Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa jumlah

penderita HIVdi dunia mencapai 34 juta orang. Sekitar 50% di antaranya adalah

perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di wilayah Asia Selatan dan

Tenggara terdapat sekitar 4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Menurut Laporan

Kemajuan Program HIV dan AIDS WHO/SEARO 2011, di wilayah Asia Tenggara

terdapat sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV. Jumlah perempuan yang

terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya

jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya mereka

menularkan pada pasangan seksualnya yang lain. Data estimasi UNAIDS/WHO (2009)

juga memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa

pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut meninggal sebelum ulang tahun

kedua. Sampai dengan tahun 2013, kasus HIV dan AIDS di Indonesia telah tersebar di

368 dari 497 kabupaten/kota (72 %) di seluruh propinsi. Jumlah kasus HIV baru setiap

tahunnya mencapai sekitar 20.000 kasus. Pada tahun 2013 tercatat 29.037 kasus baru,

dengan 26.527 (90,9%) berada pada usia reproduksi (15-49 tahun) dan 12.279 orang di

antaranya adalah perempuan. Kasus AIDS baru pada kelompok ibu rumah tangga sebesar

429 (15%), yang bila hamil berpotensi menularkan infeksi HIV ke bayinya. Lebih dari

90% bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu HIV positif. Penularan tersebut dapat terjadi

pada masa kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui. Pencegahan penularan HIV
dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to-Child HIV Transmission (PMTCT)

merupakan intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak sistem

kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kerusakan

sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit.

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala,

infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya

sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh

dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat

lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang

tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi,

tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal

dan sebagainya.

2.2 ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,

RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang

berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya

afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim

(seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi.


Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human

immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai

retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru

yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan

dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun

wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.                   

2. Orang yang ketagihan obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada

gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes

illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam

hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.


5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

Cara penularan HIV:

1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah

terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat

dicegah.

2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah

tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.

3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang

yang telah terinfeksi.

4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa

kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

Penularan secara perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang

dikandungnya.

2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat

itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari

ibu dapat menular pada bayi.

3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau

juga melalui ASI


4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Manifestasi Klinis Mayor

1) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan

2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.

3) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan

2. Manifestasi Klinis Minor

1) Batuk kronis

2) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans

3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

4) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh

Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem

organ.

 Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari

 Nafsu makan menurun, mual, muntah

 Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%

 Bercak putih dalam rongga mulut → tdk diobati dapat ke esophagus dan

lambung.

 Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.


 Dermatitis seboroik → ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala

dan wajah.

 Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang

menunjukkan HIV pd wanita.

Gejala dan tanda HIV/AIDS menurut WHO:

a. Stadium Klinis I :

1. Asimtomatik (tanpa gejala)

2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe

seluruh tubuh)

3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.

b. Stadium Klinis II :

1. Berat badan berkurang > 10%

2. Diare berkepanjangan > 1 bulan

3. Jamur pada mulut

4. TB Paru

5. Infeksi bakterial berat

6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)

7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)

8. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)

9. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan

terakhir.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,

B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

2.4 PATOFISIOLOGI

Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda

asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun

manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang

terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan humoral dan kekebalan cell-

mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari

mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi” bahkan kemudian dilumpuhkan.

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau

berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel

yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit,

makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera

dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing

tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke

dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV,

ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di


permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang

sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper,

HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV

akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk

membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam

nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari

HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga

menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper.

Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka

HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk

menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada

mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan

mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.

Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV / AIDS

sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang

terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari

suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS karena sering berganti-ganti

pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini

disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu

sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus

plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.

Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada

plasenta selama kehamilan.

b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada

saat itu.

c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.

d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung

berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.

2. Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika

dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal

atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi

maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar

pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat

dipersingkat dengan section caesaria.

Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak

selama proses persalinan adalah:


a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).

b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah

ibu misalnya, episiotomy.

c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.

d. Lamanya robekan membran

3. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.

Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang

menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%

dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI

tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan

kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.

b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu

dan infeksi payudara lainnya.

c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.

d. Status gizi ibu yang buruk

2.5 KOMPLIKASI

1. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,

penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak

putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut

mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan

menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).

2. Neurologik

a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;

AIDS dementia complex).

b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan

berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.

stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon

verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis

spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.

c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,

kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis

ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.

3. Pernafasan

a. Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering ditemukan

pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala: sesak nafas, batuk-

batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat,

sianosis, takipnea dan perubahan status mental).

b. TBC
4. Gastrointestinal

a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk

penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB

awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan

demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat

menjelaskan gejala ini.

b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan

sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,

malabsorbsi, dan dehidrasi.

c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

d. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang

sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-

gatal dan diare.

e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),

batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi

infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare

(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.

f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,

dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan

efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis

seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan

vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum


merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai

deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan

indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat

memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan

mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.

5. Sensorik

a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis

sitomegalovirus berefek kebutaan

b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran

dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,

sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)

b. Western blot (positif)

c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)

d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi

enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.

a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)

b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi

terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)

d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)

e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

2.7 PENATALAKSANAAN

Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan

pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi

yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus

dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.

- Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral

AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.

Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.

- Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system

imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada

prosesnya. Obat-obat ini adalah : a.Didanosine b.Ribavirin c.Diedoxycytidine

d.Recombinant CD 4 dapat larut.

- Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen

tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat

menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang

pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.


- Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan

sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu

fungsi imun.

- Pencegahan

A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak sah

B (Be Faithful): Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual hanya dengan

pasangan yang sah

C (Use Condom): Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual bila

berisiko menularkan/tertular penyakit

D (Don’t use Drugs): Hindari penyalahgunaan narkoba

E (Education): Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dalam

setiap kesempatan

2.8 PENCEGAHAN PENULARAN DARI IBU KE ANAK

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa

dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara

tersebut yaitu:

1.Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang baru

dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah

virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Resiko

penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak
memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh

penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama

satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian

satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT

selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistensi terhadap

nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu

hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistensi ini

juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini

lebih terjangkau di negara berkembang.

2.Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode

ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan

ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%.

Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang

rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau

sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

3.Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu

yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi

terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.


23

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : MS

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Kisaran

Pendidikan : SMA

Pekerjaan :-

Status : Belum menikah

Tgl Masuk : 20 Juni 2018

No RM : 14.24.23

II. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pasien, pada tanggal 20 Juni 2018 di IGD
RSUD HAMS Kisaran.

Keluhan Utama : Demam


Riwayat Penyakit Sekarang

Hal ini telah dialami pasien ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik
turun, demam timbul tidak menentu. Demam disertai dengan menggigil dan berkeringat. Selain
itu pasien juga mengelukan nyeri diperut sebelah kanan atas. Pasien juga mengeluhkan mual dan
muntah sejak 7 hari yang lalu. Muntah berisi apa yang dimakan. Riwayat berpergian ke daerah
endemis malaria disangkal pasien.

BAK (+) normal

BAB (+) mencret, frekuensi 2-3 kali perhari

Riwayat Penyakit Terdahulu

Tidak terdapat penyakit terdahulu.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat hipertensi disangkal.


- Riwayat stroke pada keluarga disangkal.
- Riwayat penyakit jantung dan diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Pengobatan

Tidak terdapat pengobatan serius dan jangka panjang sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis, GCS = 15 (E4V5M6)

Status Gizi : Gizi Baik

Vital Sign (IGD) :

Tekanan Darah : 110/80 mmHg


Frekuensi nadi : 88x / i

Frekuensi nafas : 20x / i

Suhu : 390C

BB : 60 kg

TB : 165 cm

Status Interna

Kepala : Normocephali, tidak terdapat bekas luka/massa

Mata : Mata simetris, sclera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (+/+), reflex
cahaya (+/+), pupil isokor (3mm).

Hidung : Bentuk hidung normal, deviasi septum (-)

Mulut : Sudut mulut simetris, lidah pada posisi netral.

Telinga : Bentuk simetris, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).
TVJ tidak meningkat

Thoraks

 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas jantung: ICS II parasternal dextra

Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra

Batas jantung bawah: ICS V midclavicula sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)


 Pulmo
- Inspeksi : bentuk dan pergerakan hemitoraks kiri sama dengan kanan
- Palpasi : stem fremitus kiri=kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler (+)/(+)

Abdomen

- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Soepel, Hepar, Renal, Lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di hipokondrium
dextra
- Perkusi : Timpani seluruh lapangan perut
- Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Genitalia Eksterna : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada deformitas, oedem (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

Darah Rutin Hasil Nilai Normal

WBC 5.500 4000-10000 uL

RBC 3,68 4.5-5.5 10 ̂ 6/Ul

HGB 9,7 13-16 gr/dl

HCT 28,3 39.0 - 48.0 %

MCV 76,9 80.0 - 97.0 fL

MCH 26,4 27.0 - 33.7 pg

MCHC 34,3 31.5 - 35.0 dL

PLT 196.000 100000-300000 uL


V. RESUME

Pada tanggal 20 Juni 2018, datang seorang pasien diantar oleh keluarga dengan keluhan
utama demam. Hal ini telah dialami pasien ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat
naik turun, demam timbul tidak menentu. Demam disertai dengan menggigil dan berkeringat.
Selain itu pasien juga mengelukan nyeri diperut sebelah kanan atas. Pasien juga mengeluhkan
mual dan muntah sejak 7 hari yang lalu. Muntah berisi apa yang dimakan.

BAK (+) normal

BAB (+) mencret, frekuensi 2-3 kali perhari

Pada pemeriksaan fisik ditemukan, kesadaran: compos mentis, tekanan darah : 110/80
mmHg, frekuensi nadi : 88x/i, frekuensi nafas: 20x /i, suhu : 390C. Conjunctiva anemis (+)

Pada pemeriksaan interna ditemukan nyeri tekan pada perut kanan atas.

VI. DIAGNOSA BANDING

- Observasi febris e.c Malaria

- Observasi febris e.c Thypoid Fever

VII. DIAGNOSA

Observasi febris e.c Malaria

VIII. TERAPI

- Bed rest
- Diet MB
- IVFD RL 20 gtt/I (macro)
- Inj. Ceftriaxone 1gr/IV/12 jam
- Inj. Novalgin 1 ampul/IV/8jam
- Inj. Ranitidin 1 ampul/IV/12 jam
- New Diatab 3x2 tab

Anda mungkin juga menyukai