Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN TULI PADA ANAK

Nama Kelompok 2 :

1. Rizal Nugroho (106117030)


2. Lintang Retno Rahayu (106117007)
3. Dewi Purnama Sari (106117011)
4. Velyna Okke Sudrajat (106117014)
5. Riyana Safitri (106117031)
6. Fina Karlina Putri (106117033)
7. Alfiana (106117035)

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

PRODI D3 KEPERAWATAN 2A

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN TULI PADA ANAK” ini dengan baik. Makalah in
dipergunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah “KEPERAWATAN ANAK” di
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap. Oleh karena itu kami sangat
memerlukan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Penulis mengharap dengan adanya makalah ini dapat memperluas wawasan kita
tentang “ASUHAN KEPERAWATAN TULI PADA ANAK”. Semoga makalah
ini menjadi lebih bermanfaat untuk para mahasiswa pada umumnya dan untuk
teman sejawat keperawatan pada khususnya.

Wasalammu’alaikum Wr.Wb

Cilacap, 15 MEI 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total
untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian
berdasarkan tingkat berat pembagiannya yaitu mulai dari gangguan
pendnegaran ringan (20-39Db) , gangguan pendengaran sedang (40-69Db)
, dan gangguan pendengaran berat (70-89Db).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari gangguan pendengaran (tuli)?
2. Apa penyebab dari gangguan pendengaran (tuli)?
3. Bagaimana perjalanan dari gangguan pendengaran (tuli)?
4. Apa saja gejala klinis dari gangguan pendengaran (tuli)?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk memnetukan tuli?
6. Apa saja diagnosa keperawatan gangguan pendengaran (tuli)?
7. Bagaimana pathways dari gangguan pendengaran (tuli)?
C. TUJUAN
Tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit gangguan pendengaran atau tuli
dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan gangguan
pendnegaran atau tuli.
D. MANFAAT
Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien
dengan gangguan pendnegaran atau tuli yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah
yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara didunia. Gangguan
pendengaran adalah hilangnya kemampuan untuk mendengar bunyi dalam
cakupan frekuensi yang normal untuk didengar ( beatrice, 2013).
Gangguan pendengaran dapat mengenai satu atau kedua telinga
sehingga penderitaannya kesulitan mendengar percakapan (WHO 2015)
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai
dengan keterbelakangan mental, gangguan emosional dan gangguan
perkembangan. Umumnya, bayi atau anak yang mengalami gangguan
pendengaran lebih dulu diketahui keluargannya karena keterlambatan
bicaranya. Diperkirakan 0,5-1% bayi baru lahir per seribu kelahiran,
menderita kehilangan pendengaran atau tuli syaraf pada kedua telinga
dengan derajat sedang sampai berat dan menetap. Angka ini diperkirakan
meningkat sampai 1,5-2% per seribu anak umur dibawah 6 tahun. Awal
mula kehilangan pendengaran dapat terjadi setiap saat selama masa bayi.

