Anda di halaman 1dari 100

TATALAKSANA KEGAWAT

DARURATAN DI BIDANG
NEUROLOGI PADA FASILITAS
PELAYANAN PRIMER

OLEH
DR. PINI DEWI SP.S
KA SMF NEUROLOGI RSUD MAJALAYA
PENDAHULUAN

 PERMENKES NO 5 TAHUN 2014 : PANDUAN PRAKTEK DOKTER DI


FASILITAS PELAYANAN PRIMER BIDANG NEUROLOGI :
1. Kejang Demam
No. ICD X : R56.0 Febrile convulsions
Kriteria Rujukan
a. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat antikonvulsi.
b. Apabila kejang demam sering berulang disarankan EEG.

2. Vertigo
No. ICD X : R42 Dizziness and giddiness
Kriteria Rujukan
a. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk.
b. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular setelah diterapi
farmakologik dan non farmakologik.
3. Delirium
No. ICD X : F05.9 Delirium, unspecified
Kriteria Rujukan
Bila gejala agitasi telah terkendali, pasien dapat segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan rujukan sekunder untuk memperbaiki penyakit utamanya.
4. Tetanus
No. ICD X : A35 Othertetanus
Kriteria Rujukan
a. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.
b. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
5. Rabies
No. ICD X : A82.9 Rabies, Unspecified
Kriteria Rujukan
a. Penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala rabies.
6. Epilepsi
No. ICD X : G40.9 Epilepsy, unspecified
Kriteria Rujukan
Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera
dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis
saraf.
7. Status Epileptikus
No. ICD X : G41.9 Status epilepticus, unspecified
Kriteria Rujukan
Semua pasien dengan status epileptikus setelah ditegakkan
diagnosis dan telah mendapatkan penanganan awal segera
dirujuk untuk:
a. Mengatasi serangan
b. Mencegah komplikasi
c. Mengetahui etiologi
d. Pengaturan obat
8. Migren
No. ICD X : G43.9 Migraine, unspecified
Kriteria Rujukan
Pasien perlu dirujuk jika migren terus berlanjut dan tidak hilang
dengan pengobatan analgesik non-spesifik.
9. Bells’ Palsy
No. ICD X : G51.0 Bells’ palsy
Kriteria Rujukan
a. Bila dicurigai kelainan supranuklear
b. Tidak menunjukkan perbaikan
10. Tension Headache
No. ICD X : G44.2 Tension–type headache
Kriteria Rujukan
a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.
b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien
harus dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis
jiwa.
 144 DIAGNOSIS DI FASILITAS PELAYANAN PRIMER
BIDANG NEUROLOGI
YAITU :
- BELL’S PALSY
- TETANUS
- MIGREN
- TENSION TIPE HEADACHE
KEGAWAT DARURATAN  MENGETAHUI DAN
MENENTUKAN KONDISI APA SAJA YG AKAN
MENIMBULKAN KEGAWAT DARUTAN  DIAGNOSA
BANDING
BELL’S PALSY
DEFINISI :
PARALISIS NERVUS FASIALIS UNILATERAL AKUT
 BELL’S PALSY  ISTILAH UNTUK KASUS
PARALISIS NERVUS FASIALIS TANPA
MEMANDANG PENYEBABNYA ATAU UNTUK YANG
TIDAK MEMILIKI ETIOLOGI YANG JELAS

EPIDEMIOLOGI :
INSIDENSI 20-30 KASUS PER 100.000 PENDUDUK
RSHS : 136 KASUS TAHUN 2006,SERING PD BUMIL
DAN DM
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK : TANDA DAN GEJALA FISIK
PARALISIS NERVUS FASIALIS PERIFER
- GRADING
HOUSE BRACKMAN CLASSIFICATION
DERAJAT 1 : FUNGSIONAL NORMAL
DERAJAT 2 : ANGKAT ALIS DAN MENUTUP MATA
KOMPLIT SEDIKIT ASIMETRIS
DERAJAT 3 : ANGKAT ALIS DAN MENUTUP MATA
KOMPLIT DGN USAHA, MULUT BERGERAK
SEDIKIT DGN USAHA MAKSIMAL
DERAJAT 4 : TIDAK DAPAT MENGANGKAT ALIS
DAN MENUTUP MATA INKOMPLIT, MULUT
BERGERAK ASIMETRIS DGN USAHA MAKSIMAL
DERAJAT 5 : TIDAK DAPAT MENGANGKAT ALIS
DAN MENUTUP MATA INKOMPLIT, MULUT
BERGERAK SEDIKIT
DERAJAT 6 : TIDAK BERGERAK SAMA SEKALI
PENATALAKSANAAN

