Anda di halaman 1dari 8

HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Keperawatan HIV/AIDS

Disusun Oleh :
Kelas D Kelompok 3
Mar’atul Isnainyah 1910711015
Nabila Tsamara Zahra 1910711046
Clarissa Carera 1910711057
Faranciska Sando Sinaga 1910711060
Bayu Sri Ramadhan 1910711069
Tasya Putri Herisyhalina 1910711070

Dosen Pembimbing :
Ns. Gamya Tri Utami, M. Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2022
A. PENGERTIAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus golongan RNA yang
spesifik menyerang sistem imun/kekebalan tubuh manusia. Penurunan sistem kekebalan
tubuh pada orang yang terinfeksi HIV memudahkan berbagai infeksi, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya AIDS.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala/tanda
klinis pada pengidap HIV akibat infeksi tumpangan (oportunistik) karena penurunan
sistem imun. Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai penyakit karena imunitas tubuh
yang sangat lemah, sehingga tubuh gagal melawan kuman yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit. Infeksi oportunistik ini dapat disebabkan oleh berbagai virus,
jamur, bakteri dan parasit serta dapat menyerang berbagai organ, antara lain kulit, saluran
cerna/usus, paru-paru dan otak. Berbagai jenis keganasan juga mungkin timbul.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS bila tidak diberi
pengobatan dengan antiretrovirus (ARV).
Kecepatan perubahan dari infeksi HIV menjadi AIDS, sangat tergantung pada jenis
dan virulensi virus, status gizi serta cara penularan. Dengan demikian infeksi HIV
dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Rapid progressor, berlangsung 2-5 tahun
2. Average progressor, berlangsung 7-15 tahun;
3. Slow progressor, lebih dari 15 tahun.

B. PENULARAN HIV PADA IBU HAMIL


Cara penularan HIV melalui alur sebagai berikut:
1. Cairan genital: cairan sperma dan cairan vagina pengidap HIV memiliki jumlah virus
yang tinggi dan cukup banyak untuk memungkinkan penularan, terlebih jika disertai
IMS lainnya. Karena itu semua hubungan seksual yang berisiko dapat menularkan
HIV, baik genital, oral maupun anal
2. Kontaminasi darah atau jaringan: penularan HIV dapat terjadi melalui kontaminasi
darah seperti transfusi darah dan produknya (plasma, trombosit) dan transplantasi
organ yang tercemar virus HIV atau melalui penggunaan peralatan medis yang tidak
steril, seperti suntikan yang tidak aman, misalnya penggunaan alat suntik bersama
pada penasun, tatto dan tindik tidak steril
3. Perinatal: penularan dari ibu ke janin/bayi – penularan ke janin terjadi selama
kehamilan melalui plasenta yang terinfeksi; sedangkan ke bayi melalui darah atau
cairan genital saat persalinan dan melalui ASI pada masa laktasi.

C. FAKTOR RISIKO PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK


Ada tiga faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor ibu
a. Kadar HIV dalam darah ibu (viral load): merupakan faktor yang paling utama
terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak: semakin tinggi kadarnya, semakin
besar kemungkinan penularannya, khususnya pada saat/menjelang persalinan dan
masa menyusui bayi.
b. Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khususnya bila jumlah sel CD4
di bawah 350 sel/mm3 , menunjukkan daya tahan tubuh yang rendah karena
banyak sel limfosit yang pecah/rusak. Kadar CD4 tidak selalu berbanding terbalik
dengan viral load. Pada fase awal keduanya bisa tinggi, sedangkan pada fase
lanjut keduanya bisa rendah kalau penderitanya mendapat terapi anti-retrovirus
(ARV).
c. Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah serta kekurangan zat gizi
terutama protein, vitamin dan mineral selama kehamilan meningkatkan risiko ibu
untuk mengalami penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kadar HIV dalam
darah ibu, sehingga menambah risiko penularan ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama kehamilan: IMS, misalnya sifilis; infeksi organ
reproduksi, malaria dan tuberkulosis berisiko meningkatkan kadar HIV pada
darah ibu, sehingga risiko penularan HIV kepada bayi semakin besar.
e. Masalah pada payudara: misalnya puting lecet, mastitis dan abses pada payudara
akan meningkatkan risiko penularan HIV melalui pemberian ASI.
2. Faktor bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir: bayi prematur atau bayi dengan
berat lahir rendah lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan kekebalan
tubuh belum berkembang baik.
b. Periode pemberian ASI: risiko penularan melalui pemberian ASI bila tanpa
pengobatan berkisar antara 5-20%.
c. Adanya luka di mulut bayi: risiko penularan lebih besar ketika bayi diberi ASI.
3. Faktor tindakan obstetrik
Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada saat persalinan,
karena tekanan pada plasenta meningkat sehingga bisa menyebabkan terjadinya
hubungan antara darah ibu dan darah bayi. Selain itu, bayi terpapar darah dan lendir
ibu di jalan lahir.
4. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama
persalinan adalah sebagai berikut
a. Jenis persalinan: risiko penularan pada persalinan per vaginam lebih besar
daripada persalinan seksio sesarea; namun, seksio sesarea memberikan banyak
risiko lainnya untuk ibu.
b. Lama persalinan: semakin lama proses persalinan, risiko penularan HIV dari ibu
ke anak juga semakin tinggi, karena kontak antara bayi dengan darah/ lendir ibu
semakin lama.
c. Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat
jam.
d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep meningkatkan risiko penularan
HIV.

