Anda di halaman 1dari 18

PERAN DAN FUNGSI KPK

LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN KPK


• UU nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana yang
mengantikan hukum acara pidana yang termuat dalam HIR
(Herzien Inlandsch Reglemen) Staatsblad 1941 nomor 44,
telah ditentukan para pejabat penegak hukum yang terlibat
dalam proses pelaksanaan hukum acara pidana beserta dengan
fungsi,tugas dan wewenang masing-masing dalam rangka
menciptakan tegaknya hukum,keadilan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia,ketertiban dan kepastian
hukum dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Pejabat penegak hukum tersebut terdiri dari :
Pejabat
penegak
Hukum

Hakim
(yang
melaksanakan
proses peradilan)

Jaksa atau Kepolisian


kejaksaan (Penyelidik,Pe
(Penuntut Umum) nyidik)
• Dalam KUHP tidak terdapat ketentuan yang secara eksplisit yang
menyebut tentang pejabat yang melaksanakan ketentuan yang berkaitan
dengan hukum acara pidana khusus,dengan tugas dan wewenangnya secara
spesifik. Namun dengan melihat dan memperhatikan Bab XXI tentang
ketentuan peralihan pada pasal 284 ayat (2) KUHP :
“Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan maka
terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang
ini,dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus
acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu,sampai
ada perubahan dan/atau dinyatakan tidak berlaku lagi.”
Maka aturan ini menjadi dasar diberlakukannya ketentuan yang terdapat
dalam undang-undang khusus yang berada diluar KUHP, dan salah satu
aturan undang-undang khusus adalah “aturan undang-undang khusus
yang mengatur tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
sebagaimana telah diatur dalam undang-undang RI nomor 31 tahun 1999
yang telah dirubah dengan UU 20 tahun 2001
• KPK dibentuk melalui undang undang khusus yaitu undang undang nomor
30 tahun 2002 tentang “Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
dengan di dasarkan atas pertimbangan sbb :
1. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum
dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, pemberantasan tindak
pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif dan
berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara,
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional.
2. Lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi
belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3. Penegak hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang di
lakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai
hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar
biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai
kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun
dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya
dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, serta
berkesinambungan.
• Kehadiran atau keberadaan lembaga seperti “Komisi
Pemberantasan Korupsi” telah diwajibkan berdasarkan
konvensi PBB mengenai antikorupsi, berdasarkan resolusi
mejelis umum no.58/4 tanggal 31 Oktober2003 sebagaimana
termaktum pada pasal 36 yang menyatakan :
“Setiap negara peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistim
hukumnya, menjamin keberadaan suatu badan atau badan-badan atau
orang-orang yang memiliki keahlian khusus dalam memberantas korupsi
melalui penegakan hukum. Badan atau badan-badan atau orang-orang
tersebutwajib diberikan kemandirian yang di perlukan, sesuai prinsip-
prinsip dasar sistim hukum dari negara peserta yang bersangkutan, agar
dapat melaksanakan fungsi-fungsi mereka secara efektif dan tanpa
pengaruh apapun yang tidak semestinya. Orang-orang tersebut atau staf
dari badan-badan tersebut harus mendapatkan pelatihan dan sumber-
sumber dana yang sesuai untuk melaksanakan tugas-tugas mereka.”
• KPK berfungsi sebagai trigger mechanism, yang berarti
mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan
korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya
menjadi lebih efektif dan efisien. Komisi Pemberantasan
Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi.
KPK dalam melaksanakan tugasnya memberantasan korupsi, harus
berdasarkan pada asas-asas sebagai berikut :
• “Kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan menjalankan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
• “Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
• “Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
• “Kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
• “Proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas,
wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komisi pemberantasan korupsi mempunyai tugas
sebagai berikut:
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang didalam melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b.  Supervisi terhadap instansi yang berwenang didalam melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c.  Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
pemberantasan tindak pidana korupsi;
d.  Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;
e. Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan
Negara.
Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi diantaranya adalah sebagai
berikut :

• Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau


penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang
berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam
melaksanakan pelayanan publik.
• Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh
kepolisian atau kejaksaan.
• Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau
penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh
berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya
permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
• Penyerahan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain
yang diperlukan dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara
penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada
saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibukota Negara
Republik Indonesia dan Wilayah kerjanya meliputi seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia. Komisi Pemberantasan
Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari:
a. Pemimpin Komisi pemberantasan korupsi yang terdiri atas lima
anggota Komisi pemberantasan korupsi;
b. Tim penasihat terdiri dari atas empat anggota;
c. Pegawai Komisi pemberantasan korupsi sebagai pelaksana
tugas. (pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
• Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, peyidikan,
dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik,
penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(pasal 38 ayat (1)).
penyelidikan, peyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penyelidikan
• Penyelidik adalah penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi
yang diangkat dan diberhentikan oleh komisi pemberantasan
korupsi (pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
Penyelidik melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi.
Jika penyelidik dalam melaksanakan penyelidikan menemukan bukti
permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam
waktu paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal
ditemukan bukti permulaan yang cukup, penyelidikan melaporkan
kepada komisi pemberantasan korupsi. Dalam hal Komisi
Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut
diteruskan, komisi pemberantasan korupsi melaksanakan
penyelidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut
kepada penyidik atau kejaksaan.
•  Penyidikan
Penyidikan adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan
oleh KPK berdasarkan (pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002). Penyidik wajib membuat berita acara penyitaan pada hari
penyitaan yang memuat:
a. Nama, jenis, dan jumlah barang atau benda berharga lain yang disita;
      

b. Keterangan tempat, waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan


     

penyitaan;
c. Keterangan mengenai pemilik atau menguasai barang atau benda-benda
      

lain;
d. Tanda tangan dan identitas penyidik yang melakukan penyitaan;
     

e. Tanda tangan dan identitas dari pemilik atau orang yang menguasai
      

barang tersebut.
Selain berita acara, penyitaan disampaikan kepada tersangka atau
keluarganya.
Penuntutan
Pununtut adalah penuntut umum pada Komisi
Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan
diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penuntut adalah jaksa penuntut umum, setelah
menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14
(empat belas) hari kerja wajib melimpahkan berkas
perkara tersebut kepada Pengadilan negeri.
• Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan
Perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus oleh pengadilan
tindak pidana korupsi dalam waktu 90 (Sembilan puluh) hari kerja sejak
perkara dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi. Pemeriksaan
perkara dilakukan oleh majelis hakim berjumlah 5 (lima) orang yang
terdiri atas 2 (dua) orang hakim pengadilan negeri dan 3 (tiga) orang
hakim ad hoc.
Dalam hal putusan pengadilan tindak pidana korupsi dimohonkan
banding ke pengadilan tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak berkas
perkara di terima oleh pengadilan tinggi.
Dalam hal putusan pengadilan tinggi tindak pidana korupsi dimohonkan
kasasi kepada Mahkamah Agung, perkara tersebut di periksa dan
diputus dalam jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung.
KESIMPULAN :
KPK berkedudukan sebagai lembaga Negara bantu dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia. KPK memiliki tugas utama yaitu
 memberantas korupsi di Indonesia, telah dijalankan dengan
menangkap beberapa pelaku tindak pidana korupsi baik dari
kalangan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun kadangkala
peran KPK dalam penegakan hukum pidana menimbulkan pro
dan kontra di masyarakat dan gesekan-gesekan dengan aparat
penegak hukum lainnya. Berdasarkan hal tersebut Pembentuk
Undang-Undang yaitu Presiden RI dan DPR RI harus
memperjelas mekanisme koordinasi anatara KPK dengan
penegak hukum lainnya guna menciptakan penegakan hukum
pidana terhadap tindak pidana korupsi yang berkeadilan bagi
para pihak dan juga bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat

Anda mungkin juga menyukai