PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Otitis Media Akut (OMA) adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001). Otits media akut
(OMA) dapat terjadi kare beberapa faktorpenyebab, seperti sumbatan tuba eustachius
(merupakan penyebab utama darikejadian otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada
silia mukosa tubaeustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan
bakteri( Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan bakteri
piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus
vulgaris).
Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan
OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya (Berman, 1995).Menurut Teele (1991) dalam
Commissoet al. (2000), 33% anak akan mengalamisekurang-kurangnya satu episode OMA pada
usia 3 tahun pertama. Terdapat 70%anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu
episode OMA (Bluestone,1996). Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi penyebab
22,7% anak-anak pada usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai dengan
5tahun yang datang berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertigakunjungan ke dokter
didiagnosa sebagai OMA dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter adalah untuk follow-up
penyakit otitis media tersebut (Teeleet al.,1989).
Menurut Casselbrant (1999) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa19% hingga 62%
anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMAdalam tahun pertama
kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalamipaling sedikit satu episode OMA ketika
ia mencapai usia 3 tahun. Di AmerikaSerikat, insidens OMA tertinggi dicapai pada usia 0 sampai
dengan 2 tahun,diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka
yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli
otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik.
Pada tahun 2010 WHO mendapatkan data sekitar 1045 perbulan orang yang memeriksakan
diri pada THT untuk memeriksakan peradangan pada telinga tengahnya, sedangkan diindonesia
didapat dari data THT diseluruh Indonesia tercatat 65 orang perbulan dalam pemeriksaan dengan
keluhan peradangan pada telinga tengah, sedangkan dikalbar data yang didapat tidaklah terlalu
spesifik, hanya ada beberapa pasien saja yang tercatat disetiap bulannya.
Dari uraian di atas maka penulis mencoba mengangkat masalah tentang Otitis Media Akut.
Agar nantinya mahasiswa keperawatan bisa melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah telinga yaitu otitis media.
2. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami Definisi OMA.
2. Untuk mengetahui dan memahami Stadium OMA.
3. Untuk mengetahui dan memahami Etiologi OMA.
4. Untuk mengetahui dan memahami Patofisiologi OMA.
5. Untuk mengetahui dan memahami Manifestasi klinis OMA.
6. Untuk mengetahui dan memahami gambaran Komplikasi OMA.
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan OMA.
8. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pemeriksaan diagnostik OMA.
9. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan OMA.
3. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu definisi OMA?
2. Apa saja stadium OMA ?
3. Bagaimana etiologi OMA ?
4. Bagaimana patofisiologi OMA ?
5. Bagaimana diagnosa OMA ?
6. Apa saja Komplikasi dari OMA ?
7. Bagaimana penatalaksanaan OMA ?
8. Apa saja dan bagaimana pemeriksaan diagnostic OMA ?
9. Bagaimana cara pencegahan OMA ?
4. MANFAAT
Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat
kebanyak pihak diantaranya :
1. Bagi penulis, memberikan gambaran mengenai anemia otitis media akut secara umum
maupun terperinci.
2. Bagi mahasiswa, dapat dimanfaatkan dan digunnakan oleh teman-teman sebagai
bahan referensi terkait otitis media akut.
3. Pihak uumum, sebagai bahan bacaan dan sebagai sumber informasi mengenai Otitis
media Akut.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005)
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yangdisebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah(Smeltzer, 2001).
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otitis media akut adalah peradangan atau proses infeksi oleh adanya cairan di telinga
atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara
lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen. pada telinga tengah yang bersifat akut atau
tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan
steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara
alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim
pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut ini terjadi
akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii
merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya terserang
infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering. dari
yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otitis media akut biasanya berhubungan dengan
akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-tanda atau gejala-gejala dari infeksi
telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai nyeri, atau gendang telinga yang
berlubang, seringkali dengan aliran dengan materi yang bernanah. Demam dapat hadir.
