Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan Epilepsi

No. Dokumen : /SOP-UKP/I/2020


No. Revisi : 00
SOP Tanggal terbit : 2020
Halaman : 1/4

PUSKESMAS RITA AHIE, SKM, MM


(ttd)
SEJANGKUNG NIP. 19681223 1988122001

1. Pengertian Prosedur ini mengatur standar penatalaksanaan epilepsi di Puskesmas Sejangkung


berdasarkan standar profesi dokter di fasilitas kesehatan primer

2. Tujuan Sebagai panduan dalam mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan pasien epilepsi


di Puskesmas Sejangkung
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas Sejangkung Nomor tentang jenis
Pelayanan

4. Referensi 1.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2. Permenkes No 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi.
5. Alat dan Bahan 1. Alat
a. Tensi meter
b. Stetoskop
c. Pulse oksimeter
d. Lampu senter/ penlight
e. Thermometer
2. Bahan
a. Buku status pasien
b. Lembaran resep
c. Form rujukan

6. Langkah-langkah 1. Petugas melakukan pengukuran tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan suhu
tubuh kemudian mencatat dalam buku status pasien.
2. Petugas melakukan anamnesis terhadap pasien ( autoanamnesis ) dan keluarga /
care giver pasien untuk memastikan apakah bangkitan yang dimaksud adalah
bangkitan epilepsi;
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu
A. Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
merupakan bangkitan epilepsi
a. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal
b. Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik
yang mungkin menjadi penyebab
c. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar
bangkitan
d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap terapi
(dosis, kadar OAE, kombinasi terapi)
e. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
f. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit
psikiatrik atau sistemik
g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran, dan perkembangan
bayi/anak
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP
B. Langkah kedua: apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukan
bangkitan tersebut bangkitan yang mana (klasifikasi ILAE 1981)
C. Langkah ketiga: menentukan etiologi sindrom epilepsi atau penyakit epilepsi
apa yang diterita pasien dilakukan dengan memperhatikan klasifikasi ILAE
1981. Langkah ini penting untuk menentukan prognosis dan respon terhadap
OAE
3. Petugas melakukan pemeriksaan, berupa:
a. Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-
tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma
kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol
atau obat terlarang, defisit neurologis fokal
b. Pemeriksaan neurologis
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung dari
interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir
 Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka
akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda fokal seperti todds paresis,
trans aphasic syndrome yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk
lokalisasi
 Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu,
sasaran utama adalah menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi
sistem saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang
apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
4. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk menentukan penyebab kejang yang
kemungkinan berasal dari infeksi
5. Petugas melakukan analisa diagnosis terhadap pasien
Petugas melakukan analisa diagnosis terhadap hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik dan neurologis
6. Petugas memberikan tatalaksana kepada pasien
Penanganan awal pasien harus dirujuk ke dokter spesialis saraf.
 Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai dengan
jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsy
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping
 Bila ada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan penambahan
OAE kedua.
 Penambahan OAE ketiga dilakukan di layanan sekunder atau tersier
 Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai
terapi bila kemungkinan kekambuhannya tinggi hal ini dapat dilakukan di
pelayanan kesehatan sekunder
 Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi
fakmakokinetik antar OAE
 Keputusan untuk menghentikan OAE dilakukan pada tingakat pelayanan
sekunder/tersier
 Petugas melakukan konseling dan edukasi
 Petugas melakukan rujukan sesuai kriteria rujukan
Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera dirujuk ke pelayanan
sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf

7. Bagan Alir
Pemeriksaan
Keseluruhan: Fisik
Pemeriksan TTV Anamnesis Data dan Neurologis

Analisa Diagnosis Pemeriksaan Penunjang :


Lab darah rutin

Tatalaksana kepada Rujuk pelayanan


pasien sekunder ( Rumah Sakit)
(
8. Hal-hal yang perlu Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera dirujuk ke pelayanan
diperhatikan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.

9. Unit terkait Semua unit layanan

10. Dokumen terkait Buku status pasien, hasil lab ( pemeriksaan darah rutin )

11. Rekaman historis


perubahan No Yang diubah Isi Perubahan Tanggal mulai diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai