Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LABIOPALATOPZIKIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 2
Dosen Pengampu : Ika Arum Dewi Satiti, S.Kep., Ners, M.Biomed

Disusun Oleh :
AURANY UMI JAMALIHA
211314201792

S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2023
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"Labiopalatopzikis" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 2. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang penyakit pada anak bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ika Arum selaku Dosen
Mata Kuliah Keperawatan Anak 2. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Malang, 5 Oktober 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Labiopalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk
menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21).
Berdasarkan Asian Congress of Oral dan Maxillofacial Surgeons (ACOMS)
ke-10 yang dilaksanakan di Kuta, Bali pada 15-18 November 2012 didapati
bahwa penderita kelainan labiopalatoskisis di Indonesia setiap tahun bertambah
rata-rata 7500 orang yang mana kira-kira dijumpai I anak yang menderita
labiopalatoskisis dari sekitar 700 kelahiran anak di Indonesia. (Antara News,
2012). Sementara itu di Banyumas sendiri terdapat 117 kasus pada tahun 2013,
86 kasus pada tahun 2014, 45 kasus pada tahun 2015 dan terakhir sekitar 110
kasus pada tahun 2016. (Satelitpost,2016).

B. Tujuan
Dari latar belakang diatas tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk
mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan
Labiopalatopzikis.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi
bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya
gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya
proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan
terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan,
trauma dan factor genetic.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-
12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan
pendengaran.

2. Etiologi
a) Faktor genetik atau keturunan
Dimana genetik dalam kromosom yang mempengaruhi dapat terjadi karena
adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex
(kromsom 1 s/d 22) dan satu pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau
sindroma patau9 dimana ada tiga untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal
seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan
berat pada perkembangan otak, jantung dan ginjal. Namun kelainan ini sangat
jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b) Kurangnya nutrisi saat hamil contohnya defisiensi Zn dan B6, Vitamin C pada
waktu hamil, kekurangan asam folat.
c) Pengaruh obat teratagonik, termasuk Jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
d) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
e) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi
Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan Klamida.
f) Multifaktoral dan mutasi genetik.
g) Diplasia ektodermal

3. Klasifikasi
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
a. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
b. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen
Insisivum
c. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi
d. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi

4. Prevalensi
Kejadian bibir sumbing mencapai 1:700 per angka kelahiran hidup. Benua
Asia dan Amerika, memiliki angka kejadian bibir sumbing tertinggi, yang
mencapai 1:500 per angka kelahiran hidup, sedangkan Benua Eropa, mencapai
1:1.000 per angka kelahiran hidup, dan Benua Afrika mencapai 1:2.500 per
angka kelahiran hidup. Kejadian bibir sumbing di Indonesia, selalu bertambah
3.000-6.000 kejadian setiap tahun. Prevalensi nasional untuk kejadian bibir
sumbing mencapai 2,4 %. Hasil Riskesdas 2007, prevalensi nasional bibir
sumbing adalah 0,2% (berdasarkan keluhan responden atau observasi
wawancara), dan menurut laporan Riskesdas Tahun 2010 dikumpulkan data
kecacatan pada anak usia 24-59 bulan. Pada umumnya faktor genetik menjadi
salah satu penyebab utama kelainan sumbing. Jika keluarga memiliki satu anak
yang terkena kelainan sumbing atau riwayat orang tua dengan bibir dan langit-
langit sumbing, risiko anak pada kehamilan berikutnya adalah 4%. Jika dua
anak sebelumnya memiliki bibir dan langit-langit sumbing, risiko meningkat
menjadi 9%, dan jika salah satu orang tua dan satu anak sebelumnya terkena,
resikonya menjadi 17%.

