Anda di halaman 1dari 38

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DEPARTEMEN/ SMF SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

STROKE NON HEMORRHAGIK/ISKHEMIK


( ICD 10: I63.9 )

1. Pengertian Gangguan fungsi otak fokal maupun global yang berlangsung 24 jam atau
(Definisi) lebih atau langsung menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan
oleh berkurangnya suplai darah otak.

2. Anamnesis Gangguan global berupa gangguan kesadaran

Gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa :


a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, wicara dansebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidupan
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi SomatikSensoris
g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi:
 Gangguan atensi
 Gangguan memory
 Gangguan bicaraverbal
 Gangguan mengertipembicaraan
 Gangguan pengenalan ruang
 Gangguan fungsi kognitiflain
 faktor risiko: hipertensi, diabetes mellitus, kebiasaan merokok.

3. Pemeriksaan a. Tingkat kesadaran, penurunan GCS


Fisik b. Tanda-tanda vital
c. Didapati hemiparesis dengan atau tanpa hemihipestesi.
d. Didapati atau tanpa kelainan saraf kranialis.

4. Kriteria a. Sesuai dengan kriteria anamnesis.


Diagnosis b. Sesuai dengan kriteria pemeriksaan klinis neurologis.
c. Skor stroke siriraj < 1

5. Diagnosis Stroke iskhemik.


Kerja

6. Diagnosis a. Stroke perdarahan (bila belum dilakukan CT/MRI otak)


Banding b. Tumor otak.

7. Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang :


Penunjang Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pra dan paska stroke, risiko
pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang.
Tujuan : Membantu menentukan diagnosis, diagnosis banding, faktor
risiko, komplikasi, prognosis dan pengobatan.
Golden standard/Baku emas :CT scan kepala tanpa kontras.
Laboratorium :
- Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL).
- Gula darah sewaktu GDS.
- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin dan asam urat).
- Fungsi hati (SGOT dan SGPT).
- Protein darah (albumin, globulin).
- Faal hemostasis (BT, CT,PT, APTT, INR).
- Profil lipid (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL).
- Analisa gas darah dan elektrolit.
- Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perdarahan subaraknoid
dan CT scan tidak ditemukan adanya perdarahan.
Radiologis :
- Pemeriksaan rontgen dadau ntuk melihat ada tidaknya
infeksi paru maupun kelainan jantung.
- Brain CT scan tanpa kontras (Golden standard).
- MRI kepala.
Pemeriksaan penunjang lain :
- EKG.
- Ehocardiography (TTE dan atau TEE).
- Carotid Doppler (USG Carotis).
- Transcranial Doppler (TCD).
EEG jika dicurigai kejang.

8. Tatalaksana a. Kendalikan hipertensi : bila TDS > 220 mmHg atau MAP > 150
mmHg dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap
15 menit. Dapat digunakan preparat Nikardipin atau diltiazem
intravena. Anti hipertensi oral dipergunakan untuk terapi
pemeliharaan.
b. Neuroprotektan:
- Citicholin: diberikan dalam 24 jam sejak awal stroke. 250 – 1000
mg mg/hari i.v terbagi dalam 2-3 kali/hari selama 2-14 hari.
- Piracetam: diberikan dalam 7 jam pertama dari awal stroke.
Pemberian pertama 12 gr perinfus habis dalam 20 menit,
dilanjutkan 3 gr bolus i.v per 6 jam sampai hari ke 4. Hari ke 5
sampai dengan akhir minggu ke 4 diberikan 4.8 gr dibagi 3 X/hari
per oral. Minggu ke 5 – 12 diberikan 2.4 gr dibagi 2X/hari.
c. Anti agregasi platelet: yang direkomendasikan hanya aspirin
(Guidelines Stroke 2011).
1. Aspirin: 1X 325 dalam 24 – 48 jam pertama, dilanjutkan 1X
80-100 mg.
2. Bila tidak toleran terhadap aspirin bisa diberikan:
a. Klopidogrel 1 X 75 mg..
b. Dipiridamol 2 X 200 mg, atau kombinasi aspirin 25 mg +
Dipiridamol ER 200 mg.
Efek samping anti agregasi: iritasi lambung, perdarahan,
trombositopenia, reaksi alergi.
d. Ranitidin 2 x 1 amp iv.
e. Neurotonik: Vit.B1, B6, B12.
Lama perawatan 8-10 hari (jika tanpa komplikasi/penyulit seperti
penumonia, gangguan jantung dll).

9. Edukasi a. Penderita harus menjalani tirah baring.


b. Penderita sesegera mungkin menjalani fisioterapi aktif setelah faktor-
(Hospital faktor penyulit terkontrol.
Health c. Memberikan suasana yang tenang dan nyaman bagi penderita.
Promotion)

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam

11. Tingkat Class IV


Evidens

12. Tingkat Level C


Rekomendasi

13. Penelaah KSM Syaraf


Kritis

14. Indikator Dalam perawatan selama 7 hari Penderita stroke iskhemik 50% mengalami
Medis perbaikan
(outcome)

15. Kepustakaan 1. Adelina Yasmar :Penangnan Stroke pasca akut, Neurology in Familial
Medicine, edisi I
2. John C.M Brust: Cerebrovascular Disease in Current Diagnosis &
Treatment.
3. M Saiful Islam : Penatalaksanaan Hypertensi pada stroke akut ,Clinical
Practtice in Neurology, neurology departement of Medical Faculty of
UNAIR.
4. Standar Pelayanan Medis Neurologi 2006
5. Standar Pelayanan Operasional 2006
6. AHA/ASA Guideline Stroke 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

MALARIA
Kode : ICD. B.50.8

1. Pengertian Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit


(Definisi) plasmodium falsiparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, atau
plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles.

2. Anamnesis Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi
ke daerah endemik malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang
diikuti dengan demam dan kemudian timbul keringat yang banyak ; pada
daerah endemik malaria, trias malaria mungkin tidak ada, gejala utama
tersering : vertigo, anoreksia, malaise, nausea dan diare.

