Anda di halaman 1dari 8

1

BAB 1
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah peradangan akut sebagian
atau seluruh mukosa telinga bagian tengah yang disertai dengan gejala lokal
dan sistemik. Telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak
antara membrane timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan
nasofaring melalui tuba Eustachius Penyakit ini merupakan masalah
kesehatan terutama terjadi pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak
mengalami satu atau lebih episode OMSA menjelang usia 3 tahun dan atau 5
tahun (Palendeng dkk, 2013).
B. Etiologi
Penyebab OMSA adalah peradangan pada telinga tengah dapat dilihat
dari membran timpani dimana sumbatan pada tuba Eustachius merupakan
faktor utama penyebab terjadinya OMSA. Otitis media supuratif akut bisa
disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering ditemukan
adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza,
Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus.
Virus yang sering sebagai penyebab OMSA adalah virus yang terutama
menyerang saluran pernafasan. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau
kombinasi dengan bakteri lain (Pramuditya, 2019)..
Faktor-faktor risiko terjadinya OMSA antara lain adalah usia (sering
pada anak-anak), riwayat alergi, riwayat batuk-pilek, sosial ekonomi rendah,
kurangnya asupan ASI yang seringkali dikaitkan dengan daya tahan tubuh
yang rendah (Pramuditya, 2019).
C. Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, suatu hal yang mengagumkan menimbang
banyaknya flora organism yang terdapat di dalam naspoharing dan faring.
Gabungan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus (misalnya
muramidase) dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila
1
2

telinga terpapar dengan mikroba kontaminan ini saat menelan. Otitis media
akut terjadi bila mekanisme fisiologis ini terganggu. Sebagai mekanisme
pelengkap pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler sub epitel yang
penting menyediakan pula faktor-faktor humoral, leukosit polimorfonuklear
dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor
penyebab dasar otitis media akut (Roezin, 2010).
Perjalanan Penyakit OMSA terjadi karena terganggunya faktor daya
tahan tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius yang menghubungkan telinga
dengan bagian belakang dari hidung merupakan faktor utama penyebab
terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius,
pencegahan kuman masuk ke dalam telinga tengah juga akan terganggu
sehingga kuman masuk dan terjadi proses peradangan di dalamnya.
Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif
di telinga bagian tengah, sehingga terjadi transudasi cairan hingga supurasi
atau pembentukan nanah (Iskandar, 2011).
D. Pathway

Perubahan tekanan Gangguan tuba


Invasi kuman
udara tiba-tiba eustachius
(alergi,infeksi,sumbatan),
secret, tampon tumor Kuman masuk ke telinga tengah

Terjadi erosi pada semisrkulas Reaksi fagositosis sitokinin Tekanan udara negatif
pada telinga tengah ditelinga tengah
Resiko Cedera
Mengeluarkan Zat Effusi
prostaglandin
Retraksi membrane
Peradangan timpani

Nyeri dipresepsikan Vasoreseptor nyeri Gangguan Persepsi


dan sensori
Nyeri akut
3

E. Manifestasi Klinik
Gejala otitis media supuratif akut dapat bervariasi menurut beratnya
infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini
biasanya unilateral pada orang dewasa (Hetharia dan Mulyani, 2011).
1. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan
tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic (
pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan
insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
2. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
3. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
4. Demam
5. Anoreksia
6. Limfadenopati servikal anterior
F. Komplikasi
Komplikasi OMSA menurut Iskandar (2011) yaitu:
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi
secarabenar dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga
tengahtermasuk ke otak, namun ini jarang terjadi setelah adanya
pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang OMSA yaitu (Ballenger, 2010):
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran
timpany
3. Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4

