Anda di halaman 1dari 72

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV

Mata Kuliah: Keperawatan HIV/AIDS


Fasilitator : Dr. Sestu Retno Dwi Andayani, S.Kp., M.Kes
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
1. Lutfi Fatma K (131811123058) 14. Angga Riski W (131811123007)
2. Agus Da Silva (131811123059) 15. Nikmatul F (131811123008)
3. Oktovianus T.K (131811123060) 16. Trias Isrichawati(131811123013)
4. Arifatul M. (131811123065) 17. Maximus B. D. (131811123014)
5. Rahayu Dewi P.(131811123066) 18. Riyanto Faizin (131811123015)
6. Vina Hardiyanti(131811123067) 19. Nyoman B. Icuk (131811123016)
7. Aulia Alfafa R(131811123068) 20. Lisa Setyowati (131811123021)
8. Marice Oktavia H(131811123073) 21. Emmy Mulyani (131811123022)
9. Maria Yuventa W(131811123074) 22. Yulia Meiliany (131811123023)
10. Farih Aminuddin(131811123075) 23. Dimas Satrya S.(131811123024)
11. Ilham ‘Ainunnajib(131811123076) 24. Ariyani W. N (131811123029)
12. Nanik Widyastuti(131811123005) 25. Melli Maria BR.( 131811123030)
13. Indah M. K. (131811123006) 26.Citra Danurwenda(131811123031

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga sebuah makalah berjudul
“Asuhan Keperwatan Anak dengan HIV” ini dapat terselesaikan.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
asuhan keperawatan anak dengan penyakit HIV. Hal inilah yang menjadi latar
belakang terpilihnya judul tersebut dalam makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami.
Oleh karena itu, terselesaikannya makalah ini bukan semata-mata karena
kemampuan satu kelompok belaka, melainkan karena adanya dukungan dan
bantuan dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan
ketulusan hati disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Sestu Retno Dwi Andayani, S.Kp., M.Kes selaku fasilitator.

2. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga


dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang


dimiliki masih sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Dan akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.

Surabaya, 26 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4


2.1. Pengertian HIV/AIDS...................................................................................4
2.2 Etiologi HIV/AIDS........................................................................................4
2.3 Klasifikasi HIV..............................................................................................5
2.4 Patofisiologi.................................................................................................15
2.5 Penentuan Stadium HIV pada Anak dan Bayi.............................................17
2.5 Intervensi Pra Dan Pasca Tes HIV...............................................................18
2.6 Penularan HIV dari Ibu Ke Bayinya............................................................19
2.6 Manifestasi Klinis........................................................................................19
2.7 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................21
2.8 Penatalaksanaan Medis................................................................................21
2.9 Pencegahan...................................................................................................22

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................27

BAB IV PENUTUP..............................................................................................70
4.1 Kesimpulan..................................................................................................70
4.2 Saran.............................................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................71

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune
Deficiency Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada
orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun
kemudian ( 1989 ), AIDS sudah termasuk penyakit yang mengancam anak di
amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8000
orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik, karena itu infeksi
HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen
infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman
pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di
Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika
dilaporkan 1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita
HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5
% dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai
tahun 1988 terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada
orang dewasa maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika. Pada
tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemi HIV secara nyata melalui
pekerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/AIDS melalui
pengguna narkoba suntik (IDU) tahun 2002 HIV sudah menyebar ke rumah
tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2003).
Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia jadi populasi rawan tertular
HIV. Lebih dari 24.000 perempuan usia subur telah terinfeksi HIV, dan
sedikitnya 9.000 perempuan hamil terinfeksi HIV positif setiap tahun. Bila tidak
ada program pencegahan, <30% diantaranya melahirkan bayi yang tertular HIV.
Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Sampai tahun 2017 diprediksi 4.360 anak
terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diprkirakan 2.320
anak terinfeksi HIV (Nursalam, 2018).

iv
Anak yang didiagnosis HIV juga akan menyebabkan terjadinya trauma emosi
yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat
dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk
mngatasi masalah emosi, shock kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas,
marah, dan berbagai perasaan lain. Dukungan nutrisi, pmeberian ARV,
psikososial, dan perawatan paliatif membantu anak menghadapi HIV/AIDS
(Nursalam, 2018).
Kebanyakan ibu mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus dirinya
sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada ibu akan mempengaruhi
kesehatannya. Ibu dengan HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan
perawatan mencakup penyuluhan yang memadai tentang penyakitnya, perawatan,
pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan keluarga (Nursalam,
2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari HIV/AIDS?
2. Apa etiologi dari HIV/AIDS?
3. Apa saja klasifikasi dari HIV/AIDS?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari HIV/AIDS?
5. Bagaimanakah cara penentuan stadium HIV pada anak dan bayi?
6. Apa saja intervensi pra dan pasca tes HIV?
7. Dari manakah penularan HIV dari ibu ke bayinya?
8. Apa saja manifestasi klinis dari HIV/AIDS?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang HIV/AIDS?
10. Bagaimanakah penatalaksanaan medis HIV/AIDS?
11. Bagaimanakah cara pencegahan HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui etiologi dari HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari HIV/AIDS

v
5. Untuk mengetahui penentuan stadium HIV/AIDS pada anak dan bayi
6. Untuk mengetahui intervensi pra dan pasca tes HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayinya
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari HIV/AIDS
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari HIV/AIDS
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari HIV/AIDS
11. Untuk mengetahui pencegahan dari HIV/AIDS

vi
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian HIV/AIDS
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodefeciency Virus. Yaitu
suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh (imunitas) manusiadan virus
ini dapat menyebabkan penyakit AIDS. HIV menjangkiti sel-sel sistem kekebalan
tubuh manusia terutama CD4+ dan macrophages komponen-komponen utama
sistem kekebalan sel dan menghancurkan fungsinya. Sedangkan AIDS adalah
singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom adalah kumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh
Human Immunodeficiency Virus. Penyakit ini ditandai dengan gejalan
menurunnya sistem kekebalan tubuh. Penderita AIDS mudah diserang infeksi
oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan system
kekebalan tubuh normal tidak terjadi) (August et.al, 2009 dalam Pradana 2017).
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam keluarga lentivirus.
Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus yang lain HIV menginfeksi tubuh periode inkubasi yang panang
(klinik laten dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal
tersebut terjad denganmenggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk
mereplikasi diri. Dalam proses tersebut, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan
limfosit (Nursalam, 2018).
AIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah kehilangan
kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV.
Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis
infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain
itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi
dan limpoma yang hanya menyerang otak (Djuanda 2007).

2.2 Etiologi HIV/AIDS


Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab

vii
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri
khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk
silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk
replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan
pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein
replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk
gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.
Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi
HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang
lain (Jawetz et al 2011).
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
1. Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
2. Pemakaian obat oleh ibunya
3. Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
4. Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi

2.3 Klasifikasi HIV


Menurut WHO klasifikasi HIV/AIDS terbagi menjadi dua yaitu klasifikasi
imunodefisiensi dan klinis (Nursalam, 2018)
1. Klasifikasi Imunodefisiensi
Tabel 2.1 Klasifikasi Imunodefisiensi menurut WHO
Klasifikasi WHO tentang Imunodefisiensi HIV menggunakan CD4
Imunodefisiensi Jumlah CD4 menurut Umur
≤11 Blan 12-35 36-59 ≥5 Tahun-
(%) bulan (%) Buan (%) Dewasa
(sel/mm3)
Tidak ada >35 >30 >25 >500
Ringan 30-35 25-30 20-25 350-499
Sedang 25-30 20-25 15-20 200-349
Berat <25 <20 <15 <200 atau <15%
Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014a)
2. Klasifikasi Klinis

viii
Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia. Dalam hal ini
pasien bisa didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Klasifikasi klinis infeksi HIV
menurut WHO dibagi menjadi stadium klinis 1 (Tabel 2.2), stadium klinis 2
(Tabel 2.3), stadium klinis 3 (tabel 2.4), stadium klinis 4 (tabel 2.5).
Tabel 2.2 Klasifikasi Klinis WHO HIV Stadium 1
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis
Definitif
Asimtomatik Tidak ada keluhan maupun tanda -
Limfadenopati Kelenajar limfe membesar atau membengkak Histologi
generalisata >1 cm pada 2 atau lebih lokasi yang tidak
berdekatan (selain inguinal), sebabnya tidak
diketahui, bertahan selama 3 bulan
Tabel 2.3 Klasifikasi Klinis WHO: HIV Stadium 2
Kondisi Klinis Diagnosis Keterangan
Penurnan berat Klinis Anamnesis adanya penurunan berat padan. Pada
badan derajat kehamilan, berat badan gagal naik.
sedang yang tidak Definitif Penurunan berat badan dari pemeriksaan fisik
dapat dijelaskan sebesar <10%
(<10% BB)
Infeksi saluran Klinis Kumpulan gejala ISPA, seperti nyeri wajah
napas atas berulang nilateral dengan sekret nasal (sinusitis) nyeri dan
(episode saat ini, radang di membran timpani (otitis media), atau
ditambah satu tonsilofaringitis tanpa tanda infeksi virus (coryza,
episode atau lebih batuk).
dalam enam bulan) Definitif Pemeriksaan laboratorium bila ada,, misal kultur
cairan tubuh yang terkait.
Herpes zoster Klinis Vesikel nyeri dengan distribusi dermatormal,
dengan dasar eritma atau hemoragik, tidak
menyeberangi garis tengah
Definitif Diagnosis kliniks
Keilitis angularis Klinis Sariawan atau robekan pada sudut mult bukan
karena defisiensi vitamin atau besi, membaik
dengan terapi antifungal
Definitif Diagnosis klinis
Sariawan berulang Klinis Ulserasi aptosa dengan batuk khas halo dan
(dua episode atau pseudomembran berwarna kuning-keabuan, nyeri
lebih dalam enam Definitif Diagnosis klinis
bulan)
Erupsi papular Klinis Lesi papular pruritik sering kali dengan
pruritic pigmentasi pascainflamasi. Sering juga
ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi,
kemungkinan skabies atau gigitan serangga harus
disingkirkan
Definitif Diagnosis klnis
Dermatiti seboroik Klinis Kondisi kulit bersisik dan gatal, umumnya di