3. Pemeriksaan Konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegali (jarang ditemukan pada


Fisik keadaan ringan).
Malaria berat : ditemukan P.falcifarum dalam stadium aseksual disertai
satu atau lebih gejala berikut :
1. malaria serebral : Koma dalam yang tak dapat / sulit
dibangunkan dan bukan disebabkan oleh penyakit lain
2. anemia berat (normositik) pada keadaan hitung parasit >
10.000/ul; (Hb<5 g/dl atau hematokrit <15%)
3. gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa, atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi disertai
kreatinin>3 mg/dl)
4. Edema paru/acute respiratory distress syndrome (ARDS)
5. hipoglikemia (gula darah <400 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai
keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1oC)
7. Perdarahan spontan dari lubang hidung, gusi, saluran cerna,
dan/atau disertai gangguan koagulasi intravaskuler
8. kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah
pendinginan pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mEq/l)
10. Hemoglobinuria makroskopik oleh kerena infeksi malaria akut
(bukan karena efek samping obat antimalaria pada pasien dengan
defisiensi G6PD)
11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P. Falciparum
yang padat pada pembuluh darah kapiler jaringan otak

Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai


dengan gambaran klinis daerah setempat :
Gangguan kesadaran
kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan)
hiperparasitemia >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak
stabil malaria
ikterus (bilirubin >3 mg/dl)
Hiperpireksia (suhu rektal >40oC)

4. Kriteria 1. Klinis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium

5. Diagnosis Kerja Malaria (Kode ICD B.50.8)

6. Diagnosis Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis,


Banding ensefalitis.

7. Pemeriksaan Laboratorium : Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes
Penunjang fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit,
hemostatis, rontgen toraks, EKG

8.Tata laksana Infeksi P. vivax atau P. ovale


Daerah sensitif klorokuin :
Klorokuin basa 150 mg :
Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian),
Hari II dan III : 2 tablet atau
Hari I dan II : 4 tablet,
Hari III : 2 tablet
Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14
hari.
Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400-
600 mg/hari selama 7 hari
Daerah resisten klorokuin
Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari
Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari

Infeksi P. falciparum ringan / sedang, infeksi campur P.falciparum


dan P. Vivax
 Artemisin
Hari I : 4 tablet (200 mg)
Hari II : 4 tablet (200 mg)
Hari III : 4 tablet (200 mg)
 Amodiaquin
Hari I : 4 tablet (600 mg)
Hari II : 4 tablet (600 mg)
Hari III : 2 tablet (600 mg)
 Klorikuin basa 150 mg :
Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian),
Hari II : 2 tablet
Hari III : 2 tablet atau
Hari I : 4 tablet
Hari II : 4 tablet
Hari III : 2 tablet
 Bila perlu ditambah terapi radikal : ditambah primakuin 45 mg
( 3 tablet) (dosis tunggal) ; infeksi campur : primakuin 1 x 15
mg selama 14 hari → bila resisten dengan pengobatan tersebut
: SP 3 tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat 3 x 400-600
mg/hari selama 7 hari

Malaria berat
 Artesunate iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12,
24, dilanjutkan satu kali per hari, atau injeksi artem
intramuskular.
 Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5%
diberikan dalam 6-8 jam (maksimum2000 mg) dengan
pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam sampai
pasien dapat minum obat per oral atau sampai hitung parasit
malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral
selama 7 hari dengan dosis per oral 10 mg/kgBB/24 jam
diberikan 3 kali sehari)
 Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan
tetrasiklin 94 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari atau
doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari.

Perhatian SP tidak boleh pada bayi dan ibu hamil. Primakuin tidak boleh
diberikan pada ibu hamil, bayi, dan penderita defisiensi G6PD.
Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada
pemberian kina paranteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam tetapi
belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka
dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan
kontra indikasi pada malaria serebral.
Pemantauan pengobatan : hitung parasit minimal tiap 24 jam, target
hitung parasit pada H1 50% H0 dan H3 <25% H0. pemeriksaan diulang
sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali
pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan : klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu
diminum tiap mingu sejak 1 minggu sebelum mesuk daerah endemik
sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik atau
doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai 1 (satu) hari sebelum pergi ke
daerah endemis malaria hingga 4 minggu setelah meninggalkan daerah
endemis

Lama perawatan : 3-5 hari

9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang


2. Penjelasan rencana tindakan, resiko dan komplikasi
3. Penjelasan perkiraan lama rawat

10. Prognosis Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale :
bonam.
Malaria berat : Dubia ad malam

11.Tingkat evidens
12.Tingkat
rekomendasi

13.Penelaah kritis KSM Penyakit Dalam

14. Indikator Medis  Keluhan berkurang


(outcome)  Lama hari rawat : 3-5 hari

15. Kepustakaan 1. Buku saku penatalaksanaan kasus malaria WHO, Ditjen Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI Tahun 2017.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEPARTEMEN/ SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

APPENDISITIS AKUT (ICD: K35)

1. Pengertian Suatu peadangan akut appendik yang ditandai oleh adanya obstruksi parsial
(Definisi) lumen atau tejadinya proses inflamasi akut dari jaringan sekitar appendiks
dalam jangka waktu kurang dari 2 minggu.

2. Anamnesis  Nyeri perut kanan bawah


 Mual, muntah, nyeri epigatrium pindah dan menetap di abdomen
kanan bawah
 Demam
 Nafsu makan bekurang

3. Pemeriksaan  Nyeri tekan titik Mc. Burney


Fisik  Demam sub febris
 Rovsing sign (+)
 Blumberg sign (+)
 Psoas sign (+)
 Obturator sign (+)
 Colok dubur : nyeri jam 9-11

4. Kriteria 1. Klinis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. USG

5. Diagnosis Appendicitis Akut (ICD: K35)

6. Diagnosis  Adenitis mesentrik


Banding  Gastroentriti akut
 Divertikulitis meckel
 Intusepsi
 Ilues akut atau enteritis regional
 Ilkus peptik perforasi
 PID,KET, Kista, ovarium torsi
 Torsio testis, epidedimis

7. Pemeriksaan a. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan


Penunjang b. Ureumkreatinin
c. GDS
d. HbsAg
e. Tes kehamilan (kalauperlu)
f. USGabdomen

8. Tata laksana 1. Appendiktomi perlapararoskopik


2. Open appendektomi
3. Terapi konservatif jika ada kontraindikasi mutlak
4. Lama perawatan : 3 hari
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan komplikasi
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

11.Tingkat evidens I untuk tindakan n. 1 dan 2

12.Tingkat B
rekomendasi
13.Penelaah kritis KSM Bedah

14. Indikator Medis  Keluhan berkurang


 Lama hari rawat : 3 hari
 Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
 Kesesuaian dengan hasil PA

15. Kepustakaan
1.Buku Ajar Ilmu Bedah,Sjamsuhidayat
2.Principal of Surgery,Schwartz‟s
3.Konsensus Nasional Ikabi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEPARTEMEN/ SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

HERNIA INGUINALIS (ICD K40.0)

1. Pengertian Suatu penonjolan dari isi rongga abdomen melalui kanalis inguinal
(Definisi)
2. Anamnesis  Benjolan dilipat paha yang timbul bila melakukan kegiatan yang
menaikan tekanan intra abdominal.
 Benjolan hilang bila berbaring
 Bila sudah ireponibel, benjolan tidak hilang kembali.
 Bila telah terjadi hernia inkarserata keluhannya nyeri hebat, mual
muntah , tidak dapat defekasi.

