OlehKelompok 4 / AJ 1
Ni Nyoman Muni
Kathleen Elvina H
Triyana Puspa Dewi
Titis Eka A
Inas Husnun H
Achmad Ali B
Indriani Kencana W
131411123043
131411123046
131411123047
131411123049
131411123051
131411123053
131411123055
BA
merupakan
malformasi
fasial
yang
terjadi
dalam
perkembangan embrio. Keadaan ini sering dijumpai pada semua populasi dan
dapat menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena. Keduanya dapat
terjadi secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara bersamaan.
Labioskizis terjadi karena kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis
maksilaris dan mediana, pataloskizis merupakan fisura pada garis tengah
palatum akibat kegagalan penyatuan kedua sisinya. Pembahasan berikut ini
terutama berkenaan dan labioskizis dan palatoskizis (Wong, 2009).
Labioskizis yang umurn dikenal dalam masyarakat sebagai bibir
sumbing/celah bibir, dengan atau tanpa celah langit-langitl palatum
(palatoskizis) adalah malformasi wajah yang umum di masyarakat, teljadi
hampir pacta 1 dari 700 kelahiran di dunia. Pada populasi prenatal, banyak
janin dengan labiopalatoskizis dan palatoskizis memiliki kelainan kromosom
atau kelainan lain yang membuatnya tidak mampu bertahan hidup. Dengan
demikian, insidens labiopalatoskizis dan palatoskizis pada populasi prenatal
lebih besar dibandingkan dengan populasi postnatal (Kartika, 2014).
Insidensi labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih kurang 1
dalam 800 kelahiran hidup. Insidensi palatoskizis saja adalah 1 dalam 2000
kelahiran hidup. Labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih sering
dijumpai pada laki-laki, dan palatoskizis lebih sering pada wanita. Defek ini
tampaknya lebih sering terdapat pada orang Asia dan suku-suku tertentu
penduduk asli Amerika dibandingkan pada kulit putih, pada orang kulit hitam
defek tersebut lebih jarang ditemukan. (Wong, 2009).
lnsidens bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum adalah 1 dari
2.000 kelahiran di Amerika Serikat. Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa
celah palatum bervariasi berdasarkan etnis dan 1.000 kelahiran didapatkan
pada etnis Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis kulit putih 1,0, dan etnis kulit hiram
0,41. Sebaliknya, insidens celah palatum konstan pada semua etnis, yaitu 0,5
dan 1.000 kelahiran (Kartika, 2014).
Di Indonesia, kelainan ini cukup sering dijumpai, walaupun tidak
banyak data yang mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan celah
palatum yang tidak tertangani di Indonesia mencapai 5000-6.000 kasus per
tahun, diperkirakan akan bertambah 6.000- 7.000 kasus pertahun. Namun
karena berbagai kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi jauh dari ideal
hanya sekitar 1000-1500 pasien per tahun yang mendapat kesempatan
2
konsep CLP dan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan CLP.
Tujuan Khusus
1) Menjelaskan anatomi dan fisiologi mulut
2) Menjelaskan definisi CLP.
3) Menjelaskan etiologi CLP.
4) Menjelaskan klasifikasi CLP.
5) Menjelaskan patofisiologi CLP.
6) Menjelaskan manifestasi klinis CLP.
7) Menjelaskan pemeriksaan diagnostic CLP.
8) Menjelaskan penatalaksanaan CLP.
9) Menjelaskan prognosis CLP.
10) Menjelaskan komplikasi CLP
11) Menjelaskan WOC CLP.
12) Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan CLP.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Bibir dan Palatum
. Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan
dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian internal
(Seeley et al., 2008 ; Jahan-Parwar et al., 2011).
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan
bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian
superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi
vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi
vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula
pada bagian inferior (Jahan-Parwar et al., 2011).
yang ibu konsumsi alkohol dan merokok selama kehamilan (Bender, 2000). Bukti
menunjukkan bahwa ibu merokok di awal kehamilan terkait dengan 1,5 - untuk 2
- lipat peningkatan risiko atas orofacial clefts, terutama terisolasi clefts, dengan
risiko meningkatkan secara proporsional dengan jumlah rokok merokok (Little,
Cardy, and Munger, 2004; Wasserman, Lammer, and others, 1996).
Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi
palatoschisis bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum
berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam
pertumbuhan dan perkembangan processus (Tosun Z, Honuter M, Sentrk S,
Savaci N, 2003).
1. Faktor herediter
Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga
yang menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis
mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika
hanya salah satu orang tua yang menderita palatoschisis, maka kemungkinan
anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya
tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis
maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar
4%. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu
X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24 (Yuzuriha S, Mulliken JB, 2008).
Pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang,
bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan langitan
(khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir
lainnya.
2. Faktor lingkungan
Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid
(golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada
bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan
cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan
yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti
defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis (Yuzuriha S, Mulliken
JB, 2008; Tosun Z, Honuter M, Sentrk S, Savaci N, 2003; Dudas M, Li WY,
Kim J, Yang A, Kaartinen V, 2007).
8
2.4. Klasifikasi
Jenis labioskisis (celah bibir):
1. Sentral
Labioskisis ini sangat jarang dan terjadi sebagai akibat kegagalan fusi dari
dua prosesus nasal median
2. Lateral
Labioskisis lateral adalah bentuk yang paling sering ditemukan dimana
terdapat celah antara frenulum dan bagian lateral dari bibir atas. Jenis ini
diakibatkan oleh fusi yang tidak sempurna dari prosesus maksilaris dengan
prosesus nasal median. Varietas lateral dapat unilateral atau bilateral.
3. Komplit atau inkomplit
Pada kasus varietas komplit, labioskisis meluas ke dasar hidung. Pada
kasus varietas inkomplit, labioskisis tidak meluas sampai lubang hidung.
4. Simpleks atau gabungan (kompleks)
Jenis kompleks merujuk ke labioskisis yang disertai dengan celah pada
alveolus.
Komplit
Kegagalan fusi dari prosesus palatine dengan premaksila mengakibatkan
palatoskisis komplit. Pada situasi ini, kavum nasi dan mulut saling
berhubungan. Bilamana premaksila tidak menyatu dengan kedua prosesus
2.
Ada tiga jenis kelainan cleft dalam Sulistyani & Budiraharjo (2013) :
1. Cleft lip tanpa disertai cleft palate
2. Cleft palate tanpa disertai cleft lip
3. Cleft lip dengan cleft palate
10
incisivus
Kelompok IV : Celah pada wajah facial cleft
Klasifikasi lokasi celah bibir dan langit-langit yang diperkenalkan oleh
Otto Kriens adalah sistem LAHSHAL yang dapat menjelaskan setiap lokasi celah
pada bibir, alveolar, hard palate dan soft palate. Bibir disingkat sebagai L (Lips),
gusi disingkat A (Alveolus). Langit langit dibagi dua yaitu H (Hard palate) dan
S( Soft palate). Bila normal tidak ada celah maka urutannya dicoret celah komplit
(lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf kecil
dan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan microform.
Contohnya :
CLP/L -----L : cleft lip and palate. Lokasi celah berada dibibir kanan dan kiri,
celah komplit
CLP/---SHAL : cleft lip and palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate,
hard palate, alveolus dan bibir
CLP/L------ : cleft lip and palate celah bibir sebelah kanan inkomplit
11
2.5. Patofisiologi
Pengembangan palatum primer dan sekunder berlangsung pada waktu
yang berbeda dan melibatkan proses perkembangan yang berbeda. CL, atau
palatum primer, termasuk bibir atas dan meluas melalui alveolar. CP, atau palatum
sekunder mulai posterior alveolar dan meluas melalui anak lidah. CL dengan atau
tanpa CP dari kegagalan proses rahang atas menyatu dengan ketinggian hidung
pada keunggulan frontal, yang biasanya terjadi pada minggu keenam kehamilan.
Dalam beberapa kasus CP dapat terjadi sebagai akibat dari pecahnya lapisan
mesoderm yang tidak stabil mengakibatkan lekuk. Penggabungan bibir atas di
garis tengah selesai antara minggu ketujuh dan kedelapan kehamilan.
Penyatuan dari palatum sekunder (palatum keras dan lunak) berlangsung
dalam pembangunan, antara minggu ketujuh dan kedua belas kehamilan. Pada
saat palatum utama selesai, kedua proses palatine lateral terletak di posisi vertikal
dari sisi lidah. Dalam proses migrasi ke posisi horizontal, didalam waktu yang
singkat, dipisahkan oleh lidah. Dengan perkembangan leher dan rahang, lidah
bergerak ke bawah, sehingga proses palatine menyatu dengan satu sama lain dan
dengan palatum utama untuk membentuk atap mulut. Jika ada keterlambatan
dalam gerakan ini, atau jika lidah gagal untuk turun cukup cepat, sisa hasil
pembangunan tetapi palatum pernah sekering (Wongs, 2011).
12
13
Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil)
ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan/ asupa makanan tertentu.
15
a.
Diagnosis prenatal
Fetoskopi untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik
ini bersifat invasive dan dapat menimbulkan risiko menginduksi aborsi.
Ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan
enzim
pada
cairan
amnion
dan
transvaginal
ultrasonografi
Penatalaksanaan
1. Perawatan prabedah
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan
yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10
pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10
minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang
harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi
tidak bertambah parah.
a. Pemberian makanan
Pemberian makanan pertama kali terasa sukar, akan tetapi hal ini
tergantung pada derajat deformitas yang dialami. Pada kasus yang
ringan, ada kemungkinan untuk meneteki bayi, jika tidak, pemberian
susu botol dapat diberikan dengan mudah. Akan tetapi jika susu botol
menimbulkan kesukaran pada bayi, maka bayi dapat diberikan
makanan dengan menggunakan sendok, dengan membiarkan bayi
mengisap dari sendok. Apabila tidak disertai sumbing palatum, bayi
hanya makan sedikit atau tidak ditemukan adanya kesukaran, jika
disertai palatum sumbing, maka bayi akan mengalami masalah, bukan
saja dalam menelan tetapi juga mengisap, karena palatum yang
16
17
suarayang
salah,
sudah
ada
mekanisme
kompensasi
memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk
gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi
ahli ortodonsi.
3. Perawatan pascabedah
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai
menjalani operasi perbaikan bibir sumbing adalah sebagi berikut.
a. Imobilisasi lengan merupakan suatu aspek penting perawatan, hal ini
untuk mencegah bayi menyentuh jahitan.
b. Sedasi. Seorang anak yang menangis dapat meningkatkan tegangan
pada garis jahitan. Pemberian sedasi dianjurkan untuk mengurangi
tegangan, sering kali dikurangi dengan mengenakan suatu peralatan,
seperti busur logam.
c. Pembalutan garis sedasi. Biasanya jahitan sudah dibuka antara hari
kelima dan kedelapan. Garis jahitan biasanaya ditinggal tanpa penutup
18
tindakan
yang
akan
dilakukan,
sesuai
dengan
tingkat
1,5-2 tahun
2-4 tahun
4-6 tahun
6-8 tahun
8-9 tahun
9-17 tahun
17-18 tahun
2.9.
TINDAKAN
Pemberian nutrisi dengan kepala miring (posisi 45 derajat)
Pasang obturator untuk menutup celah pada langitan, agar
dapat menghisap susu atau memakai dot lubang kearah bawah
untuk mencegah aspirasi (dot khusus)
Labioplasty dengan menggunakan Rules of ten:
- Umur 10 minggu
- Berat 10 pons
- Hb>10 gr%
Palatoplasty karena bayi mulai bicara
Speech therapy
Velopharyngoplasty, Untuk mengembalikan fungsi katub yang
dibentuk m. tensor veli palatine dan m. levator veli palatine,
untuk bicara konsonan, latihan dengan cara meniup.
Prognosis
Kelainan labioskizis dan palatoskizis merupakan kelainan bawaan
yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir
dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini
sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya
teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan
labioskizis dan palatoskizis yang telah ditatalaksana mempunyai
20
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1. Kesulitan berbicara bisa berupa hipernasalitas,
artikulasi,
kompensatori.
2. Maloklusi dapat terjadi, dengan pola erupsi gigi dan perkembangan
pertemuan mandibular dan maksila yang abnormal.
3. Kerusakan gigi yang berat umum ditemukan.
4. Otitis media kronis, sekunder akibat disfungsi tuba eustachius, yang
dapat mengakibatkan penurunan pendengaran.
