Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

“OTITIS MEDIA EFUSI”


Disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung dan Tengorok

Diajukan Kepada :
dr. Wahju Budi Martono, Sp.THT-KL,M.si,Med
Disusun oleh :
Putri Alfiyanti Faiza H3A019001

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU


KESEHATAN TELINGA DAN TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Otitis media efusi ( OME ) merupakan penyakit yang sering di derita oleh
bayi dan anak-anak. Diluar negeri, khususnya di Negara yang mempunyai 4
musim penyakit ini di temukan dengan angka insiden dan prevalensi yang tinggi.
Dari beberapa kepustakaan dapat disimpulkan rata-rata insiden OME sebesar 14%
- 62%, sedang peneliti lain ada yang melaporkan angka rata-rata prevelensi OME
sebesar 2% - 52%.1
Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan angka
kejadian penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada penelitian yang
khusus mengenai penyakit ini, atau tidak terdeteksi karena minimalnya keluhan
pada anak yang menderita OME.1
OME adalah peradangan telinga tengah yang di tandai dengan adanya
cairan efusi di rongga telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa disertai
dengan tanda-tanda ifeksi akut. OME termasuk dalam golongan otitis media non
supuratif. Terdapat banyak sinonim dari OME ini. Tetapi yang paling banyak
diterima berdasarkan terminologi adalah otitis media efusi.
Adanya cairan di dalam telinga tengah mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran. Orang tua mengeluhkan anak-anaknya mendengarkan
suara televise dengan volume terlalu keras, sering menanyakan ulang atas jawaban
yang diberikan orang tuanya dan tidak segera mengacuhkan bila di panggil.
Beberapa anak mungkin tidak didapatkan keluhan. Cairan dalam telinga tengah
pada anak-anak bisa berbulan-bulan dan baru diketahui ketika diadakan
pemeriksaan rutin.
Anak-anak memerlukan kemampuan mendengar untuk belajar berbicara.
Adanya gangguan pendengaran karena cairan di telinga tengah mengakibatkan
terjadinya kelambatan bicara. Diagnosis dan penatalaksanaan dini dapat mencegah
hambatan pendengaran anak akibat OME. Pada makalah ini akan disampaikan
diagnosis dan penatalaksanaan dari OME.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah yang ditandai dengan
adanya penumpukan cairan efusi di telinga tengah dengan membran timpani utuh
tanpa adanya tanda dan gejala inflamasi akut.

B.  ANATOMI DAN FISIOLOGI

Untuk memahami terjadinya OME, anatomi dan fungsi tuba Eustachius


memegang peranan penting. Tuba Eustachius merupakan bagian dari system yang
paling berhubungan termasuk hidung, nasofaring, telinga tengah, dan rongga
mastoid. Tuba Eustachius tidak hanya berupa tabung melainkan sebuah organ
yang mengandung lume dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak,
muskulus peritubular seperti veli palatine, levator veli palatine, salpingofaringeus,
dan tensor timpani dan di bagian superior didukung tulang. Perbedaan tuba
Eustachius pada anak dan dewasa yang menyebabkan meningkatnya insiden otitis
media pada anak-anak.1

3
Panjang tuba pada anak setengah panjang tuba dewasa, sehingga sekret
nasofaring lebih mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui tuba yang pendek.
Arah tuba bervariasi pada anak, sudut antara tuba dengan bidang horizontal adalah
100. Sedangkan pada dewasa 450. Sudut antara tensor veli palatine dengan
kartilago bervariasi pada anak-anak tetapi relatif stabil pada dewasa. Perbedaan ini
dapat membantu menjelaskan pembukaan lumen tuba ( kontraksi tensor veli
palatini ) yang tidak efisien pada anak-anak. Masa kartilago bertambah dari bayi
sampai dewasa. Densitas elastin pada kartilago lebih sedikit pada bayi tetapi
densitas kartilago lebih besar. Ostmann fat pad lebih kecil volumenya pada bayi.
Pada anak-anak banyak lipatan mukosa di lumen tuba Eustachius, hal ini dapat
menjelaskan peningkatan compliance tuba pada anak-anak.1

C. ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi,
faktor lingkungan dan sosial. Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang
negatif, abnormalitas imunologi, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut
diperkirakan menjadi faktor utama dalam pathogenesis OME. Faktor penyebab
lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor
nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau
rinitis. Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan hipertropi
adenoid yang juga merupakan patogenesis timbulnya OME.2

 Gangguan fungsi tuba


Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga telinga
tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring terganggu
dan gangguan mekanisme proteksi rongga telinga tengah terhadap refluks dari
rongga nasofaring. Akibat gangguan tersebut rongga telinga tengah akan
mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan

4
peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi transudasi. Selain itu
terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi kelenjar. Akibatnya terdapat
akumulasi sekret di rongga telinga tengah. Inflamasi kronis di telinga tengah akan
menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.2
Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya tekanan negatif di
telinga tengah akan diikuti retraksi membran timpani. Orang dewasa biasanya
akan mengeluh adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan
akibatnya timbul gangguan pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin
tidak muncul gejala seperti ini. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu
lama cairan akan tertarik keluar dari membran mukosa telinga tengah,
menimbulkan keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa. Kejadian ini
sering timbul pada anak-anak berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan
sejumlah gangguan pendengaran mengikutinya3
 Infeksi
   Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya
OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus
Pneumonia, Haemophilus Influenzae, Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai
bakteri pathogen terbanyak ditemukan dalam telinga tengah. Meskipun hasil yang
didapat dari kultur lebih rendah. Penyebab rendahnya angka ini diduga karena :
1.  Penggunaan antibiotik jangka lama sebelum pemakian ventilation tube akan
mengurangi proliferasi bakteri patogen,
2. Sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan
menghambat proliferasi patogen,
3. Bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm
  Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori Ig A.
immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum timpani.
Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi mukoid dan di kenal sebagai suatu
imunoglobulin yang aktif bekerja dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya
yaitu menghadang kuman agar tidak kontak langsung dengan permukaan apitel,
dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak langsung dengan dinding sel

5
epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman untuk infeksi jaringan. Dengan
demikian Ig A aktif mencegah infeksi kuman.
 Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih belum
jelas. Akan tetapi dari gambaran klinis di percaya bahwa alergi memegang
peranan. Dasar pemikirannya adalah analogi embriologik, dimana mukosa timpani
berasal sama dengan mukosa hidung. Setidak-tidaknya manifestasi lergi pada tuba
Eustachius merupakan penyebab okulasi kronis dan selanjutnya menyebabkan
efusi. Namun demikian dari penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi
atopik, baik kadarnya dalam efusi maupun dalam serum tidak menunjang
sepenuhnya alergi sebagai penyebab.
Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi mungkin
disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme di bawah ini :
 Mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran ( target organ )
 Pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba Eustachius
 Obstruksi nasofaring karena proses inflamasi, dan
 Aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam
ruang telinga tengah.

D. GEJALA KLINIS
Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada anak-anak sering
terlambat diketahui. Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga,
terdengar bunyi berdengung yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan
pendengaran dan rasa nyeri yang ringan. Dizziness juga dirasakan penderita-
penderita OME. Gejala kadang bersifat asimtomatik sehingga adanya OME
diketahui oleh orang yang dekat dengan anak misalnya orang tua atau guru.4
Anak-anak dengan OME juga kadang-kadang sering terlihat menarik-narik
telinga mereka atau merasa seperti telinganya tersumbat.
Pada kasus yang lanjut sering ditemukan adanya gangguan bicara dan
perkembangan berbahasa. Kadang-kadang juga ditemui keadaan kesulitan dalam
berkomunikasi dan keterbelakangan dalam pelajaran

6
E. PATOFISIOLOGI
Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis media
akut (OMA) sekali peradangan akut telah teratasi. Di antara anak-anak yang telah
memiliki sebuah episode dari otitis media akut, sebanyak 45 % memiliki efusi
persisten setelah 1 bulan, tetapi jumlah ini menurun menjadi 10 % setelah 3
bulan.
Terdapat 3 fungsi utama tuba eustachius yaitu ventilasi untuk menjaga
agar tekanan udara antara telinga tengah dan telinga luar selalu sama,
pembersihan sekret dan sebagai proteksi pada telinga tengah. Gangguan fungsi
yang dapat disebabkan oleh sejumlah keadaan dari penyumbatan anatomi
peradangan sekunder terhadap alergi , infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) atau
trauma. Jika gangguan fungsi tuba eustachius berlangsung terus-menerus, tekanan
negatif berkembang dalam telinga tengah dari penyerapan dan atau penyebaran
nitrogen serta oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah. Jika berlangsung
cukup lama dengan sejumlah besar yang sesuai, terjadi transudasi dari mukosa
akibat tekanan negatif yang menyebabkan terjadinya akumulasi serosa dengan
dasar efusi yang steril. Disebabkan gangguan fungsi dari tuba eustachius, efusi
menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri dan bisa
mengakibatkan terjadinya otitis media akut.2
Hampir keseluruhan otitis media efusi disebabkan gangguan fungsi tuba
eustachius. Apabila peradangan dan infeksi bakteri akut telah jelas, kegagalan dari
mekanisme pembersihan telinga tengah memungkinkan terjadinya efusi pada
telinga tengah. Banyak faktor yang telah terlibat dalam kegagalan dari mekanisme
pembersihan , termasuk gangguan fungsi siliar, edema mukosa, hiperviskositas
efusi, dan tekanan udara antar telinga tengah dan telinga luar yang tidak baik

F. DIAGNOSIS
Diagnosis OME pada anak tidak mudah dan terdapat perbedaan yang
bermakna sesuai dengan kecakapan klinisi, khususnya di tingkat pelayanan primer
atau dokter anak yang mendiagnosisnya. Gejala tidak ada sensitif maupun
spesifik, banyak anak justru tanpa gejala. Pemeriksaan fisik pada anak penderita

7
OME berpotensi tidak akurat kerena kesan subjektif gambaran membran timpani
sulit dinilai. Belum lagi anak-anak yang tidak kooperatif saat dilakukan
pemeriksaan. Namun enamnesis dan pemeriksaan fisik tetap sangat berperan
dalam mendiagnosis OME.4
Anamnesis
Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini
disebabkan keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak. Biasanya orang tua
mengeluh adanya gangguan pendengaran pada anaknya, guru melaporkan bahwa
anak mempunyai problem pendengaran, kemunduran dalam pelajaran di sekolah,
bahkan dalam gangguan wicara dan bahasa. Sering kali OME ditemukan secara
tidak sengaja pada saat skrining pemeriksaan telinga dan pendengaran di sekolah-
sekolah.
Pada anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling sering
adalah penurunan pendengaran dan kadang merasa telinga merasa penuh sampai
dengan merasa nyeri telinga. Dan pada anak-anak penderita OME biasanya
mereka juga sering didapati dengan riwayat batuk pilek dan nyeri tenggorokan
berulang. Pada anak-anak yang lebih besar biasanya mereka mengeluhkan
kesulitan menengarkan pelajaran di sekolah, atau harus membesarkan volume saat
menonton televisi di rumah. Orang tua juga sering mendengarkan keluhan telinga
anaknya terasa tidak nyaman atau sering melihat anaknya menarik-narik daun
telinganya.

