Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam
seluruh bagian tubuh.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh
tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari
tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan
transeluler.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ?
2. Bagaimana cara penanganan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit?
3. Apa saja gangguan keseimbangan asam-basa ?
4. Bagaimana cara penanganan gangguan keseimbangan asam-basa?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa saja gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit !
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit !
3. Untuk mengetahui apa saja gangguan keseimbangan asam-basa !
4. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan gangguan keseimbangan
asam-basa !

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


1. Ketidakseimbangan Cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu
mempertahankan homeostatis. Adapun gangguan ketidakseimbangan cairan,
yaitu (Wahid & Nurul, 2008) :
a. Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD])
FVD merupakan kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi cairan
dan elektrolit mendekati normal. Kondisi ini di kenal juga dengan
istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik
mengalami perubahan sehingga cairan interstisial masuk ke ruang
intravaskuler. Akibatnya, ruang interstisial menjadi kosong dan cairan
intrasel masuk ke ruang interstisial sehingga menganggu kehidupan sel.
Kondisi defisit volume cairan (dehidrasi) dapat di golongkan menurut
derajat keparahannya menjadi :
1) Dehidrasi ringan
Pada kondisi ini kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5-2 liter.
2) Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan mencapai 5-10% dari berat tubuh atau
sekitar 2-4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152-158 mEq/l.
Salah satu gejalanya yaitu mata cekung.
3) Dehidrasi berat
Kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum
berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita dapat
mengalami hipotensi.

2
b. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess [FVE])
Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah ketidakseimbangan
yang di tandai dengan kelebihan cairan dan natrium di ruang eksrasel.
Kondisi ini di kenal s\juga sebagai hipervolemia. Overhidrasi umumnya
disebabkan oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap
muncul terkait kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema.
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
Gangguan ketidakseimbangan elektrolit meliputi (Wahid & Nurul,
2008) :
a. Ketidakseimbangan natrium
1) Hiponatremia
Kondisi kekurangan kadar natrium di cairan ektrasel yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Perubahan ini
mengakibatkan pindahnya cairan dari ruangan ekstra sel ke intrasel
sehingga sel menjadi bengkak. Tanda dan gejala hiponatremia
meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness, mual,
muntah, diare, takikardia, kejang, dan koma. Dimana pada kondisi
ini kadar natrium serum <136 mEq/l dan berat jenis urine <1.010.
2) Hipernatremia
Kondisi kelebihan kadar natrium di cairan ektrasel yang
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ektrasel. Perubahan ini
mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel. Tanda dan
gejala hipernatremia meliputi kulit kering, mukosa bibir kering,
pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria. Kadar natrium serum
>144 mEq/l, berat jenis urine >11,30.
b. Ketidakseimbangan kalium
1) Hipokalemia
Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel
yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion
hidrogen dan kalim tertahan di dalam sel dan menyebabkan
gangguan atau perubahan PH plasma. Gejalannya meliputi

3
kelemahan otot, keletihan otot, penurunan kemampuan otot, distensi
usus, penurunan bising usus, nadi tidak teratur. Nilai kadar kalium
serum <4mEq/l.
2) Hiperkalemia
Kelebihan kadar kalium dalam cairan ekstrasel. Tanda dan gejala
hiperkalemia meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung ireguler,
hipotensi, parastesia, dan kelemahan serta kadar kalium serum >5
mEq/l.
c. Ketidakseimbangan kalsium
1) Hipokalsemia
Kekurangan kadar kalsium di cairan ektrasel. Bila berlangsung
lama, dapat menyebabkan osteomalasia karena tubuh akan berusaha
memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang.
Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani,
peningkatan motilitas gastroinstetinal, gangguan kardiovaskular,
dan osteoporosis serta kadar kalsium ssrum <4,5 mEq/l.
2) Hiperkalsemia
Kelebihan kadar kalsium di cairan ektrasel. Menyebabkan
penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnay
menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia yaitu
penurunan kemampuan otot, onoreksia, mual, muntah, kelemahan
dan letargi, nyeri punggung dan serangan jantung. Kadar kalsium
serum >5,8 mEq/l.
d. Ketidakseimbangan magnesium
1) Hipomagnesemia
Terjadi apabila kadar magnesium kurang dari 1,5 mEq/l. Tanda dan
gejala meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif,
konfusi, disorientasi, halusinasi, takikardia, kejang, dan hipertensi.
Kadar magnesium serum <1,4 mEq/l.

