DOSEN PEMBIMBING
M. HUSNI, S.Kep.,Ns.,M.Kes
DISUSUN OLEH :
NIM : 11409719058
Tingkat : II B (Jalak)
BANJARMASIN
2019/2020
Lembar Pengesahan
Laporan praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah I dengan Pasien Otitis Media
Efusi (OME) di RSUD dr. H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin. Telah disetujui oleh
pembimbing lahan dan pembimbing akademik
Mahasiswa
NIM : 11409719058
Mengetahui
I. Konsep Teori
A. Pengertian
Otitis Media Efusi (OME) adalah peradangan telinga tengah yang
ditandai dengan adanya cairan efusi di rongga telinga tengah dengan
membrane timpani utuh tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi akut.
OME termasuk dalam golongan otitis media non supuratif. Terdapat
banyak sinonim dari OME. Tetapi yang paling banyak diterima
berdasarkan terminology adalah Otitis Media Efusi.
Otitis Media Efusi adalah inflamasi pada telinga tengah yang ditandai
dengan adanya penumpukkan cairan efusi di telinga tengah dengan
membrane timpani utuh tanpa adanya tanda dan gejala inflamasi akut.
[ CITATION Ani14 \l 1033 ]
B. Etiologi
Etiologi dan pathogenesis Otitis Media Efusi bersifat multifactorial
antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius,
status imunologi, alergi, factor lingkungan dan sosial. Walaupun demikian
tekanan telinga tengah yang negative, abnormalitas imunologi, atau
kombinasi dari kedua factor tersebut diperkirakan menjadi factor utama
dalam pathogenesis otitis media efusi. Factor penyebab lainnya termasuk
hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor nasofaring,
barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau
rhinitis. Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan
hipertropi adenoid yang juga merupakan pathogenesis timbulnya Ostitis
Media Efusi.
a. Gangguan fungsi tuba
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke
rongga telinga tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke
rongga nasofaring terganggu dan gangguan mekanisme proteksi
rongga telinga tengah terhadap refluks dari rongga nasofaring. Akibat
gangguan tersebut rongga telinga tengah akan mengalami tekanan
negative. Tekanan negative di telinga tengah menyebabkan
peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi transudasi.
Selain itu terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi
kelenjar. Akibatnya terdapat akumulasi secret rongga telinga tengah.
Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya
jaringan granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.
Obstruksi tuba eustachius yang menimbulkan terjadinya tekanan
negative di telinga tengah akan diikuti retraksi membrane timpani.
Orang dewasa biasanya akan mengeluh adanya rasa tak nyaman,
rasa penuh atau rasa tertekan dan akibatnya timbul gangguan
pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin tidak muncul
gejala seperti ini. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka lama
cairan akan tertarik keluar dari membrane mukosa telinga tengah,
menimbulkan keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa.
Kejadian ini sering timbul pada anak-anak berhubungan dengan
infeksi saluran nafas atas dan sejumlah gangguan pendengaran
mengikutinya.
b. Status imunologi
Factor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah
sekretori Ig A. immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam
mukosa kavum timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi
mukoid dan dikenal sebagai suatau immunoglobulin yang aktif
bekerja dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu
menghadang kuman agar tidak kontak langsung dengan permukaan
apitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak langsung
dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman
untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi
kuman.
c. Alergi
Bagaimana factor alergi berperan dalam menyebabkan OME
masih belum jelas. Akan tetaoi dari gambaran klinis di percaya bahwa
alergi memegang peranan. Dasar pemikirannya adalah analogi
embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama dengan mukosa
hidung. Setidak-tidaknya manifestasi alergi pada tube eutaschius
merupakan penyebab okulasi kronis dan selanjutnya menyebabkan
efusi. Namun demikian dari penelitian kadar Ig E yang menjadi
kriteria alergi atopic, baik kadarnya dalam efusi maupun dalam serum
tidak menunjang sepenuhnya alergi sebagai penyebab.
Etiologi dan pathogenesis OME oleh karena alergi mungkin
disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme dibawah ini :
a. Mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran (target organ)
b. Pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba
eustachius
c. Obstruksi nasofaring karena proses inflamasi
d. Aspirasi bakteri, nasofaring yang terdapat pada secret alergi ke
dalam ruang telinga tengah.
d. Infeksi
Infeksi bakteri merupakan factor penting dalam pathogenesis
terjadi OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah.