Pemeriksaan fisik
Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan
pemeriksaan otoskopi, timpanogram, audiogram dan kadang tindakan
miringotomi untuk memastikan adanya cairan dalam telinga tengah.
 Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan translusensi
membrana tempani. Macam-macam perubahan atau kelainan yang terjadi pada
membran timpani dapat dilihat sebagaimana berikut :

8
a) Membrana timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang menggati
gambaran tembus cahaya selain itu letak segitiga reflek cahaya pada
kuadran antero inferior memendek, mungkin saja didapatkan pula
peningkatan pembuluh darah kapier pada membran timpani tersebut. Pada
kasus dengan cairan mukoid atau mukupurulen membrana timpani
berwarna lebih muda( krem ).
b) Membrana timpani retraksi yaitu bila manubrium malei terlihat lebih
pendek dan lebih horizontal, membran kelihatan cekung dan reflex cahaya
memendek. Warna mungkin akan berubah agak kekuningan.
c) Atelektasis, membrana timpani biasanya tipis, atropi dan mungkin
menempel pada inkus, stapes dan promontium, khusunya pada kasus-kasus
yang sudah lanjut, biasanya kasus yang seperti ini karena disfungsi tuba
Eustachius dan otitis media efusi yang sudah berjalan lama.
d) Membrana timpani dengan sikatrik, suram sampai retraksi berat disertai
bagian yang atropi didapatkan pada otitis media adesiva oleh karena
terjadi jaringan fibrosis ditelinga tengah sebagai akibat proses peradangan
sebelumnya yang berlangsung lama.
e) Gambaran air fluid level atau bubles biasanya ditemukan pada OME yang
berisi cairan serus.
f) Membrana timpani berwarna biru gelap atau ungu diperlihatkan pada
kasus hematotimpanum yang disebabkan oleh fraktur tulang temporal,
leukemia, tumor vaskuler telinga tengah. Sedangkan warna biru yang lebih
muda mungkin disebabkan oleh barotraumas.
g) Gambaran lain adalah ditemukan sikatrik dan bercak kalisifikasi.
Pada pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan OME apabila ditemukan
tanda-tanda :
a. Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut.
b. Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi dari
adanya cairan didalam kavum timpani.
c. Membran timpani tampak lebih menonjol.
d. Membran timpani retraksi atau atelektasis.

9
e. Didapatkan air fluid levels atau buble, atau
f. Mobilitas membran berkurang atau fikasi.

 Otoskop pneumatik / otoskop Siegle


Otoskop pneumatik diperkenalkan pertama kali oleh Siegle, bentuknya
relatif tidak berubah sejak pertama diperkenalkan pada tahun 1864. Pemeriksaan
otoskopi pneumatik selain bisa melihat jenis perforasi, jaringan patologi, dan
untuk membrana timpani yang masih utuh bisa juga di lihat gerakanya
( mobilitas ) dengan jalan memberi tekanan positif maka membrana timpani akan
bergerak ke medial dan bila diberi tekanan negatif maka membrana timpani akan
bergerak ke leteral. Pemeriksaan otoskopi pneumatik merupakan standar fisik
diagnostik pada OME.

 Timpanometri
Timpanometer adalah suatu alat untuk mengetahui kondisi dari sistem
telinga tengah. Pengukuran ini memberikan gambaran tentang mobilitas
membrana timpani, keadaan persediaan tulang pendengaran, keadaan dalam
telinga tengah termasuk tekanan udara didalamnya, jadi berguna dalam
mengetahui gangguan konduksi dan fungsi tuba Eustachius.
Grafik hasil pengukuran timpanometeri atau timpanogram dapat untuk
mengetahui gambaran kelainan di telinga tengah. Meskipun ditemukan banyak
variasi bentuk timpanogram akan tetapi pada prinsipnya hanya ada tiga tipe, yakni
tipe A, tipe B, dan tipe C.
Pada penderita OME gambaran timpanogram yang sering didapati adalah
tipe B. Tipe B bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan gerakan membrana

10
timpani terbatas karena adanya cairan atau pelekatan dalam kavum timpani.
Grafik yang sangat datar dapat terjadi akibat perforasi membrana timpani,
serumen yang banyak pada liang telinga luar atau kesalahan pada alat yaitu
saluran buntu.3
Pemerikasaan timpanometri dapat memperkirakan adanya cairan didalam
kavum timpani yang lebih baik dibanding dengan pemeriksaan otoskopi saja.