ix
daerah berambut (kulit kepala, aksila, punggung
atas, selangkangan)
Definitif Diagnosis Klinis
Infeksi jamur pada Klinis Paronikia (dasar kuku membenkak, merah dan
kuku nyeri) atau onikolisis (lepasnya kuku dari dasar
kuku) dari kuku (warna keputihan, terutama di
bagian proksimal kuku, dengan penebalan dan
oeepasan kuku dari dasar kuku). Onikomikosis
proksimal berwarna putih jarang timbul tanpa
disertai imunodefisiensi
Definitif Kultur jamur dari kuku
Hepatosplenomegal Klinis Pembesaran hati dan limfa tanpa sebab yang jelas
i persisten yang Definitif Diagnosis klinis
tidak dapat
dijelaskan
Eritma linie gingiva Klinis Garis/pita eritema yang mengiuti kontur garis
gingiva yang bebas, sering dihubungkan dengan
perdarahan spontan
Definitif Diagnosis klinis
Infek virus wart Klinis Lesi wart khas tonjolam kulit berisi seperti
luas buliran beras ukuran kecil, teraba kasar, atau rata
pada telapak kaki (plantar wart) wajah, meliputi
>5% permukaan kulit dan merusak penampilan.
Definitif Diagnosis klinis
Moloskum Klinis Lesi: benjolan kecil sewarna kulit atau keperakan
kontagiosum luas atau merah muda, berbentuk kubah, dapat disertai
bentuk pusar, dapat diikuti reaksi inflamasi,,
meliputi 5% permukaan tubuh dan ganggu
penampilan. Moloskum raksasa mennjukan
imunodefisiensi lanjut
Definitif Diagnosis klinis
Pembesaran Klinis Pembesaran kelenjar parotis bilateral asimtomatik
kelenjar parotis yang dapat hilang timbul tidak nyeri, dengan
yang tidak dapat sebab yang tidak diketahui.
dijelaskan Definitif Diagnosis klinis
Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014a) dengan modifikasi
(Nursalam, 2018)
Tabel 2.4 Klasifikasi klinis WHO: HIV Stadium 3b
Kondisi Klinis Diagnosis Keterangan
Penurunan berat Klinis Anamnesis adanya wasting (penurnan berat
adan derajat sedang badan) dan terlihat penipisan di wajah pinggang,
yang tidak dapat dan ekstremitas yang kentara atau Indeks Massa
dijelaskan (<10% Tubuh (IMT) <!85. Dapat terjadi wasting /
BB) penurunan berat badan pada kehamilan.
Definitif Penrnan berat badan dari pemeriksaan fisik
sebesar 10%.

x
Diare kronis selama Klinis Dilaporkan sebagai demam ayau keringat
>1 bulan yang tidak malam yang berlangsung >1 bulan baik
dapat dijelaskan intermiten atau antimalaria. Sebab lain tidak
(>37,5ͦC intermiten ditemukan pada prosedur diagnostik pada
atau konstan >1 daerah endemis.
blan) Definitif Pemeriksaan fisik menunjukkan suhu >37,6ͦC
dengan kultur darah negatif Ziehl-Nieelsen
negatuf slide malaria negatif rontgen toraks
normal atau tidak berubah tidak ada fokus
infeksi yang nyata.
Kandidiasis oral Klinis Plak kekuningan atau putih yang persisten atau
(diluar masa 6-8 berulang, dapat diangkat (pseudomembran) atau
minggu pertama bercak kemerahan dilidah palatum atau garis
kehidupan) mulut, umumnya nyeri atau tegang (bentuk
eritematosa)
Definitif Diagnosis klinis
Oral hairy Klinis Lesi putih tipis kecil linear atau berkerut pada
leukoplakia tepi lateral lidah, tidak mudah diangkat
Definitif Diagnosis klinis
TB paru Klinis Gejala kronis bertahan selama 2-3 minggu):
batuk, hemoptisis, sesak napas, nyeri dada,
penurunan berat badan, demam, keringat
malam, ditambha: sputum BTA negatif ATAU
sputum BTA positif DAN gambaran radiologis
(termasuk infiltrat di lobus atas kavitasi, fibrasi
pulmuner pengecilan dan lain-lain). Tidak ada
bukti gejala ekstrapulmner.
Definitif Isolasi Mycobacterium tuberculosis pada kultur
sputum atau histopatologi biopsi paru (sejalan
dengan gejala yang mncul).
Infeksi bakterial Klinis Demam disertai gejala atau tanda spesifik yang
berat seperti melokalisasi infeksi dan merespons terhadap
pneumonia, terapi antibiotik yang sesuai.
meningitis, Definitif Isolasi bakteri dari spesimen klinis yang sesuai (
empiema,piomiositis di lokasi yang seharusnya steril)
, infeksi tulang atau
sendi, bkterenua,
radang panggul berat
Stomatitis, Klinis Nyeri hebat, ulserasi papila gusi, gigi lepas,
ginggivitis, atau perdarahan spontan, bau busuk, nilangnya
periodontitis ulseratif jaringan lunak dan/atau tulang dengan cepat.
nekrotikans akut Definitif Diagnosis klinis
Anemi yang tidak Klinis Tidak ada diagnosis klinis presumtif
dapat dijelaskan Definitif Diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium,
(<8g/dl), netropenia tidak disebabkan oleh kondisi non-HIV lain,
(<<1.000/mm3) tidak berespons dengan terapi standar
dan/atau hematinik, antimalaria, atau antihelminitik
trombositopenia sesuai pedoman nasional, WHO IMCI atau

xi
kronis pedoman lainnya.
(<50.000/mm3, >1
bulan)
Malnutrisi sedang Klinis Penurunan berat badan: berat dibawah -2 SD
yang tidak dapat menurut umur, bukan karena pemberian asupan
dijelaskan makan uang kurang dan/atau adanya infeksi lain
dan tidak berespons secara baik pada terapi
standar.
Definitif Pemetaan pada grafik pertumbuhan, BB terletak
di bawah -2SD, berat tidak naik dengan tata
laksana standar dan sebab lain tidak dapat
diketahui selama proses diagnosis.
TB kelenjar Klinis Limfadenopati tanpa rasa nyeri tidak akut,
lokasi terbatas satu regi. Membaik dengan terapi
TB standar dana 1 bulan.
Definitif Dipastikan dengan pemeriksaan histologik pada
sediaan dari aspirat dan diwarnani dengan
pewarnaan atau kltue Ziehl neelsen.
Pneumonitis Klinis Diagnosis dengan Ro dada: infiltrat, interstisial,
interstisial limfoid retikulonodular bilateral, berlangsung >2 bulan,
(PIL) simtomatik, tanpa ada respons pada terapi antibiotik, dan
tidak ada tidak ada patogen lain ditemukan.
pemeriksaan Definitif Saturasi oksigen tetap di <90%. Mungkin
presumtif terlihat bersamaan cor pulmonale dan kelelahan
karena peningkatan aktivitas fisik. Histologi
memastikan diagnosis
Penyakit paru Klinis Riwayat batuk produktif, lendir purulen (pada
berhubungan dengan bronkiektasis) dengan atau tanpa disertai bentuk
HIV termasuk jari tubuh halitosis dan krepitasi dan/atau mengi
bronkiektasis pada saat auskultasi.
Definitif Pada Ro paru dapat diperlihatkan adanya kista
kecil-kecil dan atau area persisten nopasifikasi
dan/atau destruksi luas paru dengan fibrosis, dan
kehilangan volume paru.
Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014a) dengan modifikasi
(Nursalam, 2018)
Tabel 2.5 klasifikasi klinis WHO: HIV Stadium 4
Kondisi Klinis Diagnosis Keterangan
HIV wasting Klinis Anamnesis adanya penurunan berat badan
syndrome (>10%BB) dengan wasting yang jelas atau IMT
<18,5, ditambah: diare kronis yang tidak dapat
dijelaskan (feses lembek atau cair ≥3x sehari)
selama >1 bulan ATAU demam atau keringat
malam selama >1 bulan tanpa penyebab lain dan
tidak merespons terhadap antibiotik atau
antimalaria. Malaria harus disingkirkan pada

xii
daerah endemis.
Definitif Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
oenurunan berat badan (>10% BB) ditambah
patogen negatif pada dua atau lebih feses ATAU
pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
peningkatan suhu melebihi 37,6ͦC tanpa
penyebab lain. Kultur daerah negatif slide
malaria negatif, dan radiografi normal atau tidak
berubah.
Pneumonia Klinis Sesak saat aktivitas atau batuk kering onset baru
Pneumocystis (PCP) (dalam 3 bulan terakhir), takipnea, dan rontgen
toraks menunjukkan infiltrat interstisial bilateral
difus dan tidak ada gejala dan tanda pneumonia
bakteial dengan atau tanpa penurunan inspirasi
Definitif Sitologi atau gambaran mikroskopik
imunofluoresens dari sputum terinduksi atau
bilasan bronkoalveolar atau hispatologi jaringan
paru
Pneumonia bakterial Klinis Episode saat ini ditambah satu episode lebih
berulang (episode dalam 6 bulan. Gejala (misal demam, batuk,
saat ini ditambah sau dispnea,, nyeri dada) memiliki onset akut (<2
episode atau lebih minggu) dan pemeriksaan fisik atau radiografi
dalam 6 bulan menunjukkan konsolidasi baru, berespons
terakhir) dengan antibiotik.
Definitif Kultur positif atau tes antigen dari organisme
yang sesuai
Infeksi herpes Klinis Ulserasi anogenital atau orolabial progesif
simpleks kronis disertai nyeri; lesi disebabkan oleh infeksi HSV
(orolabial, genitial beruang dan sudah dikeluhkan >1 bulan. Ada
atau anorektal) riwayat episode sebelumnya. HSV viseral
selama >1 bulan, memerlukan diagnosis definitif
atau viseral tanpa Definitif Kultur positif atau DNA (PCR) HSV atau
melihat lokasi sitologi atau histologi yang sesuai
ataupun durasi
Kandidiasis Klinis Onset baru nyeri retrosternal atau sulit menelan
esofageal (makanan dan cairan) bersamaan dengan
kandidiasis oral.
Definitif Gambaran makroskopik pada endoskopoi atau
bronkoskopi atau mikroskopi atau histopatologi.
TB ekstra paru Klinis Gejala sistemik (misal demam, keringat malam,
malaise, penurunan berat badan). Gejala atau
tanda TB ekstraparu atau desiminata bergantung
pada lokasi: pleuritis perikarditis, peritonitis,
meningitis,, limfadenopati mediastinal atau
abdominal, osteitis. TB milier: foto toraks
menunjukkan bayangan milier kecil atau
mikronodul yang terdistribusi merata dan difus.
Infeksi TB di KGB servikal umumnya dianggap