4
2) Hipermagnesemia
Kondisi meningkatnya kadar magnesium di dalam serum. Tanda
dan gejala hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, depresi
refleks tendon profunda dan depresi pernapasan. Kadar magnesium
serum >3,4 mEq/l.
e. Ketidakseimbangan klorida
1) Hipokloremia
Penurunan kadar klorida dalam serum. Tanda dan gejala yang
muncul menyerupai alkolosis metabolik yaitu apatis, kelemahan,
kekacauan mental, kram, dan pusing. Kadar klorida serum <95
mEq/l.
2) Hiperkloremia
Peningkatan kadar ion klorida dalam serum. Kondisi ini
menyebabkan kelemahan letargi dan pernapasan kussmaul. Kadar
ion klorida serum >105 mEq/l.
f. Ketidakseimbangan fosfat
1) Hipofosfatemia
Penurunan kadar fosfat dalam serum. Tanda dan gejala meliputi
anoreksia, pusing, parestesia, kelemahan otot, serta gejala neurologi
yang tersamar. Nilai ion fosfat <2,8 mEq/l.
2) Hiperfosfatemia
Peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Tanda dan gejala
meliputi peningkatan eksitabilitas sistem saraf pusat, spasme otot,
konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah
kardiovaskular dan osteoporosis. Nilai ion fosfat >3,0 mEq/l.
3. Penetapan diagnosis
Adapun masalah utama untuk masalah gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit meliputi (Wahid & Nurul, 2008) :
a. Kekurangan volume cairan
1) Diagnosis Keperawatan

5
a) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kelebihan natrium.
b) Asupan cairan yang tidak adekuat yang berhubungan dengan
gangguan sensasi rasa haus.
2) Intervensi
a) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kelebihan natrium.
(1) Pantau tekanan darah, nadi dan timbang berat badan setiap
hari.
Rasional : untuk mengetahui adaya perubahan dalam
status volume dan gangguan keseimbangan cairan.
(2) Anjurkan menghindari makanan tinggi natrium. Misalnya
sup atau sayuran kaleng, makanan diproses, makanan
kudapan dan bumbu.
Rasional: menurunkan risiko komplikasi akibat natrium.
(3) Berikan perawatan oral sering, hindari pencuci mulut yang
mengandung alkohol.
Rasional : meningkatkan kenyamanan dan mencegah
kekeringan lanjut pada membrane mukosa.
(4) Monitor natrium serum.
Rasional: pantau kadar natrium serum dan mengobservasi
perubahan dalam tanda-tanda neurologis.
(5) Anjurkan pasien untuk menghindari penambahan garam
saat memasak.
Rasional: agar tidak meningkatkan kadar natrium dalam
tubuh.
(6) Pantau elektrolit, osmolalitas serum dan GDA.
Rasional: mengevaluasi kebutuhan/ kefektifan terapi.
(7) Batasi masukan natrium dan berikan diuretic sesuai
indikasi.

6
Rasional: pembatasan natrium selama peningkatan kliens
ginjal menurun kdar natrium pada kelebihan cairan
ekstraseluler.
b) Asupan cairan yang tidak adekuat yang berhubungan dengan
gangguan sensasi rasa haus.
(1) Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional: parameter ini bervariasi tergantung pada status
cairan dan indicator terapi kebutuhan/ keefektifan.
(2) Kaji tingkat kesadaran dan kekuatan muscular, tonus dan
gerakan.
Rasional: ketidakseimbangan natrium menyebabkan
perubahan yang bervariasi dari kekacauan mental dan
perangsang sampai kejang dan koma. Pada adanya
kekurangan air, rehidrasi cepat dapat menyebabkan edema
serebral.
(3) Pertahankan kewaspadaan keamanan atau kejang sesuai
indikasi.
Rasional: kelebihan natrium atau edema serebral
meningkatkan risiko kacau mental.
(4) Berikan perawatan kulit dan perubahan posisi sering.
Rasional: mempertahakan integritas kulit.
(5) Berikan cairan pada pasien lemah dengan interval regular.
Berikan air bebas pada pasien yang mendapat makan
enteral.
Rasional: dapat mencegah hipernatremia pada pasien yang
tidak mampu menerima atau berespon terhadap haus.
(6) Tingkatkan cairan IV, misalnya dekstrosa 5% pada
dehidrasi, NaCl 0,9% (pada kekurangan ekstraseluler).
Rasional: penggantian kekurangan air tubuh total secara
bertahap memperbaiki natrium atau air.