3. Pemeriksaan Fisik  Dilakukan pada keadaan berdiri dan berbaring


 Dengan melakukan valsava test
 Pada inspeksi : pasien pada saat berdiri hernia direk akan terlihat
simetris dgn tonjolan yg sikuler di cincin externa, tonjolan akan
menghilang saat pasien berbaring, pada hernia inguinalis lateral
tonjolan susah menghilang sat berbaring
 Pada paloasi : Penekan melalui cincin interna ketika pasien
mengedan dapat membedakan hernia direk dan hernia inguinalis
lateralis

4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : Benjolan pada lipat paha

5. Diagnosis Hernia inguinalis (ICD K40.0)

6. Diagnosis Banding 1. Hernia Ektopia testis


2. Aneurisma Femoral
3. Kista
4. Seroma femoralis
5. Lipoma, lyphadenoparti
6. Abses hepatoma, hydrokel, Varikokel, Massa testicular
7. Torsio testis, epididimitis

7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Pemeriksaan darah didapat lekositosis pada keadaan


Penunjang strangulata
2. USG skrotal dan inguinal

8. Terapi Pembedahan herniotomi dan herniorafi


Pembiusan dengan regional anestesi
Antibiotik profilaksis, analgetik
Lama perawatan : 3 hari

9. Edukasi a. Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis


b. Edukasi Tindakan Herniotomi dan Herniorafi
c. Edukasi Perawatan Luka pascatindakan
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad functionam : bonam
5-10 % recurency

11.Tingkat evidens II

12.Tingkat B
rekomendasi
13.Penelaah kritis KSM Bedah

14. Indikator Medis 80% pasien yang dirawat dengan Hernia ingunalis pulang sembuh

15. Kepustakaan 1. Current diagnosis and treatment surgery 13rd ED.


2. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif M,
Suporaita, Wahyu IW, Wiwiek S . 2000;313-7
3. Nyhus LM, Bombeck CT, Klein MS. Hernia IN: Sabiston DC.
Texbook Of Surgery 14th ed. Philadelphia: WB Sauders
Company;1991:958-65
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEPARTEMEN/ SMF THT-KL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

CHRONIC TONSILITIS AND ADENOIDITIS (ICD 10: J35.0)


HYPERTROPHY OF TONSILS (ICD 10: J35.1)
HYPERTROPHY OF ADENOIDS (ICD 10: J35.2)
HYPERTROPHY OF TONSILS WITH HYPERTROPHY OF ADENOIDS (ICD10: J35.3)

1. Pengertian Tonsilitis kronik adalah peradangan kronik dari tonsil sebagai lanjutan
(Definisi) peradangan akut/subakut yang berulang/rekuren, dengan kuman penyebab
nonspesifik. Peradangan kronik ini dapat mengakibatkan pembesaran tonsil
yang menyebabkan gangguan menelan dan gangguan pernapasan.

2. Anamnesis A. Keluhan lokal


- Nyeri menelan
- Nyeri tenggorok
- Rasa mengganjal di tenggorok
- Mulut berbau (halitosis)
- Demam
- Mendengkur
- Gangguan bernapas
- Hidung tersumbat
- Batuk pilek berulang

B. Dapat pula disertai keluhan sistemik


- Rasa lemah
- Nafsu makan berkurang
- Sakit kepala

3. Pemeriksaan Fisik  Pembesaran tonsil


 Permukaan kripta tonsil melebar
 Detritus pada penekanan kripta
 Arkus anterior dan posterior hiperemis
 Pembesaran kelenjar submandibula

4. Kriteria Diagnosis Satu atau lebih keluhan dari anamnesis yang berulang disertai dengan
pembesaran ukuran tonsil dan atau pemeriksaan fisik lainnya

5. Diagnosis Chronic tonsilitis and adenoiditis (ICD 10: J35.0)


Hypertrophy of tonsils (ICD 10: J35.1)
Hypertrophy of adenoids (ICD 10: J35.2)
Hypertrophy of tonsils with hypertrophy of adenoids (ICD10: J35.3)

6. Diagnosis Banding 1. Tonsilitis kronik oleh sebab lain : tuberkulosis, sifilis, aktinomikosis
2. Pembesaran tonsil karena kelainan darah atau keganasan, misalnya
leukemia, limfoma

7. Pemeriksaan 1. Bila perlu kultur resistensi dari swab tenggorok


Penunjang 2. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring lateral (jika
diperlukan), polisomnografi bila diperlukan (di RS dengan fasilitas
lengkap)
3. Untuk persiapan operasi :
- Laboratorium :
Pemeriksaan darah tepi lengkap
CT dan BT serta golongan darah
SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, Gula darah sewaktu (atas
indikasi)
- Radiologi : foto toraks
4. Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan atau
adenoid (bila dicurigai keganasan)

8. Terapi 1. Non pembedahan :


a. Lokal : obat kumur tenggorok
b. Medikamentosa : antibiotik spektrum luas sambil menunggu
hasil kultur
c. Simptomatis : analgetik-antipiretik, antiinflamasi
2. Pembedahan :
a. Tonsillectomy (ICD 9CM: 28.2) pada:
 Chronic tonsilitis (ICD 10: J35.0)
 Hypertrophy of tonsils (ICD 10: J35.1)
b. Adenoidectomy (ICD 9CM: 28.6) pada :
 Hypertrophy of adenoids (ICD 10: J35.2)
 Hypertrophy of tonsils with hypertrophy of adenoids
(ICD10: J35.3)
c. Tonsilloadenoidectomy (ICD 9CM: 28.3) pada:
 Hypertrophy of tonsils with hypertrophy of adenoids
(ICD10: J35.3)
Lama perawatan : 3 hari

9. Edukasi  Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang timbul


 Menjelaskan rencana pengobatan, indikasi operasi dan komplikasinya
 Menjaga kebersihan rongga mulut (oral hygiene), misalnya :
menganjurkan sikat gigi dan kumur-kumur teratur, bila perlu konsultasi
ke dokter gigi.