3. ETIOLOGI
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dariotitis media
yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tubaeustachius terganggu,
sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telingatengah juga akan terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya(misal : sinusitis,
hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitisalergika). Pada anak-anak, makin
sering terserang ISPA, makin besarkemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA).
Pada bayi, OMAdipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya
agak horisontal.
4
ISPA
(Batuk, pilek,
demam)
hemoliticus,
Haemophilus
Influenzae,
Staphylococcus
aureus, Streptococcus
Pneumoniae,
Pneumococcus.
Virus (Hemofilus
Influenza, entero
virus, RSV)
Trauma benda
(Ruptur gendang
telinga)
Keluhan semakin
berat
Peningkatan
produksi cairan
sekret
Tekanan udara
ditelinga
meningkat
Pengobatan
ttidak tuntas,
episode berulang
Akumulasi cairan
mucus dan
serosa
Retraksi
membrane
timpani
Infeksi berlanjut
ke telinga dalam
Ruptur
membrane
timpani karena
didesak
Hantaran suarra
yang diterima
menurun
Tinnitus,
penurunan fungsi
Proses fagositosis
MK: CITRA TUBUH,
Proses fagositosis
MK: CEMAS
GANGGUAN
Proses fagositosis
MK: HIPERTERMI
6
MK: PERSEPSI
SENSORI,
GANGGUAN:
Pusing vertigo
Keseimbangan
tubuhfagositosis
menurun
Proses
MK: RESIKO
CEDERA
5. MANIFESTASI KLINIS
Pada perjalan penyakit otitis media akut yang biasa, gejala yang timbul dalam
beberapa hari berupa otalgia, demam, tidak enak menyeluruh dan kehilangan pendengaran.
Pada bayi, gejalanya kurang dan dapat berupa iritabilitas, diare, muntah atau malise.
Munculnya gejala klinik ini biasanya diawali oleh infeksi saluran nafas atas beberapa hari
atau minggu sebelumnya.
Gejala klinis Otitis Media Akut ( OMA ) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium Otitis Media Akut ( OMA ) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi.
Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
Stadium hiperemis ( Presupurasi )
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia,
tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi
ruptur.
Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga
luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur
nyenyak.
Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
Otitis Media Akut ( OMA ) berubah menjadi Otitis Media Supuratif Subakut bila
perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus - menerus atau hilang timbul lebih dari 3
7
minggu. Disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2
bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa perforasi.
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang
tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa, didapatkan
juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil
gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi ( > 39,5 derajat celsius), gelisah,
sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga
yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
6. KOMPLIKASI
Otitis Media Kronis
Merupakan suatu peradangan kronis selaput lendir telinga tengah dan mastoid
dengan keluarnya cairan ( otorrhoe ) melalui kerusakan di gendang telinga sentral.
Kadang-kadang sebagai akibat OMA yang tidak sembuh (lebih lama dari tiga
minggu). Kadang-kadang penyakit ini merupakan suatu gangguan tersendiri, yaitu
terjadi otore akibat infeksi dari luar melalui suatu kerusakan gendang telinga yang
sudah ada sebelumnya. Gangguannya cenderung akan terus terulang kembali.
Otitis media kronik dengan kolesteatoma atau benjolan mutiara disebabkan oleh
pertumbuhan kulit liang telinga atau lapisan epitel gendang telinga yang masuk ke
telinga tengah atau mastoid.
Perforasi gendang telinga
Suatu bentuk otitis media dapat menyebabkan kerusakan pada gendang telinga
atau rangkaian tulang pendengaran. Perforasi gendang telinga sering berbentuk ginjal
dan letaknya di kedua kuadran bawah. Suatu perforasi selaput gendang telinga disebut
sentral bila dikeliling cacatnya masih ada gendang telinga. Suatu perforasi disebut
marginal apabila sebagian cacatnya berbatasan dengan liang telinga. Melalui perforasi
marginal, epitel kulit tumbuh ke dalam telinga tengah dan terbentuklah kolesteatoma.