 70% SEMBUH TANPA TERAPI


 25% PENYEMBUHAN INKOMPLIT
 5% GEJALA SISA YANG BERAT

 TERAPI MEDIKA MENTOSA


 KORTIKOSTEROID ORAL
SECEPATNYA DALAM 72 JAM PERTAMA HASIL
80% SEMBUH SEMPURNA
DOSIS : 1MG / KGBB/HARI DIBAGI 2 DOSIS
SELAMA 6 HARI, KMD DITURUNKAN BERTAHAP
BERHENTI 10 HARI
Central 7th palsy Peripheral 7th palsy
* ASIKLOVIR ORAL
DOSIS : 1000 MG/HARI SELAMA 5 HARI
* METILKOBALAMIN
DOSIS : 3 X 500 UG / HARI

TERAPI LAIN
FISIO TERAPI :
BERUPA PANAS SUPERFISIAL DAN
DIMULAI DI HARI KEEMPAT,
LATIHAN DAN PEMIJATAN WAJAH

TINDAKAN BEDAH
PROGNOSIS

 BAIK, PENYEMBUHAN BEBERAPA MINGGU


SAMPAI 12 BULAN.
 BURUK , PADA HIPERAKUSIS DAN PEMURUNAN
SEKRESI AIR MATA DAN TERJADI SPASME
HEMIFASIAL

 KEGAWAT DARURAT
 MENGENAL DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS BANDING

 LESI SENTRAL :
MULTIPEL SCLEROSIS , STROKE DAN TUMOR
OTAK
 LESI PERIFER :
OTITIS MEDIA , SINDROME GULLIAN BARE ,
TUMOR PAROTIS DAN TUMOR NASOPHARING
  MENENTUKAN KEGAWAT DARURATAN NYA
Tetanus
 No. ICD X : A35 Othertetanus
 Tingkat Kemampuan: 4A
 Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang
disebabkan oleh tetanospasmin.
 Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras.
 Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang
yang menyebabkan penutupan rahang (trismus,
lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas,
tetapi juga otot-otot batang tubuh.
Hasil Anamnesis (Subjective)

 Keluhan
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan
otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik

 Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus


sampai kejang yang hebat.
a. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme
yang menetap.
b. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus
sardonikus dan disfungsi nervus kranial.
c. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus,
kekakuan leher, kekakuan dada dan perut (opisthotonus),
fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang
umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan
seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran
yang tetap baik
Pemeriksaan Penunjang

 Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.


Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan
riwayat imunisasi.

Tingkat keparahan tetanus:


Kriteria Pattel Joag
a. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas ,disfagia
dan kekakuan otot tulang belakang.
b. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan
frekuensi maupun derajat keparahan.
c. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari.
d. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam.
e. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF
( > 400 C), atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC ).

Grading
a. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria,
biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian).
b. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria,
biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa inkubasi
lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam
(kematian 10%).
c. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria,
biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau
onset kurang dari 48 jam (kematian 32%).
d. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4
Kriteria (kematian 60%).
e. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk
puerpurium dan tetanus neonatorum (kematian
84%).
Diagnosis Banding

a. Meningoensefalitis
b. Poliomielitis
c. Rabies
d. Lesi orofaringeal
e. Tonsilitis berat
f. Peritonitis
g. Tetani, timbul karena hipokalsemia dan
hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat
dalam serum rendah.
Komplikasi

a. Saluran pernapasan
Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis
akibat obstruksi oleh sekret, pneumotoraks dan
mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukannya trakeostomi.

b. Kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat
antara lain berupa takikardia, hipertensi,
vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa
terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat
terjadi fraktura kolumna vertebralis akibat kejang
yang terus-menerus terutama pada anak dan orang
dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat
terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

d. Komplikasi yang lain


Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena
penderita berbaring dalam satu posisi saja, panas
yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang
menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur
suhu.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)