xiii
sebagai TB ekstraparu yang lebih ringan
Definitif Isolasi M. Tuberculosis atau hispatologi yang
sesuai dari lokasi infeksi terkait disertai dengan
gejala atau tanda yang sesuai (bila kultr atau
hispatologi dari spesimen pernapasan harus ada
bukti penyakit ektraparu lainnya).
Sarkoma kaposi Klinis Gambaran khas di kukit atau orofaring berupa
bercak datar, persisten, berwarna merah muda
atau merah lebam, lesi kulit biasanya
berkembang menjadi plak atau nodul
Definitif Gambaran makroskopik pada endoskopi atau
bronkoskopi atau mikroskopi melalui
histopatologi
Infeksi Klinis Retinitis CMV : dapat didiagnosis oleh klinisi
sitomegalovirus berpengalaman. Lesi mata khas pada
(retinitis atau infeksi pemeriksaan funduskopi : bercak diskret
CMV pada organ keputihan pada retina berbatas tegas, menyebar
lain kecuali liver, sentrifugal, mengikuti pembuluh darah,
limpa dan KGB) dikaitkan dengan vaskuliti retina, perdarahan,
dan nekrosis.
Definitif Histopatologi yang sesuai atau CMV ditemukan
di cairan serebrospinal melalui kultur atau DNA
(PCR).
Toksoplasmosis otak Klinis Onset baru gejala neurolgis fokal atau
penurunan kesadaran DAN merespons dalam 10
hari dengan terapi spesifik.
Definitif Antibodi toksoplasma positif di serum DAN
(bila tersedia) lesi massa intrakranial tunggal
atau multipel pada CY atai MRI.
Ensefalopati HIV Klinis Adanya disfungsi kognitif dan/ atau motorik
yang menyebabkan disabilitas pada aktivitas
sehari – hari, progresif dalam beberapa minggu
atau bulan, tanpa adanya penyakit atau kondisi
lainnya selain HIV yang dapat menyebabkan
manifestasi klinis tersebut.
Definitif Diagnosis eksklusi dan bila ata CT atau MRI
Kriptokokosis Klinis Meninigitis : biasanya subakut, demam dengan
ekstrapulmonar sakit kepala yang bertambah berat,
(termasuk meningismus, bingung, perubahan perilaku, dan
meningitis) respon dengan terapi kriptokokus.
Definitif Isolasi Cryptococcus neoformans dari lokasi
ektraparu atau tes antigen kriptokokus (CRAG)
positif di LCS atau darah
Infeksi Defenitif Penemuan mikrobakterium atipikal di feses,
mikrobakteria non darah, cairan tubuh, atau jaringan lainnya selain
tuberkolosis paru
deseminata
Progressive Definitif Kelainan neurologis progresif (disfungsi

xiv
multifocal kognitif, bicara/berjalan, visual loss, kelemahan
leukoencephalopathy tungkai, dan palsi saraf kranial) disertai
(PML) gambaran hipodens di substansi alba otak pada
pencitraan, atau PCR poliomavirus (virus JC)
positif di LCS.
Kriptosporidiosis Klinis Identifikasi kista pada pemerikasaan
kronis mikroskopik feses menggunakan modifikasi
ZiehlNeelsen.
Definitif Tidak ada diagnosis klinis presumtif
Isosporiasis kronis Definitif Identifikasi isospora.
Mikosis diseminata Klinis Tidak ada diagnosis klinis presumtif
(Histoplasmosis,
coccidiomycosis)
Definitif Histopatologi, deteksi antigen atau kultur dari
spesimen klinis atau kultur darah.
Septisemia berulang Klinis Tidak ada diagnosis klinis presumtif
(termasuk
salmonella
nontifoid)
Definitif Kultur darah

2.4 Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup
limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun,
juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup
linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun,
juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini
tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri;
induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi
HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus

xv
laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama
otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat
viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan
astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari
otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun
sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut,
sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun
pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir
gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama
fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak
pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan
gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait
HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan
perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi
aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
“ priode inkubasi “  atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara
umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV
dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi
antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV
dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak
mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen
sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih
berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan
lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-
anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15%
pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap
CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita

xvi
imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan
system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada
infeksi HIV anak.

2.5 Penentuan Stadium HIV pada Anak dan Bayi


Stadium klinis HIV pada bayi dan anak menggunakan pedoman yang sama yang
digunakan pada orang dewasa yaitu menggunakan kriteria imunologis dan klinis.
Kriteria klinis WHO berdasarkan penyakit yang klinis berhubungan dengan HIV
menurut WHO :
Tabel 2.5
klinis Stadium klini WHO
Asimtomatis 1
Ringan 2
Sedang 3
Berat 4
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa CD4 merupakan parameter yang digunakan
untuk mengukur imunodefisiensi yang digunakan bersamaan dengan penilaian
klinis. CD4 dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4
menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis. Pemantauan CD4 dapat
dugunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. Makin muda
umur, makin tinggi nilai CD4. Untuk anak < 5 tahun digunakan persentase CD4.
Bila ≥ 5 tahun, persentase CD4 dan nilai CD4 absolut dapat digunakan. Ambang
batas kadar CD4 untuk imunodefisiensi berat pada anak ≥ 1 tahun sesuai dengan
resiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak < 1 tahun atau bahkan < 6
bulan, nilai CD4 tidak dapat memprediksi mortalitas, karena resiko kematian
dapat terjadi bahkan pada nilai CD4 yang tinggi ( Ruslie, 2012).
Hitung limfosit total (TLC) digunakan bila pemeriksaan CD4 tidak
tersedia untukkriteria memulai ART pada anak dengan stadium 2
(imunodefisiensi berat). Hitung TLC tidak dapat digunakan untuk pemantauan
terapi ARV. Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit (Ruslie, 2012).
Tabel 3.10 Klasifikasi Imunodefisiensi WHO Menggunakan Hitung Limfosit
Total
Nilai TLC Berdasarkan Usia
<11 bulan 12-35 Bulan 36-59 Bulan ≥ 5 tahun

xvii
(sel/mm3) (sel/mm3) (sel/mm3) (sel/mm3)
TLC < 4.000 < 3.000 < 2.500 < 2.000
CD4 < 1.500 < 750 < 350 Atau < 200
Sumber : Ruslie (2012)

2.5 Intervensi Pra Dan Pasca Tes HIV


Pelayanan berkesinambungan dan terintegrasi selama pra dan pasca tes

Menciptakan Memberikan
Menghubungkan
kebutuhan akan tes informasi prates
dengan tes HIV
dan terapi HIV

Merujuk dan
Memberikan
Mendiagnosis menghubungkan
konseling
HIV dengan pelayanan
pascates
kesehatan lain

Tes tambahan yang diperlukan tes untuk triase memverifikasi diagnosis HIV
positif

Positif Menghubungkan Memberikan Kepatuhan


HIV dengan fasyankes akses ke dan virus
Menghubungkan ART ditekan
dengan pelayanan
Pengkajian pencegahan
Eligibilitas

negatif Menghubungkan
HIV dengan pelayanan
pencegahan

Memberdayakan penderita HIV untuk membuat keputusan tentang


perawatan serta terapi pilihan, yang bisa mempengaruhi penularan penyakit
maupun status kesehatannya (World Health Organization, 2016). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan rangkaian intervensi pra dan
pascates yang menjamin perawatan optimal dan pencegahan penularan.

xviii
2.6 Penularan HIV dari Ibu Ke Bayinya
Penularan HIV ke bayi dan anak bisa dari ibu ke anak, penularan melalui
darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak) (WHO
2013; World Health Organization 2016). Penularan dari ibu ke anak terjadi
karena ibu yang menderita HIV/AIS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44
tahun) (Richard dkk., 1997) sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa
terjadi pada saat kehamilan (in utero). Prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi
adaah 0,,01%-0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belm ada gejala AIDS,
kemunginan bayi terinfeksi sebanyak 20%-35% sedangkan kalau gejala AIDS
sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah
atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses kelahiran, semakin
besar risiko penularanm sehingga lama persalinan bisa dicegah dengannn operasi
sectio caesarea (HIS dan STB, 2000). Transmisi lain terjadi selama periode
postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif
sampai dengan 20% (Lily, 2004 dalam Nursalam, 2018).

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala mayor :
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2. Diare kronis lebih dan 1 bulan berulang maupun terus menerus
3. Penurunan berat badan lebih dan 10% dalam 3 bulan ( 2 dan 3 gejala
utama).
Gejala minor
1. Batuk kronis selama 1 bulan
2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
3. Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap
4. Munculnya herpes zosters berulang
5. Bercak – bercak dan gatal- gatal diseluruh tubuh
Tanda dan gejala lain pada pasien anak dengan HIV yaitu:

xix
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal
secara klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang
secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV,
meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa
factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4
dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih
tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal  masa bayi, diikuti
penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat
ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat
membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting
untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan
bila mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi
tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa
bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers
For Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam,
kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati
generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2
atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90%
akan memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi
dicoba oleh studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu
yang terinfeksi. Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang
terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3
bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi.
Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi
terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman
yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada
bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.

xx
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji
HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian
Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi
HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western
blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24
(polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu
HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

2.8 Penatalaksanaan Medis


Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah
pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi
HIV maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik

xxi
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
oportuniti, nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (Azitomidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim
pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun dengan menghambat
replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obatan ini adalah: didanosina, ribavirin, diedoxycytidine,
recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang
berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan
mempertahankan kondisi hidup sehat.
7. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan
makanan yang sehat, hindari sters, gizi yang kurang, obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik
keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap
AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