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

11.Tingkat evidens

12.Tingkat
rekomendasi
13.Penelaah kritis KSM THT-KL

14. Indikator Medis 80% pasien yang dirawat dengan Hernia ingunalis pulang sembuh

15. Kepustakaan 1. 1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis and Hipertrofi


Adenoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti Dwi R,
editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6.
Jakarta: FKUI; 2007. H 223-5.
2. Lore JM, Medina JE, Tonsillectomy and Adenoidectomy. In: Lore JM,
Medina JE, editor. An Atlas Head and Neck Surgery. 4th Ed.
Philladelphia: Elsevier Saunders; 2005: p. 770-2
3. Brodsky L, Poje C. Tonsillitis, Tonsillectomy and Adenoidectomy. In:
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editor. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th Ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2006:
p.1184-98.
4. Baugh RF, Archer SM, Mitchell RB, Rosenfeld RM, Amin R, Burns JJ, et
al. Clinical Prantice Guidelaine: tonsillectomy in childrean. Otolaryngol
Head and Neck Surg. 2011: 144: S1-30.
5. International Classification of Diseases 10th Revision (ICD 10). World
Health Organization
International Classification of Diseases 9th Revision Clinical
Modification (ICD 9CM), World Health Organization
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEPARTEMEN/ SMF KEBIDANAN & PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

KETUBAN PECAH DINI (KPD)


ICD 10 : O42

1. Pengertian Pecahnya selaput ketuban (amnion dan khorion) tanpa disertai persalinan
(definisi) pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada kehamilan preterm.

2. Anamnesa KU : keluar air dari kemaluan


RPP:
- Sejak kapan keluar air
- Warna air yang keluar, bau, kejernihan
- R/ perut mules menjalar ke pinggang makin lama makin sering dan
kuat, keluar air, keluar darah lendir
- R/ demam, penyakit kulit, penyakit gigi, penyakit infeksi sistemik
lain, keputihan
- R/ perut diurut, riwayat trauma, post coital/ aktivitas seksual
- R/ merokok,
- Pengobatan apa yang sudah dijalani sebelum datang ke rumah sakit
- R/ sindroma Ehlers Danlos

Riwayat Obstetri:
R/ kehamilan sebelumnya dengan ketuban pecah dini?
R/ HPHT

3. Pemeriksaan Status Present


Fisik Status Obstetri
PL: Leopold I, II, III, IV, DJJ, TBJ, kontraksi uterus
Inspekulo: portio livide, OUE terbuka/ tertutup, fluor +/-, fluxus +/-
(poolling cairan amnion), erosi/ laserasi/ polip +/-
VT: portio konsistensi, posisi, pendataran, pembukaan, ketuban +/-,
bagian terbawah janin, penurunan, penunjuk. (dilakukan apabila ada
tanda inpartu/ pembukaan portio pada pemeriksaan inspekulo,
kehamilan aterm)

4. Kriteria  Ketuban pecah dini pada kehamilan ≥ 35 minggu


Diagnosis  Ketuban pecah dini pada kehamilan 28-35 minggu
 Ketuban pecah dini pada kehamilan < 28 minggu

5. Diagnosis KPD

6. Diagnosis -
Banding
7. Pemeriksaan - Tes nitrazin/ lakmus
Penunjang - Ultrasonografi: jumlah cairan amnion, kesejahteraan janin (profil
biofisik, dan non stress test)
- Lab darah (leukosit, diff count), LEA (Leucocyte Estrase Activity) 
tanda-tanda infeksi intrauterine
8. Tatalaksana Ketuban pecah dini pada kehamilan ≥ 35 minggu
 Prinsipnya lahirkan janin
 Beri antibiotika profilaksis (Ampicillin 2 gram diikuti Ampicillin
4x1 gr dalam 48 jam, dilanjutkan dengan eritromisin 4x250 mg
oral dalam 10 hari, atau amoxicillin oral 3x500 mg dalam 5 hari
selama janin belum lahir
Ketuban pecah dini pada kehamilan 28 - 35 minggu
 Terapi antibiotik
 Induksi pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV selama 2
hari
 Tokolisis: (> mimetic, Ca channel blocker)
 Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban
sangat sedikit amnio infusi
 Ekspektatif bila paru telah matang
Ketuban pecah dini pada kehamilan < 28 minqgu
 Perawatan konservatif
 Terapi antibiotik
 Induksi pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV bila
kehamilan > 28 minggu selama 2 hari
 Tokolisis: β mimetic, Ca channel blocker
 Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban
sangat sedikit amnio infusi
 Sedapat mungkin dipertahankan sampai 33 - 35 minggu, jika
tidak ada infeksi

Taksiran lama perawatan : 3-5 hari

9. Edukasi 1. Higiene vulva vagina yang baik


2. Bedrest pada pasien yang dilakukan terapi konservatif
3. Cara persalinan berdasarkan indikasi obstetri

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat Usia kehamilan, komplikasi ibu, komplikasi janin


(Kekuatan)
Rekomendasi
13. Penelaah kritis KSM OBGYN

14. Indikator Indikator ibu :


(outcome) 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Kontraksi uterus baik
3. Tidak ada perdarahan pervaginam

Indikator bayi :
1. Terminasi kehamilan berdasarkan indikasi ibu

15. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong
CY. Williams obstetrics 23rd. New York: McGraw-Hill Companies
Inc. 2005: 193-4.
2. Kolegium Obstetri dan Ginekologi. Ketuban Pecah Dini. Dalam:
Modul pendidikan spesialis obstetri dan ginekologi. Jakarta. 2008: 12-
3.
3. Mercer, BM. Premature rupture of the membrane. In: Creasy RK,
Resnik Robert, Iams J D, Lockwood C J, Moore T R, editors. Creasy
& Resnik’s maternal-fetal medicine. Principles and practice. 6th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2005; 558-09.
4. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Panduan penatalaksanaan kasus
obstetri. Jakarta: Pelawa Sari; 2012.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI


ICD 10 : A00-A09

1. Pengertian Kumpulan penyakit dengan gejala diare, yaitu defekasi dengan feses cair
(definisi) atau lembek dengan/tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau
lebih sehari, berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan.
Perubahan konsistensi feses menjadi lebih lembek/cairdan frekuensi
defekasi lebih seringmenurut ibu.

2. Anamnesis Frekuensi BAB: 3 kali atau lebih, konsistensi feses cair atau lembek
(konsistensi feses cair tanpa ampas walaupun hanya sakali dapat disebut
diare), ada tidaknya darah dan atau lendir, jumlah feses.
Ada tidaknya muntah, gejala-gejala klinik lain (batuk-pilek, panas, kejang,
dan lain-lain), riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap atau
malas minum.

