Anda di halaman 1dari 11

Resume

Cardiovascular Dan Neuropsikiatri

Nama: Kori Yanto

Nim: 201951119

Prodi: Farmasi

Kelas: Reguler Siang

Hari/Jam Kuliah:Rabu jam 10:00

Dosen Pengampu:Ibu Dian Anjasari,M.Farm.,Apt

Institut Sains Dan Teknologi Al Kamal

Jakarta
2020
ENSEFALITIS TOXOPLASMA

(Kode ICD X : B58.2)

1. Pengertian

Ensefalitis toxoplasma adalah penyakit peradangan pada jaringan otak

yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Penyakit ini muncul

akibat terjadinya reaktivasi kista laten di jaringan. Infeksi primer umumnya

menyerang otak atau dapat berupa peyakit sistemik.

2. Anamnesis

Demam, sakit kepala, defisit neurologik fokal (hemiparesis, paresis saraf

kranial) dan kesadaran menurun merupakan manifestasi klinis utama. Gejala

lain adalah kejang, ataksia, afasia, parkinsonisme, chorea-athetosis dan

gangguan lapangan pandang.

Faktor Risiko HIV (+)

3. Pemeriksaan Fisik

Defisit neurologik fokal (hemiparesis, paresis saraf kranial) dan kesadaran

Menurun.

4. Kriteria Diagnosis

Diagnosis definitif ensefalitis toksoplasma hanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan histologis biopsi jaringan otak. Sedangkan diagnosis presumtif

ensefalitis toksoplasma dapat dibuat berdasarkan respon terhadap terapi

empirik anti-toksoplasma secara klinis dan imajing.


Secara praktis semua ODHA dengan lesi massa intrakranial dengan gejala

neurologik yang progresif dapat diberikan terapi empirik anti-toksoplasma

selama 2 minggu, walaupun serologinya negatif atau lesinya tunggal. Bila

tidak terdapat perbaikan klinis maupun radiologik setelah terapi empirik,

barulah dianjurkan untuk biopsi. Syarat pemberian terapi empirik antitoksoplasma yaitu:

• Pasien HIV positif

• Terdapat gejala neurologis fokal yang progresif

• Terdapat lesi fokal pada pemeriksaan imajing

Tidak disarankan utk memberikan terapi empirik anti toksoplasma bila :

• CD4 >200 sel/mm3.

• IgG antitoksoplasma (-).

• Telah menerima terapi profilaksis adekuat dengan cotrimoxazole.

5. Diagnosis Banding

1. Progressive multifocal leukoencephalopathy

(PML); perjalanan

penyakitnya kronik dengan gambaran imajing lesi fokal yang tidak

menyangat kontras dan tanpa efek massa.

2. Infeksi TBC

pada sistim saraf pusat harus dipertimbangkan bila terdapat

bukti infeksi TBC ditempat lain.

3. Limfoma

sistim saraf pusat berada pada urutan kedua setelah ensefalitis

toksoplasma sebagai penyebab lesi massa intrakranial pada ODHA,


keduanya dapat memberikan gambaran imajing yang serupa. Pada MRI lesi

tunggal dengan penyangatan kontras yang homogen lebih menyokong pada

diagnosis limfoma.

Pemeriksaan SPECT , PET dan MRS dapat

membedakan lesi ET atau limfoma sistim saraf pusat.

6. Pemeriksaan Penunjang

• CT Brain atau MRI Brain dengan kontras

• Lab: DPL (Hb/Leu/Ht/Plt), GDA, SGOT, SGPT, Alb, Cl/Na/K, Ur/Cr,

analisa cairan serebro spinal, faal hemostasis, kultur+ resistensi (aerob

& anaerob), pemeriksaanserologisToxoplasma gondii, ELISA, Western

Blot analysis, IFA, RIPA, lymphosit cell CD4 dan CD8, viral load

• EKG &Thorax PA/AP

7. Tatalaksana

• Terapi empirik

Standar terapi ensefalitis toksoplasma ET adalah kombinasi pirimetamin

dan sulfadiazin. Namun karena di Indonesia sulfadiazin tidak tersedia,

kombinasi pilihan yaitu pirimetamin dan klindamisin, dengan dosis:

− Fase akut (4-6 minggu):

• Pirimetamin loading 200 mg, lalu dilanjutkan, jika BB <50 kg: 2x25

mg per hari per oral dan jika BB >50 kg: 3x25 mg per hari per oral

• Klindamisin 4x600 mg

− Fase rumatan:
• Pirimetamin dan klindamisin dengan dosis ½ dari dosis fase akut atau

menggunakan kotrimoksazol 2x480 mg.

• Fase rumatan diteruskan hingga pasien mencapai nilai CD4 > 200

• Antiedema:

Walaupun masih diperdebatkan steroid dapat digunakan dalam waktu

singkat pada terapi fase akut, terutama bila dijumpai efek massa yang

signifikan.

− Manitol sesuai indikasi.