Penatalaksanaan
a. Manajemen luka

Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry


masuknya kuman C. tetani harus mendapatkan
perawatan luka. Luka dapat menjadi luka yang rentan
mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan
tetanus dengan kriteria sebagai berikut:
Luka rentan tetanus Luka yang tidak
rentan tetanus

> 6-8 jam < 6 jam


Kedalaman > 1 cm Superfisial < 1 cm
Terkontaminasi Bersih
Bentuk stelat, avulsi, Bentuknya linear, tepi
atau hancur (irreguler) tajam
Denervasi, iskemik Neurovaskular intak

Terinfeksi (purulen, Tidak infeksi


jaringan nekrotik)
b. Rekomendasi manajemen luka traumatik
1. Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu
dilakukan debridemen.
2. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu
didapatkan.
3. TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir
lebih dari 10 tahun,
jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat
diberikan.
4. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun
yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus
diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu
pemberian TIg
c. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi
respirasi.
d. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar
seperti suara, cahaya-ruangan redup dan tindakan
terhadap penderita.
e. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori
per hari dengan 100-150 gr protein. Bentuk
makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat
diberikan per sonde atau parenteral.
f. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila
perlu.
g. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai
kebutuhan dan respon klinis.
Diazepam 6-8 mg/hari.
kejang => maka diberikan diazepam dosis
0,5mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis
optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang.
Kemudian diikuti pemberian diazepam per oral
(sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari
diberikan 6 kali.
Dosis maksimal diazepam 240mg/hari.
Bila masih kejang  RUJUK
h. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan,
tetapi sebelumnya diperlukan skin tes untuk
hipersensitif.
Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan
50.000 unit dengan infus IV lambat.
(10.000 iu protap neurologi)
Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan,
sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar
luka.
i. Eliminasi bakteri,
penisilin adalah drug of choice: berikan prokain
penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam
selama 10 hari.
Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan
tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama
10 hari.
Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi
Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi
proses neurologisnya.
j. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian
antibiotika spektrum luas dapat dilakukan.
Tetrasiklin, eritromisin dan metronidazol dapat
diberikan, terutama bila penderita alergi penisilin.
Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama
10 hari.
Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam
selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
k. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,
dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin
tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik
yang berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis
inisial 0,5 ml toksoid intramuscular diberikan 24
jam pertama.
l. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi
dasar terhadap tetanus selesai.
Konseling dan Edukasi

 Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya


tetanus adalah memotivasi untuk dilakukan
vaksisnasi dan penyuntikan ATS.
Rencana Tindak Lanjut

a. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi


dasar terhadap tetanus selesai. Pengulangan dilakukan
8 minggu kemudian dengan dosis yang sama dengan
dosis inisial.
b. Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian.
c. Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya.
d. Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan
setempa
Kriteria Rujukan

a. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan


pertama.
b. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem
pernapasan.
c. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi.
Migren
 No. ICD X : G43.9 Migraine, unspecified
 Tingkat Kemampuan: 4A
 Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk
nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular
(berdenyut), diawali unilateral yang diikuti oleh
mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi.
Serangan seringkali berulang dan cenderung tidak
akan bertambah parah setelah bertahun-tahun.
Migren bila tidak diterapi akan berlangsung antara 4-
72 jam dan
 Migren klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase prodromal
(kurang lebih 25 % kasus), fase aura (kurang lebih
15% kasus), fase nyeri kepala dan fase postdromal.
 Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor
penyebab migren, diduga sebagai gangguan
neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf
dan avikasi sistem trigeminal-vaskular, sehingga
migren termasuk dalam nyeri kepala primer.
Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
 sebagian atau seluruh tanda dan gejala,
a. Nyeri moderat sampai berat, nyeri hanya pada satu
sisi kepala, namun sebagian merasakan nyeri pada
kedua sisi kepala.
b. Sakit kepala berdenyut.
c. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
d. Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Mual dengan atau tanpa muntah.
f. Fotofobia atau fonofobia.
g. Sakit kepalanya mereda secara bertahap pada
siang hari dan setelah bangun tidur, kebanyakan
pasien melaporkan merasa lelah dan lemah setelah
serangan.
h. Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala
prodormal, seringkali terjadi beberapa jam atau
beberapa hari sebelum onset dimulai.
Pasien melaporkan perubahan mood dan tingkah
laku dan bisa juga gejala psikologis, neurologis atau
otonom.
Faktor Predisposisi

a. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau


sebelumnya/ perubahan hormonal.
b. Puasa dan terlambat makan
c. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan
buah-buahan.
d. Cahaya kilat atau berkelip.
e. Banyak tidur atau kurang tidur
f. Faktor herediter
g. Faktor kepribadian
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik

 tanda vital harus normal,


 pemeriksaan neurologis normal

Pemeriksaan Penunjang
 laboratorium tidak diperlukan
 dilakukan jika ditemukan :
a. penyebab lain yang dapat menyerupai gejala migren
b. untuk menyingkirkan penyakit penyerta
c. Menentukan dasar pengobatan
d. untuk menyingkirkan kontraindikasi
Pencitraan
(dilakukan di rumah sakit rujukan).

Neuroimaging diindikasikan :
1. Sakit kepala yang pertama atau yang
terparah seumur hidup penderita.
2. Perubahan pada frekuensi keparahan
atau gambaran klinis pada migren.
3. Pemeriksaan neurologis yang
abnormal.
4. Sakit kepala yang progresif atau
persisten.
5. Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi
kriteria migren dengan aura atau hal-hal lain yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
6. Defisit neurologis yang persisten.
7. Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan
berkaitan dengan gejala-gejala neurologis yang
kontralateral.
8. Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.
9. Gejala klinis yang tidak biasa.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
 Diagnosis Klinis
Kriteria Migren:
a. Nyeri kepala episodik dalam waktu 4-72 jam
b. dengan gejala dua dari:
nyeri kepala unilateral,
berdenyut,
bertambah berat dengan gerakan/Aktivitas,
intensitas sedang sampai berat
c. ditambah satu dari
mual atau muntah,
fonopobia atau fotofobia.
d. Sekurang kurangnya terjadi 5 serangan
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Diagnosis Banding

a. Arteriovenous Malformations
b. Atypical Facial Pain
c. Cerebral Aneurysms
d. Childhood Migraine Variants
e. Chronic Paroxysmal Hemicrania
f. Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)
Komplikasi

a. Stroke iskemik dapat terjadi sebagai komplikasi


yang jarang namun sangat serius dari migren.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor risiko seperti
aura, jenis kelamin wanita, merokok, penggunaan
hormon estrogen.
b. Pada migren komplikata dapat menyebabkan
hemiparesis.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)

Penatalaksanaan
a. Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk
menghindari stimulasi sensoris berlebihan.
b. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap
dan tenang dengan dikompres dingin.
 1. Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah
dan tingkat keparahan migren, baik pada pasien
yang menggunakan obat-obat preventif atau tidak.
 2. Menghindari pemicu, jika makanan tertentu
menyebabkan sakit kepala, hindarilah dan makan
makanan yang lain. Jika ada aroma tertentu yang
dapat memicu maka harus dihindari. Secara umum
pola tidur yang reguler dan pola makan yang reguler
dapat cukup membantu.
 3. Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik
secara teratur mengurangi tekanan dan dapat
mencegah migren.
 4. Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan
migren dimana estrogen menjadi pemicunya atau
menyebabkan gejala menjadi lebih parah, atau orang
dengan riwayat keluarga memiliki tekanan darah
tinggi atau stroke sebaiknya mengurangi obat-
obatan yang mengandung estrogen.
 5. Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit
kepala atau membuat sakit kepala menjadi lebih
parah (dimasukkan di konseling).
 6. Penggunaan headache diary untuk mencatat
frekuensi sakit kepala.
 7. Pendekatan terapi untuk migren melibatkan
pengobatan akut (abortif) dan preventif (profilaksis).
c. Pengobatan Abortif:
1. Analgesik spesifik
 analgesik yang hanya bekerja sebagai analgesik
nyeri kepala.
 Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat Contoh:
Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan
Triptan yang merupakan agonis selektif reseptor
serotonin pada 5-HT1.
 Ergotamin dan DHE diberikan pada migren
sedang sampai berat apabila analgesik non spesifik
kurang terlihat hasilnya atau memberi efek
samping.
 Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan
untuk menambah absorpsi ergotamin sebagai
analgesik.
 Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal
ginjal.
 Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotobia
dan fonofobia. Obat ini diberikan pada migren
berat atau yang tidak memberikan respon terhadap
analgesik non spesifik.
 Dosis awal 50 mg dengan dosis maksimal 200 mg
dalam 24 jam.
 2. Analgesik non spesifik yaitu analgesik yang
dapat diberikan pada nyeri lain selain nyeri kepala,
dapat menolong pada migren intensitas nyeri
ringan sampai sedang.