3. Pemeriksaan Tanda-tanda dehidrasi, komplikasi, penyakit penyulit (bronkopneumoni,


Fisik bronkiolitis, malnutrisi, ensefalitis, meningitis, penyakit jantung dan
dekompensasi kordis), dan : keadaan umum (gelisah, cengeng, rewel,
letargi, tampak sakit berat), frekuensi nadi, suhu, tekanan darah, frekuensi
nafas (tanda asidosis atau adanya penyakit penyulit). Pemeriksaan yang
meliputi keadaan umum pasien, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen,
ekskoriasi pada bokong, dan manifestasi kulit. Penting untuk mengukur
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan
terhadap tinggi badan, kehilangan berat badan, menilai kurva
pertumbuhan, dan sebagainya

4. Kriteria 1. Diare kurang dari 14 hari


Diagnosis 2. Ada tidaknya darah dalam feses
3. Tanda-tanda dehidrasi (keadaan umum gelisah atau letargi, kelopak
mata cekung, minum lahap atau tidak mau, turgor kembali dibawah 1
detik atau 1 samapi 2 detik atau lebih dari 2 detik)

5. Diagnosis Diare akut dehidrasi (derajat dehidrasi dibagi menjadi: tanpa dehidrasi,
ringan sedang, dan berat)

6. Diagnosis Diare akut dehidrasi (atau diare cair akut dehidrasi)


Banding Disentri dehidrasi
Diare prolong dehidrasi
Diare akut dengan penyulit (BP, bronkiolitis, decompensasi kordis,
malnutrisi berat, ensefalitis, dan menengitis)

7. Pemeriksaan Darah rutin, feses rutin, dan urin rutin atas indikasi
Penunjang Elektrolit dan atau gas darah atas indikasi

8. Tatalaksana 1. Rehidrasi
2. Obat-obatan
3. Diet
4. Edukasi

Rehidrasi (Terapi cairan dan elektrolit) :


Koreksi cairan dan elektrolit dibedakan 2 macam:
1. Diare akut murni (diare cair akut).
2. Diare akut dengan penyulit/komplikasi.

Ad 1. Diare akut murni


Diare akut dehidrasi ringan sedang menggunakanoralit pada dengan dosis
75 ml/kgBB/4 jam, jika gagal upaya rehidrasi oral (URO) mengunakan
IVFD dengan cairan ringer laktat dosis 75 ml/kgBB/4 jam
Diare akut dehidrasi berat dapat mengunakan salah satu cara
1. Cairan ringer laktat dengan dosis 30 ml/jam/kgBB sampai tanda-
tanda dehidrasi hilang(target 4jam atau 120 ml/kgBB).
2. Umur 1 sampai 11 bulan: 30 ml/kgBB dalam satu jam pertama,
selanjutnya 70 ml/kgBB dalam 5 jam
Umur 1 tahun ke atas: 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama,
selanjutnya 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam

Monitoring rehidrasi dilakukan setiap jam, jika tanda-tanda dehidrasi


hilang, rehidrasi dihentikan.

Ad 2. Pada diare akut dengan penyulit :


Menggunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung: Na:

63,3 mEq/L. K: 10,4mEq/L, CI: 61,4 mEq/L, HCO3: 12,6 mEq/L(mirip

cairan KAEN 3A).

Koreksi diberikan secara intravena dengan kecepatan :

Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang :

4 jam I : 50 cc/kg BB.

20 jam II : 150 cc/kgBB.


Atau dapat diberikan dengan kecepatan yang sama 200 cc/kgBB/hari
Diare akut dengan penyulit dehidrasi berat :
4 jam I : 60 cc/kg BB.
20 jam II : 190 cc/kgBB.
Rehidrasi yang diberikan perhari tetap dimonitoring. Rehidrasi dihentikan
jika status rehidrasi telah tercapai (tidak ada tanda-tanda dehidrasi). Diare
akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang memerlukan cairan
rehidrasi antara 150 – 200 ml/kgBB/hari sedangkan dehidrasi berat 250
ml/kgBB/hari. Kebutuhan cairan rehidrasi untuk anak yang lebih besar
(lebih dari 10 kg) kurang dari nilai tersebut, sebagai patokan praktisnya
adalah dehidrasi ringan-sedang memerlukan 1,5 sampai 2 kali kebutuhan
maintenance (misalnya anak 20 kg, kebutuhan maitenancenya adalah
1500 mlyang berarti kebutuhan rehidrasinya 2250-3000ml), sedangkan
dehidrasi berat 2,5 kali maintenance.

Terapi medikamentosa :
Diberikan preparat zink elemenal, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1 x 10
mg dan usia ≥ 6 bulan sebanyak 1 x 20 mg selama 10-14 hari. Obat-
obatan antimikroba termasuk antibiotik tidak dipakai secara rutin pada
penyakit diare akut. Patokan pemberian antimikroba/antibiotika adalah
sebagai berikut :
1. Kolera.
2. Diare bakterial invasif.
3. Diare dengan penyakit penyerta.
4. Diare karena parasit/jamur.
5. Bayi umur kurang dari 3 bulan

Ad. 1. Kolera :
Semua penderita yang secara klinis dicurigai kolera diberi
Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 3 hari.

Ad. 2. Diare bakterial invasif :


Secara klinis didiagnosis jika :
Panas lebih dari 38,5oC dan meteorismus.
Ada lendir dan darah dalam tinja secara makroskopis maupun
mikroskopis.
Leukosit dalam tinja secara mikroskopis lebih dari 10/lpb atau
++
Antibiotika yang dipakai sementara menunggu hasil kultur :
 K1inis diduga ke arah Shigella (setiap diare yang disertai
darah dapat dianggap shigelosis, jika tidak ada tanda klinis
yang khas untuk penyakit lainya atau belum dapat
dibutikan infeksi lainnya, melalui kultur) diberi Nalidixid
acid 55mg/kgBB/hari diberi 4 dosis selama 10 hari atau
Ciprofloxacin 30 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 5
hari. Jika tidak ada perbaikan dalam 48 jam, antibiotik
diganti dengan ceftriakson 100 mg/KgBB/ hari sekali
sehari atau Azitromizin
 K1inis diduga ke arah Salmonella diberikan Kloramfenikol
100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari.
 Klinis diduga amubiasis, segera dilakukan pemeriksaan
preparat langsung tinja: jika ditemukan bentuk trofozoit
dengan RBC di dalam sitoplasmanya diberikan
metronidazol dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.

Ad. 3. Penyakit penyerta diobati sebagaimana mestinya.

Ad. 4 Untuk penyakit parasit diberikan :


 Amubiasis diberikan Metronidazole 50 mg/kbBB/hari
dibagi dalam 3 dosis selama 5-7 hari.
 Helminthiasis: untuk Ascaris/Ankylostoma/Oxyuris:
Pyrantel Pamoate 10 mg/kgBB/hari dosis tungga1 atau
albendazole 400 mg dosis tunggal untuk anak lebih dari 2
tahun.
Untuk Trichuris : Mebendazole 2 X l00 mg selama 3 hari.
 Giardiasis : Metronidazole 15 mg/kgBB/hari selama 5 hari.
Untuk penyebab jamur diberikan :
Candidiasis diberikan Nistatin :
- Kurang dari 1 tahun : 4 X 100.000 IU se1ama 5 hari.
- Lebih dari 1 tahun : 4 X 300.000 IU se1ama 5 hari.
9. Edukasi Pendidikan kesehatan dilakukan pada saat visite dan di ruangan khusus
(Hospital dimana orangtua penderita dikumpulkan.
Health Pokok ceramah meliputi :
Promotion)  Usaha pencegahan diare dan KKP.
 Usaha pertolongan untuk mencegah dehidrasi pada diare dengan
menggunakan oralit dan cairan.
 Imunisasi.
 Keluarga berencana.
Penderita dipulangkan :
 Bila yakin ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit
kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung.
 Kausa diare/penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati (tidak
mutlak).

