DARURATAN DI BIDANG
NEUROLOGI PADA FASILITAS
PELAYANAN PRIMER
OLEH
DR. PINI DEWI SP.S
KA SMF NEUROLOGI RSUD MAJALAYA
PENDAHULUAN
2. Vertigo
No. ICD X : R42 Dizziness and giddiness
Kriteria Rujukan
a. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk.
b. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular setelah diterapi
farmakologik dan non farmakologik.
3. Delirium
No. ICD X : F05.9 Delirium, unspecified
Kriteria Rujukan
Bila gejala agitasi telah terkendali, pasien dapat segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan rujukan sekunder untuk memperbaiki penyakit utamanya.
4. Tetanus
No. ICD X : A35 Othertetanus
Kriteria Rujukan
a. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.
b. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
5. Rabies
No. ICD X : A82.9 Rabies, Unspecified
Kriteria Rujukan
a. Penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala rabies.
6. Epilepsi
No. ICD X : G40.9 Epilepsy, unspecified
Kriteria Rujukan
Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera
dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis
saraf.
7. Status Epileptikus
No. ICD X : G41.9 Status epilepticus, unspecified
Kriteria Rujukan
Semua pasien dengan status epileptikus setelah ditegakkan
diagnosis dan telah mendapatkan penanganan awal segera
dirujuk untuk:
a. Mengatasi serangan
b. Mencegah komplikasi
c. Mengetahui etiologi
d. Pengaturan obat
8. Migren
No. ICD X : G43.9 Migraine, unspecified
Kriteria Rujukan
Pasien perlu dirujuk jika migren terus berlanjut dan tidak hilang
dengan pengobatan analgesik non-spesifik.
9. Bells’ Palsy
No. ICD X : G51.0 Bells’ palsy
Kriteria Rujukan
a. Bila dicurigai kelainan supranuklear
b. Tidak menunjukkan perbaikan
10. Tension Headache
No. ICD X : G44.2 Tension–type headache
Kriteria Rujukan
a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.
b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien
harus dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis
jiwa.
144 DIAGNOSIS DI FASILITAS PELAYANAN PRIMER
BIDANG NEUROLOGI
YAITU :
- BELL’S PALSY
- TETANUS
- MIGREN
- TENSION TIPE HEADACHE
KEGAWAT DARURATAN MENGETAHUI DAN
MENENTUKAN KONDISI APA SAJA YG AKAN
MENIMBULKAN KEGAWAT DARUTAN DIAGNOSA
BANDING
BELL’S PALSY
DEFINISI :
PARALISIS NERVUS FASIALIS UNILATERAL AKUT
BELL’S PALSY ISTILAH UNTUK KASUS
PARALISIS NERVUS FASIALIS TANPA
MEMANDANG PENYEBABNYA ATAU UNTUK YANG
TIDAK MEMILIKI ETIOLOGI YANG JELAS
EPIDEMIOLOGI :
INSIDENSI 20-30 KASUS PER 100.000 PENDUDUK
RSHS : 136 KASUS TAHUN 2006,SERING PD BUMIL
DAN DM
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK : TANDA DAN GEJALA FISIK
PARALISIS NERVUS FASIALIS PERIFER
- GRADING
HOUSE BRACKMAN CLASSIFICATION
DERAJAT 1 : FUNGSIONAL NORMAL
DERAJAT 2 : ANGKAT ALIS DAN MENUTUP MATA
KOMPLIT SEDIKIT ASIMETRIS
DERAJAT 3 : ANGKAT ALIS DAN MENUTUP MATA
KOMPLIT DGN USAHA, MULUT BERGERAK
SEDIKIT DGN USAHA MAKSIMAL
DERAJAT 4 : TIDAK DAPAT MENGANGKAT ALIS
DAN MENUTUP MATA INKOMPLIT, MULUT
BERGERAK ASIMETRIS DGN USAHA MAKSIMAL
DERAJAT 5 : TIDAK DAPAT MENGANGKAT ALIS
DAN MENUTUP MATA INKOMPLIT, MULUT
BERGERAK SEDIKIT
DERAJAT 6 : TIDAK BERGERAK SAMA SEKALI
PENATALAKSANAAN
TERAPI LAIN
FISIO TERAPI :
BERUPA PANAS SUPERFISIAL DAN
DIMULAI DI HARI KEEMPAT,
LATIHAN DAN PEMIJATAN WAJAH
TINDAKAN BEDAH
PROGNOSIS
KEGAWAT DARURAT
MENGENAL DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS BANDING
LESI SENTRAL :
MULTIPEL SCLEROSIS , STROKE DAN TUMOR
OTAK
LESI PERIFER :
OTITIS MEDIA , SINDROME GULLIAN BARE ,
TUMOR PAROTIS DAN TUMOR NASOPHARING
MENENTUKAN KEGAWAT DARURATAN NYA
Tetanus
No. ICD X : A35 Othertetanus
Tingkat Kemampuan: 4A
Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang
disebabkan oleh tetanospasmin.
Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras.
Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang
yang menyebabkan penutupan rahang (trismus,
lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas,
tetapi juga otot-otot batang tubuh.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan
otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan
riwayat imunisasi.
Grading
a. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria,
biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian).
b. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria,
biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa inkubasi
lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam
(kematian 10%).
c. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria,
biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau
onset kurang dari 48 jam (kematian 32%).
d. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4
Kriteria (kematian 60%).
e. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk
puerpurium dan tetanus neonatorum (kematian
84%).
Diagnosis Banding
a. Meningoensefalitis
b. Poliomielitis
c. Rabies
d. Lesi orofaringeal
e. Tonsilitis berat
f. Peritonitis
g. Tetani, timbul karena hipokalsemia dan
hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat
dalam serum rendah.
Komplikasi
a. Saluran pernapasan
Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis
akibat obstruksi oleh sekret, pneumotoraks dan
mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukannya trakeostomi.
b. Kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat
antara lain berupa takikardia, hipertensi,
vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa
terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat
terjadi fraktura kolumna vertebralis akibat kejang
yang terus-menerus terutama pada anak dan orang
dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat
terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.
Penatalaksanaan
a. Manajemen luka
Keluhan
sebagian atau seluruh tanda dan gejala,
a. Nyeri moderat sampai berat, nyeri hanya pada satu
sisi kepala, namun sebagian merasakan nyeri pada
kedua sisi kepala.
b. Sakit kepala berdenyut.
c. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
d. Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Mual dengan atau tanpa muntah.
f. Fotofobia atau fonofobia.
g. Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada
siang hari dan setelah bangun tidur, kebanyakan
pasien melaporkan merasa lelah dan lemah setelah
serangan.
h. Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala
prodormal, seringkali terjadi beberapa jam atau
beberapa hari sebelum onset dimulai.
Pasien melaporkan perubahan mood dan tingkah
laku dan bisa juga gejala psikologis, neurologis atau
otonom.
Faktor Predisposisi
Pemeriksaan Penunjang
laboratorium tidak diperlukan
dilakukan jika ditemukan :
a. penyebab lain yang dapat menyerupai gejala migren
b. untuk menyingkirkan penyakit penyerta
c. Menentukan dasar pengobatan
d. untuk menyingkirkan kontraindikasi
Pencitraan
(dilakukan di rumah sakit rujukan).
Neuroimaging diindikasikan :
1. Sakit kepala yang pertama atau yang
terparah seumur hidup penderita.
2. Perubahan pada frekuensi keparahan
atau gambaran klinis pada migren.
3. Pemeriksaan neurologis yang
abnormal.
4. Sakit kepala yang progresif atau
persisten.
5. Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi
kriteria migren dengan aura atau hal-hal lain yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
6. Defisit neurologis yang persisten.
7. Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan
berkaitan dengan gejala-gejala neurologis yang
kontralateral.
8. Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.
9. Gejala klinis yang tidak biasa.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Kriteria Migren:
a. Nyeri kepala episodik dalam waktu 4-72 jam
b. dengan gejala dua dari:
nyeri kepala unilateral,
berdenyut,
bertambah berat dengan gerakan/Aktivitas,
intensitas sedang sampai berat
c. ditambah satu dari
mual atau muntah,
fonopobia atau fotofobia.
d. Sekurang kurangnya terjadi 5 serangan
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Diagnosis Banding
a. Arteriovenous Malformations
b. Atypical Facial Pain
c. Cerebral Aneurysms
d. Childhood Migraine Variants
e. Chronic Paroxysmal Hemicrania
f. Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)
Komplikasi
Penatalaksanaan
a. Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk
menghindari stimulasi sensoris berlebihan.
b. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap
dan tenang dengan dikompres dingin.
1. Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah
dan tingkat keparahan migren, baik pada pasien
yang menggunakan obat-obat preventif atau tidak.
2. Menghindari pemicu, jika makanan tertentu
menyebabkan sakit kepala, hindarilah dan makan
makanan yang lain. Jika ada aroma tertentu yang
dapat memicu maka harus dihindari. Secara umum
pola tidur yang reguler dan pola makan yang reguler
dapat cukup membantu.
3. Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik
secara teratur mengurangi tekanan dan dapat
mencegah migren.
4. Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan
migren dimana estrogen menjadi pemicunya atau
menyebabkan gejala menjadi lebih parah, atau orang
dengan riwayat keluarga memiliki tekanan darah
tinggi atau stroke sebaiknya mengurangi obat-
obatan yang mengandung estrogen.
5. Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit
kepala atau membuat sakit kepala menjadi lebih
parah (dimasukkan di konseling).
6. Penggunaan headache diary untuk mencatat
frekuensi sakit kepala.
7. Pendekatan terapi untuk migren melibatkan
pengobatan akut (abortif) dan preventif (profilaksis).
c. Pengobatan Abortif:
1. Analgesik spesifik
analgesik yang hanya bekerja sebagai analgesik
nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat Contoh:
Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan
Triptan yang merupakan agonis selektif reseptor
serotonin pada 5-HT1.
Ergotamin dan DHE diberikan pada migren
sedang sampai berat apabila analgesik non spesifik
kurang terlihat hasilnya atau memberi efek
samping.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan
untuk menambah absorpsi ergotamin sebagai
analgesik.
Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal
ginjal.
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotobia
dan fonofobia. Obat ini diberikan pada migren
berat atau yang tidak memberikan respon terhadap
analgesik non spesifik.
Dosis awal 50 mg dengan dosis maksimal 200 mg
dalam 24 jam.
2. Analgesik non spesifik yaitu analgesik yang
dapat diberikan pada nyeri lain selain nyeri kepala,
dapat menolong pada migren intensitas nyeri
ringan sampai sedang.
Regimen analgesik
Aspirin 600-900 mg +
metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg
Domperidon atau metoklopropamid sebagai
antiemetic dapat diberikan saat serangan nyeri
kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase
prodromal.
d. Pengobatan preventif:
harus selalu diminum tanpa melihat adanya
serangan atau tidak.
Terapi prevenntif jangka pendek diberikan apabila
pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal
dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren
menstrual.
Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa
bulan bahkan tahun tergantung respon pasien.
Farmakoterapi pencegah migren
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad
sanationam adalah dubia karena sering terjadi
berulang.
Tension Headache
Faktor Risiko: -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang normal. Anamnesis yang
mendukung adalah adanya faktor psikis yang
melatar belakangi dan karakteristik gejala nyeri
kepala (tipe, lokasi, frekuensi dan durasi nyeri)
harus jelas.
Klasifikasi
Penatalaksanaan
a. Pembinaan hubungan empati awal
b. Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien bahwa
tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga
kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa
takut akan adanya tumor otak atau penyakit
intrakranial lainnya.
c. Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus
segera dilakukan.
b. Penghilang sakit yang sering digunakan adalah:
acetaminophen dan NSAID seperti aspirin, ibuprofen,
naproxen,dan ketoprofen.
Pengobatan kombinasi antara acetaminophen atau aspirin
dengan kafein atau obat sedatif biasa digunakan
bersamaan.
Cara ini lebih efektif untuk menghilangkan sakitnya, tetapi
jangan digunakan lebih dari 2 hari dalam seminggu dan
penggunaannya harus diawasi oleh dokter.
a. Migren
b. Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)
Prognosis
Prognosis umumnya bonam karena dapat terkendali
dengan pengobatan pemeliharaan.
KLASIFIKASI INTERNASIONAL
NYERI KEPALA
1. MIGREN
2. TENSION TYPE HEADACHE
3. NYERI KEPALA KLASTER DAN SEFALGIA
TRIGEMINAL OTONOMIK
4. NYERI KEPALA PRIMER LAINNYA
Diagnosa kerja :
NYERI KEPALA PRIMER ec ....... dd/
NYERI KEPALA SEKUNDER Ec .........
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
TRAUMA KEPALA DAN ATAU LEHER
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN VASKULER KRANIAL DAN ATAU
SERVIKAL
7. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN NON VASKULER
8. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN SUATU
SUBSTANSI ATAU PROSES WITHDRAWAL NYA
9. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
INFEKSI
10. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN HEMOSTASIS
11. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN KRANIUM, LEHER, MATA, TELINGA,
HIDUNG, SINUS,GIGI,MULUT ATAU STRUKTUR
FASCIAL ATAU KRANIAL LANINNYA
12. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN PSIKIATRIK
13. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB
SENTRAL NYERI FASCIAL
14.NYERI KEPALA, NEURALGIA KRANIAL,
SENTRAL ATAU NYERI FASCIAL PRIMER
LAINNYA
Headache Red Flags (SNOOPS)
Foto/fonop
hobia (+++) (-) (±)
exsaserbasi
dgn (+++) (-) (-)
gerakan
TATA LAKSANA NYERI KEPALA