D. KLASIFIKASI HIV
1. Stadium Klinis 1
a) Asimtomatik
b) Limfadenopati persistent generalisata
c) Tidak ada penurunan berat badan
d) Penampilan/aktivitas fisik skala I: Asimtomatik, aktivitas normal
2. Stadium Klinis II
a) Penurunan berat badan, tetapi <10% dari berat badan sebelumnya
b) Manifestasi mucocutaneous minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi
jamur pada kuku, ulserasi mukosa oral berulang, infeksi atau luka di sudut
mulut)
c) Herpes zoster, dalam 5 tahun terakhir
d) Infeksi berulang pada saluran pernapasan atas (missal: sinusitis bacterial)
e) Dengan penampilan/aktivitas fisik skala II: simtomatis, aktivitas normal
3. Stadium Klinis III
a) Penurunan berat badan >10%
b) Diare kronis dengan penyebab tidak jelas, > 1 bulan
c) Demam dengan sebab yang tidak jelas (intermittent atau tetap), > 1 bulan
d. Kandidiasis oris
d) Oral hairy leukoplakia
e) TB Pulmoner, dalam satu tahun terakhir
f) Infeksi bacterial berat (missal: pneumonia, piomiositis)
g) Dengan penampilan/aktivitas fisik skala III: Lemah, berada di tempat
tidur, <50% per hari dalam bulan terakhir
4. Stadium Klinis IV
a) HIV wasting syndrome
b) Ensefalitis Toksoplasmosis
c) Diare karena Cryptosporidiosis, > 1 bulan
d) Cryptococcosis ekstrapulmoner
e) Infeksi virus Sitomegalo
f) nfeksi Herpes simpleks > 1 bulan
g) Berbagai infeksi jamur berat (histoplasma, coccidioidomycosis)
h) Candidiasis esophagus, trachea atau bronkus
i) Mycobacteriosis atypical
j) Salmonelosis non tifoid disertai setikemia
k) TB, Ekstrapulmoner
l) Limfoma maligna
m) Sarkoma Jerovici
n) Ensefalopati HIV
o) Dengan penampilan/aktivitas fisik skala IV: sangat lemah, selalu berada di
tempat tidur >50% per hari dalam bulan terakhir

E. TANDA DAN GEJALA HIV PADA IBU HAMIL


1. Tahap Awal
Adapun pada ibu hamil, gejala HIV yang muncul seperti demam, muncul
ruam kemerahan pada kulit, sakit kepala, cepat lemas, sakit tenggorokan dan
kelenjar getah bening membesar. Di antara beberapa gejala tersebut, yang jadikan
tanda waspada adalah kelenjar getah bening yang membesar atau bengkak. Ini
memang indikasi infeksi secara umum dan pada ibu hamil apapun bentuk infeksi
yang terjadi harus ditangani dengan segera.

2. Tahap Kedua
Meski pada tahap ini sering kali tidak bergejala, namun pada beberapa
kasus terdapat gejala lanjutan seperti demam yang sering berulang, selalu
berkeringat di malam hari, mengalami diare yang tak kunjung sembuh, dan
penurunan berat badan yang drastis. Waspadalah ketika berat badan kamu
menurun secara drastis, karena idealnya ibu hamil mengalami kenaikan berat
badan.

3. Tahap Ketiga
Gejala spesifik di tahap ini adalah penurunan berat badan yang drastis,
muncul bercak putih di lidah, mulut atau tenggorokan, infeksi paru atau
pneumonia, diare yang berkelanjutan, kelenjar getah bening yang terus
membengkak.