10. Prognosis Ad vitam : bonam


Ad sanationam : bonam

11. Tingkat
Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah KSM Kesehatan Anak
Kritis
14. Indikator Gambaran klinis dan derajat dehidrasi
Medis
15. Kepustakaan 1. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, dkk.
Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI 2010. H 58-62.
2. Nelson Pediatric Text Book King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C.
Managing acute gastroenteritis among children oral rehydration:
maintenance, and nutritional therapy. Centers for disease control and
prevention. MMWR. 2003;52:1-29.
3. Dep Kes RI, Dirjen PP & PL. Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
1216/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit
Diare, Edisi ke 5, Tahun 2007
4. Buku ajar IDAI Gastroenterohepatologi
5. Nelson Pediatric Text Book Fortaine O, Newton C. A revolution in the
management of diarrhea. Bull WHO. 2001; 79: 471-9.
6. Santosham M, Duggan C, Brown KH, Greenough III WB.
Management of acute diarrhea. Dalam: Wyllie R, Hyams JS,
penyunting. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease:
Pathophysiology, Diagnosis, Management. Edisi ke-3. Philadelphia:
WB Saunders; 2006. H. 557-81.
7. World Health Organization. Guideline for the control of shigellosis,
including epidemics due to shigella dysenteriae type 1. WHO; 2003.
H. 1-70.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEPARTEMEN/ SMF PARU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

PNEUMONIA
1. Pengertian Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme.
(Definisi)
2. Anamnesis 1. Batuk < 14 hari
2. Berdahak berwarna kuning/kehijauan
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Demam tinggi
6. Nafsu makan menurun

3. Pemeriksaan 1. Tampak sakit sedang sampai berat


Fisik 2. Tampak sesak dengan frekuensi napas > 20x/m
3. Suhu Badan ≥ 38C
4. Pemeriksaan fisik :
Inspeksi: dada yang sakit tertinggal,
Palpasi : stem fremitus meningkat.
Auskultasi: suara napas bronkovesikuler sampai bronkial dapat
disertai ronki

4. Kriteria 1. Batuk bertambah


Diagnosis 2. Perubahan karakteristik dahak/purulen
3. Suhu tubuh ≥ 38C (aksila)/riwayat demam
4. Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
5. Leukosit ≥ 10.000 atau < 4500
Dua atau lebih dari tanda diatas DITAMBAH
pada foto toraks didapatkan infiltrat baru atau infiltrat progresif atau
air bronchogram

5. Diagnosis Kerja Pneumonia (J 18.9)


6. Diagnosis 1. Tuberkulosis paru
Banding 2. Tumor paru
3. Emboli paru

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah lengkap, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,


Penunjang ureum, kreatinin, serum elektrolit, BGA.
2. Pemeriksaan hapusan dahak
3. Kultur dahak dan uji sensitivitas antibiotika
4. Foto toraks PA
5. Perhitungan PORT score untuk menilai derajat keparahan
pneumonia (Risk Class I (tidak diprediksi), Risk Class II (≤70),
Risk Class III (71-90))
8. Tatalaksana  Suportif :
- Oksigen, IVFD
 Pneumonia rawat inap ruang biasa :
Terapi Empiris dengan :
1. Sefalosporine generasi I-III (Ceftriaxone 2x1 gr, Cefotaxim
3x1 gr) i.v.
2. Fluoroquinolon respirasi (Levofloxacin 1 x 500mg,
Moxifloxacin 1x400mg)
3. Makrolide baru (azythromycin 1x500mg, roxythromycin
2x150mg)
4. Simptomatis : Ambroxol 3x30 mg, DMP 3x15mg, Parasetamol
3x500 mg.
 Pneumonia rawat inap ruang intensif (HCU)
a. Antibiotik empiris bila tidak terdapat faktor resiko infeksi
Pseudomonas :
Beta laktam (Cefotaksim, Ceftriakson, atau ampisilin
sulbaktam) ditambah dengan makrolide baru (Azythromicin
1x500mg, roxythromycin 2x150mg) atau Fluoroquinolon
respirasi (Levofloxacin 1x750 mg, Moxifloxacin 1x400 mg)
i.v.
b. Antibiotik empiris bila terdapat faktor resiko infeksi
Pseudomonas :
- Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam
(piperazilin tazobactam, cefepim, imipenem, atau
meropenem) ditambah dengan fluoroquinolon rspirasi
Levofloxacin 1x750 mg
ATAU
- β laktam tersebt di atas ditambah dengan aminoglikosid
dan Azithromicin 1x500mg.
ATAU
- β laktam tersebut di atas ditambah dengan aminoglikosid
dan antipneumokokal fluorokuinolon (untuk pasien alergi
penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam)
bila dicurigai disertai infeksi MRSA
Tambahkan Vankomisin atau Linzolid.
c.Simptomatis : Ambroxol 3x30 mg, DMP 3x15mg,
Parasetamol 3x500 mg.

 Diet Tinggi kalori tinggi protein

Lama perawatan : 80% pneumonia teratasi dalam 14 hari perawatan

9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding dan pemeriksaan


(Hospital Health penunjang.
Promotion) 2. Penjelasan rencana pengobatan, risiko dan komplikasi
3. Penjelasan perkiraan lama rawat

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat
A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis KSM Paru

14. Indikator Medis 1. Keluhan berkurang


(Outcome) 2. Lama rawat : 14 hari
3. Tidak terjadi infeksi nosokomial
4. Tidak terjadi komplikasi

15. Kepustakaan 1. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell
GD, Dean NC. Infectious Diseases Society of America/American
Thoracic Society Consensus Guidelines on the Management of
Community-Acquired Pneumonia in Adults. Clinical Infectious
Diseases. 2007; 44: S27–72
2. PDPI, 2003. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, Jakarta.
3. Niederman MS, 2008. Principles of antibiotic use and the selection
of empiric therapy for pneumonia In: Fishman’s Pulmonary
Diseases and Disorders. Chapter 115. Fourth Edition. McGraw
Hill, New York, pp. 2051-2064
4. American Thoracic Society. Guidelines for management of adults
with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment
ofseverity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir
Crit.Care Med. 2001; 163: 1730-5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DEPARTEMEN/ SMF THT-KL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