7
b. Kelebihan volume cairan
1) Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme pengaturan asupan natrium yang berlebihan
peningkatan asupan cairan sekunder akibat hiperglikemik,
pengobatan, dorongan kompulsif untuk minum air, dan aktivitas
lainnya, ketidak cukupan protein sekunder akibat penurunan asupan
atau peningkatan kehilangan, disfungsi ginjal, gagal jantung,
retensi natrium, imobilitas, dan aktivitas lainnya.
2) Intervensi :
a) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif
(pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap
hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi,
terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap
terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut.
b) Awasi tekanan darah dan CVP. Catat JVD/Distensi vena.
Rasional : Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan
dengan kelebihan volume cairan, mungkin tidak terjadi karena
perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi juguler
eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti
vaskuler.
c) Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi nafas dan
terjadinya bunyi tambahan (contoh krekels).
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi, (contoh
edema paru).
d) Awasi disritmia jantung, auskultasi bunyi jantung.
Rasional : Mungkin disebabkan oleh GJK, penurunan perfusi
arteri koroner, dan ketidakseimbangan elektrolit.

8
e) Kaji derajat perifer/edema dependen.
Rasional : Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat
retensi natrium dan air, penurunan albumin, dan penurunan
ADH.
f) Berikan obat sesuai indikasi :
(1) Diuretik, contoh: spironolakton (Aldakton); furosemid
(lasix).
Rasional : Digunakan dengan perhatian untuk mengontrol
edema dan asites. Menghambat efek aldosteron,
meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila
terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan
natrium tidak mengatasi.
(2) Kalium
Rasional : Kalium serum dan seluler biasanya menurun
karena penyakit hati sesuai dengan kehilangan urine.
(3) Obat inotropik positif dan vasodilatasi arterial.
Rasional : Diberikan untuk meningkatkan curah
jantung/perbaikan aliran darah ginjal dan fungsinya,
sehingga menurunkan kelebihan cairan.
g) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema (
pembatasan diet dan penggunaan dosis dan efek samping obat
yang diprogramkan).
Rasional : pasien memahami tentang penyebab dan cara
mengatasi edema.
c. Resiko kekurangan volume cairan
1) Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih.
2) Intervensi
a) Monitor TTV.
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien.

9
b) Kaji adanya tanda-tanda syok hipovolemik.
Rasional : mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi
pada keadaan umum pasien terutama untuk mengetahui adakah
tanda-tanda syok hipovolemik.
c) Monitor intake dan output.
Rasional : membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan
dan derajat kekurangan cairan.
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8
gelas sehari.
Rasional : mengganti kehilangan cairan dalam tubuh.
e) Kalaborasi pemberian cairan IV jika diinstruksikan.
Rasional : membantu kebutuhan cairan dalam tubuh.
d. Gangguan pertukaran gas
1) Diagnosa keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen, perubahan membran alveolar kapiler, perubahan cairan
darah, perubahan kapasitas pengangkut oksigen darah.
2) Intervensi
a) Kaji status pasien pernafasan peningkatan frekuensi pernafasan
perubahan pola nafas.
Rasional : peningkatan upaya pernafasan dapat menunjukkan
derajat hipoksia.
b) Anjurkan psien untuk napas dalam.
Rasional : memudahkan aliran oksigen.
c) Anjurkan posisi sesering mungkin.
Rasional : membantu menjegah atelektasis.
d) Pertahankan duduk semi fowler.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen.
e) Berikan periode istirahat dan lingkungan yang tenang.
Rasional : menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan
oksigen.

10
f) Kalaborasi dengan tim medis dalam pemberian O2 tambahan.
Rasional : meningkatkan oksigen alveolar yang dapat
memperbaiki hipoksemia jaringan.
e. Penurunan curah jantung
1) Diagnosa keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan distrimia yang
berkaitan dengan ketidakseimbangan elektrolit.
2) Intervensi
a) Auskultasi bunyi jantung catat frekuensi dan irama.
Rasional : distremia khusus lebih jelas terdeteksi dengan
pendengaran.
b) Tentukan tipe distremia.
Rasional : berguna selama menentukan kebutuhan.
c) Pantau TTV dan kaji keadekuatan curah jantung. n
Rasional : penanganan cepat untuk mengakhiri distrimia
diperlukan pada adanya gangguan curah jantung.
d) Berikan lingkungan tenang dan batasi.
Rasional : menurunkan kerja miokandia,
e) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : memperbaiki curah jantung yang abnormal.
B. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Adapun masalah keseimbangan asam-basa yaitu (Wahid & Nurul, 2008) :
1. Asidosis
a. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa
yang disebabkan oleh retensi CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena
jumlah CO2 yang keluar paru-paru berkurang, terjadi peningkatan
H2CO3 yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Kondisi ini bisa
di sebabkan oleh penyakit paru, depresi pusat pernapasan, kerusakan
saraf atau otot yang menghambat kemampuan bernapas, atau oleh
tindakan sederhana seperti menahan napas. Sebagai upaya kompensasi,