Suatu perforasi gendang telinga hanya menambah resiko untuk terulangnya radang
telinga tengah. Pada umumnya pasien dengan perforasi gendang telinga disarankan
untuk mencegah masuknya air ke dalam telinga. Terutama sabun dan shampoo yang
menurunkan tegangan permukaan, dapat mengakibatkan otore berulang.
Timpanosklerosis
Timpanosklerosis kemungkinan besar disebabkan oleh radang telinga tengah
berulang berkali - kali yang kadang - kadang berlangsung tanpa gejala. Setelah
sembuh dari peradangan, akan mengendap garam kapur ( kalkzouten ) di gendang
telinga, selaput lender promontorium, atau di selaput lendir di sekitar rangkaian
tulang - tulang pendengaran. Endapan garam kapur di dalam jaringan ikat hyalin
disebut timponosklerosis.
Atrofi dan atelektasis
8
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani
sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan
pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi rupture.
Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Penatalaksanaan keperawatan
Mengkaji nyeri.
Mengkompres hangat.
Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien.
Instruksikan kepada keluarga tentang komunikasi yang efektif.
Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis media.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
yang sering dilakukan pada kasus otitis media ini diantaranya meliputi :
Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpany
Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani)
Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).
Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon endang telinga
terhadap perubahan tekanan udara
10
Umum : Melihat keadaan pasien apakah pasien dalam keadaan sadar atautidak.
Melakukan pemeriksaan tanda vital, seperti tekanan darah, suhu, nadi, frekuensi
pernapasan.
Pemeriksaan telinga : alat yang diperlukan adalah lampu kepala, corong telinga,
otoskop, pelit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garputala.
Pasien duduk dengan posisi badan congdong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran
timpani.
Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk telinga, daerah belakang daun telinga (retroaurikular) apakah terdapat peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik
daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan
mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membran tympani. Otoskop
dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan tangan kiri
bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking
tangan
yang
memegang
ototskop
ditekan
pada
pipi
pasien.
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus
dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang diliatkan, bila
konsistensinya lunak dapat dikeluarkan dangan pengait. Jika serumen ini sangat
keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih diencerkan dulu dengan
minyak.
Uji pendengaran : dilakukan dengan memakai garputala dan hasil dari pemeriksaan
dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif.
Uji Rinne : dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau
mengetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa. Kaki garputala tersebut diletakkan
pada tulang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Kemudian dipindahkan
ke depan liang telinga selama 2-3 detik ditempat mana yang lebih keras. Bila bunyi
terdengar lebih keras bila garputala diletakkan didepan liang telinga berarti telinga
yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadan seperti ini disebut
tes Rinne (+). Bila bunyi yang terdengar lebih keras ditulang mastoid, maka telinga
yang diperfiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB. Keadaan ini
disebut tes Rinne (-).
Uji weber : dilakukan dengan meletakkan kaki pelana yang telah digetarkan pada
garis tengah wajah atau kepala. Ditanyakan pada pasien di telinga mana yang
terdengar lebih keras. Pada keadaan normal pasien mendengar suara ditengah atau
tidak dapat membedakan telinga mana yang mendegar lebih keras. Bila pasien
mendengar lebih keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat)
berarti telinga yang sakit menderita tuli sensorineural. Telinga yang sakit lateralisasi
ke telinga yang sakit berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
Timpanometri
Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam rangkaian
pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari
11
kelenturan (gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi
tekanan positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga
melalui suatu tabung bersumbat, sebagian diabsorpsi dan sisanya dipantulkan kembali
ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari tabung tersebut. Satu alat
pengukur pada telinga normal memperlihatkan bahwa besar energi yang dipantulkan
tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya bila telinga terisi cairan, atau bila
gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang
dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi
yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan
sebagai sarana pnegukur kelenturan.
Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relatif sistem
timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah ubah. Kelenturan
maksimal diperoleh pada tekanan udara normal dan berkurang jika tekanan.