5. Gangguan harga diri dan citra tubuh dapat terjadi.
(Cecily, 2009)
21
CLP
Penurunan otot-otot
sekitar mulut
Prosedur invasive
pembedahan CLP
Control penutupan
dan pembukaan tuba
eustachius terganggu
Akumulasi
lender/sekret
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Proses inflamasi
Nyeri
Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kerusakan
Integritas kulit
Resiko aspirasi
22
Data
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, tanggal
MRS
Bentuk bibir yang abnormal, susah menyusu
Kesulitan pemberian makan
Tidak selalu ada penyakit
Terdapat penyakit keturunan
Keadaan umum:
a. Keadaan umum lemah
b. Kesadaran compos mentis
c. Suhu meningkat
d. Nadi dalam batas normal
e. RR meningkat
Kepala : tidak ada lesi, tidak ada benjolan
Rambut : bersih, tidak berketombe, merata
Mata: konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil
isokor, kelopak mata simetris
Telinga: Peningkatan otitis, infeksi
Hidung : tidak terdapat polip, tidak terdapat PCH,
tidak ada secret,terdaoat celah pada septum
Mulut:
a. Pemisahan abnormal bibir atas atau palatum
(atau keduanya)
b. Pemisahan gusi bagian atas
c. Kerusakan gigi-geligi
d. Gangguan wicara, suara sengau
e. Mudah tersedak
f. Mukosa kering
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada distensi JVP.
Dada : pergerakan dinding dada simetris, tidak
ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan, tidak
ada suara nafas tambahan.
Abdomen: biasanya ditemukan perut kembung
dan distensi abdomen
Extremitas : biasanya ditemukan kulit kering dan
turgor kulit jelek, CRT < 2 detik, tonus otot
23
lemah.
24
2.
3.
Pascaoperasi
1.
Ketidakefektifan
jalan
napas
yang
3.
4.
5.
Gangguan
nutrisi
kurang
dari
25
3. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stress akibat
hospitalisasi.
Kriteria hasil: Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat tentang
kondisi bayi, dapat melibatkan perawatan bayi ke dalam gaya hidup
normal mereka, serta mengekspresikan perasaan mereka tentang
penampilan bayi.
Intervensi:
a. Beri kesempatan pada orang tua untuk menggedong serta memeluk
bayi, dan dapat mempraktikan tugas pemberian perawatan sebelum
pemulangan.
Rasional:
27
kedatangan
bayi
28
Pascaoperasi
1.
Ketidakefektifan
jalan
napas
yang
29
a. Apabila bayi atau anak telah menjalani perbaikan celah bibir, beri
mereka makan melui spuit dan slang karet lunak yang ditempatkan di
dalam pipi dan jauh dari alur jahitan. Juga gunakan spuit dan slang
untuk memberi makan bayi yang telah menjalani perbaikan celah
palatum. Jangan gunakan dot botol. Untuk anak yang sudah lebih besar
dan telah menjalani perbaikan palatum, gunakan cangkir minum yang
biasa digunakan, bukan sedotan untuk pemberian makanan cair. Seiring
anak mengalami kemajuan dari diet cair murni, gunakan sendok untuk
pemberian makan, bukan garpu.
Rasional:
Menghisap dot botol menyebabkan terlalu banyak tekanan pada alur
jahitan; penggunaan garpu atau sedotan dapat merusak alur jahitan.
b. Mula-mula anjurakan pemberian makan dengan frekuensi yang sering
dalam porsi kecil, kemudian lanjutkan dengan asupan cairan sesuai usia.
Rasional:
Bayi atau anak membutuhkan pemberian makan dengan porsi lebih
kecil, sambil beradaptasi terhadap metode pemberian makan
c. Apabila anak telah menjalani perbaikan celah palatum, anjurkan orang
tua untuk member makan diet cair murni (seperti minuman kalori
tinggi), selama 3 minggu pertama setelah pembedahan.
3. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah.
Kriteria Hasil : Bayi atau anak tidak menderita kerusakan pada integritas
kulit yang ditandai oleh insisi tetap utuh, tidak ada tanda infeksi, dan tanda
pemulihan.