11
ginjal akan berupaya menahan bikarbonat untuk mengembalikan rasio
asam karbonat dan bikarbonat yang normal. Akan tetapi, karena ginjal
berespons relatif lambat terhadap keseimbangan asam-basa, respons
kompensasi tersebut akan membutuhkan waktu beberapa jam hingga
beberapa hari sampai kembali normal.
Tanda-tanda klinis respiratorik meliputi :
1) Napas dangkal, gangguan yang menyebabkan hipoventilasi.
2) Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan
kesadaran dan disorientasi.
3) pH plasma <7,35; pH urine <6
4) PCO2 tinggi (45 mmHg)
1) Penetapan diagnosis :
a) Diagnosa keperawatan :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran
alveolar-kapiler.
b) Intervensi
(1) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan
jalan nafas.
Rasional : jalan nafas lengket/kolaps menurunkan jumlah
alveoli yang berfungsi secara negative mempengaruhi
pertukaran gas.
(2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai kebutuhan/ toleransi
pasien.
Rasional : meningkatkan ekspansi dada maksimal,
membuat mudah untuk bernafas serta meningkatkan
kenyamanan fisiologis/ psikologis.
(3) Kolaborasi dalam pemeriksaan GDA/Nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia ada pada berbagai derajat,
tergantung pada jumlah obstruksi jalan nafas, fungsi

12
kardiopulmonal, dan ada/tidaknya syok. Alkalosis
respiratori dan asidosis metabolic dapat terjadi.
(4) Kolaborasi dalam pemberian oksigen dengan metode yang
tepat.
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk
pertukaran gas.
(5) Obervasi frekuensi dan kedalaman pernafasan,
penggunaan otot bantu nafas, nafas bibir.
Rasional : Kegagala pernafasan lebih berat menyertai
kehilangan paru unit fungsional dari sedang sampai berat.
(6) Observasi tanda vital.
Rasional : Takikardia, takipnea, dan perubahan pada TD
terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis.
b. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik merupakan kondisi yang gerjadi akibat
ketidakmampuan membuang asam yang berada dalam tubuh. Pada
keadaan tidak terkompensasi, keadaan ini di tandai denagan penurunan
HCO3- plasma, sedangkan kadar CO2 normal. Asidosis metabolik
disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau
oleh penimbunan asam nonkarbonat. Kondisi tersebut merangsang
pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi dan kedalaman napas.
Akibatnya, CO2 semakin banyak terbuang dan kadar asam karbonat
menurun. Upaya ini meminimalkan perubahan pH.
Tanda dan gajala asidosis metabolik meliputi :
1) Pernapasan kussmaul
2) Kelelahan (malaise)
3) Disorientasi
4) Koma
5) pH plasma <3,5
6) PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi

13
7) Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20 mEq/l ; dewasa <21
mEq/l).
1) Penetapan dignosa
a) Diagnosa keperawatan
Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui gastrointestinal
b) Intervensi
(1) Kaji dan monitor TTV, suara dan fungsi usus, fungsi
persarafan dan status mental, intake dan output cairan, rate
dan irama EKG.
Rasional : untuk memastikan bahwa TTV, suara dan fungsi
usus, fungsi persarafan dan status mental, intake dan output
cairan, rate dan irama EKG dalam kondisi yang normal.
(2) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Rasional : lingkungan yang nyaman dapat menurunkan
reaksi terhadap stimulasi dari luar dan meningkatkan
relaksasi sehingga pasien dapat istirahat dengan nyaman.
(3) Berikan cairan dan elektrolit secara IV.
Rasional : untuk mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit.
2. Alkalosis
a. Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO2
berlebih akibat hiperventilasi. Jika ventilasi paru meningkat, jumlah
CO2 yang di keluarkan akan lebih besar daripada yang dihasilkan.
Akibatnya, H2CO3 yang terbentuk berkurang dan H+ menurun.
Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah demam,
kecemasan dan keracunan aspirin yang merangsang ventilasi yang
berlebihan. Sebagai upaya kompensasi ginjal akan mengeksresikan
bikarbonat untuk mengembalikan pH ke dalam rentang normal.