2.9 Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia
kemungkinan akan memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun
dimasa depan yang dapat diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor
resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha mengurangi
perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak,
kemampuan member konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif
mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama usaha

xxii
pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American
Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat
membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang
lebih besar pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan
tepat dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua
harus menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil.
Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan
bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama
beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke
bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1
mengurangi penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan
zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu
kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada
neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada
26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan
yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan
pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif
untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif,
hamil dengan masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4
+  200/mm atau lebih besar, dan sekarang tidak berada pada terapi
atteretrovirus dianjurkan menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis
beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam
sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada semua keadaan
dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi
harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu
pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak
mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir
sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan
obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan
anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-

xxiii
kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan
kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia ringan
reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan pendekatan
ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan
wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup
penghindaran pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian
integral program yang mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual.
Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan banyak
mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.

xxiv
2.10 Alur Diagnosis HIV pada Orang Dewasa, Remaja, dan Anak Berusia
lebih dari 18 bulan

Bersedia dites HIV

Tes antibodi HIV A1

Nonreaktif Reaktif

Tes antibodi HIV A2

Nonreaktif Reaktif

Ulang tes HIV


A1 dan A2
Keduanya
reaktif Tes
Hasil antibodi
pengulangan Salah satu HIV A3
keduanya reaktif
non reaktif

Nonreaktif Reaktif

A1 non- Hasil A1 (R) A1 (NR) A1 (R) A1 (NR) A1 (R) A1 (R)


reaktif pengula A2 (NR) A2 (R) A2 (R) A2 (R) A2 (NR) A2 (R)
ngan A3(NR) A3(NR) A3(NR) A3(R) A3(R) A3(R)
A1 (NR) Laporan Laboratorium
A2 (NR)

Indeterminate HIV
Beresiko
Positif
HIV
Tidak Ya
Positif
Keputusan Klinis

xxv
Alur Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak – Anak

Bayi terpajan HIV usia


kurang dari 18 bulan

Pemeriksaan virologi HIV

Tersedia Tidak tersedia

Positif Negatif

Bayi atau anak- Tidak Pernah mendapat atau


anak mungkin pernah masih menerima ASI
terinfeksi HIV ASI

Bayi atau anak Monitoring


Mulai ART Bayi atau beresiko terinfeksi klinis
dan ulangi anak tidak HIV selama belum secara
pemeriksaan terinfeksi berhenti ASI berkala
virologi untuk
konfirmasi

Bayi atau anak-anak Bayi masih sehat sampai usia 9 bulan


mengalami tanda dan
gejala HIV

Pemeriksaan virologi Cek antibodi


tidak tersedia HIV

Pemeriksaan
Positif Negatif
virologi tersedia

Asumsikan Kemungkinan
Negatif Positif terinfeksi bila besar HIV
anak sakit; negatif
asumsikan kecuali masih
Bayi atau anak- tidak terinfeksi ASI
terinfeksi HIV bila anak sehat

Mulai ART dan ulangi


pemeriksaan virologi
untuk konfirmasi Ulangi cek antibodi pada usia 18 bulan
atau 6 minggu setelah berhenti ASI

xxvi
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV/AIDS

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan akibat
kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80% tertular dari
orang tuanya. Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17
bulan terdiagnosa sebagai AIDS.
Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis. Study perspektif di
Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih dari 15 bulan lahir dari ibu
HIV (+) sebesar 16,5%  penyebab terbanyak diare akut/ kronik dan pnemonie
berulang.
3.1.2. Keluhan Utama
1. Demam dan diare berkepanjangan
2. Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia  keadaan yang gawat
3.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2. Diare lebih dari 1 bulan
3. Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan )
4. Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih
5. Limphadenophati yang menyeluruh
6. Infeksi berulang (otitis media, pharingitis)
7. Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
8. Dermatitis yang menyeluruh
3.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pemberian tranfusi antara tahun 1978 - 1985
3.1.5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
1. Orang tua yang terinfeksi HIV
2. Penyalahgunaan zat
3.1.6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

xxvii
1. Ibu selama hamil terinfeksi HIV  50% tertular untuk anaknya
2. Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan
3. Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
4. Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.
3.1.7. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)
3.1.8. Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
3.1.9. Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun DT, Campak
1. Immunisasi BCG tidak boleh
diberikan  kuman hidup
2. Immunisasi polio harus
diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live attenuated polio vaccine 
virus mati bukan virus hidup
3. Immunisasi dengan vaksin HIV
diberikan setelah ditemukan HIV (+)
3.1.10. Pemeriksaan
1. Sistem Penginderaan :
1) Pada Mata :
a. Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina, sytomegalovirus retinitis
dan toxoplasma choroiditis, perivasculitis pada retina.
b. Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah, perih, gatal,
berair, banyak sekret serta berkerak.

xxviii
c. Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal /
multiple, pada satu / kedua mata  toxoplasma gondii
2) Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa, periodontitis,
sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar, kemudian
menjadi biru, sering pada palatum.
1) Pada telinga : otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
2. Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau
tanpa sputum, sesak nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu
istirahat, gagal nafas.
3. Sistem pencernaan : BB menurun, anoreksia,
nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa oral,
faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis mulut, selaput lendir kering,
pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik pembesaran limpha.
4. Sistem Kardiovaskuler.
1) Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.
2) Gejala congestive heart failure sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
5. Sistem Integumen :
1) Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar, hemorragie menjadi
nekrosis timbul ulsera.
2) Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri, panas, serta malaise.
3) Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies
4) Pyodermia gangrenosum dan scabies sering dijumpai.
6. Sistem Perkemihan
1) Air seni kurang, anuria
2) Proteinurea
7. Sistem Endokrin : Pembesaran kelenjar parotis,
limphadenophati, pembesaran kelenjar yang menyeluruh
8. Sistem Neurologi
1) Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.
2) Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.
3) Penurunan kesadaran, delirium.
4) Serangan CNS : meningitis.

xxix
5) Keterlambatan perkembangan .
9. Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot, nyeri
persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
10. Psikososial
1) Orang tua merasa bersalah.
2) Orang tua merasa malu.
3) Menarik diri dari lingkungan .
3.1.11. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
Laboratorium :
1) Darah :
a. Leukosit dan hitung jenis darah putih : neutropenia (neutrofil < 1000 / mm3)
b. Hitung trombosit: trombositopenia (trombosit < 100.000 / mm3)
c. Hb dan konsentrasi Hb : Anemia (Hb < 8 g/dl)
d. Limfopenia CD4+ (limfosit  200 / mm3)
e. LFT
f. RFT
2) Pemeriksaan lain : urinalisis (protein uria), kultur urine,
3) Tes tuberculin (TB + indurasi  5 mm)
4) Tes Antibodi Anti-HIV  Tes Esali
5) Tes Western Blot (WB)
6) Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)  Menemukan beberapa macam gen
HIV yang bersenyawa di dalam DNA sel yang terinfeksi.
7) Mengetahui apakah bayi yang lahir dari ibu dengan HIV(+).
8) Kardiomegali  pada foto rontgen.
9) EKG terlihat hipertrofi ventrikel dan kelainan gelombang T.
10) Pungsi Lumbal
11) Bronkoskopi ( untuk mendeteksi adanya PPC ).

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. D. 0142 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
imunosupresan

xxx
2. D. 0019 Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
3. D. 0003 Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. D. 0020 Diare b/d malabsorbsi
5. D. 0129 Gangguan integritas kulit b/d kekurangan volume cairan (diare)
6. D. 0130 Hipertermi b/d proses penyakit : infeksi oportunistik
7. D. 0106 Gangguan tumbuh kembang b/d efek ketidakmampuan fisik
8. D. 0093 Ketidakefektifan koping keluarga b/d resistensi keluarga terhadap
perawatan atau pengobatan yang kompleks.
9. D. 0111 Defisit Pengetahuan b/d perawatan anak yang kompleks di rumah.

3.3 Intervensi
1. Prioritas
Keperawatan.
1) Mencegah atau meminimalkan infeksi.
2) Memaksimalkan masukan nutrisi.
3) Meningkatkan kedekatan, pertumbuhan, & perkembangan.
4) Memberikan informasi pada orang tua tentang proses penyakit ,
prognosis & kebutuhan tindakan.
2. Tujuan Pulang
1) Bebas dari infeksi oportunistik / nasokomial.
2) Meningkatkan berat badan dengan sesuai.
3) Melakukan ketrampilan khusus sesuai kelompok usia
dalam lingkup / tingkat perkembangan yang ada.
4) Orang tua / pemberi asuhan memahami kondisi /
prognosis & kebutuhan tindakan. (Doenges, 2001 : 724 )
No Diagnosa SLKI SIKI
1. D.0142 Risiko SLKI Pencegahan Infeksi 1.14539
infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Observasi
berhubungan Setelah dilakukan a. Monitor tanda dan
dengan intervensi keperawatan gejala infeksi local dan
ketidakadekuatan selama 1x24 jam, sistemik
pertahanan tubuh diharapkan: 2. Terapeutik
sekunder : 1. Kebersihan tangan (5: a. Cuci tangan sebelum
imunosupresi meningkat) dan sesudah kontak
dengan pasien dan
Status Imun (L.14133) lingkungan pasien

xxxi
Setelah dilakukan b. Pertahankan teknik
intervensi keperawatan aseptic
selama 2x24 jam, c. Berikan perawatan kulit
diharapkan: 3. Edukasi
1. Infeksi berulang (5: a. Jelaskan tanda dan
menurun) gejala infeksi
2. Penurunan BB (5: b. Ajarkan keluarga
menurun) mencuci tangan dengan
3. Fatigue kronis (5: benar
menurun) c. Ajarkan keluarga untuk
4. Suhu tubuh (5: meningkatkan asupan
membaik) nutrisi dan cairan anak
5. Sel darah putih (5: 4. Kolaborasi
membaik) a. Kolaborasi
pemberian imunisasi

