Anda di halaman 1dari 41

Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil

dengan HIV/AIDS
Kelompok 3, Kelas A

1. Dapid Arian 7. M. Irsal


2. Elih Nurul Hasanah 8. M. WisnuSuryaman
3. Juliana Hidayati 9. N. Aneu Nuraeni
4. Lani Ana Fauziah 10. Palma Alfira
5. Lisna Widiyanti 11. Tirta Budiman
6. Lisnasari
HIV/AIDS
Human immunodeficiency virus(HIV)
adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel
sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau
merusak fungsinya. Tahap yang lebih lanjut
dari infeksi HIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular
HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita
hamil terjadi melalui hubungan seksual
dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV.
Sekitar 80 % penderita AIDS anak-anak
mengalami infeksi prenatal dari ibunya.
Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah
0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3% dan 9,4-
29,6% pada ibu hamil yang biasa
menggunakan narkotika intravena.
Epidemiologi
Berdasarkan data dari UNAIDS,
diperkirakan 34 juta orang terinveksi HIV
diseluruh dunia. Pada Asia Tenggara dan
Selatan terdapat 4 juta orang dewasa dan
anak anak yang terinveksi HIV, diantaranya
kematian orang dewasa dan anak-anak karena
AIDS sebesar 250.000 orang dan 280.000
orang adalah penderita infeksi HIV baru.
Perkembangan HIV positif sampai
tahun 2013
Setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil, perkembangan jumlah
kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan secara
signifikan.
Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang
tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Pathogenesis

• Begitu HIV memasuki tubuh, serum HIV


menjadi positif dalam 10 minggu pertama
pemaparan. Walaupun perubahan serum
secara total asimptomatik, perubahan ini
disertai viremia, respons tipe-influenza
terhadap infeksi HIV awal. Gejala meliputi
demam, malaise, mialgia, mual, diare, nyeri
tenggorok, dan ruam dan dapat menetap
selama dua sampai tiga minggu.
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya
menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai
organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan
mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum
yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai
cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti
menularkan diantaranya semen, cairan vagina
atau servik dan darah penderita. Banyak cara
yang diduga menjadi cara penularan virus HIV,
cara penularan HIV melalui:
1. Transmisi Seksual
Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a. Homoseksual
b. Heteroseksual
2. Transmisi Non Seksual
a. Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi.
b.Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan
dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk
penularan dengan resiko rendah.
Klasifikasi HIV

Limfosit CD4 Kategori A Kategori B Kategori C (AIDS )