9. PENCEGAHAN
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya OMApada
anak antara lain:
: Ny. S
12
Umur
Jenis kelamin
: 30 Tahun
: Perempuan
2. KELUHAN UTAMA
Ny.S datang ke klinik THT dengan keluhan sejak 3 minggu batuk filek dengan hdung
tersumbat dan menggigil.
3. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat Kesehatan sekarang
Ny.S datang ke klinik THT dengan keluhan sejak 3 minggu batuk filek dengan hdung
tersumbat dan menggigil. Keluhan dirasakan semakin memberat, karena telinga kanan
terasa nyeri dan keluar cairan kuning kental yang berbau, ketajaman pendengaran
menurun.
4. PEMERIKSAAN FISIK
ROS (Review of system)
Keadaan Umum :Kesadaran
:
5. DATA FOKUS
Data subjektif
Telinga kanan Ny.S nyeri
dan keluar cairan kuning
kental yang berbau.
Ny.S Mengeluh sejak 3
minggu
batuk
filek
dengan hidung tersumbat
dan demam menggigil.
Ny.S Merasa cemas,
menarik diri dan malu
pada lingkungan karena
penyekitnya
menimbulkan bau.
Ny S mengatakan jika
ketajaman
pendengarannya
menurun.
Data Objektif
Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu
: 39 celcius
Hasil pemeriksaan Fisik
Adanya tinitus
Otalgia
Otore
Vertigo, pusing
Tenggorokan : mukosa paring hiperemi
Gatal pada telinga, konka hiperemi
Tuba eustachius bengkak, merah, suram
Discharge purulen
Hidung : discharge seremukous
Hasil pemeriksaan penunjang
Leukositosis
Eosinifilia
Peningkatan LED
ANALISA DATA
N
o
1)
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
Ds:
Ny S mengeluh
ketajaman
pendengaran
menurun.
Otore, vertigo
Tuba eustasius
tampak bengkak,
merah, suram
Leukositosis,
eosinofilia, LED
meningkat
Do:
14
Adanya tinnitus,
otalgia.
Adanya otalgia,
otore.
Tuba eustasius
tampak bengkak,
merah,suram
TD: 120/80 mmHg
Suhu : 39 Celcius
Ds:
2)
Do:
Ds:
Ny S mengeluh
sejak 3 minggu
yang lalu batuk
filek dengan
hidung tersumbat
dan demam
menggigil
Proses infeksi
Do:
3)
Nyeri Akut
TD :120/80 mmHg
Suhu : 39 Celcius
Adanya tinnitus,
otalgia, otore,
Vertigo, tuba
eustasius merah,
bengkak, suram,
Leukositosis
meningkat
Eosinofilia
LED meningkat
15
Hipertermi
Ds:
Ny s merasa cemas,
menarik diri, dan
malu pada lingkungan
karena penyakitnya
yang menimbulkan
bau.
Leukositosis
LED meningkat
Eosinofilia
Ny.S mengeluh
telinga kanan terasa
nyeri dan keluar
cairan kuning kental
yang berbau.
Otalgia, vertiga
Pusing, leukositosis
LED meningkat
Otore, tinnitus,pusing
4)
Ansietas
Penurunan fungsi
pendengaran dan vertigo
Do:
5)
Ds:
Do:
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ganggguan persepsi sensori pendengran berhubungan dengan obstruksi, infeksi, ditelinga
tengah dan kerusakan saraf pendengaran.
2) Nyeri Akut berhubungan dengan proses bradangan karena infeksi
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4) Ansietas berhubungan dengan nyeri yang semakin berat
5) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran dan vertigo.
DIAGNOSA
TUJUAN / KH
INTERVENSI
16
1)
2)
3)
Ganggguan persepsi
sensori pendengran
berhubungan dengan
obstruksi, infeksi,
ditelinga tengah dan
kerusakan saraf
pendengaran.