Intervensi :
a. Lakukan perawatan alur sutura berikut ini setelah pemberian makan,
dan sesuai kebutuhan:
1) Bersihkan garis sutura dengan menggunakan larutan salin dan
aplikator berujung kapas basah.
2) Oleskan salep antibiotik sesuai program untuk melembapkan mulut
dan mencegah pemisahan sutura.
3) Pantau tanda dan gejala infeksi.
4) Beri sedikit air setelah pemberian makan untuk membersihkan
mulut dari setiap sisa susu, yang dapat menyebabkan pertumbuhan
bakteri.
30
Rasional:
Perawatan alur jahitan yang tepat menjamin tercapainya kebersihan,
mencegah
pemisahan
sutura,
mengurangi
risiko
infeksi,
dan
Rasional:
obat analgesik dapat mengurangi nyeri.
c. Lakukan aktivitas pengalihan, misalnya, permainan, kartu, videotapes,
dan membaca buku untuk anak yang lebih besar.
Rasional:
Aktivitas pengalihan memfokuskan kembali perhatian anak, mengurangi
persepsinya terhadap nyeri.
5. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.
Kriteria Hasil : Orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi
perawatan prabedah di rumah dan mendemostrasikan prosedur perawatan di
rumah.
Intervensi :
a. Jelaskan kepada orang tua sifat dari kelainan dan kebutuhan untuk
perawatan lanjutan.
Rasional:
Penjelasan yang demikian
dapat
mengurangi
keemasan,
dan
32
33
BAB 3
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Bibir sumbing (BS) adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
prosesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan
embriotik, sedangkan palatum sumbing (PS) adalah fisura garis tengah pada
palatum yang terjadi karena kegagalan dua sisi untuk menyatu selama
perkembangan embrionik. Adapun penatalaksaan awal yaitu memperhatikan
kebutuhan nutrisi pada anak dengan labioskizis dan palatoskizis. Kemudian jika
umur anak sudah 10 minggu bisa dilakukan tindakan pembedahan labioplasty.
Peran seorang perawat harus berperan aktif dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien mulai dari praoperatif sampai pasca operatif secara
maksimal.
1.2 Saran
Pada kasus CLP sangat penting dilakukan pendekata kepada orang tua
sehingga mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk perawatan
anaknya serta pemberian dukungan psikologis sangat penting diberikan kepada
orang tua agar siap menerima apapun keadaan yang terjadi pada anaknya
DAFTAR PUSTAKA
Artikel kedokteran. 2012. Cleft Lip dan Palate- Celah pada Bibir dan Langitlangit. diunduh dari http://www.artikelkedokteran.com/1452/cleft-lip-andpalate-celah-pada-bibir-dan-langit-langit.html diakses pada 6 April 2015,
11.30 AM)
Betz, Cecily Lynn dan Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok,
Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M
Jamil.1997
Irawan, Hendry & Kartika. 2014. Teknik Operasi Labiopalatoskizis.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/29_215Teknik-Teknik%20Operasi
%20Labiopalatoskizis.pdf diakses pada tanggal 6 April 2015.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :
Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. 2005
Pohan, Fionna. 2012. Cleft Lip (Labiaskizis).
http://www.academia.edu/5295148/CLEFT_LIP_LABIOSCHISIS_DISUS
UN_OLEH diakses pada tanggal 6 April 2015.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
Speer, Kathleen Morgan. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinical Pathways Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sulistyani & Budiraharjo. 2013. Cleft Lip and Cleft Palate in Children :
Description and The Treatments. Jember : Jember University Department
of Pedodontics
Wong, Donna L, et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2.
Jakarta: EGC.
Wongs. 2011. Nursing Care of Infants and Children Edition 9. Canada : Elsevier
Yudhautama. 2012. Labiopalatoschizis dan Penanganannya. diunduh dari
http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/06/labiopalatoschizis-danpenanganannya.html diakses pada 6 April 2015, 11.00 AM)
Yuzuriha S, Mulliken JB . 2008. Minor-form, microform, and
mini-microform cleft lip: anatomical features,
operative techniques, and revisions. Plast. Reconstr.
Surg.122 (5):
148593.
Diunduh
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18971733 diakses pada 6 April
2015, 11.00 AM)
35