Respon klinik terhadap terapi empirik anti-toksoplasma biasanya terlihat

dalam 7 hari. Respon radiologik berupa berkurangnya ukuran lesi dan

penyangatan kontras mulai terlihat pada minggu ke-2

8. Edukasi

• Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur,

masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri, risiko dan

komplikasi)

• Penjelasan mengenai risiko dan komplikasi selama perawatan

• Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi

• Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge Planning)

• Penjelasan mengenai gejala dan apa yang harus dilakukan sebelum dibawa

ke RS
9. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam (tergantung klinis)

Ad Sanationam : dubia ad malam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam (tergantung klinis)

10. Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan

• Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

Diagnosis dan kemudian rujuk ke Spesialis Saraf

• PPK 2 (RS tipe B dan C) :

Manajemen komprehensif sesuai dengan fasilitas yang tersedia, rujuk ke

PPK 3 jika fasilitas tidak memadai

• PPK 3 (RS tipe A) :

Manajemen komprehensif

11. Kepustakaan

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014

tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer

2. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, 2015


ENSEFALITIS VIRAL

(Kode ICD X : A86)

1. Pengertian

Penyakit peradangan pada jaringan otak yang disebabkan oleh virus

2. Anamnesis

Demam, Nyeri kepala, perubahan kesadaran, travelling dari daerah endemis.

Tanda lain malaise, flu like syndrome, fotofobia, kadang disertai kejang.

3. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran menurun, demam, perubahan keperibadian, kejang, dapat

didapatkan kaku kuduk ataupun defisit neurologis fokal.

4. Kriteria Diagnosis

Memenuhi kriteria anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung oleh hasil

neuroimaging dan lumbal pungsi

5. Diagnosis Banding

• Meningoensefalitis Bakterial

• Meningoensefalitis TB

6. Pemeriksaan Penunjang

• Darah lengkap, Kimia klinik, Lumbal punksi (pleositosis dominan sel

mononuclear, peningkatan kadar protein)

• Serologi darah untuk HSV, CMV, Japanesse encephalitis

• Serologi CSF untuk HSV dan CMV

• PCR HSV, CMV, HHV-6.


• EEG (high voltage periodic spike wave dankompleks slow wave di temporal menunjukkan
infeksi HSV)

• CT scan kepala + kontras

• MRI kepala + Kontras

7. Tatalaksana

• Pada kecurigaan HSV; asiklovir 10 mg/kb setiap 8 jam selama 3 minggu

• Pada kecurigaan infeksi HSV yang resisten terhadap asiklovir dapat

diberikan Foscarnet 60 mg/kg setiap 8 jam selama 3 minggu

• Kecurigaan varicella zoster; asiklovir 10mg/kg setiap 8 jam minimal

selama 2 minggu.

• Pada kecurigaan oleh karena Epstein - Barr virus dapat diberikan Asiklovir

10 mg/kg setiap 8 jam

• Pada kecurigaan oleh karena infeksi CMV dapat diberikan:

a. Terapi induksi (2-3 minggu)

Gansiklovir 5 mg/kg setiap 12 jam + Foscarnet 60 mg/kg setiap 8 jam

b. Terapi pemeliharaan:

Gansiklovir 5 mg/kg/hari

Foscarnet 60-120 mg/kg/hari

• HHV varian A dapat diberikan Foscarnet 60 mg/kg setiap 8 jam

• HHV varian B diberikan Foscarnet atau gansiklovir 5 mg/kgBB setiap 12

Jam

• Rocky mountain fever dapat diberikan Doxycycline 100 mg/12 jam


• Penatalaksanaan kejang dengan anti konvulsan sesuai dengan protocol

status epileptikus

• Pada kondisi Status epilepsy Refrakter pasien dirawat di ICU dengan

menggunakan ventilator dan obat-obat anastesi

• Sedative dapat diberikan bila pasien gelisah dengan clobazam 2x10 mg

• Anti nyeri dengan metamizole 3x1 g iv bila pasien mengalami nyeri kepala

• Apabila didapatkan tanda-tanda tekanan intracranial yang meningkat maka

dapat diberikan manitol 20%, diberikan dengan dosis awal 1-1,5 g/kg berat

badan selama 20 menit, dilanjutkan dosis 0,25-0,5 g/kg berat badan setiap

4-6 jam atau dengan menggunakan cairan hypertonic saline NaCl 3% 2

ml/KgBB selama 30 menit atau Natrium-laktat 1.2 ml/kgBB selama 15

menit

• Hemikraniektomi dekompresi, pemasangan EVD atau VP shunt dapat

dilakukan pada kondisi malignant intracranial hypertension

• Pemberian IVIG dengan dosis 0.4 mg/kgBB selama 5 hari dapat

dipertimbangkan pasien encephalitis viral yang mengalami super refracter status epilepsy

8. Edukasi

• Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur,

masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri, risiko dan

komplikasi)

• Penjelasan mengenai risiko dan komplikasi selama perawatan

• Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi

• Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge Planning)


• Penjelasan mengenai gejala dan apa yang harus dilakukan sebelum dibawa ke RS

9. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad malam

10. Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

Diagnosis dan kemudian rujuk ke Spesialis Saraf

• PPK 2 (RS tipe B dan C) :

− Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, Kimia klinik, Lumbal punksi (

pleositosis dominan sel mononuclear, peningkatan kadar protein),

Serologi darah untuk HSV dan CMV, CT scan kepala + kontras

− Tatalaksana medis komprehensif kasus HSV dan VZV berikut

penyulitnya

• PPK 3 (RS tipe A) :

− Pemeriksaan penunjang seperti PPK 2, ditambah PCR HSV, CMV,

HHV-6, EEG (high voltage periodic spike wave dan kompleks slow

wave di temporal yang menunjukkan infeksi HSV) dan MRI + kontras

− Tatalaksana medis komprehensif kasus seperti di PPK 2 ditambah kasus

HSV yang resisten terhadap asiklovir, Epstein - Barr virus, CMV dan

HHV
11. Kepustakaan

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014

tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer

2. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, 2015

Anda mungkin juga menyukai