KATARAK SENILIS MATUR

1. Pengertian Kekeruhan pada lensa kristalin yang menyebabkan penurunan tajam


(Definisi) penglihatan disertai penurunan kontras sensitifitas, silau, dan tidak nyaman

2. Anamnesis - Penglihatan kabur secara perlahan


- Penglihatan seperti melihat asap/awan
- Silau, lebih terang pada malam hari
- Penglihatan ganda
- Penglihatan kabur melihat jauh dan dekat

3. Pemeriksaan Fisik 1. Visus : < 6/18


2. TIO : T=P= N+0 ( < 21 mmHg)
3. Slit Lamp Segment Anterior :
Lensa : Keruh, ST (+/-)
Derajat 1 : Nukleus lunak, Visus> 6/12, kekeruhan warna agak
keputihan, Reflek fundus (+). Usia< 50 th
Derajat 2 : Kekerasan nucleus ringan, visus 6/12 – 6/30, nucleus
berwarna kekuningan, reflek fundus (+), sering berupa SCP
Derajat 3 : Kekerasan nucleus sedang, visus 6/30 – 3/60, nucleus
berwarna kuning dan korteks berwarna keabu-abuan
Derajat 4 : Nukleus keras, visus 3/60 – 1/60, nucleus berwarna
kuning kecoklatan, reflek fundus sulit dinilai.
Derajat 5 : Nukleus sangat keras, Visus< 1/60, usia>60 th, nucleus
berwarna coklat kehitaman, disebut black katarak.
4. Funduskopi  Segmen Posterior : RFODS (-/+)
FODS : Sulit dinilai / Tidak tembus

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa


2. Pemeriksaan Oftalmologi
3. Pemeriksaan Funduskopi direk
4. Pemeriksaan USG
5. Biometri

5. Diagnosis Katarak Senilis Matur

6. Diagnosis Banding Katarak Sekunder


Katarak Traumatika

7. Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, BSS, HbSAg, CT/BT


Penunjang Rontgen : FotoThorak

8. Terapi Ekstraksi Lensa + IOL


1. Phacoemulsifikasi + IOL
2. ECCE + IOL
3. SICS + IOL
4. ICCE + IOL
Ekstrasi Lensa + Tanpa IOL
Pengobatan PascaOperasi
1. Tetesmata antibiotik + steroid 6 x 1 tetes
2. Antibiotik oral (Cefadroxil 2x500mg)
3. Analgetik oral (Asam Mefenamat 3x500mg)
4. Anti radang oral (Metylprednisolon 3x8mg)

Lama perawatan : 3 hari

9. Edukasi 1. Terjadinya katarak karena proses penuaan pada lensa


2. Pilihan tindakan operasi
3. Perawatan post operatif
a. Mengganti perban 1 kali sehari pada pagi hari
b. Jangan kena air
c. Jangan menggosok mata selama 1 minggu
d. Memberi obat tetes sesuai petunjuk dokter
4. Kontrol ulang :
a. Kunjungan pertama : 48 jam setelah operasi
b. Kunjungan kedua : 4 -7 hari setelah operasi
c. Kunjungan ketiga : sesuai kebutuhan pasien

10. Prognosis Ad vitam : bonam


Ad sanationam : bonam
Ad functionam : bonam

11.Tingkat evidens

12.Tingkat
rekomendasi
13.Penelaah kritis KSM ILMU KESEHATAN MATA

14. Indikator Medis

15. Kepustakaan 1. Istiantoro, Hutahuruk, JA. Transisi menuju fakoemulsifikasi: Langkah-


langkah menguasai tehnik dan menghidari komplikasi. Yayasan Obor.
Jakarta, 2004
2. Steinert RG, Chang DF, et al. Cataract Surgery: 3rd edition. Saunders-
Elsivier, New York, 2010
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT

DEMAM BERDARAH DENGUE


Kode ICD : A.91

1. Definisi Infeksi dengue disertai dengan adanya bukti plasma leakage bertendensi
menimbulkan renjatan dan kematian

2. Anamnesis 1. Demam atau riwayat demam mendadak tinggi, terus menerus, 2-7
hari, dapat mencapai 40°C serta terjadi kejang demam.
2. Manifestasi perdarahan
3. Dijumpai facial flush
4. Muntah
5. Nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
6. Bila syok: lemah, gelisah, produksi urine sedikit, kaki tangan dingin
7. Terdapat kasus DBD di lingkungan

3. Pemeriksaan 1. Suhu tubuh dapat meningkat, normal atau hipotermi


fisik 2. Manifestasi perdarahan
a. Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2 atau 2.5 cm2) merupakan
manifestasi perdarahan yang paling banyak pada fase demam
awal.
b. Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena
(easy bruising).
c. Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
d. Perdarahan mukosa: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
saluran cerna
e. Hematuria (jarang)
f. Menorrhagia (pada remaja dan dewasa)
3. Ruam makulopapular/rubellaform pada fase demam
4. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan
5. Splenomegali (jarang)
6. Terdapat hemostasis yang tidak normal,
7. Terdapat perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura/efusi
pleura dan rongga peritoneal/ascites)
8. Dapat disertai dengan hipovolemia, dan syok
 Warning Signs: muntah persisten, nyeri perut, menolak asupan
per oral, letargi atau gelisah, hipotensi postural, oliguria
 Gejala kegagalan sirkulasi terjadi pada saat suhu turun antara hari
ke 3-7 demam berupa: kulit dingin dan lembab, sianosis
sirkumoral, nadi lemah dan cepat. Pasien tampak letargi atau
gelisah kemudian jatuh dalam keadaan syok.
 Tanda-tanda syok:
- Nadi cepat dan lemah
- Tekanan nadi sempit, diastolik cenderung naik atau
hipotensi
- Capillary refill time> 3 detik
- Akral dingin
- Gelisah
- Pada profound shock (DBD grade IV), nadi tidak teraba
dan TD tidak terukur
- Oliguria hingga anuria
 Pada prolonged shock dapat terjadi:
- asidosis metabolik
- gagal mutliorgan
- perdarahan masif
- gagal hati dan renal
- ensefalopati
- perdarahan intrakranial
9. Fase konvalesen :
 sinus bradikardi
 aritmia
 timbul ruam konvalesen

4. Kriteria 1. Sesuai dengan anamnesis


Diagnosis 2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik

Tersangka DBD: bila definisi kasus DBD belum terpenuhi


Definisi kasus DBD:
1. Demam,
2. Manifestasi perdarahan,
3. Disertai trombositopenia ≤100.000/µL,
4. Bukti plasma leakage berupa peningkatan hematokrit ≥ 20%,
dapat disertai dengan efusi pleura atau asites
5. Dapat disertai dengan syok

Berdasarkan tingkat keparahan DBD (harus memenuhi definisi kasus


DBD):