H. Penatalaksanaan
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi
saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik. Penanganan lokal meliputi pembersihan hati-hati
telinga menggunakan mikroskop dan alat penghisap. Pemberian antibiotika
atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila terdapat cairan
purulen. Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan
penanganan obat tidk efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling
sering adalah timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrane timpani dan
osikulus. Tujuan dari timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga
tengah, menutup lubang perforasi, telinga tengah, mencegah infeksi berulang,
dan memperbaiki pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis
auditorius eksternus, baik secara transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis
telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan hubungan antara osikulus dievalusi.
Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering terjadi pada otitis
media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan adanya
malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cidera kepala.
Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah penutupan lubang
perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan
pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum.
I. Pencegahan
Pencegahan OMSA menurut Hetharia dan Mulyani (2011) meliputi:
1. jauhkan anak dari paparan asap rokok dan polusi udara.
2. Lakukan imunisasi lengkap pada anak sesuai jadwal.
3. Berikan ASI ekslusif pada bayi
4. Jangan membiarkan anak minum dari botol susu sambil berbaring.
5

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data,
pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis
keperawatan. Metode utama yang dapat di gunakan dalam pengumpulan data
adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik
(Asmadi, 2012).
1. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan metode pengumpulan data
secara langsung antara perawat dan klien. Disini, perawat (pewawancara)
mendapatkan respon langsung dari klien melalui tatap muka dan
pertanyaan yang diajukan. Data wawancara adalah semua ungkapan
klien, tenaga kesehatan, atau orang lain yang berkepentingan termasuk
keluarga, teman, dan orang terdekat klien. Kemampuan utama harus
dimiliki perawat selama melakukan interview adalah komunikasi dan
hubungan saling percaya dengan klien (Asmadi, 2012).
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui
pengamatan visual dengan menggunakan panca indra. Kemampuan
melakukan observasi merupakan keterampilan tingkat tinggi yang
memerlukan banyak latihan. Unsur terpenting dalam observasi adalah
mempertahankan objektivitas penilaian (Asmadi, 2012).
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan adalah proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh guna
menentukan ada/tidaknya penyakit yang didasarkan pada hasil
pemeriksaan fisik dan labotatorium. Cara pendekatan sistematis yang
dapat digunakan perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik adalah
pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe).

5
6

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat metode, yakni


inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi (Asmadi, 2012).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Resiko cedera
3. Gangguan persepsi sensori
C. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa NOC NIC
o Keperawatan
1 Nyeri akut  Pain level - Kaji tingkat nyeri
 Pain control secara komprehensif
 Comfort level termasuk lokasi,
Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
- Pasien mampu frekuensi, kualitas dan
mengontrol nyeri penyebab

- Melaporkan bahwa nyeri - Ajarkan teknik


berkurang dengan relaksasi nafas dalam
menggunakan - Observasi TTV
manajemen nyeri - Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
2 Resiko cedera  Risk control - Kaji tanda-tanda vital
Kriteria hasil: pasien
- Pasien terbebas dari - Sediakan lingkungan
cidera yang aman untuk
- Pasien mampu pasien
menjelaskan - Anjurkan keluarga
cara/metoda untuk untuk menemani
mencegah cidera pasien
- Mampu memodifikasi - Berikan penjelasan
7

gaya hidup untuk pada pasien dan


mencegah injury keluarga adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit
- Kolaborasi dalam
pemberian obat
3 Gangguan Kriteria hasil : - Observasi ketajaman
persepsi  Pasien dapat mendengar pendengaran , catat
sensori dengan baik tanpa alat apakah kedua telinga
bantu pendengaran terlibat
 Pasien tidak meminta - Berikan lingkungan
mengulang setiap yang tenang dan tidak
pertanyaan yang kacau, jika diperlukan
diajukan seperti musik lembut
- Anjurkan pasien
untuk mematuhi
program terapi yang
diberikan
8

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2009). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Ballenger, Jacob John. (2010). Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala


dan Leher. Jilid 2 Edisi 22. Jakarta : Binarupa Aksara.

Hetharia, Rospa dan Mulyani, Sri. (2011). Asuhan Keperawatan Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta: Trans Info Media.

Iskandar, N., Soepardi, E., Bashiruddin, J., et al (Ed). (2012). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta : Balai Penmerbit FKUI.

Nurarif, A.H & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Palendeng dkk. (2013). Otitis Media Supuratif Akut Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsu.
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 1.

Pramuditya, Haryogi. (2019). Otitis Media Supuratif Akut. Diakses 01 Februari


2020 http://www.yankes.kemkes.go.id/read-otitis-media-supuratif-akut-
6996.html

Roezin A., Syafril A. (2010). Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK UI.

Anda mungkin juga menyukai