B. ETIOLOGI
Pada masa sebelum lahir dan setelah lahir disebabkan faktor genetik dan
non genetik. Diperkirakan, 50% kasus gangguan pendengaran pada anak
derajat sedang sampai berat ditentukan secara genetik
1. Gangguan pendengaran genetik bawaan dapat disertai kelainan lain
atau merupakan bagian dari syndrom. Gangguan pendengaran dapat
terjadi bersama dengan kelainan bawaan telinga luar dan mata,
gangguan metabolik, tulang dan otot, kulit, ginjal, dan sistem saraf.
Anak dengan orang tua menderita ketulian keturunan juga beresiko
menderita gangguan pendengaran
2. Penyebab gangguan pendengaran sebelum lahir non genetik terjadi
pada masa kehamilan terutama pada 3 bulan pertama kehamilan.
Setiap gangguan atau kelahiran yang terjadi pada masa tersebut dapat
menyebabkan ketulian pada anak, seperti kekurangan zat gizi, infeksi
bakteri maupun virus yang sering kali berakibat buruk pada bayi yang
akan dilahirkan toksoplasmosis, rubella, cytomegolovirus, herpes dan
sifillis(torchs). Setelah itu, infeksi virus lainnya seperti campak dan
parotitis juga dapat menyebabkan ketulian.
3. Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan
faktor resiko tergangguanya pendengaran atau ketulian seperti lahir
prematur yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan
lahir rendah dan kurang dari 1500 gr, tindakan dengan alat pada
proses kelahiran(ekstrasi vakum, vorsep) hiperbillirubinemia, dan
afiksia berat atau lahir tidak menangis.
Bayi dengan 3 macam faktor resiko tersebut mempunyai
kencederungan ketulian 63x lebih besar dibandingkan bayi yang tidak
punya resiko itu. Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang insentif,
resiko mengalami resiko ketulian 10kali lipat dibanding bayi normal.
Biasanya jenis ketulian yang terjadi akibat faktor sebelum dan setelah
lahir ini adalah tuli saraf dengan derajat ketulian umumnya berat atau
sangat berat pada kedua telinga.
Gangguan pendengaran dapat berdampak besar pada
perkembangan bayi dan anak. Semakin awal gangguan dikenal
hasilnya semakin baik, dengan identifikasi awal melalui scrining
sangat dianjurkan. Namun sayang untuk melakukan deteksi dini pada
seluruh bayi relatif sulit karena butuh waktu lama dan biaya besar.
Karena itu, program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan
anak yang beresiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat
multifokal di area- area endokondral tulang temporal. Secara histologis
proses otosklerosis dibagi menjadi 3 fase, fase otospongiosis ( fase
awal ), fase transisional, dan otosklerosis ( fase lanjut ). Tapi secara
klinis dibagi 2 fase otospongiosis dan otosklerosis.
Pada awalnya terjadi proses spongiosis ( fase hipervaskulerisasi).
Pada fase ini terjadi aktivitas dari selsel osteosit, osteoblas dan histiosit
yang menyebabkan gambaran sponge. Aktivitas osteosit akan
meresorbsi jaringan tulang di sekitar pembuluh darah yang akan
mengakibatkan sekunder vasodilatasi. Pada pemeriksaan otoskopi akan
tampak
gambaran Schwartze sign. Aktivitas osteosit yang meningkat akan
mengurangi jaringan kolagen sehingga tampak gambaran spongiosis.
Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas
secara perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas
sklerotik pada tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini
terjadi pada foramen ovaledi dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan
menjadi kaku dan terjadilah tuli konduksi. Hal ini terjadi karena fiksasi kaki
stapes akan menyebabkan gangguan gerakan stapes sehingga transmisi
gelombang suara ke telinga tengah ( kopling osikule ) terganggu.Jika
foramen ovale juga mengalami sklerotik maka tekanan gelombang suara
menuju telinga dalam ( akustik kopling ) juga terganggu.
Pada fase lanjut tuli koduksi bisa menjadi tuli sensorineural yang
disebabkan karena obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea dan
ligamentum spirale. Hal tersebut bisa juga disebabkan oleh kerusakan outer
hair cell yang disebabkan oleh pelepasan enzim hidrolitik pada lesilesi
spongiosis ke telinga dalam. Masuknya bahan metabolit ke telinga dalam ,
menurunnya vaskularisasi dan penyebaran sklerosis secara langsung ke
telinga dalam yang menghasilkan perubahan kadar elektrolit dan perubahan
biomekanik dari membran basiler juga menjadi penyebab terjadinya tuli
sensorineural. Bagian yang tersering terkena adalah anterior dari foramen
ovaledekat fissula sebelum fenestrum ovale. Jika bagian anterior stapes dan
posterior kaki stapes terkena disebut fiksasi bipolar. Jika hanya kaki stapes
saja disebut biscuit footplate. Jika kaki stapes dan ligamen anulare terkena
disebut obliterasi otosklerosis.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gangguan pendengaran pada bayi sangat sulit diketahui oleh orang tua.
Biasanya, hanya pada ketulian berat yang terjadi pada kedua telinga
yang mampu dicurigai oleh orang tua, sedangkan pada ketulian sedang
dan ringan, sangat jarang. Jika gangguan pendengaran diketahui sejak
dini dan diterapi sebelum usia 6 bulan, maka pada usia 3 tahun anak
akan mempunyai kemampuan berbahasa normal dibandingkan yang
baru diterapi setelah usia 6 bulan.
Bayi baru lahir yang kemungkinan tinggi punya gangguan
pendengaran diantaranya:
1. Ada riwayat keluarga yang punya gangguan menetap
2. Kelainan bentuk telinga, wajah dan kepala
3. Infeksi pada kehamilan toksoplasmosis, rubella, cytomegolovirus,
herpes dan sifillis(torchs).
4. Berat lahir kurang dari 1500 gr
5. Bayi-bayi yang keadaannya mengharuskan perawat dirumah sakit

E. PENATALAKSANA MEDIS
Mayoritas penatalaksanaan otosklerosis ditujukan untuk memperbaiki
gangguan pendengaran. Hanya sebagian kecil yang disertai dengan
gangguan vestibuler yang membutuhkan penanganan yang lebih spesifik
sesuai kausanya.
1. Medikamentosa
Walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium fluoride masih bisa
dipakai untuk terapi suportif. Ion-ion fluoride akan menggantikan
hydroxyl radical yang normal sehingga terbentuk fluroapatite complex
yang lebih stabil dibandingkan hidroxyapatite kristal.
Fluoroapatitecomplex akan menghambat aktivitas osteoklas dan hal ini
dibuktikan dengan pemeriksaan histologis . Disamping itu penggunaan
fluoride juga bisa menghambat progresifitas otosklerosis.
Dosis sodium fluoride antar 20-120 mg/hari. Evaluasi keberhasilan bisa dilihat
dari hilangnya gambaran schwartze sign, kestabilan pendengaran , perbaikan Ct-
scan di kapsul otik.

