Latar Belakang
Jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Tahun 2016 jumlah kasus HIV dilaporkan
sebanyak 41.250 kasus dan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sedikit
meningkat dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 7.491 kasus. Secara
kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2016 sebanyak 86.780 kasus
(Kementerian Kesehatan RI, 2017). Persentase HIV dan AIDS di
Indonesia tahun 2017 tercatat dari triwulan 1 (yaitu dari bulan januari
hingga Maret) dengan jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan
sampai dengan Maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Dan jumlah
kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2017 sebanyak
87.453 orang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah HIV/AIDS itu?
2. Apakah tanda dan gejala HIV/AIDS?
3. Bagaimana HIV/AIDS dapat di tularkan?
4. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?
5. Bagaimana kajian hidup sehat pada ODHIV?
C. Tujuan
1. Menjelaskan apa itu HIV/AIDS
2. Menjelaskan tanda dan gejala HIV/AIDS
3. Menjelaskan bagaimana HIV/AIDS dapat di tularkan
4. Menjelaskan pencegahan HIV/AIDS
5. Menjelaskan kajian hidup sehat pada ODHIV
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS
Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Masing-masing tipe terbagi lagi menjadi beberapa subtipe. Pada banyak
kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90% di antaranya adalah
HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang
sebagian kecil individu, terutama di Afrika Barat.
Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama
bila seseorang tertular lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan
superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi kurang dari 4% penderita
HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama setelah
terinfeksi.
Tanda dan Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah
tahap infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang
terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi
membentuk antibodi untuk melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena
gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan
kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini jumlah virus di aliran darah
cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi pada
tahap ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung
hingga beberapa minggu, yang meliputi:
1. Demam hingga menggigil.
2. Muncul ruam di kulit.
3. Muntah.
4. Nyeri pada sendi dan otot.
5. Pembengkakan kelenjar getah bening.
6. Sakit kepala.
7. Sakit perut.
8. Sakit tenggorokan dan sariawan.
Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten
dapat berlangsung hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus
HIV semakin berkembang dan merusak kekebalan tubuh.
Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak
merasakan gejala apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita
lainnya mengalami sejumlah gejala, seperti:
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin
berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu
AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah
rusak parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain.
C. Penularan HIV/AIDS
D. Pencegahan HIV/AIDS
Sampai saat ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi HIV. Meskipun
demikian, infeksi dapat dicegah dengan beberapa langkah berikut:
Gunakan kondom yang baru tiap berhubungan seks, baik seks melalui
vagina atau melalui dubur. Bila memilih kondom dengan pelumas,
pastikan pelumas yang berbahan dasar air. Hindari kondom dengan
pelumas yang berbahan dasar minyak, karena dapat membuat kondom
bocor. Untuk seks oral, gunakan kondom yang tidak berpelumas.
Beri tahu pasangan bila Anda positif HIV, agar pasangan Anda menjalani
tes HIV.
Segera ke dokter bila menduga baru saja terinfeksi virus HIV, misalnya karena
berhubungan seks dengan penderita HIV. Dokter dapat meresepkan obat post-
exposure prophylaxis (PEP), untuk dikonsumsi selama 28 hari. Obat PEP adalah
kombinasi 3 obat antiretroviral, yang dapat mencegah perkembangan infeksi
HIV. Meskipun demikian, terapi dengan PEP harus dimulai maksimal 3 hari
setelah infeksi virus terjadi.
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) rentan terkena penyakit infeksi,
stres, dan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengganggu kualitas hidup.
Meski demikian, hal tersebut tidak seharusnya menjadi halangan bagi para
ODHA untuk bisa menjalani hidup yang produktif dan sehat.
HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Jika dibiarkan tanpa
penanganan, infeksi HIV dapat berkembang menjadi AIDS yang sangat
berbahaya.
Oleh karena itu, agar dapat menjalani hidup dengan sehat dan mencegah
penularan virus ke orang lain, penderita HIV/AIDS perlu mengonsumsi obat
ART secara rutin sesuai dosis dan petunjuk yang telah disarankan dokter.
Tidak hanya itu, pastikan makanan sudah dibersihkan dan dimasak hingga
matang sebelum dikonsumsi. Karena sistem kekebalan tubuhnya yang lebih
lemah, penderita HIV/AIDS rentan mengalami infeksi jika mengonsumsi
makanan yang tidak bersih, dimasak setengah matang, atau mengonsumsi
makanan mentah.
4. Rutin Berolahraga
Olahraga dapat meningkatkan kekuatan, ketahanan, dan kebugaran tubuh,
sekaligus membantu sistem kekebalan tubuh bekerja lebih baik dalam melawan
infeksi. Berjalan santai, bersepeda, atau jogging selama 20-30 menit, setidaknya
3 kali dalam seminggu, dapat menjadi pilihan olahraga yang baik bagi penderita
HIV/AIDS.
6. Melengkapi imunisasi
Mengingat bahwa virus HIV dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh dan membuat penderitanya rentan terkena penyakit infeksi,
maka imunisasi merupakan salah satu langkah penting yang perlu
dijalani oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS.
7. Mengurangi stress
Hidup dengan HIV/AIDS tidaklah mudah. Selain rentan sakit,
penderita HIV/AIDS pun tak jarang mengalami tekanan batin dan
stres yang berat. Bahkan tak sedikit ODHA yang hidup dengan
gangguan mental, seperti depresi dan gangguan cemas. Oleh
karena itu, penting bagi ODHA untuk memiliki teman, kerabat,
atau komunitas yang dapat memberi dukungan emosional.
Selain itu, penderita HIV/AIDS juga perlu mengurangi stres dan tidur yang
cukup, guna mencegah semakin lemahnya sistem kekebalan tubuh. Apabila
diperlukan, ODHA bisa selalu berkonsultasi dengan dokter untuk menjalani
sesi konseling (VCT).
http://repository.unimus.ac.id/2643/3/BAB%20II.pdf
https://www.alodokter.com/hiv-aids/gejala
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2238/3/BAB%20II.pdf