Streptococcus Pneumonia, Haemophilus Influenzae, Moraxella
Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak ditemukan
dalam telinga tengah. Meskipun hasl yang didapat dari kultur lebih
rendah. Penyebab rendahnya angka ini diduga karena :
a. Penggunaan antibiotic jangka lama sebelum pemakain ventilation
tube akan mengurangi proliferasi bakteri pathogen
b. Sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah
akan menghambat proliferasi pathogen
c. Bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm
C. Anatomi fisiologi
D. Tanda gejala
Penderita Otitis Media Efusi jarang memberikan gejala sehingga pada
anak-anak sering terlambat diketahui. Gejala OME ditandai dengan rasa
penuh dalam telinga, terdengar bunyi berdengung yang hilang timbul
atau terus menerus, gangguan pendengaran dan rasa nyeri yang ringan.
Dizziness juga dirasakan penderita-penderita OME. Gejala kadang
bersifat asimtomatik sehingga adanya OME diketahui oleh orang yang
dekat dengan anak misalnya orang tua atau guru.[ CITATION Ani14 \l 1033 ]
E. Patofisiologis
Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis
media akut (OMA) sekali peradangan akut telah teratasi. Diantara anak-
anak yang telah memiliki sebuah episode dari otitis media akut, sebanyak
45% memiliki efusi persisten setelah 1 bulan, tetapi jumlah ini menurun
menjadi 10% setelah 3 bulan
Terdapat 3 fungsi utama tube eustachius yaitu ventilasi untuk
menjaga agar tekanan udara antara telinga tengah dan telinga luar selalu
sama, pembersihan secret, dan sebagai proteksi pada telinga tengah.
Gangguan fungsi yang dapat disebabkan oleh sejumlah keadaan dari
penymbatan anatomi peradangan sekunder terhadap alergi, infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau trauma. Jika gangguan fungsi tuba
eustahius berlangsung terus-menerus, tekanan negative berkembang
dalam telinga tengah dari penyerapan atau peyebaran nitrogen serta
oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah. Jika ber;langsung cukup
lama dengan sejumlah besar yang sesuai, terjadi transudasi dari mukosa
akibat tekanan negative, yang menyebabkan terjadinya akumulasi serosa
dengan dasar efusi yang steril. Disebabkan gangguan fungsi dari tube
eutaschius, efusi menjadi media yang baik untuk perkembangan bakteri
dan bisa mengakibatkan terjadinya otitis media akut.
F. Penatalaksanaan
1. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, dan
pemberian antibiotik.
2. Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat teteshidung
dan analgetik. Bila membran timpani sudah terlihathiperemis difus,
sebaiknya dilakukan mirigotomi.antibiotika yang dianjurkan ialah dari
golongan penisilin atauampisilin. Terapi diberikan penisilin
intramuskular agardidapatkan kosentrasi yang adekuat didalam
darah, sehinggatidak terjadi mostoiditis yang terselubung,
gangguanpendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
"emberianantibiotik dianjurkan minimal selama & hari. Bila pasien
alergiterhadap pinisilin, maka diberikan eritromisin."ada anak,
ampisilin diberikan dengan
3. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik.
Dapat juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol dan
masih utuh untuk mencegah perforasi..
4. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan
diberikan antibiotika yang adekuat.[ CITATION Wiw16 \l 1033 ]
G. Komplikasi
Konsekuensi dari lamanya gangguan telinga tengah dapat berupa
fungsional atau struktual. Konsekuensi fungsional utama adalah
gangguan pendengaran, meskipun tidak ditemukan pada kebanyakn
anak konduktif di alam dan tingkat keparahan yang ringan. Penyebab
gangguan pendengaran adalah tekanan negative telinga tengah, adanya
efusi telinga tengah, atau kerusakan structural pada membrane timpani.
[ CITATION Wiw16 \l 1033 ]
H. Posedur OME
Miringotomi adalah prosedur operasi gendang telinga atau mebrani
timpani. Prosedur ini dilakukan dengan membuat sayatan kecil dengan
pisau bedah melalui lapisan membrane timpani. Ear Tube berupa tabung
silinder kecil berongga yang terbuat dari plastic atau logam kemudian
ditempatkan di gendang telinga. Miringotomi dilakukan agar cairan yang
terperangkap di telinga tengah bisa mengering untuk menghindari infeksi.
