Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTEK DISAHKAN OLEH

KLINIK DIREKTUR
TENTANG
Meningitis Tuberkulosis
RSIA
(ICD 10 :A17.0)
BUNDA ALIYAH
Dr. Siti Hodidjah
No Dokumen : 010/SMF-A/RSIA-BA/X/2017 Tanggal : 05/10/2017
Meningitis Tuberkulosis (ICD 10 :A17.0)
Meningitis tuberculosis adalah radang selaput otak yang
Pengertian disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya jaringan
(Definisi) otak ikut terkena sehingga disebut sebagai meningo ensefalitis
tuberkulosis.
Anamnesis 1. Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut
2. Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran
setelah kejang)
3. Penurunan kesadaran
4. Penurunan berat badan (BB), anoreksia, muntah, sering batuk dan
pilek
5. Riwayat kontak dengan pasien tuberculosis dewasa
6. Riwayat imunisasi BCG

PemeriksaanFisik Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium :


Stadium I (inisial)
 Pasien tampak apatis ,iritabel, nyeri kepala, demam, malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Belum tampak manifestasi kelainan
neurologi.
Stadium II
 Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang
meningeal, kejang, deficit neurologis fokal, paresis nervus kranial,
dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemi balismus).
Stadium III
 Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai
koma, ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
pupil terfiksasi, pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu
tubuh, dan ekstremitas spastis.
Pada funduskopi dapat ditemukan papil yang pucat,tuberkel pada
retina,dan adanya nodul pada koroid. Lakukan pemeriksaan paru tBCG
dan tanda-tanda infeksi tuberkulosis di tempat lain.
Kriteria Diagnosis 1. Berdasarkan Anamnesa, Pemeriksaan Fisik dan temuan M.
tuberculosis pada pemeriksaan apusan LCS
DiagnosaKerja Meningitis tuberkulosis (A17.0)
Diagnosis Banding Encephalitis
Pemeriksaan - Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan
Penunjang gula darah. Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000 – 20.000
sel/mm3). Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia
karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
- Pungsi lumbal:
Liquor serebro spinal(LCS) jernih, cloudy atau santokrom,
Jumlah sel meningkat antara 10–250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500
sel/mm3, hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium
awal dapat dominan polimorfonuklear.
Protein meningkat diatas100mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah
35mg/ dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal.
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.
Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal
ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval dua minggu.
- Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) danlatex particle agglutination dapat
mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila
memungkinkan).
- Pemeriksaan pencitraan (computedtomography (CTScan)/
magneticresonanceimaging/ (MRI) kepala dengan kontras) dapat
menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark,
tuberkuloma, maupun hidrosefalus.
Pemeriksaaninidilakukanjikaadaindikasi,terutamajikadicurigaiterdapat
komplikasi hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit
tuberkulosis. Uji tuberculin dapat mendukung diagnosis
- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat
menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.

Tatalaksana Medikamentosa
Pengobatan medika mentosa diberikan sesuai rekomendasi American
Academy of Pediatrics 1994, yakni dengan pemberian 4 macam obat
selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin
selama 10 bulan.
Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut :
Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.
Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari.
Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.
Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau
streptomisin IM 20 – 30 mg/kg/hari dengan maksimal 1 gram/hari.
Kortikosteroid diberikan untuk menurunkan inflamasi dan edema
serebral. Prednison diberikan dengan dosis 1–2mg/kg/hari selama 6–8
minggu. Adanya peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat
diberikan deksametason 6 mg/m2 setiap 4–6 jam atau dosis 0,3–0,5
mg/kg/hari.
Tata laksana kejang maupun peningkatan tekanan intracranial dapat
dilihat pada bab terkait.
Perlu dipantau adanya komplikasi Syndrome Inappropriate Antidiuretic
Hormone (SIADH). Diagnosis SIADH ditegakkan jika terdapat kadar
natrium serum yang <135mEq/L(135 mmol/L), osmolaritas serum < 270
mOsm/kg, osmolaritas urin> 2 kali osmolaritas serum, natrium urin> 30
mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi atau
hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah
cairan dengan memakai cairan isotonis, terutama jika natrium serum <
130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan
rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.
Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit>3 minggu dan
dapat diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Perlu dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolic pada
pemberian asetazolamid. Beberapa ahli hanya merekomendasikan
tindakan VP-shunt jika terdapat hidrosefalus obstruktif dengan gejala
ventrikulomegali disertai peningkatan tekanan intraventrikel atau edema
periventrikuler.
Suportif
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke
Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi
spastisitas, serta mencegah kontraktur.
Pemantauan pasca rawat
Pemantauan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi
adanya komplikasi obat tuberkulostatik.
Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental, maupun gangguan
perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-kembang,
jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait
(Rehabilitasi Medik, telinga hidung tenggorokan (THT), Mata dll) sesuai
indikasi.

Edukasi 1. Tirah baring


(Hospital Heath 2. Teratur minum obat
Promotion)
Prognosis Ad vitam:dubia et bonam
Ad sanationam :dubia et bonam
Ad fungsionam :dubia et bonam

Tingkat Evidens I / II / III / IV


Tingkat A/B/C/D
Rekomendasi
Penelaah Klinis 1. SMF Anak.
2. …..
3. …..
IndikatorMedis 1. Perbaikan klinis
Kepustakaan 1. Bale JF.Viral infection of the nervous system. Dalam: Swaiman KF,
Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles
and practice. Edisi ke-4. Philadelphia:Mosby; 2006. p. 1595-1630
2. Shingadia D, Novelli V. Review: Diagnosis and treatment of
tuberculosis in children. Lancet Infect Dis. 2003;3:624-32.
3. Thwaites GE, Hien TT. Review: Tuberculous meningitis: many
questions, too few answers. Lancet Neurol. 2005;4:160-70.
4. Woodfield J,Argent A. Clinical review:Evidence behind the WHO
guidelines: Hospital care for children: what is the most appropriate
anti-microbial treatment for tuberculous meningitis?. J of Trop
Pediatr. 2008; 54:220-4.
5. Prasad K, Singh MB. Corticosteroid for managing tuberculous
meningitis (Review). Cochrane database of systematic reviews 2008.

Anda mungkin juga menyukai