Nyeri Akut
berhubungan dengan
proses bradangan
karena infeksi
Hipertermi
berhubungan dengan
proses infeksi
4)
Ansietas
berhubungan dengan
nyeri yang semakin
Klien tidak
menunjukkan demam
Klien tampak rilex
dan lebih baik
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam cemas yang dialami klien
17
berat
5)
BAB III
18
PENUTUP
1. LAMPIRAN
Step 1 dan 2 (Klasifikasi Istilah dan Identifikasi Istilah)
2. Mukosa farynx hiperemi
Pembengkakan pada mukosa faring (pangkal tenggorokan)
3. Konka hiperemi
Pembengkakan konka
4. Tinnitus
Gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengarkan adanya
ransangan bunyi dari luar, seperti dengungan, klik.
5. Discharge seromukous
Pengeluaran mukus dan cairan sereous
6. Vertigo
Gangguan keseimbangan pada telinga bagian dalam, atau pusig
7. Discharge purulen
Pengeluaran nanah
8. Leukositosis
Peningkatan sel darah putih dalam sirkulasi (bisa diberikan antibiotik +
parasetamol)
9. Otalgia
Nyeri pada telinga
10. Otore
Sekret atau cairan keluar dari liang telinga
11. ISPA
Infeksi saluran Napas Atas
12. Tuba eustachius
Saluran sempit yang menghubungkan telinga tengah dengan nasoparing yang
akan membuka ketika menelan dan menutup ketika saat menelan atau istirahat
13. Eosinofil
Peningkatan eosinofil dalam plasma darah
14. Otoskop
Alat untuk melakukan inspeksi atau austulkurasi ditelinga
15. Led
Laju endap darah
Step 3 dan 4 (Identifikasi dan Analisa Masalah)
1. Mengapa terjadi mukosa paring hiperemi?
Mukosa hiperemi terjadi karena adanya infeksi disaluran pernapasan, sehingga terjadi
pembengkakan faring dan juga sebelum nya pasien memiliki riwayat ISPA.
2. Mengapa terjadi tinnitus, otalgia, otore dan vertigo?
19
o Tinnitus terjadi karena adanya kotoran/cairan di liang telinga dan infeksi telinga
tengah yang menimbulkan perasaan bunyi tanpa rangsangan dari luar
o Otalgia karena terjadinya peradangan, khususnya pada tuba eustachius dan
meyebar hingga ke telinga bagian tengah yang menimbulkan nyeri
o Otore merupakan hasil dari proses fagositis dimana sel darah putih melawan
bakteri
o Vertigoterjadi karena Infeksi telinga tengah yang menyebar hingga telinga dalam
sehingga terganggunya saraf vestibular yang mengatur sistem keseimbangan
tubuh.
3. Apakah riwayat ISPA berhubungan dengan penyakit sekarang pada pasien?
Riwayat ispa memiliki hubungan dengan penyakit sekarang (otitis media akut)
dikarenakan salah satu dari penyebab otitis media akut adalah ISPA (infeksi saluran
pernafasan atas), karena terjadi inflamasi jaringan di sekitarnya(misal : sinusitis,
hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitisalergika). Pada anak-anak, makin
sering terserang ISPA, makin besarkemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA).
Sedangkan Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan
letaknya agak horisontal.
4. Mengapa telinga kanan terasa nyeri dan keluar cairan kuning kental?
Telinga kanan terasa nyeri dan keluar cairsn kuning kental karena terjadi karena terjadi
peradangan sehingga infeksi sedangkan cairan kuning yang keluar terjadi karena batuk
filek nya dan juga hasil dari fagositosis oleh eosinofil dan peningkatan leukosit yang
menghasilkan nanah dalam menyerang antigen.
5. Mengapa terjadi peningkatan LED,Leukositosos dan eosinifilia?
o Leukositosis disebabkan oleh infeksi, peradangan (inflamasi), reaksi energi,
keganasan, dll. Seperti pada kasus, pasien mengalami proses inflamasi yang
menyebabkan demam yang kemudian disertai hidung tersmbat.
o Eosinofilia bisa terjadi karena adanya alergen (fungsi dari eosinofilia adalah
bekerja jika adanya alergen) sehingga eosinofil bekerja lebih keras yang
mengakibatkan peningkatan eosinofil.