Manajemen Imunisasi atau


Vaksinasi 1.14508
1. Observasi
a. Identifikasi riwayat
kesehatan dan riwayat
alergi
b. Identifikasi
kontraindikasi
pemberian imunisasi
c. Identifikasi status
imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan
kesehatan
2. Terapeutik
a. Berikan suntikan pada
bayi di bagian paha
anterolateral
b. Dokumentasikan
informasi vaksinasi
c. Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan,
manfaat, reaksi yang
terjadi, jadwal, dan efek
samping
b. Informasikan imunisasi
yang diwajibkan
pemerintah (Hepatitis
B, BCG, difteri, tetanus,
pertussis, H.influenza,

xxxii
polio, campak, measles,
rubella)
c. Informasikan imunisasi
yang melindungi
terhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
(Influenza,
pneumokokus)
d. Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus
(rabies, tetanus)
e. Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
f. Informasi penyedia
layanan Pekan
Imunisasi Nasional
yang menyediakan
vaksin gratis
D.0019 Defisit SLKI Manajemen Nutrisi 1.03119
nutrisi Status Nutrisi (L.03030) 1. Observasi
berhubungan Setelah dilakukan a. Identifikasi status
dengan intervensi keperawatan nutrisi
ketidakmampuan selama 2x24 jam, b. Identifikasi alergi dan
mencerna diharapkan: intoteransi makanan
makanan 1. Frekuensi makan (5: c. Identifikasi makanan
membaik) yang disukai
2. Nafsu makan (5: d. Identifikasi kebutuhan
membaik) kalori dan jenis
3. Membrane mukosa nutrient
(5: membaik) e. Identifikasi perlunya
4. Porsi makan yang penggunaan selang
dihabiskan (5: nasogastric
meningkat) f. Monitor asupan
5. Nyeri abdomen (5: makanan, berat badan,
menurun) dan hasil pemeriksaan
6. Diare (5: menurun) laboratorium
2. Terapeutik
a. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
b. Berikan makanan
rendah serat, tinggi
kalori, dan tinggi
protein, serta

xxxiii
suplemen makanan
3. Edukasi
a. Ajarkan diet yang
diprogramkan
kepada keluarga
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makanan
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

D.0003 Gangguan SLKI Pemantauan Respirasi


pertukaran gas Pertukaran Gas (L.01003) 1.01014
berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi
dengan intervensi keperawatan a. Monitor frekuensi,
ketidakseimbanga selama 1x24 jam, irama, kedalaman,
n ventilasi-perfusi diharapkan: dan upaya napas
1. Dyspnea (5: b. Monitor pola napas
menurun) c. Monitor adanya
2. Buny napas tambahan produksi sputum
(5: menurun) d. Monitor adanya
3. PO2 (5: membaik) sumbatan jalan napas
4. Pola napas (5: e. Palpasi kesimetrisan
membaik) ekspansi paru
f. Auskultasi bunyi
napas
g. Monitor saturasi
oksigen, nilai AGD,
dan hasil x-ray
thoraks
2. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan respirasi
dan dokumentasikan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan

Terapi Oksigen 1.01026


1. Observasi
a. Monitor kecepatan
aliran oksigen dan
pastikan fraksi yang

xxxiv
diberikan cukup
b. Monitor efektifitas
terapi oksigen
(oksimetri, analisa
gas darah)
c. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
d. Monitor tanda dan
gejala toksikasi
oksigen dan
atelektasis
2. Terapeutik
a. Bersihkan secret pada
mulut, hidung, dan
trakea
b. Pertahankan kepatenan
jalan napas
c. Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
3. Edukasi
a. Ajarkan keluarga
cara menggunakan
oksigen di rumah
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

D.0020 Diare SLKI Manajemen Diare 1.03101


berhubungan Eliminasi Fekal (L.04033) 1. Observasi
dengan Setelah dilakukan a. Identifikasi gejala
malabsorpsi intervensi keperawatan invaginasi (tangisan
selama 1x24 jam, keras, kepucatan pada
diharapkan: bayi)
1. Kontrol pengeluaran b. Monitor warna, volume,
feses (5: meningkat) frekuensi, dan
2. Nyeri abdomen (5: konsistensi tinja
menurun) c. Monitor tanda dan
3. Konsistensi fekal (5: gejala hipovolemi
membaik) (takikardia, nadi teraba
4. Frekuensi defekasi (5: lemah, turgor kulit
membaik) turun, mukosa mulut
5. Peristaltic usus (5: kering, CRT melambat,
membaik) BB menurun)
Status Cairan (L.03028) d. Monitor iritasi dan

xxxv
Setelah dilakukan ulserasi kulit di daerah
intervensi keperawatan perineal
selama 1x24 jam, e. Monitor jumlah
diharapkan: pengeluaran diare
1. Intake cairan (5: 2. Terapeutik
membaik) a. Berikan asupan cairan
2. Output urin (3: oral (larutan garam
sedang) gula, oralit, pedialyte)
b. Berikan cairan
intravena (ringer asetat,
ringer laktat)
3. Edukasi
a. Anjurkan keluarga
untuk menghindari
makanan mengandung
laktosa
b. Anjurkan kelurga
untuk melanjutkan
pemberian ASI
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas dan
antispasmodic atau
spasmolitik

Pemantauan Cairan 1.03121


1. Observasi
a. Monitor jumlah,
warna dan berat jenis
urine
b. Monitor hasil
pemeriksaan serum
(osmolaritas serum,
hematokrit, natrium,
kalsium, BUN)
c. Monitor intake dan
output cairan
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien dan
dokumentasikan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan

xxxvi
D.0129 Gangguan SLKI Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit/ Integritas Kulit dan 1.11353
jaringan Jaringan (L.14125) 1. Terapeutik
berhubungan Setelah dilakukan a. Ubah posisi tiap 2 jam
dengan intervensi keperawatan jika tirah baring
kekurangan selama 2x24 jam, b. Bersihkan perineal
volume cairan diharapkan: dengan air hangat,
(diare) 1. Elastisitas (5: terutama selama
meningkat) periode diare
2. Hidrasi (5: c. Gunakan produk
meningkat) berbahan ringan atau
3. Kerusakan lapisan alami dan hipoalergik
kulit (5: menurun) pada kulit sensitif
4. Suhu kulit (5: d. Hindari produk
membaik) berbahan dasar
5. Tekstur (5: membaik) alcohol pada kulit
kering
2. Edukasi
a. Anjurkan keluarga
memberikan pelembab
dan minum ASI yang
cukup
b. Anjurkan keluarga
memandikan dan
menggunakan sabun
secukupnya

D.0130 Hipertermi SLKI 1. Manajemen


berhubungan Termoregulasi (L.14134) Hipertermia (1.15506)
dengan proses Setelah dilakukan Observasi
penyakit : infeksi intervensi keperawatan a. Identifikasi penyebab
oportunistik selama 1x24 jam, hipertermia (infeksi)
diharapkan: b. Monitor suhu tubuh
1. Mengigil (5: c. Monitor kadar elektrolit
menurun) d. Monitor haluaran urine
2. Kejang (5: menurun) e. Monitor komplikasi
3. Suhu tubuh (5: akibat hipertermia
membaik) Terapeutik
4. Takikardi (5: a. Sediakan lingkungan
menurun) yang dingin
5. Takipnea (5: b. Longgarkan atau
menurun) lepaskan pakaian
6. Tekanan darah (5: c. Berikan cairan oral
membaik) d. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat

xxxvii
berlebihan).
e. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher dada,
abdomen, aksila).
f. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
g. Berikan oksigen, bila
perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.

2. Regulasi Temperatur
(1.14578)
Observasi
a. Monitor suhu bayi
sampai stabil (36.50C-
37.50C)
b. Monitor suhu tubuh
anak tiao dua jam,
jika perlu
c. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
a. Pasang alat
pemantauan suhu
kontinu, jika perlu
b. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi
yang adekuat
c. Hangatkan terlebih
dahulu bahan-bahan
yang akan kontak
dengan anak (mis.

xxxviii
Selimut, kain
bedongan, stetoskop)
d. Hindari meletakan
anak di dekat jendela
terbuka atau di area
aliran pendingin
ruangan atau kipas
angin.
e. Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat, dan
penghangat ruangan
untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
f. Gunakan kasur
pendingin, water
circulating blankets,
ice pack atau gel pad
dan intravascular
cooling
cathetedzation untuk
menurunkan suhu
tubuh
g. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien.
Edukasi
a. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
b. Jelaskan cara
pencegahan hipertermi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu

D. 0106 Gangguan SLKI 1. Perawatan


tumbuh kembang Status Perkembangan Perkembangan
b/d efek (L.10101) (1.10339)
ketidakmampuan Setelah dilakukan Observasi
fisik intervensi keperawatan a. Identifikasi
selama 3x24 jam, pencapaian tugas
diharapkan: perkembangan anak
1. Keterampilan/perilaku b. Identifikasi isyarat
sesuai usia (5: perilaku dan
meningkat) fisiologis yang

xxxix
2. Respon sosial (5: ditunjukkan bayi
meningkat) (mis. Lapar, tidak
nyaman).
Status Pertumbuhan Terapeutik
(L.10102) a. Pertahankan sentuhan
Setelah dilakukan seminimal mungkin
intervensi keperawatan pada bayi premature
selama 3x24 jam, b. Berikan seutuhan
diharapkan: yang bersifat gentle
1. Berat badan sesuai dan tidak ragu-ragu
usia (5: meningkat) c. Minimal nyeri
2. Panjang/tinggi badan d. Minimal kebisingan
sesuai usia (5: ruangan
meningkat) e. Pertahankan
3. Indeks massa tubuh lingkungan yang
(5: meningkat) mendukung
perkembangan
optimal
f. Motivasi anak
berinteraksi dengan
anak lain
g. Sediakan aktivitas
yang memotivasi
anak berinteraksi
dengan anak lainnya.
h. Fasilitas anak berbagi
dan
bergantian/bergiliran
i. Dukung anak
mengekspresikan diri
melalui penghargaan
positif atau umpan
balik atas usahanya.
j. Pertahankan
kenyamanan anak
k. Fasilitas anak melatih
ketrampilan
pemenuhan
kebutuhan secara
mandiri (mis. makan,
sikat gigi, cuci
tangan, memakai
baju)
l. Bernyanyi bersama
lagu-lagu yang
disukai
m. Bacakan cerita atau
dongeng

xl
n. Dukungan partisipasi
anak di sekolah,
ekstrakurikuler dan
aktivitas komunitas
Edukasi
a. Jelaskan
orangtua/atau
pengasuh tentang
milestone
perkembangan anak
dan perilaku anak
b. Anjurkan orang tua
menyentuh dan
menggendong
bayinya
c. Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan
anaknya
d. Ajarkan anak
ketrampilan
berinteraksi
e. Ajarkan anak teknik
asertif
Kolaborasi
a. Rujuk untuk
konseling, jika perlu.

2. Promosi
Perkembangan
Anak (1.10340)
Observasi
a. Identifikasi
kebutuhan khusus
anak dan
kemampuan
adaptasi anak
Terapeutik
a. Fasilitasi
hubungan anak
dengan teman
sebaya’
b. Dukung anak
berinteraksi
dengan anak lain.
c. Dukung anak
mengekspresoikan
perasaannya
secara positif

xli
d. Dukung anak
dalam bermimpi
atau berfantasi
sewajarnya
e. Dukung
partisipasi anak
disekolah,
ekstrakurikuler
dan aktivitas
komunitas
f. Berikan mainan
yang sesua
dengan usia anak
g. Bernyayi bersama
anak lagu-lagu
yang disukai
anak’bacakan
cerita/dongeng
untuk anak.
h. Diskusikan
bersama remaja
tujuan dan
harapannya
i. Sediakan
kesempatan dan
alat-alat untuk
menggambar,
melukis, dan
mewarnai

Edukasi
a. Jelaskan nama-
nama benda
obyek yang ada di
lingkungan sekitar
b. Ajarkan pengasuh
melistones
perkembangan dn
prilaku yang
dibentuk;ajarkan
sikap kooperatif,
bukan kompetisi
diantara antara
c. Ajarkan anak cara
meminta bantuan
dari anak lain,
jika perlu
d. Ajarkan teknik

xlii
asertif pada anak
remaja
Kolaborasi
a. Rujuk untuk
konseling, jika
perlu
D. 0093 SLKI 1. Dukungan Koping
Ketidakefektifan Status Koping Keluarga Keluarga (1.09260)
koping keluarga (L.09088) Observasi
b/d resistensi Setelah dilakukan a. Identifikasi respons
keluarga terhadap intervensi keperawatan emosional trehadap
perawatan atau selama 2x24 jam, kondisi saat ini
pengobatan yang diharapkan: b. Identifikasi beban
kompleks. 1. Perilaku mengabaikan prognosis secara
anggota keluarga (5: psikologis
menurun) c. Identifikasi
2. Komunikasi antar pemahaman tentang
anggota keluarga (1: keputusan perawatan
meningkat setelah pulang
3. Komitmen pada d. Identifikasi
perawatan/pengobatan kesesuaian antara
(1: meningkat) harapan pasien,
keluarga, dan tenaga
kesehatan.
Terapeutik
a. Dengarkan masalah,
perasaan, dan
pertanyaan keluarga
b. Terima nilai-nilai
keluarga dengan cara
yag tidak
menghakimi
c. Diskusikan rencana
medis dan perawatan
d. Fasilitasi
pengungkapan
perasaan antara
pasien dan keluarga
atau antara anggota
keluarga
e. Fasilitasi
pengambilan
keputusan dalam
merencanakan
perawatan jangka
panjan, jika perlu.
f. Fasilitasi anggota
keluarga dalam

xliii
mengidentifikasi dan
menyelesaikan
konflik nilai
g. Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan dasar
keluarga
h. Fasilitasi anggota
keluarga melalui
proses kematian dan
berduka
i. Fasilitasi memperoleh
pengetahuan,
ketrampilan dan
peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan
keputusan perawatan
pasien.
j. Bersikap sebagai
pengganti keluarga
untuk menenangkan
pasien dan/atau jika
keluarga tidak dapat
memberikan
perawatan.
k. Hargai dan dukung
mekanisme koping
adaptif yang
digunakan
l. Berikan kesempatan
berkunjung bagi
angota keluarga
Edukasi
a. Informasikan
kemajuan pasien
secara berkala
b. Informasikan fasilitas
perawatan kesehatan
yang tersedia
Kolaborasi
a. Rujuk untuk terapi
keluarg bila perlu

2. Promosi Koping
(1.09312)
Observasi
a. Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan

xliv
panjang sesuai tujuan
b. Identifikasi kemampuan
yang dimiliki
c. Identifikasi sumber
daya tersedia untuk
memenuhi tujuan
d. Identifikasi pemahaman
proses penyakit
e. Identifikasi dampak
situasi terhadap peran
dan hubungan
f. Identifikasi metode
penyelesaian masalah
g. Identifikasi kebutuhan
dan keinginan terhadap
dukungan sosial
Terapeutik
a. Diskusikan perubahan
peran yang dialami
b. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinan
c. Diskusikan alasan
mengkritik diri sendiri
d. Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
e. Diskusikan konsekuensi
tidak mengungkapkan
rasa bersalah dan malu
f. Diskusikan risiko
menimbulkan bahaya
pada diri sendiri
g. Tunjau kembali
kemampuan
pengambilan keputusan
h. Motivasi terlibat dalam
kegiatan sosial
Edukasi
a. Anjurakan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan sama
b. Anjurkan pengunaan
sumber spiritual
c. Anjurkan

xlv
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
d. Anjurkan kelaurag
terlibat
e. Anjurkan membuat
tujuan yang lebih
spesifik
f. Ajarkan cara
memecahkan masalah
secara konstruktif
g. Latih ketrampilan sosial
h. Latih mengembangkan
penilaian obyektif

D. 0111 Defisit SLKI 1. Edukasi Kesehatan


Pengetahuan b/d Tingkat Pengetahuan (1. 12383)
perawatan anak (L.12111) Observasi
yang kompleks di Setelah dilakukan a. Identifikasi kesiapan
rumah. intervensi keperawatan dan kemampuan
selama 1x24 jam, menerima informasi
diharapkan: b. Identifikasi faktor-
1. Perilaku sesuai faktor yang dapat
anjuran (5: meningkatkan dan
meningkat) menurunkan motivasi
2. Persepsi yang keliru perilaku hidup besih
terhadap masalah (5: dan sehat.
menurun) Terapeutik
3. Perilaku (5: membaik) a. Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
b. Jadwalkan pndidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
c. Arakan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.

3.3 Implementasi

xlvi
Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan
untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak
dengan HIV/AIDS adalah :
1. Menjaga fungsi pernafasan.
2. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
3. Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain /
komplikasi.
4. Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ).
5. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan
cairan.
6. Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga
tentang proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan
HIV / AIDS.
7. Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari
penyakitnya dan hospitalisasi.
8. Menjaga keutuhan kulit.
9. Mempertahankan kebersihan mulut.
3.4 Evaluasi
Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap :
1. Mengukur pencapaian tujuan.
2. Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian yang
telah ditetapkan ( RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR , 2000 )

xlvii
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  PENGKAJIAN 
3.1.1 Identitas Klien :
Nama/nama panggilan : An. N.S
Tempat tanggal lahir/usia      : Surabaya, 27 Agustus 2018/ 1,1 tahun
Jenis Kelamin                          : Laki-laki
A g a m a                                 : Islam
Pendidikan                              :-
Alamat                                    : Kelurahan Mojo/Kecamatan Gubeng, surabaya
Tanggal masuk                        : 25 September 2019
Tanggal pengkajian                : 26 September 2019
Diagnosa Medik                      : HIV-AIDS

3.1.2 Identitas Orang Tua


1.  Ayah
a. N  a  m  a          : Tn. B.I
b. U  m  u  r                   : 30 tahun
c.  Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan                 : Buruh Pabrik
e.  A g a m a                 : Islam
f.  A l a m a t                 : Kelurahan Mojo/Kecamatan Gubeng, surabaya
2.  Ibu
a. N  a  m  a            : Ny. H.
b. U s i a                      : 27 tahun
c. Pendidikan            : SMA
d.Pekerjaan              : Ibu Rumah Tangga
e. A g a m a                 : Islam
f. A l a m a t                : Kelurahan Mojo/Kecamatan Gubeng, Surabaya

xlviii
3. Identitas Saudara Kandung
No. N  a  m  a Usia Hubungan Status Kesehatan
1. - - - -
3.1.3 Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan anaknya mengalami diare disertai dengan
demam, sangat rewel.
3.1.4 Riwayat Kesehatan.
1.  Riwayat Kesehatan Sekarang
Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB
kurang, dan sejak 2 hari yang lalu diare semakin parah diserta dengan
demam, terdapat bercak-bercak terasa pada kulit, diare diikuti dengan batuk,
sesak dan klien tidak mau menyusu. Dengan alasan tersebut orang tua klien
membawa klien ke RS untuk di periksa.
2.  Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1)  Prenatal Care
  Pemeriksaan kehamilan  3 kali
  Keluhan selama hamil  Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
  Riwayat terkena sinar  tidak ada
  Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
  Imunisasi 2 kali
  Golongan darah  Ibu : lupa /golongan darah ayah : O
2)  N a t a l
  Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
  Lama dan jenis persalinan  : Spontan/normal
  Penolong persalinan  Dokter Kebidanan
  Tidak ada  komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan
(sedikit perdarahan daerah vagina).
3)  Post Natal
  Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm
  Pada saat lahir kondisi anak baik
  (untuk semua usia)
  Penyakit  yang pernah dialami  demam setelah imunisasi
  Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada

xlix
  Imunisasi belum lengkap
  Alergi belum nampak
  Perkembangan anak  dibanding saudara-saudara  : Anak pertama
3.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga    : Ibu klien positif  HIV
3.1.6 Genogram

Keterangan:
: laki-laki

: perempuan

: meninggal

: klien

: tinggal
serumah

(arsir hitam): klien


Penjelasan : dengan hiv
     Generasi I  = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang sama
dengan klien
Generasi II  = Saudara laki-laki dari bapak klien meninggal karena kecelakaan
tidak ada riwayat penyakit yang sama dengan klien
Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini
dirawat di RS dengan diangnosa postif HIV.
3.1.7. Riwayat Imunisasi
Waktu Reaksi setelah
No. Jenis Imunisasi Pemberian pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT Lupa Demam
3. Polio lupa -
4. Campak 9 bulan Demam
5. Hepatitis 7 hari lupa

3.1.8 Riwayat Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan Fisik

l
Berat Badan  : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 6,1 kg.
Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm
Waktu tumbuh gigi pertama : 5 bulan
2. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
      Berguling              : 5 bulan
  Duduk                : 4 bulan
Merangkak           : 5 bulan
Berdiri                   : 11 bulan
Berjalan                : 12 bulan
Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
Bicara pertama  kali          : belum
Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya secara penuh
3.1.9 Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
2. Cara Pemberian         : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin         : 15-20 menit
4. Diberikan sampai usia : sampai saat ini
b.  Pemberian Susu Formula : SGM
klien diberikan susu formula
c.  Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia  sampai nutrisi saat ini :
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0-6 bulan  ASI Masih berlangsung saat ini