Efek samping terapi sangat ringan misalnya berupa gejala gastrointestinal seperti
mual-muntah yang bisa dihindari dengan penurunan dosis atau dengan pemberian
kapsul selaput . Pada penderita otosklerosis yang mendapatkan terapi ini 80 %
didapatkan perbaikan keluhan dan tidak memburuknya progresifitas
keluhan.10,12

2. Alat Pembantu Mendengar

Biasanya digunakan pada stadium lanjut otosklerosis yang tidak memenuhi


indikasi untuk operasi Misalnya pada otosklerosis dengan tuli sensorineural
dimana sudah didapatkan kerusakan di koklea yang prognose keberhasilan
operasinya kecil sekali. Pada kasus ini dianjurkan untuk penggunaan alat
pembantu mendengar atau penggunaan BAHA (bone anchored hearing aid) bisa
unilateral atau bilateral. Sedangkan pada kasus dengan tuli sensorineural severe
atau profound bilateral dianjurkan untuk pemasangan koklear implan.

3. Pembedahan

Mayoritas penderita lebih memilih tindakan operasi untuk penatalaksanaan


otosklerosis. Angka keberhasilan operasi cukup baik lebih dari 90% penderita
mendapatkan perbaikan pendengaran dengan air bone gap kurang dari 10 dB.
Prosedur operasi hanya membutuhkan waktu satu hari bisa dengan lokal anstesi
atau general anastesi. Rata- rata operasi dapat selesai dalam 45-60 menit. dengan
vein graft untuk menutup vestibulum sehingga tidak terjadi kebocoran endolimf.
Stapes diganti dengan prostesis dari polietilen. Ada beberapa modifikasi
stapedektomi dengan penggunaan graft dari jaringan lemak atau jaringan ikat dan
penggunaan prostesis dari kawat besi atau dengan menggunakan gelatin sponge
untuk menutup vestibulum.
Operasi sebaiknya dilakukan pada satu telinga setiap kali operasi, telinga
yang gangguan pendengarannya lebih jelek didahulukan. Operasi yang
kedua baru dilaksanakan jika operasi yang pertama berhasil dan hasilnya
permanen. Operasi yang kedua sebaiknya 3-12 bulan setelah operasi
pertama.
Setelah operasi penderita harus tetap kontrol untuk mengevaluasi efek
samping yang terjadi terutama kemungkinan terjadinya koklear sklerosis.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi baik durante operasi atau
post operasi.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d
2. Gangguan perfusi sensori b.d
3. Hambatan komunikasi verbal b.d
4. Hambatan interaksi sosial b.d
5. Hambatan rasa nyaman b.d
6. Gangguan citra tubuh b.d
7. Risiko keterlambatan perkembangan b.d
8. Risiko infeksi b.d
G. PATHWAYS
H. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DX KEP NOC NIC


.
1. Kerusakan
integritas kulit
b.d
2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.a PENINGKATAN
komunikasi 1x24 jam NOC : KOMUNIKASI : KURANG
- Komunikasi mengekspresikan PENDENGARAN
verbal b.d 3.1 Lakukan atau atur
1. Menggunakan pengkajian dan skrining rutin
bahasa lisan : terkait dengan fungsi
vokal pendengaran
2. Kejelasan 3.2 Gunakan suara yang
berbicara rendah dan lebih dalam ketika
3. Mengarahkan berbicara
pesan pada 3.3 Bantu pasien atau
penerima yang keluarga untuk memperoleh
tepat perangkat dan alat bantu
Ket : pendengaran
1 : sangat terganggu
2 : banyak terganggu
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu

3. Hambatan NOC: ADAPTASI TERHADAP DISABILITAS FISIK NIC:PENINGKATAN


interaksi sosial NO INDIKATOR IR ER KOMUNIKASI: KURANG
1. Menyampaikan PENDENGARAN.
b.d secara lisan 1.1. Monitor akumulasi serum
kempampuan yang berlebih
untuk 1.2. Bersihkan serum dengan
memyesuaikan menggunakan ujung kain
terhadap lap yang dipelintir sambil
disabilitas menurunkan daun telinga
2. Beradaptasi 1.3. Gunakan gerakan tubuh
terhadap bila diperlukan
1.4. Tahan diri untuk berteriak
keterbatasan pada pasien
secara fungsional 1.5. Lepaskan dan masukan
3. Menggunakan alat bantu dengar dengan
strategi untuk benar
mengurangi stres
yang
eberhubungan
dengan disabilitas
4. Menggunakan
sumber-sumber
komunikasi
5. Menggunakan
sistem dukungan
personal
6. Melaporkan
peningkatan dalam
kenyamanan
pisikologis
Keterangan:
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Dilakukan secara konsisten
4. Hambatan rasa NOC: STATUS KENYAMANA FISIK. Teknik menenangkan: 1.1.
nyaman b.d NO INDIKATOR IR ER berada di sisi klien 1.2.
1. Sesak nafas yakinkan keselamatan dan
keamanan klien
2. Perasaan sulit
1.3 peluk dan beri
bernafas
kenyamanan pada bayi
3. Nyeri otot
1.4. siapkan dot untuk bayi
4. Mual atau anak dengan tepat
5. Muntah 1.5. instruksikan pada klien
6. Konstipasi teknik menenangkan pada
Keterangan : bayi (misalnya bicay=ra pada
1. Berat bayi,memegang pinggang
2. Cukup berat bayi,memegang
3. Sedang lengan,memeluk dan
4. Ringan menggoyangkan tubuh bayi)
5. Tidak ada

5. Gangguan citra NOC: Citra tubuh 5.A.Peingkatan citra tubuh


tubuh b.d NO INDIKATOR IR ER 5.1.Tentukan harapan citra
diri sendiri pasien didasarkan
pada tahap perkembangan
5.2.Gunakan bimbingan
antisipasif menyiapkan pasien
1. Gambaran internatal terkait dengan perubahan-
diri perubahan citra tubuh yang
2. Kesesuaian antara telah prediksikan
realitas tubuh dan
5.3.Tentukan jika terdapat
ideal dengan
perasaan tidak suka terhadap
penampilan
karakteristik khusus yang
Deskripsi bagian
menciptakan disfungsi
3. tubuh yang terkena
paralisis sosial untuk remaja
(dampak)
dan kelompokkan dengan
Sikap terhadap
risiko tinggi orang lain
menyentuh bagian
4. tubuh yang terkena
(dampak)
Kepuasan dengan
penampilan tubuh

Ket :
1.Tidak pernah positif
2.jarang positif
3.kadang-kadang positif
4.sering positif
5.konsisten positif
7. Risiko NOC: Pertumbuhan 6.A.Peningkatan
keterlambatan perkembangan anak dan
Indikator IR ER
perkembangan remaja
b.d Persentil BB 6.1.Kaji faktor penyebab
berdasarkan jenis gangguan perkembangan anak
kelamin 6.2.Identifikasi dan gunakan
Persentil BB sumber pendidikan untuk
berdasarkan umur memfasilitasi perkembangan
Persentil BB anak yang optimal
berdasaekan TB 6.3.Berikan perawatan yang

Berat Badan konsisten


6.4.Tingkatkan komunikasi
Tinggi Badan
verbal dan stimulasi taktil
Persentil tinggi/
6.5.Dorong anak untuk
panjang badan
melakukan sosialisai dengan
berdasarkan umur
kelompok
Persentil tinggi / 6.6.Ciptakan lingkungan yang
panjaang badan aman
berdasarkan jenis 6.B.Manajemen Nutrisi
kelamin 6.7.Kaji keadekuatan asupan
Persentil lingkar kepala nutrisi ( misalkan kalori, zat
berdasarkan umur gizi )
6.8.Pantau kecenderungan
Indeks massa tubuh
kenaikan dan penurunan BB
Mean massa tubuh
6.9.Tentukan makanan yang
disukai anak
Ket :
1.Deviasi berat
2.Deviasi yang cukup besar dari kisaran
normal

3.Deviasi sedang
4.Deviasi ringan
5 .Tidak ada deviasi
8. Risiko infeksi Keparan nyeri 8.A.Kontrol infeksi
b.d NO INDIKATOR IR ER 8.1.Bersihkan lingkungan
1. Kemerahan dengan baik setelah digunakan
2. Nyeri setiap pasien
Ket :
1.Berat 8.2.ajarkan pasien dan
2.Cukup berat anggota kelurga mengenai
3.Sedang bagaimana menghindari
4.Ringan infeksi
5.Tidak ada
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi Dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Penerbit Mediaction

Nurjanna. 2013. Nursing Outcomes Clasification ( NOC ). Yogyakarta : Moco


Media
Nurjannah. 2013. Nursing Interventions Clasification (NIC ). Yogyakarta : Moco
Media

Anda mungkin juga menyukai