F. PENATALAKSANAAN HIV AIDS PADA IBU HAMIL


1. Tata Laksana Prenatal
a) Sebelum konsepsi, wanita yang terinfeksi sebaiknya melakukan konseling
dengan dokter spesialis.
b) Wanita yang terinfeksi disarankan untuk melakukan servikal sitologi rutin,
menggunakan kondom saat berhubungan seksual, atau menunggu konsepsi
sampai plasma viremia telah ditekan.
c) Disarankan oleh WHO untuk ibu hamil sebagai pengobatan utama HIV
selama masa kehamilan dan postpartum (mengurangi replikasi virus dan
menurunkan jumlah viral load maternal). Misalnya lamivudine (3TC) 150
mg dan zidovudine (ZDV) 250 mg.
d) Selain terapi ARV dan profilaksis, pemilihan susu formula dibandingkan ASI
terbukti dapat menurunkan transmisi HIV dari ibu ke anak dari 15-25%
sampai kurang dari 2%.
e) Persalinan dengan elektif seksio sesaria ternyata juga dapat menurunkan
transmisi perinatal.

2. Tata Laksana Komplikasi Obstetrik.


a) Melalukan tes diagnostik HIV harus segera dikerjakan.
b) Pemilihan dan penggunaan terapi ARV yang tepat berperan penting dalam
hal ini
c) Wanita yang terancam lahir prematur baik dengan atau tanpa PROM harus
melakukan skrining infeksi, khususnya infeksi genital sebelum persalinan.
d) Semua ibu hamil, baik yang terinfeksi HIV maupun tidak sangat
memungkinkan untuk menderita anemia. Untuk itu pemeriksaan darah
lengkap wajib dikerjakan.

3. Tata Laksana Persalinan.


a) Pasien dengan HAART harus mendapatkan obatnya sebelum persalinan
b) Semua ibu hamil dengan HIV positif disarankan untuk melakukan persalinan
dengan seksio sesaria
c) Infus ZDV diberikan secara intravena selama persalinan elektif seksio sesaria
dengan dosis 2 mg/kg selama 1 jam, diikuti dengan 1 mg/kg sepanjang
proses kelahiran
d) National Guidelines menyarankan pemberian antibiotik peripartum pada saat
persalinan untuk mencegah terjadinya infeksi
e) Ruangan operasi juga harus dibuat senyaman mungkin untuk mencegah
PROM
f) Persalinan pervaginama yang direncanakan hanya boleh dilakukan oleh
wanita yang mengkonsumsi HAART dengan viral load <50 kopi/mL.

4. Tata Laksana Posnatal


a) Ibu sebaiknya menghindari kontak langsung dengan bayi.
b) Tidak memberikan ASI secara langsung ke bayi, dan disarankan untuk
memberikan susu formula.
c) Ibu dengan HIV positif direkomendasikan untuk mengkonsumsi cabergolin 1
mg oral dalam 24 jam setelah melahirkan, untuk menekan laktasi.
d) Medapatkan terapi antibiotik profilaksis, misalnya s ZDV adalah kombinasi
single dose NVP 200 mg dengan 3TC 150 mg tiap 12 jam

5. Tata Laksana Neonatus


a) Melakukan Tes IgA dan IgM, kultur darah langsung dan deteksi antigen PCR
yang harus dijalankan oleh bayi pada umur 1 hari, 6 minggu dan 12 minggu.
b) Konfirmasi HIV bisa dilakukan lagi saat bayi berumur 18 sampai 24 bulan.
c) Bayi yang lahir dengan ibu HIV (+) harus diberikan terapi ARV <4 jam
setelah lahir. Misalnya seperti monoterapi ZDV 2x sehari selama 4 minggu.
d) HAART tetap menjadi pilihan utama dalam tatalaksana neonatus atau bayi
baru lahir

G. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV AIDS PADA IBU HAMIL


a) Wanita hamil dengan infeksi HIV/ AIDS menghadapi peningkatan risiko terkena
HIV/ AIDS dibandingkan dengan mereka yang tidak hamil.
b) Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus HIV,
sebaiknya jangan hamil. Karena akan memindahkan virus HIV/ AIDS pada
janinnya.
c) Wanita hamil dengan infeksi HIV/AIDS dapat menularkan infeksi tersebut
kepada bayinya yang baru lahir, pada sekitar 50% kasus.
d) Bayi baru lahir yang mendapat HIV/AIDS menunjukkan perjalanan penyakit
yang parah dan masa hidup yang lebih singkat daripada pasien dewasa.
e) Saat memberikan “counselling‟ untuk kontrasepsi, selain kebutuhan akan bentuk
kontrasepsi yang mempunyai efektivitas tinggi, seperti kontrasepsi oral, atau
sterilisasi, wanita yang menderita infeksi diberi informasi bahwa pemakaian
kondom mengurangi risiko penularan kepada pasang.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan
HIV dan Sifilis Dari Ibu Ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Clara Marcaelia Valerian dkk. TATALAKSANA INFEKSI HIV DALAM KEHAMILAN.


Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar

Alinea Dwi Elisanti. 2020 HIV-AIDS, Ibu Hamil dan Pencegahan Pada Janin. Politeknik Negeri
Jember

Anda mungkin juga menyukai