Regimen analgesik
Aspirin 600-900 mg +
metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg
 Domperidon atau metoklopropamid sebagai
antiemetic dapat diberikan saat serangan nyeri
kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase
prodromal.
d. Pengobatan preventif:
 harus selalu diminum tanpa melihat adanya
serangan atau tidak.
 Terapi prevenntif jangka pendek diberikan apabila
pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal
dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren
menstrual.
 Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa
bulan bahkan tahun tergantung respon pasien.
Farmakoterapi pencegah migren

Nama Obat Dosis


Propranolol 40-240 mg/hr
Nadolol 20-160 mg/hr
Metoprolol 50-100 mg/hr
Timolol 20-60 mg/hr
Atenolol 50-100 mg/hr
Amitriptilin 10-200 mg/hr
Nortriptilin 10-150 mg/hr
Farmakoterapi pencegah migren

Nama Obat Dosis


Fluoksetin 10-80 mg/hr
Mirtazapin 15-45 mg/hr
Valproat 500-1000 mg/hr
Topiramat 50-200 mg/hr
Gabapentin 900-3600 mg/hr
Verapamil 80-640 mg/hr
Flunarizin 5-10 mg/hr
Nimodipin 30-60 mg/hr
Komplikasi

a. Obat-obat NSAID seperti ibuprofen dan aspirin


dapat menyebabkan efek samping seperti nyeri
abdominal, perdarahan dan ulkus, terutama jika
digunakan dalam dosis besar dan jangka waktu yang
lama.
b. Penggunaan obat-obatan abortif lebih dari dua atau
tiga kali seminggu dengan jumlah yang besar, dapat
menyebabkan komplikasi serius yang dinamakan
rebound.
Konseling dan Edukasi

 a. Pasien dan keluarga dapat berusaha mengontrol


serangan.
 b. Keluarga menasehati pasien untuk beristirahat
dan menghindari pemicu, serta berolahraga secara
teratur.
 c. Keluarga menasehati pasien jika merokok untuk
berhenti merokok karena merokok dapat memicu
sakit kepala atau membuat sakit kepala menjadi
lebih parah.
Kriteria Rujukan

 Pasien perlu dirujuk jika migren terus berlanjut dan


tidak hilang dengan pengobatan analgesik non-
spesifik. Pasien dirujuk ke layanan sekunder (dokter
spesialis saraf).

 Prognosis
 Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad
sanationam adalah dubia karena sering terjadi
berulang.
Tension Headache

 No. ICD X : G44.2 Tension–type headache


 Tingkat Kemampuan: 4A
 Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH)
atau nyeri kepala tipe tegang
adalah bentuk sakit kepala yang paling sering
dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu
dan peningkatan stres.
Sebagian besar tergolong dalam kelompok yang
mempunyai perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan
kemampuan diri sendiri dan mudah menjadi gentar dan
tegang.
Pada akhirnya, terjadi peningkatan tekanan jiwa dan
penurunan tenaga.
Pada saat itulah terjadi gangguan dan ketidakpuasan
yang membangkitkan reaksi pada otot-otot
kepala,leher, bahu, serta vaskularisasi kepala sehingga
timbul nyeri kepala.
 Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1.
 TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian
besar pasien adalah dewasa muda yang
berusiasekitar antara 20-40 tahun.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
 nyeri yang tersebar secara difus dan sifat
nyerinya mulai dari ringan hingga sedang.
 Nyeri kepala tegang otot biasanya
berlangsung selama 30 menit hingga 1
minggu penuh.
 Nyeri bisa dirasakan kadang-kadang atau
terus menerus.
 Bilateral, tidak berdenyut, intensitas
ringan/sedang, tidak diperberat dgn aktivitas
 Paling tidak 10 episode serangan
 Nyeri pada awalnya pada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakang
menjalar ke bagian depan. ke bahu.
 Nyeri kepala dirasakan seperti kepala berat, pegal,
rasa kencang
 pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti
diikat di sekeliling kepala.
 Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut.
 Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun
muntah tetapi anoreksia mungkin saja terjadi.
 Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti
insomnia (gangguan tidur yang sering terbangun
atau bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi,
berat badan menurun, palpitasi dan gangguan
haid.
 Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya
merupakan manifestasi konflik psikologis yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.