Cairan tersebut bisa berupa darah, nanah, atau air muncul akibat kondisi
otitis media dengan efusi (OME). Baik itu akut maupun kronis.
Miringotomi atau operasi gendang telingan dapat dilakukan dengan :
Pasien otitis media akut, otitis media berulang, otitis media
berulang dengan efusi dan otitis media kronis dengan efusi.
Anak-anak dengan episode otitis media akut berulang (biasanya
mengalami lebih dari 4-5 infeksi dalam 6 bulan)
Anak-anak dengan infeksi telinga kronis yang berlangsung lebih
dari 3 bulan.
Mengobati gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
penumpukan cairan kronis dan sebagai pencegahan
keterlambatan perkembangan bicara yang disebabkan oleh
gangguan pendengaran pada anak-anak
Menempatkan tabung timpanostomi yang berfungsi untuk
membantu menyamakan tekanan. Tabung ini juga dapat
membantu mencegah infeksi telinga berulang dan terjadinya
akumulasi cairan di belakang gendang telinga
Mengambil cairan sampel dari telinga tengah untuk diperiksa di
laboratorium untuk mengetahui adanya bakteri atau infeksi lain
B. Intra operatif
Intra operatif pada masa ini perawat berusaha untuk tetap
mempertahankan kondisi tebaik untuk klien. Tujuan utama dari
manajement keperawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi
optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat
berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,
pemasukan okisgen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan
jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan
kesadaran.
1. Pengkajian
a. Persiapan klien
b. Persiapkan alat instrument
c. Persiapkan lingkungan (suhu)
d. Persiapkan obat-obatan anestesi
2. Diagnose
a. Resiko jalan napas tidak efektif b.d penggunaan alat bantu
jalan nafas
b. Resiko ketidak seimbangan volume cairan
c. Resiko cedera b.d terjatuh
d. Elektrik injuri b/d penggunaan alat dengan tegangan listrik
3. Intervensi
1. Resiko jalan napas tidak efektif b.d penggunaan alat bantu
jalan nafas
Pastikan alat bantu jalan nafas tersedia
Rencanakan alat bantu jalan nafas dengan baik
Atur posisi klien untuk kepatenan jalan nafas
Monitor ttv dan SpO2
Kaji jaringan perifer dan mukosa
Kolaborasi pemberian bronchodilator
2. Resiko ketidak seimbangan volume cairan
Pastikan kepatenan jalur intra vena
Pasang 2 jalur intra vena bisa beresiko pendarahan
Pasang kateter untuk evaluasi output cairan
Pertahankan keseimbangan cairan
Monitor ttv dan SpO2
Kolaborasi pemberian cairan hipertonik
3. Resiko cedera b.d terjatuh
Pastikan posisi operasi
Pasang pengaman posisi
Cek daerah penekanan selama operasi
Hitung kasa, jarum an bisturi dan instrument bedah
sebelum dan setelah operasi
4. Elektrik injuri b/d penggunaan alat dengan tegangan listrik
monitor keamananan dalam penggunaan alat
tegangan listrik
perhatikan karakteristik luka operasi untuk
penggunaan alat penghenti pendarahan.
C. Post operatif
Pada masa post operatif perawat harus berusaha untuk
mempertahankan tanda-tanda vital klien selama klien belum sadar
secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalan nafas,
mempertahankan oksigenasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan
darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. tindakan
perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan
mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab
dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat
menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru.
1. Pengkajian
a. Kaji kesadaran
b. Perhatikan airway(jalan nafas klien)
c. Kaji pernapasan
d. Kaji respon nyeri klien
e. Monitor aktivitas klien
2. Diagnose
a. Hipotertemi b.d efek anestesi, lingkungan
b. Nyeri b/d luka pasca operasi
3. intervensi
a. Hipoertemi b.d efek anestesi, lingkungan
Modifikasi suhu lingkungan
Beri selimut
Pasang pemanas
Kolaborasi pemberian antagonis obat anestesi
b. Nyeri b/d luka pasca operasi
Observasi tandatanda vital
kaji status nyeri dengan PQRST
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA