OLEH
KELOMPOK I
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi saat kehamilan (in utero) melalui placenta,
selama persalinan (Intrapartum), dan pasca partum melalui ASI (Kemenkes RI,
2012; WHO, 2017). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan
HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01%-0,7% (Oyeledun dkk., 2017). Bila ibu baru
terinfeksi dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak
20%-35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya
mencapai 50% (Oyeledun dkk., 2017). Penularan juga terjadi selama proses
persalinan melalui transfusi feto-maternal atau kontak antara kulit atau membran
mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily, 2004
dalam Nursalam, et al, 2018). Semakin lama proses kelahiran, semakin besar
risiko penularan, sehingga lama persalinan bisa dicegah dengan operasi sectio
caesaria (WHO, 2017). Transmisi lain terjadi selama periode postpartum melalui
ASI, risiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Lily, 2004
dalam Nursalam, 2018).
Berikut tabel waktu dan risiko penularan HIV dari ibu ke anak
WAKTU RISIKO
Kehamilan 5-10%
Persalinan 10-20%
Menyusui 5-20%
Faktor- faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke bayi (Kemenkes
RI, 2012) adalah
a. Faktor Ibu
a. Jumah virus (Viral load) dalam darah ibu saat menjelang atau saat
persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui,
Resiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah
(kurang dari 1,000 kopi/ml)dan sebaliknya jika kadar HIV di atas
100,000kopi/ml.
b. Jumlah sel CD4, semakin rendah jumlah sel CD4 rendah, semakin tinggi
resiko penularan HIV ke bayi.
c. Status gizi selama hamil. Berat badan rendah serta kekurangan
vitamindan mineral selama hamil meningkatkan resiko infeksi ibu untuk
menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virusdan
resiko penularan HIV ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama hamil seperti sifilis, infeksi menular,seksual,
infeksi saluran reproduksi lainnya, seperti malaria, dan tuberkulusis,
beresiko meningkatkan jumlah virusdan resiko penularan HIV ke bayi.
e. Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti masitis, abses, dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan resiko penularan HIV
melalui asi.
b. Faktor Bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir: bayi lahir prematur
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena
sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan
baik.
b. Periode pemberian ASI: semakin lama ibu menyusui, risiko penukaran
HIV ke bayi akan semakinn besar.
c. Adanya luka di mulut bayi: bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko
tertular HIV ketika diberikan ASI
c. Faktor Obstetrik
a. Jenis persalinan: persalinan pervaginam lebih berisiko dari pada
persalinan melalui bedah sesar atau SC
b. Lama persalinan: semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi semakin tinggi, sehingga semakin lama
terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.
c. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang
dari 4 jam.
d. Tindakan episiotomy, ekstraksi vakum, dan forsep, meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpontensi melukai ibu atau bayi.
2.3 Periode Penulaan HIV pada Ibu Hamil
1. Periode Prenatal
Wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV
mncakup :
a. Wanita atau pasangannya berasal dari wilayah geografis dimana HIV
merupakan suatu penyakit yang umum terjadi di daerah tersebut
b. Wanita dan atau pasangannya menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan melalui pembuluh darah
c. Wanita yang menerima transfuse darah dari pengidap HIV
d. Wanita yang positif terjangkit HIV
2. Periode Intrapartum
Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetrik karena virus
melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pada fase ini adalah
perlindungan pada pelaku perawatan yang membantu proses persalinan
3. Periode Postpartum
Pengaruh infeksi pada bayi berasal dari virus pada plasenta. Ketika infeksi
HIV menjadi semakin aktif akan banyak infeksi lain yang biasa menyertai
pada orang dewasa terjadi juga pada bayi. Komplikasi HIV yang menyertai
mencakup Enchepalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, Central Nervous
System (CNS) Lhympoma, gagal pernafasan.
2.4 Pencegahan Transmisi Vertikal
Pencegahan transmisi vertikal dari ibu ke bayi dapat dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu
1. Pencegahan Primer
Pendekatan yang paling efektif untuk mencegah transmisi vertikal adalah
pencegahan pada wanita usia subur. Konseling sukarela, rahasia, dan
pemeriksaan darah adalah cara mendeteksi pengidap HIV secara dini.
Pencegahan primer juga mencakup mengubah perilaku seksual dengan
menerapkan prinsip ABCDE, yaitu
a. A (Abstinence), artinya tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum
menikah
b. B (Be Faithful), artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
(tidak berganti-ganti pasangan seks)
c. C (Condom), artinya cegah penularan HIV melalui hubungan seks
dengan menggunakan kondom
d. D (Drug No), artinya dilarang menggunakan narkoba
e. E (Equipment), artinya pakai alat-alat yang bersih, steril, sekali pakai,
dan tidak bergantian.
2. Pencegahan Sekunder
a. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV+
Pada dasarnya perempuan dengan HIV+ tidak disarankan untuk hamil.
Penggunaan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah sama seperti ibu
HIV negatif, namun harus sesuia dengan kondisi klinis ibu. Program KB
yang paling efektif untuk perempuan HIV+ adalah kontrasepsi mantap
untuk mencegah kehamilannya dan penggunaan kondom untuk
mencegah penularan HIV.
b. Mencegah terjadinya penularan HIV dari Ibu Hamil HIV+ ke bayi yang
dikandungnya (Kemenkes, 2012)
Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan test HIV
Diagnosis HIV
Pemberian terapi Antiretroviral
Persalinan yang aman
Tata laksana pemberian makanan bagi bayi dan anak
Menunda dan mengatur kehamilan
Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazole pada anak
Pemeriksaan diagnostik pada bayi/ anak
Diagnosis II:
Bottle Feeding:
a. Monitor dan evaluasi refleks menelan sebelum memberikan susu
b. Pantau berat badan bayi
c. Ajarkan orang tua cara memberikan susu pada bayi
d. Instruksikan dan demontrasikan kepada orang tua teknik membersihkan
mulut bayi setelah bayi diberikan susu.
e. Jelaskan kepada ibu atau orang tua bayi bahwa saat ini pemberian
makanan bayi menggunakan susu formula.
4. Evaluasi
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawat perlu belajar dan memahami konsep penyakit HIV, cara penularan,
dan penanganan yang tepat bagi pasien saat memberikan asuhan keperawatan.
Dukungan biopsikososial dari perawat dapat meningkatkan adaptasi positif dari
pasien dan keluarga penderita HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan, K., Indonesia, R., Menteri, P., Republik, K., Pedoman, T., &
Antiretroviral, P. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN
Republik Indonesia Nomor Tentang Pedoman Antiretroviral.
Nursalam., Kurniawati, D.Ninuk., Misutarno & Solikhah, K. F. (2018). Asuhan
Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. (P. P. & U. T. Lestari, Ed.)
(2nd ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Pediatri, S., & Suradi, R. (2003). Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS,
4(6), 180–185.
World Health Organization. (2016). Consolidated Guidelines on the Use of
Antiretroviral Drugs for Treating and Preventing HIV Infection:
recomendation for a Public Health Approach. 2nd ed. Genewa: WHO
WHO. (2017). Prevention HIV During Pregnancy and Breastfeeding in the
Context of Prep. Genewa: World Health Organization.