 Faktor Risiko: -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik

 Tidak ada yang berarti


 tanda vital harus normal,
 pemeriksaan neurologis normal.
 Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan
kepala dan leher serta pemeriksaan neurologis yang
meliputi kekuatan motorik, refleks, koordinasi,
dansensoris.
 Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui
adanya peningkatan tekanan pada bola mata yang
bisa menyebabkan sakit kepala.
 Pemeriksaan daya ingat jangka pendek dan fungsi
mental pasien juga dilakukan dengan menanyakan
beberapa pertanyaan.
 Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
berbagai penyakit yang serius yang memiliki gejala
nyeri kepala seperti tumor atau aneurisma dan
penyakit lainnya.

Pemeriksaan Penunjang
 Tidak diperlukan
Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang normal. Anamnesis yang
mendukung adalah adanya faktor psikis yang
melatar belakangi dan karakteristik gejala nyeri
kepala (tipe, lokasi, frekuensi dan durasi nyeri)
harus jelas.
Klasifikasi

nyeri kepala tegang otot ini dibagi menjadi


 nyeri kepala episodik
berlangsungnya kurang dari 15 hari dengan serangan
yang terjadi kurang dari1 hari perbulan (12 hari dalam
1 tahun).
 nyeri kepala tegang otot kronis
berlangsung lebih dari 15 hari selama 6 bulan terakhir
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)

Penatalaksanaan
a. Pembinaan hubungan empati awal
b. Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien bahwa
tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga
kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa
takut akan adanya tumor otak atau penyakit
intrakranial lainnya.
c. Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus
segera dilakukan.
b. Penghilang sakit yang sering digunakan adalah:
acetaminophen dan NSAID seperti aspirin, ibuprofen,
naproxen,dan ketoprofen.
Pengobatan kombinasi antara acetaminophen atau aspirin
dengan kafein atau obat sedatif biasa digunakan
bersamaan.
Cara ini lebih efektif untuk menghilangkan sakitnya, tetapi
jangan digunakan lebih dari 2 hari dalam seminggu dan
penggunaannya harus diawasi oleh dokter.

c. Pemberian obat-obatan antidepresi yaitu amitriptilin


Konseling dan Edukasi

 a. Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak


ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala atau
otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan
adanya tumor otak atau penyakit intrakranial
lainnya.
 b. Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan
atau depresi pasien, serta menilai adanya kecemasan
atau depresi pada pasien.
Kriteria Rujukan

 a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke


fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis saraf.
 b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh
diri maka pasien harus dirujuk ke pelayanan
sekunder yang memiliki dokter spesialis jiwa.
Diagnosis Banding

 a. Migren
 b. Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)

 Prognosis
 Prognosis umumnya bonam karena dapat terkendali
dengan pengobatan pemeliharaan.
KLASIFIKASI INTERNASIONAL
NYERI KEPALA

1. MIGREN
2. TENSION TYPE HEADACHE
3. NYERI KEPALA KLASTER DAN SEFALGIA
TRIGEMINAL OTONOMIK
4. NYERI KEPALA PRIMER LAINNYA

 Diagnosa kerja :
  NYERI KEPALA PRIMER ec ....... dd/
  NYERI KEPALA SEKUNDER Ec .........
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
TRAUMA KEPALA DAN ATAU LEHER
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN VASKULER KRANIAL DAN ATAU
SERVIKAL
7. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN NON VASKULER
8. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN SUATU
SUBSTANSI ATAU PROSES WITHDRAWAL NYA
9. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
INFEKSI
10. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN HEMOSTASIS
11. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN KRANIUM, LEHER, MATA, TELINGA,
HIDUNG, SINUS,GIGI,MULUT ATAU STRUKTUR
FASCIAL ATAU KRANIAL LANINNYA
12. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN
KELAINAN PSIKIATRIK
13. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB
SENTRAL NYERI FASCIAL
14.NYERI KEPALA, NEURALGIA KRANIAL,
SENTRAL ATAU NYERI FASCIAL PRIMER
LAINNYA
Headache Red Flags (SNOOPS)