(asimtomatis,Infek (Simtomatis)
si akut)
>500 sel/ml A1 B1 C1

200-499 sel/ml A2 B2 C2

<200 sel/ml A3 B3 C3
• Kategori:
A: Sindrom retroviral akut, limfadenopati
generalisata.
B: AIDS related complex, kandidiasis oral,
kelemahan umum, herpes zoster, neuropati
perifer.
C: Kandidiasis esophagus dan pulmonal, karsinoma
serviks, coccidioidomycosis, infeksi
sitomegalovirus, ensefalopati HIV, isosporiosis,
sarcoma jerovici, limfoma maligna, tuberculosis,
pneumonia pneumokistik karinii, salmonellosis.
• Klasifikasi menurut WHO digunakan pada beberapa Negara yang pemeriksaan
limfosit CD4+ tidak tersedia. Menurut WHO, stadium klinis HIV/AIDS dibedakan
menjadi 4 stadium, yaitu:
• Tabel 2. Stadium HIV menurut WHO.
• Stadium Klinis 1
– Asimtomatis
– Limfadenopati persisten generalisata
– Tidak ada penurunan berat badan
– Penampilan/aktivitas fisik skala I: Asimtomatis, aktivitas normal
• Stadium Klinis II
– Penurunan berat badan, tetapi <10% dari berat badan sebelumnya
– Manifestasi mukokutaneus minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur
pada kuku, ulserasi mukosa oral berulang, infeksi atau luka di sudur mulut)
– Herpes zoster, dalam 5 tahun terakhir
– Infeksi berulang pada saluran pernapasan atas (missal: sinusitis bakterial)
– Dengan penampilan/aktivitas fisik skala II: simtomatis, aktivitas normal
• Stadium Klinis III
– Penurunan berat badan >10%
– Diare kronis dengan penyebab tidak jelas, > 1 bulan
– Demam dengan sebab yang tidak jelas (intermittent atau tetap), > 1 bulan
• Stadium Klinis III
– Penurunan berat badan >10%
– Diare kronis dengan penyebab tidak jelas, > 1 bulan
– Demam dengan sebab yang tidak jelas (intermittent atau tetap), > 1 bulan
– Kandidiasis oris
– Oral hairy leukoplakia
– TB Pulmoner, dalam satu tahun terakhir
– Infeksi bacterial berat (missal: pneumonia, piomiositis)
– Dengan penampilan/aktivitas fisik skala III: Lemah, berada di tempat tidur, <50% per hari dalam bulan terakhir
• Stadium Klinis IV
– HIV wasting syndrome
– Ensefalitis Toksoplasmosis
– Diare karena Cryptosporidiosis, > 1 bulan
– Cryptococcosis ekstrapulmoner
– Infeksi virus Sitomegalo
– Infeksi Herpes simpleks > 1 bulan
– Berbagai infeksi jamur berat (histoplasma, coccidioidomycosis)
– Kandidiasis esophagus, trachea atau bronkus
– Mikobakteriosis atypical
– Salmonelosis non tifoid disertai setikemia
– TB, Ekstrapulmoner
– Limfoma maligna
– Sarkoma Jerovici
– Ensefalopati HIV
– Dengan penampilan/aktivitas fisik skala IV: sangat lemah, selalu berada di tempat tidur >50% per hari dalam bulan
terakhir
Gejala-gejala Penyakit HIV/AIDS

• Seseorang yang terkena virus HIV pada awal


permulaan umumnya tidak memberikan tanda
dan gejala yang khas, penderita hanya
mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat
kontak virus HIV tersebut.
Menurut Andy (2011), adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS
diantaranya adalah seperti dibawah ini:

1. Saluran pernafasan.
2. Saluran Pencernaan
3. Berat badan tubuh
4. System Persyarafan
5. System Integument (Jaringan kulit).
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita
Penularan HIV dari Wanita Kepada Bayinya

Penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak bisa


melalui darah, penularan melalui hubungan seks. Penularan dari ibu ke
anak karena wanita yang menderita HIV atau AIDS sebagian besar (85%)
berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi
yang bisa terjadi saat kehamilan (in utero).
• Penularan juga terjadi pada proses persalinan
melalui transfuse fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membrane mukosa bayi dan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Semakin lama proses persalinan semakin
besar resiko, sehingga lama persalinan bisa
dicegah dengan operasi section caesarea.
Transmisi lain terjadi selama periode post
partum melalui ASI, resiko bayi tertular
melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%.
Faktor yang Berperan dalam Penularan Hiv dari Ibu ke Anak
1. Faktor Ibu
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah
virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV
dari ibu ke anak
a. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah
virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV
dari ibu ke anak.

b. Jumlah Sel CD4


Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya. Semakin
rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
c. Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti asam folat, vitamin D, kalsium,
zat besi, mineral selama hamil berdampak bagi kesehatan ibu dan janin akibatntya dapat
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah
virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran reproduksi
lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan
HIV ke bayi.
e. Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka
di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI sehingga tidak
sarankan untuk memberikan ASI kepada bayinya dan bayi dapat disarankandiberikan
susu formula untuk asupan nutrisinya.
2. Faktor Bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
b.Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.
c. Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik
yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah:
a. Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada persalinan melalui bedah
sesar (seksio sesaria)
b. Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak
semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir
ibu.
c. Ketuban pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua
kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan risiko penularan HIV karena
berpotensi melukai ibu
Waktu dan resiko penularan HIV dari ibu ke Anak

saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan
oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi
janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun
kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga
terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke anak
pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui.
Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA
saat hamil diperkirakan sekitar 15-45 %. Risiko penularan 15-30 % terjadi
pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV
sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui.
Pencegahan penularan HIV pada anak