6. Apa yang menyebabkan konka hiperemi?
Konka hiperemi terjadi karena peradangan pada telinga tengah sehingga terjadi
pembengkakan di konka.
7. Apa yang menyebabkan gatal pada telinga?
Gatal pada telinga terjadi karena penumpukan kotoran pada liang telinga tapi pada kasus
ini kemungkinan gatal muncul karena respon alergi terhadap antigen. Sel-sel reseptor
20
alergi menangkap rangsangan dan mengeluarkan histamin, histamin yang keluar tersebut
akan tertangkap oleh sel saraf. Sehingga membuat telinga terasa gatal.
8. Mengapa suhu meningkat?
Peningkatan suhu tubuh pada kasus diatas terjadi karena adanya peradangan yang
merupakan kompensasi dari tubuh untuk melawan infeksi. Jika didalam tubuh terjadi
infeksi, maka tubuh akan meningkatkan sel point suhu oleh prostagladi diotak. Akibat
dari rangsangan tersebut, metabolisme tubuhpun dipercepat dan terjadilah peningkatan
suhu.
9. Apa yang menyebabkan gatal pada telinga?
Dalam proses inflamasi, antigen akan menempel di sel mast dan sel mast akan melepas
salah satunya histamin yg memberi efek salah satunya gatal2 ditempat peradangan
10. Apa anatomi telinga?
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi
mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago,
kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu
pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput
mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus
ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5
sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana
kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis
auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan
kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana
timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga,
Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli
(tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan
dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran
suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada
jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes
ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun
21
jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat
mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.Tuba
eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah
ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi
otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba
berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran
(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus
fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek
anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga
kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu
sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan
organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan
langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin
membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis,
dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe.
Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga
dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis
dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris
yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak.
Step 5 (Lo)
1. Mengapa LED meningkat?
LED mencerminkan peradangan akut dan kronik, proses kematian sel, proses
degeneratif, serta penyakit limfoproliferatif yang dapat menyebabkan perubahan pada
protein plasma yang terdapat di darah yang mengakibatkan penggumpalan dari sel
darah merah.
Peningkatan LED merupakan respon yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan
dan merupakan petunjuk adanya penyakit. Peningkatan LED menunjukkan suatu
infeksi yang aktif atau terapi penyakit sebelumnya yang tidak berhasil. LED yang
22
tinggi juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan seperti haid, anemia, kehamilan
setelah bulan ketiga, dan pada orang tua. Beberapa obat-obatan juga dapat
meningkatkan hasil LED, diantaranya dextran, metildopa, kontrasepsi oral, teofilin,
penisilamin prokainamid, dan vitamin A, sementara aspirin, kortison, dan kuinin
dapat menurunkan LED.
2. Tanda-tanda peradangan!
3. KESIMPULAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid yang biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus yang terjadi
kurang dari 3 minggu. Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran atau tuba
eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibat infeksi bakteri yang
masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada anak juga
dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.
Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain : Stadium Oklusi,
Presupurasi, Supurasi, Perforasi, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi dari OMA
juga tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga
berdasar pada stadium yang dialami klien. Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul
beberapa masalah keperawatan yang dialami oleh klien, antara lain : nyeri, resiko infeksi,
resiko injury, gangguan persepsi sensori, dan gangguan konsep diri.
4.
SARAN
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
belum mencapai seluruh aspek. Oleh karena itu kami menyarankan agar pembaca dapat
mencari reverensi reverensi dari buku buku lain yang juga mendukung dalam Asuhan
Keperawatan pada Otitis Media Akut ini.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 3, Jakarta. EGC. 2002
Ludman, Harold, MB, FRCS. Petunjuk Penting pada Penyakit THT. Jakarta. Hipokrates. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta. EGC. 2001
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC
23
24