14
Tanda dan gejala klinis alkalosis respiratorik meliputi :
1) Penglihatan kabur
2) Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
3) Kemampuan konsentrasi terganggu
4) Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
5) pH >7,45
1) Penetapan diagnosa
a) Diagnosa keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
b) Intervensi
(1) Mengidentifikasi etiologi/ factor pencetus.
Rasional : pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk
pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan
terapeutik lain.
(2) Kaji frekuensi kedalaman dan kualitas pernafasan.
Rasional : mengetahui perubahan dalam kesulitan bernafas.
(3) Auskultasi dada secara periodic, catat bila ada kelainan
bunyi pernafasan.
Rasional : memberikan informasi tentang adanya obstruksi
jalan nafas.
(4) Menutup defek dengan kassa berlemak (petrolatum gauze)
dan memasang balutan kassa tebal.
Rasional : memperbaiki kerusakan struktur yang lebih
dalam.
(5) Pantau tanda vital.
Rasional : manifestasi distress tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
(6) Kaji volume tidal.
Rasional : menentukan jumlah udara inspirasi dan
ekspirasi.

15
(7) Awasi kesesuaian pola pernafasan bila menggunakan
ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan atau
peningkatan tekan jalan nafas didiga memburuknya
kondisi atau terjadinya komplikasi.
(8) Berikan Health Education (HE) mengenai open
pneumotoraks yang dialami pasien.
Rasional : pasien mengerti akan penyakit maupun keadaan
yang sedang dialaminya
b. Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik adalah penurunan (reduksi) H+ plasma yang
disebabkan oleh defisiensi relatif asam-asam nonkarbonat. Pada kondisi
ini peningkatan HCO3- tidak diimbangi dengan peningkatan CO2. Pada
keadaan tidak terkompensasi, kadar HCO3- bisa berlipat ganda dan
menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi ini disebabkan oleh muntah
yang terus-menerus dan ingesti obat-obat alkali. Sebagai upaya
kompensasi, pusat pernapasan ditekan agar pernapasan menjadi pendek
dan dangkal. Akibatnya, CO2 menjadi tertahan dan kadar asam karbonat
meningkat guna mengimbangi kelebihan bikarbonat.
Tanda dan gejala klinis alkalosis metabolik meliputi :
1) Apatis
2) Lemah
3) Gangguan mental (gelisa, bingung, latergi)
4) Kram
5) Pusing
1) Penetapan diagnosa
a) Diagnosa keperawatan
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
b) Intervensi
(1) Kaji respon emosi, sosial dan spritual terhadap aktifitas.

16
Rasional : untuk menetapkan kemampuan dan kebutuhan
pasien serta memudahkan pilihan intervensi.
(2) Kaji TTV.
Rasional : untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
pasien yaitu respon otomatis meliputi perubahan tekanan
darah, nadi, pernapasan, dan suhu berhubungan dengan
keluhan kelemahan tubuh karena berpengaruh pada
aktifitas tubuh.
(3) Pantau asupan nutrisi.
Rasional : untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber
energi.
(4) Bantu aktivitas pasien sesuai kemampuan pasien.
Rasional : untuk meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
C. Tindakan keparawatan yang di lakukan untuk pemenuhan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Adapun tindakan keparawatan yang di lakukan untuk pemenuhan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi (Ernawati, 2012) :
1. Pemberian cairan melalui infus
a. Pengertian
Pemberian cairan melalui infus adalah pemberian cairan kedalam tubuh
dengan cara memasukkan cairan memalui vena.
b. Tujuan
1) Mencegah terjadinya dehidrasi
2) Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
3) Sebagai pengobatan
4) Pemberian nutrisi
c. Persiapan alat
1) Tiang infus