Pencegahan penularan HIV pada wanita dilakukan


secara primer yang mencakup mengubah prilaku seksual
dengan menerapkan prinsip ABC, yakni Abstinence (tidak
melakukan hubungan seksual), Be faithful (setia kepada
pasangan), dan condom (pergunakan kondom jika terpaksa
melakulan hubungan dengan pasangan). Wanita juga
disarankan untuk tidak menggunakan narkoba, terutama
narkoba suntikan dengan pemakaian jarum yang
bergantian, serta pemakaian alat menoreh kulit dan benda
tajam secara bergantian dengan orang laim (misalnya
tindik, tato, silet cukur, dan lain lain). Petugas kesehatan
perlu menerapkan kewaspadaan universal dan
menggunakan darah serta produk darah yang bebas dai HIV
untuk pasien (Nursalam, 2005).
Menurut Depkes RI (2003), WHO
mencanangkan empat strategi untuk mencegah
penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak, yaitu
dengan mencegah jangan sampai wanita trinfeksi
HIV/AIDS, apabila sudah dengan HIV/AIDS dicegah
supaya tidak hamil, apabila sudah hamil
dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada
bayi dan anaknya, namun bila ibu dan anak sudah
terinfeksi maka sebaiknya diberikan dukungan
dan perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
Perawatan Kehamilan, Persalinan, dan Pascasalin

Wanita dengan HIV/AIDS yang hamil harus diberikan


penyuluhan tentang kehamilannya, baik berupa penghentian atau
kelanjutan kehamilan karena adanya risiko tranmisi vertikal
HIV/AIDS dan ibu ke bayi sebesar 25-45%. Pada wanita hamil
diperlukan pemeriksaan awal pada kunjungan pertama meliputi
antibodi toksoplasmosis dan virus sitomegalo, tes mantox, kultur
serviks untuk mengetahui adanya Neiseria gonorrhea dan
Chlamydia trachomatis, HbsAg, VDRL, antigen kriptokokus,
pemeriksaan CD4 setiap 3 bulan (setiap bulan jika <300 m3 )untuk
menentukan apakah pasien perlu diberikan proflaksis terhadap
Pneumocystiscarinii atau Zidovudine. Pengobatan wanita hamil HIV
tidak berbeda dengan wanita tidak hamil karena terapi ARV hanya
sangat sedikit memiliki kemampuan mengganggu janin (Richard,et
al., 1997).
Nutrisi pada Wanita dan Anak dengan HIV/AIDS

Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan


anak-anaknya selain mengurus dirinya sendiri,
sehingga nutrisi pada wanita dengan HIV/AIDS
memerlukan perhatian khusus. Wanita dengan
HIV/AIDS sebaiknya berisitirahat cukup,
melakukan olahraga secara teratur, lebih dari
hanya sekedar jalan kaki, makan makanan yang
sehat, meminum obat tepat waktu, dan
menempatkan kebutuhan diri sendiri pada
prioritas tinggi (HRSA, 2002).
Pemeriksaan Diagnostik

Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat
menunjukkan tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba
mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons antibody
bayi vs.ibu:
1. Hitung darah lengkap (HDL) dan jumlah limfosit total: Bukan diagnostic pada bayi baru lahir
tetapi memberikan data dasar imunologis.
2. EIA atau ELISA dan tes Western Blot: Mungkin positif, tetapi invalid
3. Kultur HIV (dengan sel mononuclear darah perifer dan, bila tersedia, plasma).
4. Tes reaksi rantai polymerase dengan leukosit darah perifer: Mendeteksi DNA viral pada adanya
kuantitas kecil dari sel mononuclear perifer terinfeksi.
5. Antigen p24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi indikatif dari
kemajuan infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada tahap sanagt awal infeksi HIV)
6. Penentuan immunoglobulin G, M, dan A serum kualitatif (IgG, IgN, dan IgA): Bukan diagnostic
pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunoogis.
Diagnosis pada Bayi dan Anak
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal
secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda
AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah
pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala
umum yang ditemukan pada bayi dengan ifeksi HIV adalah
gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis,
atau hepatosplenomegali ( pembesaran hapar dan lien ).
Karena antibody ibu bisa dideteksi pada bayi sampai
bayi berusia 18 bulan, maka tes ELISA dan Western Blot
akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes
ini berdasarkan ada atau tidaknya antibody terhadap virus
HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah
PCR pada dua saat yang berlainan.
Penatalaksanaan

Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang


HIV dan pemberian makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak
rekomendasi WHO untuk pemberian makanan bayi dalam konteks
HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara khusus, telah
dilaporkan bahwaantiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang
terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara signifikan dapat
mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui.
Bukti ini memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang
hidup dengan HIV mungkin dapat memberi makan bayi mereka,
dan bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini.
Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi secara
signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil
tetap tidak terinfeksi HIV.
Prinsip pengobatan untuk infeksi HIV
1. Replikasi HIV yang berlangsung terus menerus menyebabkan sistem imun rusak dan berkembang
menjadi AIDS. Infeksi HIV selalu merugikan dan kesintasan jangka-panjang sejati yang bebas dan
disfungsi sistem imun sagat jarang terjadi.
2. Kadar RNA HIV dalam plasma menunjukkan besarnya replikasi HIV dan berkaitan dengan laju
destruksi limfosit T CD4+ untuk yang terinfeksi oleh HIV, perlu dilakukan pengukuran periodik
berkala kadar RNA HIV plasma dan hitung sel T CD4+ untuk menentukan factor risiko
perkembangan penyakit serta mengetahui saat yang tepat untuk memulali atau memodifikasi
regimen terapi antiretrovirus
3. Karena laju perkembangan penyakit berbeda diantara orang-orang yang terinfeksi HIV, maka
keputusan tentang pengobatan harus disesuaikan orang per orang berdasarkan tingkat risiko
yang ditunjukkan oleh kadar RNA HIV plasma dan hitung sel T CD4+.
4. Pemakaian terapi antiretrovirus kombinasi yang poten untuk menekan replikasi HIV dibawah
kadar yang dapat dideteksi oleh pemeriksaan-pemeriksaan RNA HIV plasma yang sensitive akan
membatasi kemungkinan munculnya varian-varian HIV resisten-penyakit. Karena itu, tujuan
terapi seyogyanya adalah penekanan replikasi HIV semaksimal yang dapat dicapai.
5. Cara paling efektif untuk menekan replikasi virus dalam jangka panjang lama dalah pemberian
secara simultan kombinasi obat-obat anti-HIV yang efektif yang belum pernah diterima oleh
pasien dan tidak memperlihatkan resistensi silang dengan obat antiretrovirus yang pernag
diterima oleh pasien.
Dukungan Sosial Spiritual pada Wanita dan Anak dengan HIV/AIDS