DBD Derajat Tanda & Gejala Klinis Laboratorium

DBD I Deman dengan manifestasi - Trombositopenia


perdarahan tidak spontan ≤ 100.000/mm3
(uji bendung + atau easy - Penngkatan Ht ≥
bruishing) dan bukti 20%
kebocoran plasma
DBD II Sama dengan derajat I - Trombositopenia
ditambah perdarahan ≤ 100.000/mm3
spontan - Penngkatan Ht ≥
20%
DBD III Sama dengan derajat I atau - Trombositopenia
II ditambah kegagalan ≤ 100.000/mm3
sirkulasi (nadi lemah, - Penngkatan Ht ≥
tekanan nadi sempit ≤ 20 20%
mmHg,
hipotensi, letar i)
DBD IV Sama dengan derajat III - Trombositopenia
ditambah syok profunda ≤ 100.000/mm3
dengan nadi tidak eraba - Penngkatan Ht ≥
dan tekanan darah tidak 20%
terukur

5. Diagnosis Demam Berdarah Dengue


6. Diagnosis 1. Demam dengue
banding 2. Infeksi virus lainnya seperti campak, rubella, demam chikunguya
3. Leptospira, malaria dan demam tifoid
4. ITP, leukemia, anemia aplastik
5. Sepsis atau meningitis bila mengalami demam disertai syok

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan


Penunjang trombosit) serta hitung jenis saat awal
2. Pemeriksaan Ht dan trombosit secara berkala
3. Antigen NS1
4. IgG dan IgM Dengue

Ig M Ig G Interpretasi Keterangan
+ - Infeksi primer -
+ + Infeksi sekunder -
- - Tidak terbukti diulang pada fase
adanya konvalesens
Infeksi
- + Infeksi pada 2-3 diulang pada fase
bulan sebelumnya konvalesens

5. SGOT dan SGPT


6. Gula darah sewaktu atas indikasi
7. Foto rontgen dada dalam posisi AP atau right lateral decubitus
8. USG
9. AGD dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida) atas indikasi
10. CT/BT dan PT/aPTT atas indikasi
11. LP atas indikasi
12. CT-Scan atau MRI atas indikasi

8. Tatalaksana 1. Parasetamol (bila T > 38.5C)


2. Cairan per oral dan atau intravena (cairan rumatan, cairan rehidrasi
sesuai derajat dehidrasi, atau cairan resusitasi).
Cairan dapat berupa kristaloid, koloid.
- Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
- Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma
hebat, dan tidak ada respon pada minimal volume cairan
kristaloid yang diberikan.
- Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk
menjaga volume dan cairan intravaskular yang adekuat.
- Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan
klinis.
- Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai
acuan untuk menghitung volume cairan.

Tabel 1. Kecepatan cairan intravena


Keterangan* Kecepatan cairan
(ml/kg/jam)
Setengah rumatan 1.5
Rumatan (R) 3
Rumatan + 5% defisit 5
Rumatan+ 7% defisit 7
Rumatan+ 10% 10
defisit
*Catatan: sesuai untuk berat badan ≤ 20 kg
Sumber: World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011 dengan modifikasi.

3. Indikasi pemberian cairan intravena:


a. Asupan cairan oral tidak adekuat atau muntah
b. Saat Ht terus naik 10-20% (bersamaan dengan penurunan
trombosit) walaupun telah direhidrasi oral
c. Ancaman syok atau syok
4. Pemantauan KU, kesadaran, tanda vital dan diuresis secara berkala
5. Antagonis H2 dan penghambat pompa proton atas indikasi
6. Transfusi PRC, TC, FFP/ Cryo atau dapat Whole Blood atas indikasi
7. Vitamin K1 iv pada perdarahan masif
8. Antikonvulsan seperti fenitoin, fenobarbital dan diazepam jika
terdapat kejang
9. Terapi oksigen atas indikasi
10. Kortikosteroid diberikan pada DBD Ensefalopati
11. Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati atau dugaan infeksi
bakteri sekunder
12. Inotropik dan vasopressor kadang-kadang diperlukan pada Dengue
Shock Syndrome
13. Hemodialisis atau plasmafaresis pada kasus perburukan klinis dapat
dipertimbangkan
14. Pemberian diuretik pada kasus-kasus dengan overload cairan

Skema sesuai derajat keparahan terlampir


Lama perawatan 5 – 7 hari

9. Edukasi 1. Tirah baring


(Hospital Health 2. Pengobatan utama adalah cairan
Promotion) 3. Monitor tanda kegawatan
4. Melaksanakan upaya pencegahan 3M plus (menguras, menutup dan
mengubur)
5. Identifikasi gejala serupa pada lingkungan rumah
6. Formulir pelaporan kasus DBD ke dinas kesehatan untuk diberikan
ke RT/RW tempat tinggal pasien

10. Prognosis Baik pada Demam Dengue dan DHF derajat 1 dan 2
Buruk pada DHF derajat 3 dan 4 apabila terlambat ditangani. Angka
kematian th. 2008-2013 di 6 RS Pendidikan di Indonesia Demam
Dengue 0.08%, DHF 0.36%, DSS 7.81. Keseluruhan 1.39%

11.Tingkat Evidens
12.Tingkat
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis KSM Kesehatan Anak
14.Indikator 1. Bebas demam 24 jam tanpa antipretik
Medis 2. Hemodinamik stabil
(Outcome) 3. Kembalinya nafsu makan
4. Perbaikan klinis
5. Produksi urin cukup
6. Tidak ditemukan distress napas dari efusi pleura dan atau asites
7. Trombosit > 50.000 dengan kecenderugan meningkat.
8. Hematokrit stabil
9. Tidak ada bukti perdarahan baik internal maupun eksternal
10. Tidak muntah dan tidak ada nyeri perut
11. Dua hari pasca syok
12. Mulai timbul ruam penyembuhan

15. Kepusatakaan 1. World Health Organization-South East Asia Regional Office.


Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue
and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical
Guidance. Updated 2010 sept 1. Available from:
http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.
3. Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment prevention and
control. Edisi kedua. WHO, Geneva, 1997.
4. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and
control.2009:1-146
5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral
fluid therapy. Pediatrics 1957;19:823
6. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
Tata laksana Kasus DBD. Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting.
Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2005.
Skema 1. Tatalaksana Tersangka DBD derajat I & II (tanpa syok)

Skema 2. Tatalaksana DBD Derajat I dan II


Skema 3. Tatalaksana DBD Derajat III

Skema 4. Tatalaksana DBD Derajat IV


Skema 1. Tatalaksana Tersangka DBD derajat I & II (tanpa syok)

Skema 2. Tatalaksana DBD Derajat I dan II


Skema 3. Tatalaksana DBD Derajat III

Skema 4. Tatalaksana DBD Derajat IV

Anda mungkin juga menyukai