7-9 bulan Bubur halus 3 bulan

10-12 bulan Bubur saring Masih berlangsung saat ini

3.1.10. Riwayat Psiko Sosial


  Anak tinggal di rumah sendiri
  Lingkungan berada di tepi kota
  Rumah  tidak ada fasilitas lengkap

li
 Di Rumah tidak ada tangga yang  berbahaya yang dapat menimbulkan
kecelakaan, anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya
  Hubungan antar anggota kelurga  baik

lii
  Pengasuh anak adalah  orang tua
3.1.11 Riwayat spiritual
1. Anggota Keluarga tidak taat melaksanakan ibadah
2.  Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan
3.1.12 Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
1. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang
keadaan anaknya yang demam terus
2.  Dokter menceritakan  sebagaian kecil kondisi anaknya  dan kelihatannya
orang tua  belum mengerti  hal ini dibuktikan dengan  ekspresi wajah
orang tua  dan pertanyaan  yang timbul sekitar keadaan anaknya
3.  Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan
anaknya dan selalu menanyakan kondisi anaknya
4. Orang tua selalu menjaga anaknya  bergantian antara ayah, ibu dan dan
keluarga yang lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara dengan jelas
3.1.13. Aktivitas Sehari-hari
a.  Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat  sakit
1.      Keinginan Menyusu Baik Kurang
Frekwensi Menyusui 7 kali Tidak pernah
makan 2-3 x 1x
b. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1.      Jenis minuman ASI Tidak ada
2.      Frekwensi minum Setiap kali haus Sering
3.      Kebutuhan cairan Tidak diketahui Tergantung
4.      Cara pemberian ASI Infuse

c. Eliminasi  (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

liii
1.      Tempat pembuangan Kain sarung Popok
2.      Frekwensi/waktu BAK= sering BAB
=  2 x sehari BAK = sering, BAB = 4-6x
3.      Konsistensi Sering encer sehari
4.      Kesulitan Tidak ada Encer
5.      Obat pencahar Tidak pernah Tidak ada
digunakan

d. pola tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1.      Jam tidur


          Siang 12.00 – 14.00 Jam 14.00-15.00
          Malam Jam 20.00- 06.00 Jam 21.00-7.30
2.      Pola tidur Tidur dilaksanakan Tidur
pada siang dan malam dilaksanakan pada
3.      Kebiasaan sebelum hari siang dan malam
tidur Menyusu hari
4.      Kesulitan tidur Menyusu
Gelisah
Sering terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.

e.  Olahraga
Tidak dikaji

f.  Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

liv
1.     Mandi
         Cara Dikerjakan oleh orang tua Tidak  pernah mandi hanya
dilap badan

         frekwensi 2 x sehari 1 x sehari/melap badan


         alat mandi Sabun
Kadang-kadang

Pakai air hangat


2.     Cuci rambut Tidak menentu belum pernah dilakukan
         frekwensi Dikerjakan oleh orang tua
         Cara

3.      Gunting kuku belum pernah dilakukan


         frekwensi Setiap kali kuku terlihat
panjang
Di kerjakan oleh orang
         Cara tua

Setiap kali mandi Belum pernah dilakukan


Gosok gigi Dikerjakan oleh orang tua
Belum pernah dilakukan
1 sampai 2xsehari
  Frekwensi

         Cara Menggunakan kassa

g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h.  Rekreasi
Tidak dikaji

3.1.14 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak
  Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
  Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
2. Tanda-tanda vital:
  Suhu             : 38,7º  C
  Nadi              : 120x/m
  Pernafasan     : 28x / m
  TD                 : 95/60 mmHg

3. Antropometri

lv
  - Panjang badan            : 53 cm
  - Berat badan                           : 6,1 kg
  - Lingkaran lengan atas           : tidak dikaji
  - lingkaran kepala                    : tidak dikaji
  - lingkaran dada                      : tidak di kaji
  - Lingkaran perut                    : tidak dikaji
  - Skin fold                               : tidak dikaji
4. Head To Toe
  Kulit  : Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan
gatal
  Kepala dan leher : Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan
tidak ada Peradangan. Bentuk kepala normal, tidak ada benjolan dikepala
  Kuku :  Jari tabuh
  Mata / penglihatan :Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
  Hidung  : Tidak ada Peradangan, tidak ada polip
  Telinga :Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan
  Mulut dan gigi : Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa,
terjadi Peradangan dan perdarahan  pada gigi ,gangguan
menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir
pecah-pecah
  Leher:  Terjadi peradangan pada eksofagus.
  Dada :
I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada, tidak ada
retraksi dinding dada
P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya
pembesaran hati
P: nada sonor
A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan
  Abdomen :
I : Nampak normal, simetris kiri kanan
P: Turgor jelek ,tidak ada massa, tidak terdapat nyeri tekan pada bagian

lvi
kanan bawah
P : Bunyi timpany (+). Kembung (+)
A: terdengar bunyi peningkatan  peristaltic/ bising usus sebanyak
40x/menit dan tidak ada krepitasi abdomen.
  Perineum dan genitalia : Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
  Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan
extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena
diare dan proses penyakit
I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah
jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah
P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
P: reflek tendon kurang
A: Skala kekuatan otot 3 3
3 3
e. Sistem Pernafasan
  Hidung      : Simetris, : tidak ada, secret : tidak ada
  Leher        : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub
mandibula.
  D a d a      :
o   Bentuk dada : Normal
o   Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal :  1 : 1
o Gerakan dada  : simetris, tidak terdapat retraksi
o suara napas : normal
f. Sistem kardiovaskuler :
  Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi
reguler , tekanan vena jugularis : tidak meninggi
  Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
  Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
  Capillary refilling time 3 detik
g. Sistem pencernaan:
  Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut

lvii
   Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat 40 x/mnt akibat
adanya virus yang menyerang usus
  Gaster  : nafsu makan menurun,  mules, mual muntah, minum normal,
  Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1.  Mata : agak  cekung
2.  Hidung : Penciuman kurang baik,
3.  Telinga
o    Keadaan daun telinga : kanal auditorius  kurang bersih akibat
benyebaran penyakit
o    Fungsi pendengaran kesan baik
i. Sistem Saraf
Fungsi serebral:
  Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
  Bicara : -
  Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak
mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus
XII.
        Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh   orang
tua
Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan  kesan normal
Refleks : bisip, trisep,  patela dan babinski terkesan normal.
j. Sistem Muskulo Skeletal
Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien
malas bergerak,  aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
 Lutut :  tidak bengkak, tidak kaku,  gerakan aktif, kemampuan jalan baik
 Tangan  tidak bengkak,  gerakan dan ROM aktif
k. Sistem  integumen

lviii
   warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun
> 2 dt,
   suhu meningkat 38,7 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
l. Sistem endokrin
   Kelenjar tiroid  tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
   Suhu tubuh tidak tetap, keringat  normal,
   Tidak ada riwayat diabetes
m. Sistem Perkemihan
  Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi
berkurang.
  Tidak ditemukan odema
  Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis  dan orificium  uretra eksterna  merah dan
gatal
o. Sistem Imun
  Klien tidak ada riwayat alergi
  Imunisasi lengkap
  Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
  Riwayat transfusi darah tidak ada
3.1.15. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
a. Perkembangan kognitif  : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal
ini dibuktikan dengan klien sering bermain bola bersama teman-temannya
waktu sebelum sakit.
b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan
sendirinya
3.1.16. Terapi Saat ini  :
  Infus RL 20 tts/m

lix
  Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai
pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio
yang tidak aktif (IPV)

Keperawatan :
  Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
  Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan
yang ada
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim
RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi
DNA HIV
  Mengatasi dampak psikososial
  Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan
penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
3.1.17 Pemeriksaan Diagnostik
a. pemeriksaan darah
Hemoglobin 15,5 g/dl
Leukosit 2 10*3/ul (4-10)
hematokrit 59 % (40-54%)
b. pemeriksaan feces lengkap pada 25/09/2019

lx
cair

3.2. Klasifikasi Data


Data Subjektif
  Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus sejak 2 hari
lalu
  Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
  Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
  Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada
mulutnya
  Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar sebanyak 4
sampai 6 kali/hari dan encer tidak berlendir
Data Objektif
  Klien nampak teraba panas dengan suhu 38.7 0C,  Nadi       : 120x/m, P :
28x /m dan TD : 95/60 mmHg
  Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk
badannya yang gatal.
  Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5
kg menjdi 4 kg.
  Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan di RS terhitung 4-5/hari

lxi
  Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
  Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
 Pemeriksaan abdomen: perut turgor jelek, bunyi timpany, kembung (+),
terdengar bunyi peningkatan  peristaltic/ bising usus sebanyak 40x/menit.
 Pemeriksaan fisik: mata tampak cekung, sklera pucat dan nampak
kelopak mata cekung, capillary refill 3 detik, kulit teraba panas
 Pemeriksaan diagnostik darah lengkap: hematokrit: 59%, Hemoglobin
15,5 g/dl Leukosit 20 10*3/ul (4-10)
 Pemeriksaan diagnostik feces: bakteri feces (+), konsistensi cair
3.3 Analisa Data
No Data Etilogi Masalah
1 DS       : Virus hiv menyebar Diare
Keluarga klien ke seluruh tubuh (D. 0020)
mengatakan anaknya ↓
sering buang air besar Degredasi progresif
sebanyak 4 sampai 6 kekebalan tubuh
kali/hari dan encer tidak ↓
berlendir Bakteri clostridium
DO      : difficile masuk ke
o   Klien selama di RS tubuh
nampak batuk terus dan ↓
gelisah nampak sesak Akibat kekebalan
sesak tubuh menurun jadi
o   Tanda-tanda vital: lebih sensitive
  Suhu   : 38,5 º  C ↓
  Nadi    : 120x/m Infeksi sistem
  Pernafasan : 28x / m pencernaan
  TD    : 95/60 mmHg ↓
PePemeriksaan fisik: mata Malabsorbsi
tampak cekung, sklera
pucat dan nampak
kelopak mata cekung,

lxii
capillary refill 3 detik
Pemeriksaan diagnostik
darah lengkap: Leukosit
20 10*3/ul (4-10)
Pemeriksaan diagnostik
feces: bakteri feces (+)
2 DS       : Penurunan Hipertermi
o   Ibu klien mangatakan kekebalan tubuh (D. 0130)
anaknya demam terus- ↓
menerus Infeksi
DO      : ↓
. Pemeriksaan fisik: Diare
mata tampak cekung, ↓
sklera pucat dan nampak Pengeluaran cairan
kelopak mata cekung, tubuh berlebih
kulit teraba panas
Tanda-tanda vital:
  Suhu   : 38,5 º  C
  Nadi    : 120x/m
  Pernafasan : 28x / m
  TD    : 95/60 mmHg
Pemeriksaan diagnostik
darah lengkap: Leukosit
20 10*3/ul (4-10)
Pemeriksaan diagnostik
feces: bakteri feces (+),
konsistensi cair
3 o   ibu klien mengatakan, Defisit nutrisi
kandidiasis
klien tidak mau (D. 0019)

makan/malas makan
Lesi oral
o   Ibu klien mengatakan

anaknya susah menelan
Ketidakmampuan
akibat luka-luka pada

lxiii
mulutnya. menyusu
DO : ↓
Perubahan indra
o   Klien nampak cengeng
pengecap
bila inbin diberi makan ↓
dan porsi makannya Menurunkan
tidak habis serta BB keinginan menyusu
turun menjadi 20 kg dari
25kg.
4 DS       : Gangguan
Timbul jamur dan
o   Ibu klien mengatakan integritas kulit/
bintik-bintik
muncul bercak-bercak jaringan

di tubuh anaknya
Lesi kulit
DO      :

o   Nampak terlihat bercak-
Dermatitis
bercak dan klien selalu
menangis menggaruk
badannya yang gatal