Wanita dan anak perlu diberikan dukungan terhadap


kehilangan dan perubahan mencangkup:
1. Memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan
keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan
mengungkapkan perasaan keluarga,
2. Membangkitkan harga diri wanita dan anak serta
keluarganya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau
mengenang masa lalu yang indah,
3. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi
lainnya,
4. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah,
dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau
oarang lain (Nursalam, et al., 2005).
Manajemen Persalinan
Tata Laksana Persalinan
Sebagian besar bayi tertular infeksi HIV pada saat persalinan, maka cara
persalinan bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV sangat menentukan terjadinya
penularan vertikal. Adanya trauma dan kerusakan pada jaringan tubuh ibu maupun
bayi akan mengakibatkan terjadinya penularan vertikal. Untuk menghindari
penularan vertikal, maka pecah ketuban dini dan penggunaan elektrode kepala
perlu dihindari. Selain itu, jangan melakukan pertolongan persalinan yang
mengakibatkan trauma seperti menggunakan forsep atau vakum untuk persalinan
lama dengan penyulit.
Tatalaksana Postnatal
Setelah melahirkan, ibu sebaiknya menghindari kontak langsung dengan
bayi. Dosis terapi antibiotik profilaksis, ARV dan imunosuportif harus diperiksa
kembali. Indikasi penggunaan infus ZDV adalah kombinasi single dose NVP 200 mg
dengan 3TC 150 mg tiap 12 jam, dan dilanjutkan ZDV/3TC kurang lebih selama 7
hari pospartum untuk mencegah resistensi NVP. Imunisasi MMR dan varicella
zoster juga diindikasikan, jika jumlah limfosit CD4 diatas 200 dan 400. Ibu
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi pada saat berhubungan seksual.
Tatalaksana Neonatal
Semua bayi harus diterapi dengan ARV < 4jam setelah lahir. Kebanyakan bayi
diberikan monoterapi ZDV 2x sehari selama 4 minggu. Jika ibu resisten terhadap
ZDV, obat alternatif bisa diberikan pada kasus bayi lahir dari ibu HIV positif tanpa
indikasi terapi ARV. Tetapi untuk bayi beresiko tinggi terinfeksi HIV, seperti anak
lahir dari ibu yang tidak diobati atau ibu dengan plasma viremia >50 kopi/mL,
HAART tetap menjadi pilihan utama.
Tatalaksana Komplikasi Obstetrik
Komplikasi yang berhubungan dengan HIV sebaiknya dianggap sebagai
penyebab dari penyakit akut pada ibu hamil dengan status HIV tidak diketahui.
Pada keadaan ini, tes diagnostik HIV harus segera dikerjakan. HAART dapat
meningkatkan resiko lahir prematur. Oleh sebab itu, pemilihan dan penggunaan
terapi ARV yang tepat berperan penting dalam hal ini.
Luaran Maternal

• Ketuban Pecah Dini


• Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan
atau dimulainya tanda inpartu. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Resiko
akan lebih besar terjadi pada ibu yang mengalami infeksi sebelum proses
persalinan berlangsung. Infeksi intrauterin asimptomatik merupakan prekursor
tersering terjadinya pecah ketuban.
• Prematuritas
• Persalinan prematur adalah suatu persalinan yang tidak normal dari segi umur
kehamilan. Bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu
ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir) dan sebagian besar bayi prematur
lahir dengan berat badan kurang 2500 gram.
• Perdarahan post partum
• Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi
sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume
perdarahan melebihi dari 500 ml pada pervaginal dan 1000 ml pada
section sesarea. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
untuk menentukan volume perdarahan yang terjadi karena
tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian atau kain alas
tidur. Oleh sebab itu operasional untuk periode pasca persalinan
adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan,
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana
dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti; pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, dan kadar Hb <8
g% dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml
harus segera ditangani secara serius.
• Infeksi Nifas
• Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Infeksi nifas adalah infeksi bakteri
pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu
38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan,
dengan mengecualikan infeksi 24 jam pertama.

Kematian Maternal
• Kematian maternal adalah kematian wanita yang terjadi pada saat
kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak
tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang
berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan
tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan
oleh kecelakaan.

Luaran Neonatal

• Asfiksia Neonatal
• Berat Bayi Lahir
Dalam hal ini infeksi HIV yang diderita ibu berdampak pada berat badan bayi yaitu
berat badan bayi berkemungkinan bayi yang lahir dari ibu yang memakai ART
dilahirkan secara prematur atau memiliki berat badan rendah, tidak lebih tinggi
dibandingkan bayi yang lahir dari ibu yang tidak memakai ART selama kehamilan.
Namun, ibu yang HIV-positif dua kali lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat
badan rendah dibandingkan ibu pada populasi umum.Kematian Neonatal
• Kematian neonatal
Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan keluhan
(subyektif)
4. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnose keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, meningkatnya kebutuhan metabolic,
menurunnya absorbsi zat makanan.
2. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
3. Penurunan kopling keluarga berhubungan dengan
cemas tentang keadaan orang yang dicintai.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi.
Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik
secara aktual, resiko, atau potensial.Kemudian
dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai
berdasarkan NCP.
Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana
keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga
dapat diputuskan apakah intervensi tetap
dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan
yang sebelumnya tidak berhasil

Anda mungkin juga menyukai