di tubuh sehingga bakteri yang ada
di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat
menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
e) Bladder. Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti
perubahan warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan
bahwa ada gangguan pada sistem perkemian. Biasanya saat imunitas
menurun resiko infeksi pada uretra klien.
f) Bone. Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek
pergerakan. pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa
apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil
HIV/AIDS.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kekurangan volume cairan b.d diare berat
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang
berlebihan ( muntah dan diare berat
3) Nyeri b.d infeksi

C. INTERVENSI
1) Kekurangan volume cairan b.d diare berat
Tujuan : Mempertahankan hidrasi
Intervensi Rasional:
a) Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi,
termasuk perubahan postural.
b) Catat peningkatan suhu andurasi demam. Berikan kompres hangat sesuai
indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu
lingkungan
c) Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus
d) Ukur haluan urine dan berat jenis urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan diare.
Catat kehilangan kasat mata
e) Timbang berat badan sesuai indikasi
f) Pantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500ml/hari
g) Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah
ditoleransi oleh pasien dan yang mengandung elektrolit yang dibutuhkan,
mis., Gatorade, air daging
h) Hilangkan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/makanan
berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan/konsentrasi
yang diberikan perselang, jika diperlukan.
i) Indikator dari volume cairan
j) Meningkatkan kebutuhan metabolism dan diaphoresis yang berlebihan yang
dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan
k) Indikator tidak langsung dari status cairan
l) Peningkatan berat jenis urin/penurunan haluaran urin menunjukkan
perubahan perfusi ginjal/volume sirkulasi. Catatan : pemantauan
keseimbangan sulit karena kehilangan melalui gastrointestinal/tak kasat mata
m)Meskipun kehilangan berat badan dapat menunjukkanpenggunaan otot,
fluktuasi tibatiba
n) menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan diare dapat
dengan cepat menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
o) Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan
melembabkan membrane mukosa
p) Meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu mungkin ter rlalu menimbulkan
nyeri untuk dikonsumsi (misal, jeruk asam) karena lesi pada mulut.
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang
berlebihan ( muntah dan diare berat )
Tujuan:
- mempertahankan massa otot yang adekuat
- mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit
Intervensi Rasional
a) Tentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV. R/ Karenanya
penentuan berat badan terakhir dalam hubungannya berat badan dan pra-
diagnosa lebih bermanfaat.
b) Buat ukuran antropometri terbaru. R/ Membantu memantau penurunan dan
menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan perubahan penyakit
c) Diskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi. R/
Identifikasi dari faktor-faktor ini dapat membantu merencanakan kebutuhan
individu. Pasien dengan infeksi HIV menunjukkan deficit mineral renik zinc,
magnesium, selenium.
d) Sediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin,
protein, dan mineral tinggi. Bantu pasien merencanakan cara untuk
mempertahankan/ menentukan masukan. R/ Penyalahgunaan alcohol dan
obat-obatan dapat mengganggu asupan adekuat
e) Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan nutrisi
adekuat. R/ Umunya obat-obatan yang digunakan menyebabkan anoreksia
dan mual/muntah; beberapa mempengaruhi produksi SDM sumsum tulang.
f) Penurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan dan
tinggi badan normal. R/ Memiliki informasi ini dapat membantu pasien
memahami pentingnya diet seimbang. Sebagaian pasien mungkin akan
mencoba diet makrobiotik maupun diet jenis lain.

3) Nyeri b.d infeksi


Tujuan:
- Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit
Intervensi Rasional
a) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan
waktu. Menandai gejala nonverbal misal gelisah, takikardia, meringitas. R/
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga. Tanda-tanda
perkembangan / resolusi komplikasi. Catatan: sakit yang kronis tidak
menimbulkan perubahan autonomic.
b) Dorong pengungkapan perasaan. R/ Dapat mengurangi ansietas dan rasa
takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit.
c) Berikan aktivitas hiburan, mis., membaca, berkunjung, dan menonton
televisi. R/ Memfokuskan kembali perhatian; mungkin dapat meningkatkan
kemampuan untuk menanggulangi.
d) Lakukan tindakan paliatif, mis., pengubahan posisi, masase, rentang gerak
pada sendi yang sakit. R/ Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
e) Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin/IV selama 20
menit setelah pemberian. R/ . Injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa
sakit dan abses steril.
f) Instruksikan pasien/dorong untuk menggunakan visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas dalam. R/ Meningkatkan relaksasi
dan perasaan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan narkotik analgesik
(depresan SSP) dimana telah terjadi proses degenaratif neuro/motor.
Mungkin tidak berhasil jika muncul demensia, meskipun minor.
g) Berikan perawatan oral. R/ Ulserasi/lesi oral mungkin menyebabkan ketidak
nyamanan yang sangat.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.


Nursalam dan dwi,Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta. Salemba medika.
Yasmine Flores, Swabina.2007. Anak dan HIV/AIDS. Jakarta.ibu-hamil-dengan-aids.html
Penyakit Imunologi HIV AIDS _ Ginekologi _ LUSA.html

Anda mungkin juga menyukai