 Audiogram
Dari pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan nilai ambang tulang dan
udara.
Gangguan pendengaran lebih sering ditemukan pada pasien OME dengan
cairan yang kental (glue ear). Meskipun demikian beberapa studi mengatakan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara cairan serus dan kental terhadap
gangguan pendengaran, sedangkan volume cairan yang ditemukan di dalam
telinga tengah adalah lebih berpengaruh.
Pasien dengan OME ditemukan gangguan pendengaran dengan tuli
konduksi ringan sampai sedang sehingga tidak begitu berpengaruh dengan
kehidupan sehari-hari. Tuli bilateral persisten lebih dari 25 dB dapat mengganggu
perkembangan intelektual dan kemampuan berbicara anak. Bila hal ini dibiarkan
bisa saja ketulian bertambah berat yang berakibat buruk bagi pasien. Akibat buruk
ini dapat berupa gangguan local pada telinga maupun gangguan yang lebih umum,
seperti gangguan perkembangan bahasa dan kemunduran dalam pelajaran sekolah.
Pasien dengan tuli konduksi yang lebih berat mungkin sudah didapatkan fiksasi
atau putusnya rantai osikel.
Garis pedoman OME yang disusun bersama oleh AAFP, AAOHNS dan
AAP menyatakan bahwa audiologi merupakan salah satu komponen pemeriksaan
pasien OME. Pemeriksaan audiometrik direkomendasikan pada pasien dengan
OME selama 3 bulan atau lebih ,kelambatan berbahasa, gangguan belajar atau
dicurigai terdapat penurunan pendengaran bermakna. Berdasarkan beberapa
penelitian, tuli konduksi sering berhubungan dengan OME dan berpengaruh pada
proses mendengar kedua telinga, lokalisasi suara, persepsi bicara dalam

11
kebisingan. Penurunan pendengaran yang disebabkan oleh OME akan
mengahalangi kemampuan awal berbahasa yang didapat.5

 Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk
skrining OME, tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik banyak membantu diagnosis penyakit ini.
CT Scan sangat sensitive dan tidak diperlukan untuk diagnosis. Meskipun
CT scan penting untuk menyingkirkan adanya komplikasi dari otitis media missal
mastoiditis, trombosis sinus sigmoid ataupun adanya kolesteatoma. CT scan
penting khususnya pada pasien dengan OME unilateral yang harus dipastikan
adanya massa di nasofaring telah disingkirkan.

G. PENATALAKSANAAN
Diagnosis dan pengobatan sedini mungkin memegang peranan penting.
Keberhasilan dari penatalaksanaan ditentukan dengan mencari faktor penyebab
dan mengatasinya guna mencegah akibat lanjut penyakit tersebut. Sumbatan tuba
dan infeksi saluran nafas atas yang kronis serta berulang merupakan salah satu
faktor yang penting diperhatikan.6
Namun penatalaksanaan OME sendiri masih menjadi perdebatan, ini
disebabkan oleh karena baik pengobatan yang bersifat konservatif maupun
tindakan operatif, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Pengobatan OME secara konservatif ada yang belum terbukti menyembuhkan
penderita dengan OME, namun pada pokoknya dapat mengurangi morbiditas
ketika terapi konservatif dianggap gagal atau tidak memuaskan.
Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan tindakan
operatif. Pengobatan konservatif secara local ( obat tetes hidung atau spray ) dan
sistemik antara lain antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan, dengan