 Systemic Symptoms (fever, weight loss)


 Neurologic Symptoms or abnormal signs
 (confusion, impaire alertness or conciousness)
 Onset : sudden, abrupt, or split second
 Older : new on set or progressive headache,
 especially in patients > 50 (GCA)
 Previous Headache history : 1stH or new or different
 Headache (change in attack frequency, severity or
 clinical feature)
 Secondary risk factors (HIV, systemic cancer)
Difrensial Diagnosa Sefalgia
Primer
Klinik Migraine Tension H. Cluster H.

L:P 25 : 75% 40 : 60% 90 : 10%

Lateralisasi 60% unilat Difuse 100%


bilateral unilateral

Lokasi Frontal, Difus Periorbital


periorbital,
temporal,
hemicrani
Frekuensi 1-4/bln 1-30/bln 1-3/hr at 3-
12/bln
Klinik Migraine Tension H. Cluster H.

Derajat Sedang/berat ringan/sedang Sangat berat


nyeri

Durasi 4-72 jam Variasi 15menit-


3jam

Sifat nyeri Berdenyut Tumpul Tajam, bosan

Periodisita (±) (-) (+++)


s
Riw (+++) (±) (±)
keluarga
Klinik Migraine Tension H. Cluster H.
Gejala lain
Aura (+++) (-) (-)

Ggn (±) (-) (+++)


otonom
Nausea/vo (+++) (-) (±)
mitus

Foto/fonop
hobia (+++) (-) (±)
exsaserbasi
dgn (+++) (-) (-)
gerakan
TATA LAKSANA NYERI KEPALA

 Tindakan saat menjumpai pasien dengan keluhan


nyeri kepala :

1. Tentukan apakah ada tanda-tanda


bahaya nyeri kepala dari anamnesa ,
apakah didapatkan:
- Nyeri Kepala tiba tiba berat baru terjadi
- Bertambah berat progresif
- Terjadi pada waktu batuk, mengedan, aktivitas
- Mengantuk, bingung
- Kejang, pingsan
- Makin kronik, mialgia,atralgia
- Gangguan penglihatan progresif
- Kelemahan, kikuk, kehilangan keseimbangan
2. Pemeriksaan fisik apakah didapatkan :
- Tanda tanda vital abnormal
- Febris
- Hipertensi
- Gangguan kesadaran
- Rangsang meningen positif
- Papil edema
- Pupil an isokor atau reaksi cahaya negatif
- Parese, anestesia, hemiparese
- Reflek asimetris, reflek patologis positif
Nyeri kepala sekunder
 tanda bahaya positif
 RUJUK FAKES LANJUT

Nyeri kepala primer


 tanda bahaya negatif
 BISA DI FASKES PRIMER
Terima kasih
VII. Fascial nerve
 This nerve predominantly innervates the fascial
muscles
 Taste fibers and motor fiber to the Lacrimal , and
salivatory gland travel first with the fascial motor
fibers until the fascial channel
 Just after entering the internal acustic meatus it
gives branches to the lacrimal gland.
 The taste and salivatory fibers cross to the
5th nerve through the chorda tympani.
 Before exiting through the external acoustic
meatus, it give a motoric branch to the stapedius
muscle of the tympanic menbrane
N. VII
Taste
Pathway
Gland
Innervation
Central and Peripheral Fascial Palsies
 In peripheral fascial palsies, the whole side of the
face is paralysed
 There may also be Gustatory disturbances, and
Tinnitus due to paralysis of the Stapedius muscle
 Central or Supra-Nuclear palsies like in strokes,
show only paralysis of the lower-half of the face,
as the part of Nuclei serving the upper –half is
bilaterally innervated.
Central 7th palsy Peripheral 7th palsy

Anda mungkin juga menyukai