5. Pathway
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin dapat dialami oleh bayi yang
menderita bibir sumbing adalah:
a) Gangguan pendengaran
b) Gangguan pertumbuhan gigi
c) Kesulitan mengisap ASI
d) Kesulitan berbicara atau berkomunikasi nantinya
e) Kekurangan gizi
Karena labiopalatoskisis dapat mengganggu pertumbuhan anatomi nasofaring
dan sering mengakibatkan pula terjadinya ostitis media, conge, serta gangguan
pendengaran maka kerja sama dengan pihak THT sangat diperlukan.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan bibir sumbing bertujuan untuk memperbaiki kemampuan makan
dan minum anak, memaksimalkan kemampuan bicara dan mendengar, serta
memperbaiki tampilan wajah. Bibir sumbing bisa ditangani dengan melakukan
beberapa kali operasi. Hal ini tergantung pada luas dan lebar dari sumbing
yang dialami oleh anak. Operasi pertama biasanya akan dilakukan saat bayi
berusia 3 bulan dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi
oral pada saluran napas dan sistemik.
Tahapan operasi :
1) OPERASI PERTAMA adalah operasi bibir sumbing. Operasi ini bertujuan
untuk memperbaiki bibir sumbing dan menutup celah bibir. Operasi ini
dilakukan saat bayi berusia antara 3–6 bulan. Dokter akan membuat
sayatan pada kedua sisi celah dan membuat lipatan jaringan yang
kemudian disatukan dengan cara dijahit.
2) OPERASI KEDUA adalah operasi langit-langit sumbing. Operasi kedua ini
bertujuan untuk menutup celah dan memperbaiki langit-langit mulut,
mencegah penumpukan cairan di telinga tengah, serta membantu
perkembangan gigi dan tulang wajah. Dokter akan membuat sayatan pada
kedua sisi celah dan menata ulang posisi jaringan dan otot langit-langit
mulut, kemudian dijahit. Operasi langit-langit sumbing disarankan untuk
dilakukan pada saat bayi berusia 6–18 bulan. Setelah itu, operasi lanjutan
untuk langit-langit sumbing dapat dilakukan pada usia 8–12 tahun. Operasi
lanjutan dilakukan dengan mencangkok tulang untuk langit-langit agar
mendukung struktur rahang atas dan artikulasi bicara. Jika anak mengalami
gangguan pada telinga, akan dilakukan operasi ketiga.
3) OPERASI KETIGA adalah operasi pemasangan tabung telinga. Untuk
anak-anak dengan langit-langit sumbing, tabung telinga dipasang pada usia
6 bulan. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi risiko penurunan
pendengaran dan dapat dilakukan bersamaan dengan operasi bibir
sumbing atau operasi langit-langit sumbing.
4) OPERASI KEEMPAT adalah operasi untuk memperbaiki penampilan.
Operasi tambahan ini mungkin diperlukan untuk memperbaiki penampilan
mulut, bibir, dan hidung. Operasi ini dapat dilakukan saat anak menginjak
usia remaja sampai menjelang dewasa.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Selain operasi, ada pengobatan atau terapi tambahan yang dapat diberikan
kepada pasien anak dengan labiopalatopzikis. Jenis pengobatan dan terapi
yang dilakukan akan disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki oleh anak.
Beberapa jenis terapi dan pengobatan tambahan yang bisa diberikan adalah:
1) Pengobatan untuk infeksi telinga
2) Pengobatan ortodontik, seperti pemasangan kawat gigi
3) Melakukan terapi bicara untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara
4) Memberikan alat bantu dengar untuk anak yang kehilangan pendengaran
5) Mengajarkan cara memberi anak makan atau menggunakan alat makan
khusus
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Identitas
Pasien adalah bayi perempuan bernama “A” usia 4 bulan, pasien
beragama islam, pasien merupakan anak pertama dari Tn. M usia 33 tahun dan
Ny. L usia 33 tahun, pasien tinggal di Raya Kalirungkut 138 Surabaya, orang
tua pasien beragama islam dan pekerjaan ayah guru SMP dan ibu pekerjaan
ibu rumah tangga, pasien datang ke puskesmas 28 April 2021 pukul 10.00 WIB.
2) Keluhan Utama
Anaknya terkena bibir sumbing sejak lahir, ibu pasien meminta rujukan ke
rumah sakit agar pasien segera dioperasi.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan anakanya terkena bibir sumbing sejak lahir 01
Januari 2021 saat dibawa ke Puskesmas Kalirungkut 28 April 2021, ibu klien
minta pada pihak puskesmas untuk meminta rujukan ke rumah sakit agar
anaknya segera di operasi, saat pengkajian ibu klien tampak cemas dan
bingung bagaimana cara menyusui anaknya dan berkata tidak tahu apa yang
harus dilakukan setelah anak dibawa pulang ke rumah.
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Prenatal Care : Selama hamil ibu tidak pernah control ke rumah sakit.
Ibu pasien merasa mual dan muntah di trisemester I.
b. Natal Care : Pasien lahir pada kehamilan 39 minggu(9 bulan) dengan
kelahiran spontan . BB 3,400 gram dan PJ 51cm. ibu pasien
melahirkan di rumah dibantu dukun beranak.
c. Postnatal Care : Keadaan bayi mengalami bibir sumbing sejak lahir. Ibu
tampak cemas karena tidak mengetahui penyebab anaknya mengalami
bibir sumbing.
5) Kebutuhan Dasar
a. Pola Nutrisi
Ibu pasien mengungkapkan saat di rumah pasien diberi susu formula
dengan sendok, jika diberi ASI tampak sulit menghisap, anak setiap hari
menghabiskan 100ml sekali minum
b. Pola Tidur
Pasien tidur ± 9-10 jam sehari namun sering terbangun saat malam karena
lapar, tidur siang ± 2 jam.
c. Pola Aktivitas/Bermain
Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuannya dengan aktif
Pasien suka mainan yang menimbulkan bunyi
d. Pola Eliminasi
BAB 2x sehari warna kuning konsistensi lembek berbau khas, BAK 6-7x
perhari warna kuning jernih berbau khas.
e. Pola Kognitif Perseptual
Pasien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan jelas,
menengok bila dipanggil
f. Pola Koping Toleransi Stress
Ibu pasien mengatakan pasien mampu berinteraksi dengan lingkunganny
6) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan Rambut : Kepala tidak terdapat benjolan, bentuk kepala bulat
merata Rambut tipis, warna hitam, lurus
b. Muka : Bersih, warna kuning langsat, simetris
c. Mata : Simetris, tidak ada kotoran, sclera putih
d. Telinga ; Simetris, tidak ada alat bantu pendengaran, dan bersih
e. Hidung : Tidak ada pengeluaran cairan, terdapat celah di lubang sebelah
kiri
f. Mulut :Adanya kelainan labiopalatoschizis
g. Leher ; Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
h. Dada : Simetris, tidak ada retraksi saat nafas, tidak ada suara tambahan
i. Abdomen : Perut tidak kembung, Lingkar perut : 45cm
j. Kulit : Warna kuning langsat, turgor kuli baik
k. Genetalia : Anus normal, pasien memakai pempes
l. Musculoskeletal : Pasien dapat bergerak bebas
m. Pemeriksaan Neurologi :
 Nervus I (olfaktorius) : pasien dapat mencium aroma makanan,
 Nervus II (optikus) : pasian dapat melihat dan merespon pada
benda yang di lihat
 Nervus III (okulomotoris) pupil bulat isokor, diameter 2mm reflek
cahaya (+)
 Nervus IV (troklearis) : lapang pandang luas, pasien dapat
menggerakkan bola mata keatas dan kebawah.
 Nervus V (abduscent): pasien dapat menggerakkan bola mata ke
samping kanan dan kiri.
 Nervus VI (trigeminus) : pasien dapat berkedip.
 Nervus VII (fasialis): tampak bercak putih pada lidah pasien.
 Nervus VIII (vestibulochoclearis): pasien dapat mendengar
rangsangan suara.
 Nervus IX (glosofaringeus) : pasien mengalami kesulitan menghisap
 Nervus X (Vagus): pasien tidak mengalami kelainan pada jantung
dan pencernaan
 Nervus XI (aksesorius): otot dapat berkontraksi melawan gravitasi
(mengangkat).
 Nervus XII (hipoglosus): pasien dapat menggerakkan lidah.
n. Antropometri :
 Lingkar kepala : 39 cm
 Lingkar dada : 29 cm
 Berat badan : 2.400 gram
 Panjang badan : 51 cm
 Lingkar lengan atas : 14cm
o. Pemeriksaan Integumen : Tidak ada oedama, turgor kulit baik
7) Tingkat Perkembangan
a. Adaptasi Sosial : Ibu pasien menutupi muka pasien karena merasa malu
b. Bahasa : Pasien sudah bisa mengoceh meski tidak jelas, bahasa yang
digunakan sehari-hari di keluarga pasien adalah bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia.
c. Motorik Halus : Pasien mampu menggenggam barang yang ada di
tangannya
d. Motorik Kasar : Pasien sudah mampu mengangkat kepalanya sendiri
ketika dipanggil

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS : Labiopalatopzikis pada Ansietas
Ibu pasien mengatakan anak
bahwa pasien ↓
kesusahan untuk Orang tua bingung dan
menyusu, ibu pasien kurang pengetahuan
juga kebingungan dan ↓
mengatakan tidak tau Cemas dengan keadaan
apa yang harus anak
dilakukan setelah ↓
anaknya di bawa ke Ansietas
rumah.
DO :
 Anak terlahir dengan
kondisi terdapat
celah pada bibir dan
langit langit mulut
 Pasien tampak
kesusahan untuk
menyusu
DS : Labiopalatopzikis Menyusui tidak efektif
Ibu pasien mengatakan ↓
pasien kesulitan untuk Pasien mengalami
minum asi kesulitan menghisap
DO : ↓
 Terdapat celah pada Pasien kesulitan untuk
langit langit mulut meminum asi
pasien ↓
 BB : 2. 400 gram BB kurang (2.400 gram)
 Pasien kesulitan ↓
untuk meminum asi Menyusui tidak efektif
(pasien mengalami
kesulitan menghisap)
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi


Ansietas b.d kurangnya Setelah dilakukan
pengetahuan orang tua perawatan selama 1 x 6 1) Jelaskan pada
mengenai keadaan jam diharapkan tingkat keluarga keadaan
pasien ansietas menurun, yang diderita
dengan kriteria hasil : anaknya
1. Verbalisasi 2) Identifikasi saat
kebingungan menurun tingkat ansietas
2. Verbalisasi khawatir berubah.
akibat kondisi yang 3) Berikan penyuluhan
dihadapi menurun pada keluarga
3. Perilaku Gelisah tentang penyakit dan
menurun proses
4. Perilaku tegang penyembuhannya.
menurun 4) Anjurkan keluarga
mengungkapkan dan
atau
mengekspresikan
perasaan
(menangis)
Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan 1) Identifikasi tujuan
b.d hambatan pada perawatan selama 1 x 24 atau keinginan
neonatus jam diharapkan status menyusui
menyusui meningkat, 2) Dukung ibu
dengan kriteria hasil : meningkatkan
1. kemampuan ibu kepercayaan diri
memposisikan bayi dalam menyusui
dengan benar 3) Ajarkan 4 posisi
meningkat menyusui dan
2. miksi bayi lebih dari perlekatan dengan
8x / 24 jam meningkat benar
3. Hisapan bayi
meningkat

D. Implementasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Ansietas b.d 1) Mengajarkan tentang cara S : Ibu pasien
kurangnya menyusui dengan bayi mengatakan lebih lega
pengetahuan bibir sumbing kepada ibu dan tidak merasa cemas
orang tua pasien lagi setelah diberi
mengenai keadaan 2) Menjelaskan keadaan pengertian tentang
pasien pasien bisa disembuhkan keadaan pasien
3) Mendengarkan curahan O : Ibu pasien terlihat
kecemasan ibu pasien lebih tenang, ibu pasien
4) Edukasi keluarga pasien dapat menjelaskan
tentang apa yang di derita kembali mengenai
pasien serta keadaan pasien.
penangananya A : Masalah teratasi
5) Menganjurkan keluarga P : Intervensi dihentikan
untuk mengekspresikan
apa yang dirasakan
Menyusui tidak 1) Mengobservasi tanda vital S : Ibu pasien
efektif b.d pasien mengatakn sudah bisa
hambatan pada 2) Menanyakan pada ibu menyusui pasien dengan
neonatus pasien tujuan menyusui baik dan benar
3) Menjelaskan manfaat ASI O :
bagi pasien  S : 37,6℃
4) Memotivasi ibu pasien
 RR : 46x/ mnt
5) Mengajarkan cara menyusui
 HR : 120x/ mnt
yang benar pada bayi dengan
 Pasien sudah mulai
bibir sumbing
bisa meminum asi
dari ibu pasien
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intevensi
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Labiopalatopzkisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut. palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio. Kelainan ini belum dapat
diketahui secara pasti penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh faktor
genetik dan nongenetik seperti defisiensi nutrisi, konsumsi obat-obatan, rokok,
dan alkohol saat masa kehamilan. Labipalatoskisis ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi asam folat, vitamin A dan vitamin B6 saat hamil.
Penatalaksanaan pada kondisi ini dapat dilakukan dengan proses pembedahan
dan diikuti dengan memberikan speech therapy. Diagnosa keperawatan pada
klien dengan labiopalatoskisis adalah ketidakefektifan pemberian ASI, ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko aspirasi, hambatan
komunikasi verbal, dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Sedangkan untuk
diagnosa keperawatan setelah operasi yaitu nyeri, dan risiko infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Meldy Berlianni. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK MASALAH UTAMA


KELAINAN NEONATUS : LABIOPALATOPZIKIS PADA BY. A DI PUSKESMAS
KALI RUNGKUT . 2021. SEKOLAH TINGGI KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA , Karya tulis ilmiah . Repostory Hang Tuah Surabaya .
Yusni Atifah, Hafiz Alza Afra. ANALISIS PENDERITA
LABIOPALATOPZIKIS ATAU BIBIR SUMBING , 2021.
Ni Putu Karunia Ekayani, Intan Gumilang Pratiwi, and Elis Fitriani . Studi
Kasus : Asuhan Kebidanan Neonatus Pada Bayi Ny. N dengan kelainan
Kongenital Labiopalatopzikis, Polidaktil, disertai Asfiksia Berat, vol. 1, no. 2,
2022.

Anda mungkin juga menyukai