12
atau tanpa kortikosteroid. Pengobatan dan control terhadap alergi dapat
mengurangi atau menyembuhkan otitis media efusi.6
Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus dimana setelah dilakukan
pengobatan konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh. Untuk
memberikan hasil yang baik terhadap drainase dilakukan miringotomi dan
pemasangan pipa ventilasi. Pipa ventilasi dipasang pada daerah kuadran antero
inferior atau antero superior. Pipa ventilasi akan dipertahankan sampai fungsi tuba
ini paten.  Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi dengan atau tanpa
pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi.
Tujuan pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada telinga
tengah, mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah kekambuhan,
mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan psikososial.

H. KOMPLIKASI
Akibat lanjut OME dapat mengakibatkan hilangnya fungsi pendengaran
sehingga akan mempengaruhi perkembangan bicara dan intelektual. 6 Perubahan
yang terjadi pada telinga tengah dapat mengakibatkan penyakit berlanjut menjadi
otitis media adesiva dan otitis media kronis maligna.

I. PROGNOSIS
Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik.
Kebanyakan kasus sembuh sendiri tanpa intervensi . Angka prevalensi otitis
media efusi juga menurun tajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan dengan
maturasi tuba eustachius dan fungsi imunitas.
J. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat mengurangi prevalensi otitis
media efusi: menghindari rokok atau asap rokok, memperpanjang ASI ekslusif,
pada pasien anak disarankan tidak sering ke tempat ramai berisiko (contoh: day
care center, tempat ramai lain dengan banyak penderita ISPA, dll)

13
BAB III
KESIMPULAN

OME sering terjadi pada bayi dan anak-anak sehingga cukup sulit dalam
melakukan diagnosis penyakitnya. Orang terdekat dan banyak berinteraksi dengan
anak tersebut akan menjadi sumber informasi yang baik. Perhatian orang tua dan
guru sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Etiologi dan patofisiologi OME sangat multifaktorial, saling menunjang
dan saling terkait. Pada bayi dan anak, status imunologi sangat penting untuk
menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan dalam penegakan diagnosis
OME. Penggunaan alat otoskopi pneumatik, timpanometri, audiometric untuk
pemeriksaan fisik sangat membantu dalam menegakan diagnosis.
Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan tindakan
operatif. Pengobatan konservatif meliputi pemberian antibiotika, antihistamin,
dekogestan, dengan atau tanpa kortikosteroid. Penatalaksanaan secara operatif
meliputi mirigotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi dan
adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan adekuat sangat berperan dalam
menghambat terjadinya proses gangguan pendengaran dan komplikasi lainnya.
Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi, terutama
jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering terjadi.
Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat berupa decongestan,
anti histamin, antibiotik, perasat valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan
napas atas), dan hiposensitisasi alergi. Keputusan untuk melakukan intervensi
bedah tidak hanya berdasarkan lamanya penyakit, namun perlu turut
dipertimbangkan derajat gangguan dan frekuensi parahnya gangguan pendahulu.
Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan
tuba timpanostomi, adenoidektomi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2001.
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001.
3.  Irwan AG. Sugianto. Atlas bewarna teknik pemeriksaan kelainan telinga hidung
tenggorok. FK UNSRI. Penerbit buku kedokteran EGC
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi
6. Jakarta: EGC
5. Thrasher, Richard D. 2009. Middle Ear, Otitis Media With Effusion [10 screens]
Cited 15 Juni 2009. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/
9Admin . 2009. Otitis Media Akut. [15 screens] Cited 20 Juni 2009.
6. Sumit K Agrawal, Aguila J Demetrio, Ahn S Min, et al. Current Diagnosis &
Treatment – Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2th ed. USA: Mc Graw
Hill. 2008
7. Cook. K. 2005. Otitis Media. Cited 7 May 2011. Available from :
http://www.emedicine/emerg/emedicine/htm.351.topic

15

Anda mungkin juga menyukai