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. D. 0020 Diare b/d malabsorbsi
2. D. 0130 Hipertermi b/d proses penyakit : infeksi oportunistik
3. D. 0019 Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
4. D. 0129 Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan
penurunan daya tahan tubuh

4.4 Rencana Keperawatan


No Diagnosa SLKI SIKI

lxiv
1 D.0020 Diare SLKI Manajemen Diare 1.03101
berhubungan Eliminasi Fekal (L.04033) 1. Observasi
dengan Setelah dilakukan a. Identifikasi gejala
malabsorpsi intervensi keperawatan invaginasi (tangisan
selama 1x24 jam, keras, kepucatan
diharapkan: pada bayi)
1. Kontrol pengeluaran b. Monitor warna,
feses (5: meningkat) volume, frekuensi,
2. Nyeri abdomen (5: dan konsistensi tinja
menurun) c. Monitor tanda dan
3. Konsistensi fekal (5: gejala hipovolemi
membaik) (takikardia, nadi
4. Frekuensi defekasi (5: teraba lemah, turgor
membaik) kulit turun, mukosa
5. Peristaltic usus (5: mulut kering, CRT
membaik) melambat, BB
Status Cairan (L.03028) menurun)
Setelah dilakukan d. Monitor iritasi dan
intervensi keperawatan ulserasi kulit di
selama 1x24 jam, daerah perineal
diharapkan: e. Monitor jumlah
1. Intake cairan (5: pengeluaran diare
membaik) 2. Terapeutik
2. Output urin (3: a. Berikan asupan
sedang) cairan oral (larutan
garam gula, oralit,
pedialyte)
b. Berikan cairan
intravena (ringer
asetat, ringer laktat)
3. Edukasi
a. Anjurkan keluarga
untuk menghindari
makanan
mengandung laktosa
b. Anjurkan kelurga
untuk melanjutkan
pemberian ASI
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas dan
antispasmodic atau
spasmolitik

Pemantauan Cairan 1.03121


1. Observasi
a. Monitor jumlah,

lxv
warna dan berat jenis
urine
b. Monitor hasil
pemeriksaan serum
(osmolaritas serum,
hematokrit, natrium,
kalsium, BUN)
c. Monitor intake dan
output cairan
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien dan
dokumentasikan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan

2 D.0019 Defisit SLKI Manajemen Nutrisi 1.03119


nutrisi Status Nutrisi (L.03030) 1. Observasi
berhubungan Setelah dilakukan a. Identifikasi status
dengan intervensi keperawatan nutrisi
ketidakmampuan selama 2x24 jam, b. Identifikasi alergi
mencerna diharapkan: dan intoteransi
makanan 1. Frekuensi makan (5: makanan
membaik) c. Identifikasi makanan
2. Nafsu makan (5: yang disukai
membaik) d. Identifikasi
3. Membrane mukosa (5: kebutuhan kalori
membaik) dan jenis nutrient
4. Porsi makan yang e. Identifikasi perlunya
dihabiskan (5: penggunaan selang
meningkat) nasogastric
5. Nyeri abdomen (5: f. Monitor asupan
menurun) makanan, berat
6. Diare (5: menurun) badan, dan hasil
pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
a. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
b. Berikan makanan
rendah serat, tinggi
kalori, dan tinggi
protein, serta

lxvi
suplemen makanan
3. Edukasi
a. Ajarkan diet yang
diprogramkan
kepada keluarga
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makanan
b. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

3 D.0130 Hipertermi SLKI 1. Manajemen


berhubungan Termoregulasi (L.14134) Hipertermia (1.15506)
dengan proses Setelah dilakukan Observasi
penyakit : infeksi intervensi keperawatan a. Identifikasi penyebab
oportunistik selama 1x24 jam, hipertermia (infeksi)
diharapkan: b. Monitor suhu tubuh
1. Mengigil (5: menurun) c. Monitor kadar
2. Kejang (5: menurun) elektrolit
3. Suhu tubuh (5: d. Monitor haluaran
membaik) urine
4. Takikardi (5: e. Monitor komplikasi
menurun) akibat hipertermia
5. Takipnea (5: Terapeutik
menurun) a. Sediakan lingkungan
6. Tekanan darah (5: yang dingin
membaik) b. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
c. Berikan cairan oral
d. Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebihan).
e. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher dada,
abdomen, aksila).
f. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin

lxvii
g. Berikan oksigen, bila
perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu.

2. Regulasi Temperatur
(1.14578)
Observasi
a. Monitor suhu bayi
sampai stabil
(36.50C-37.50C)
b. Monitor suhu tubuh
anak tiao dua jam,
jika perlu
c. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
a. Pasang alat
pemantauan suhu
kontinu, jika perlu
b. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi
yang adekuat
c. Hangatkan terlebih
dahulu bahan-bahan
yang akan kontak
dengan anak (mis.
Selimut, kain
bedongan, stetoskop)
d. Hindari meletakan
anak di dekat jendela
terbuka atau di area
aliran pendingin
ruangan atau kipas
angin.
e. Gunakan matras

lxviii
penghangat, selimut
hangat, dan
penghangat ruangan
untuk menaikkan
suhu tubuh, jika
perlu
f. Gunakan kasur
pendingin, water
circulating blankets,
ice pack atau gel pad
dan intravascular
cooling
cathetedzation untuk
menurunkan suhu
tubuh
g. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien.
Edukasi
a. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
b. Jelaskan cara
pencegahan hipertermi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
4 D.0129 Gangguan SLKI Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit/ Integritas Kulit dan 1.11353
jaringan Jaringan (L.14125) 1. Terapeutik
berhubungan Setelah dilakukan a. Ubah posisi tiap 2
dengan penurunan intervensi keperawatan jam jika tirah baring
daya tahan tubuh selama 2x24 jam, b. Bersihkan perineal
diharapkan: dengan air hangat,
1. Elastisitas (5: terutama selama
meningkat) periode diare
2. Hidrasi (5: meningkat) c. Gunakan produk
3. Kerusakan lapisan berbahan ringan atau
kulit (5: menurun) alami dan
4. Suhu kulit (5: hipoalergik pada
membaik) kulit sensitif
5. Tekstur (5: membaik) d. Hindari produk
berbahan dasar
alcohol pada kulit
kering
2. Edukasi
a. Anjurkan keluarga

lxix
memberikan
pelembab dan
minum ASI yang
cukup
b. Anjurkan keluarga
memandikan dan
menggunakan sabun
secukupnya

3.3 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan
untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak
dengan HIV/AIDS adalah :
1. Menjaga fungsi pernafasan.
2. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
3. Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain /
komplikasi.
4. Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ).
5. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan
cairan.
6. Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga
tentang proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan
HIV / AIDS.
7. Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari
penyakitnya dan hospitalisasi.
8. Menjaga keutuhan kulit.
9. Mempertahankan kebersihan mulut.
3.4 Evaluasi
Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap :
1. Mengukur pencapaian tujuan.
2. Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian yang
telah ditetapkan ( RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR , 2000 )

lxx
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun


1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983.
Enam tahun kemudian (1989), AIDS sudah termasuk penyakit yang
mengancam anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian
pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10
detik, karena itu infeksi HIW dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi
akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS (Aquired immuno deficiency syndrom ) merupakan kumpulan
gejala akibat melemahnya daya tahan tubuh sebagai akibat dari infeksi virus
HIV. Virus ini mempunyai sistem kerja menyerang jenis sel darah putih yang
menangkal infeksi. Sehingga pada ornag yang mengidap HIV/AIDS akan
mudah terserang infeksi atau virus dari luar.
Cara paling efektiv dan efisien untuk menanggulangi infeksi HIV pada
anak secara universal adalah dengan mengurangi penularan dan ibu ke
anaknya (mother-to-child-transmision (MTCT )). Upaya pencegahan transmisi
HIV pada anak menurut WHO dilakukan melalui 4 strategi, yaitu :
1. Mencegah penularan HIV pada wanita usia subur
2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV
3. Mencegah penularan HIV dan ibu HIV hamil ke anak yang akan
dilahirkannya dan memberikan dukungan.
4. Layanan dan perawatan berkesinambungan bagi pengidap HIV

4.2 Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman
dan pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan
disamping pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga
keberhasilan dalam tugas dapat dicapai

lxxi
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014a. “Pedoman Pengobatan


Antiretroviral”. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87
Tahun 2014, 1-121. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014b. Pedoman Tatalaksana Infeksi


HIV dan Terapi Antiretroviral pada Anak di Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Nursalam. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:


Salemba Medika.

Ruslie, R. H. 2012. “Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi HIV”. Majalah


Kedokteran Andalas No.1. Vol.36, 11-22.

World Health Organization. 2016. Consolidated Guidelines on the Use of


Antiretroviral Drugs for Treating and Preventing HIV Infection:
Recommendation for a Pubic Health Approach. 2nded. Geneva: WHO

lxxii

Anda mungkin juga menyukai