17
2) Troly berisi infus set, cairan infus sesuai intruksi, aboket, tournique,
pengalas, kapas alkohol, plester, gunting, betadin, sarung tangan
kasa steril.
d. Cara kerja
1) Memberi tahu pasien
2) Membawa alat-alat kedekat pasien
3) Mencuci tangan
4) Mengatur posisi pasien sesuai dengan kondisi pasien
5) Mengecek cairan infus dan menghubungkan dengan infus set
6) Mengisi cairan infus
7) Memasang pengalas pada daerah yang akan dipasang infus
8) Lakukan pembendungan pada daerah yang akan dipasangkan infus
9) Menggunakan sarung tangan steril
10) Lakukan desifektan pada daerah yang akan ditusuk dengan
menggunakan kapas dan betadin
11) Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian
bawah vena dan jarum aboket menghadap ke atas.
12) Perhatikan darah yang masuk kedalam jarum. Apabila saat
penusukan terjadi pengeluaran darah melalui jarum maka tarik
madrin sambil terus memasukkan kedalam vena.
13) Setelah jarum bagian dalam dilepaskan tahan bagian atas vena
dengan cara menekan menggunakan jari tangan supaya darah tidak
keluar, kemudian hubungkan dengan infus set.
14) Buka klem infus dan atur tetesan sesuai dosis yang dianjurkan.
15) Lakukan fiksasi pertama dengan cara menyilang di bawah aboket
tapi tidak menutupi luka, kedua dibawah sambungan antara aboket
dan infus set dan ditutup dengan kasa steril.
16) Tuliskan tanggal, waktu, pemasangan infus pada daerah yang di
fiksasi.
17) Merapikan kembali pasien dan mengembalikan
18) Membuka sarung tangan

18
19) Mencuci tangan
20) Mendokumentasikan tindakan yang dilakukan.
2. Transfusi darah
a. Pengertian
Transfusi darah adalah tindakan keperawatan yang dberikan pada pasien
yang membutuhkan darah menggunakan set transfusi melalui pembuluh
darah vena.
b. Tujuan
1) Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma,
dan hemoragi )
2) Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pada pasien yang mengalami anemia berat.
3) Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih
(misalnya faktor pembekuan untuk membantu mengontrol
perdarahan pada pasien hemofilia)
c. Persiapan alat
1) Tiang infus
2) Troly berisi infus set, transfusi set, cairan infus 0,9 %,produk darah
yang benar sesuai program, aboket, tournique, pengalas, kapas
alkohol, plester, gunting, betadin, sarung tangan kasa steril.
d. Cara kerja
1) Memberi tahu pasien
2) Membawa alat-alat kedekat pasien
3) Mencuci tangan
4) Mengatur posisi pasien sesuai dengan kondisi pasien
5) Mengecek cairan infus dan menghubungkan dengan infus set
6) Mengisi cairan infus
7) Memasang pengalas pada daerah yang akan dipasang infus
8) Lakukan pembendungan pada daerah yang akan dipasangkan infus
9) Menggunakan sarung tangan steril

19
10) Lakukan desifektan pada daerah yang akan ditusuk dengan
menggunakan kapas dan betadin
11) Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian
bawah vena dan jarum aboket menghadap ke atas.
12) Perhatikan darah yang masuk kedalam jarum. Apabila saat
penusukan terjadi pengeluaran darah melalui jarum maka tarik
madrin sambil terus memasukkan kedalam vena.
13) Setelah jarum bagian dalam dilepaskan tahan bagian atas vena
dengan cara menekan menggunakan jari tangan supaya darah tidak
keluar, kemudian hubungkan dengan infus set.
14) Buka klem infus dan atur tetesan sesuai dosis yang dianjurkan.
15) Lakukan fiksasi pertama dengan cara menyilang di bawah aboket
tapi tidak menutupi luka, kedua dibawah sambungan antara aboket
dan infus set dan ditutup dengan kasa steril.
16) Lanjutkan pemberian infus Nacl 0,9 % sebelum dipasang transfusi.
17) Pasang transfusi set yang terlebih dahulu diisi dengan infus Nacl
kemudian diganti dengan produk darah yang sesuai kebutuhan
pasien.
18) Atur tetesan sesuai kebutuhan pasien.
19) Tuliskan tanggal, waktu, pemasangan infus pada daerah yang di
fiksasi.
20) Merapikan kembali pasien dan mengembalikan alat ketempat
semula.
21) Membuka sarung tangan.
22) Mencuci tangan.
23) Mendokumentasikan tindakan yang dilakukan.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terdiri dari hipervolemia dan
hipovolemia, hiponatremia dan hipernatremia, hipokalemia dan hiperkalemia,
hipokalsemia dan hiperkalsemia, hipomagnesemia dan hipermagnesemia, hipokloremia
dan hiperkloremia, hipofosfatemia dan hiperfosfatemia.
B. Saran
Dari makalah ini kami selaku penulis menyarankan kepada pembaca untuk
selalu memenuhi kebutuhan dan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh
serta keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Karena sangat diperlukan dalam
rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.

21

Anda mungkin juga menyukai