PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks, yaitu
sebagai organ pendengaran sekaligus sebagai organ keseimbangan. Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari,
misalnya untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.
Telinga sebagai organ pendengaran tak jarang mengalami berbagai gangguan,
salah satunya adalah otitis media. Otitis media merupakan suatuperadangan, baik akut
ataupun kronik seluruh pericilium telinga tengah yang mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan.Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik
seperti otitis media sangatlah penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis
dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, ahli
audiologi, ahli patologi wicara, dan yang tak kalah penting perannya di sini adalah perawat.
Berdasarkan data yang diperoleh WHO pada tahun 2010, terdapat sekitar 1.045 per
bulan orang yang memeriksakan diri pada THT untuk memeriksakan peradangan pada
telinga tengahnya, sedangkan di Indonesia didapat dari data THT di seluruh Indonesia
tercatat 65 orang per bulan dalam pemeriksaan dengan keluhan peradangan pada telinga
tengah. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa gangguan pada telingah tengah amatlah
memerlukan perhatian yang intens dari paramedis.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimanakah konsep medis otitis media akut dan kronik ?
2. Bagaimanakah konsep keperawatan otitis media akut dan kronik ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep medis otitis media akut dan kronik.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan otitis media akut dan kronik.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
1. Otitis media akut
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril yang
bersifat akut atau tiba-tiba (Smeltzer & Bare, 2001). Otitis media akut (OMA) adalah
peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Mansjoer, 2000).
2. Otitis media kronik
Otits media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media
akut (Smeltzer & Bare, 2001).
B. Etiologi
1. Otitis media akut
Otitis media akut paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii
seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi
jaringan di sekitarnya (misalnya sinusitis dan hipertrofi adenoid) atau reaksi alergi
(misalnya rinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme
penyebab otitis media akut adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophylus
influensae, dan Moraxella catarhallis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien
kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring
(Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Otitis media kronik
Penyebab terjadinya otitis media kronik adalah karena episode berulang
otitis media akut (Smeltzer dan Bare, 2001). Selain itu, terjadinya otitis media kronik
terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang
telinga bisa disebabkan oleh otitis media akut,penyumbatan tuba eustakius, cedera
akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara
yang terjadi secara tiba-tiba, luka bakar karena panas atau zat kimia.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang
menetap pada OMK adalah:
a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
d. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
C. Manifestasi Klinik
Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa dan mungkin terdapat otalgia. Gejala lain dapat berupa keluarnya
cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus (Smeltzer dan Bare,
2001).
Menurut Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden (2009), manifestasi klinis otitis
media akut adalah sebagai berikut:
a. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatik (pemberian tekanan positif atau
negatif pada telinga tengah dengan insuflator balon yang disambungkan ke
otoskop)
b. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada
anak yang belum dapat bicara
c. Demam, antara 37, 7 – 40 oC
d. Anoreksia (sering)
e. Limfadenopati servikal anterior
f. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2 – 4 minggu setelah
infeksi akut.
Gejala otitis media kronik dapat minimal dengan berbagai derajat kehilangan
pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk.
Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut di mana daerah post
aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.Kolesteatoma sendiri
3
biasanya tidak menimbulkan nyeri. Evaluasi otostopik membran timpani
memperlihatkan adanya perforasi dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih
di belakang membran timpani atau keluar ke kanalis eksternus melalui luang
perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli
otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran (Smeltzer dan Bare, 2001).
D. Patofisiologi
1. Otitis media akut
Terjadinya otits media akut akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang
bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan
tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah
infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Mansjoer, 2000).Otitis
media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel- sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel- sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel - sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak,
pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulangtulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel
(bisikan halus). Namun, cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45db (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya (Mansjoer A,2001).
Adapun stadium dari otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga
tengah :
4
a. Stadium oklusi tuba eustachius
5
2. Otitis media kronik
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya
OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh
multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi. Fokus infeksi biasanya terjadi
pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke
telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila
terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan
pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya
proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal.
Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun
terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus
dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa
telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar
untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen,
mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap
kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang
tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran
napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan
secret yang mukoid atau mukopurulen.
6
E. PATHWAY
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak
tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme
penyebab.
3. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
7
G. Penatalaksanaan Medis
8
Asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa otitis media
1. IDENTITAS
a. Klien
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Alamat : Kedungsari, Magelang, Jawa Tengah
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Pekerja lepas
No RM : 01.70.24.24
Diagnosa medis : Auris sinistra otitis media supuratif kronis tipe
maligna, massa retroaurikuler dextra
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Saudara
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Pasien mengeluhkan sakit kepala sebelah berputar, terjadi penurunan
pendengaran. Cairan yang keluar dari telinga mulai berkurang.
9
tegas. Pasien mengeluhkan fungsi pendengaran berkurang, telinga sebelah
kiri tidak bisa mendengarkan suara karena gendang telinga yang pecah,
tetapi telinga sebelah kanan masih bisa mendengarkan dengan normal.
Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Tidak ada
alergi makanan. Sedangkan pola minum pasien sehari 6 gelas air putih dan
setiap hari selalu mengkonsumsi kopi 3 gelas.
Selama sakit
10
Pasien mendapatkan 3x porsi diet nasi dari RS. Pasien mengatakan selalu
menghabiskan satu porsi diet dari RS setiap kali makan. Pasien minum
sekitar 1 liter perhari. Pasien mengatakan selama di RS pasien hanya minum
teh dan air putih.
2. Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Pasien mengatakan pasien BAB 1 kali sehari setiap pagi, sedangkan BAK
4-5 kali sehari. Tidak ada keluhan berkemih.
Selama sakit
Pasien BAK 6 kali sehari, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan BAB
sekali satu hari dengan konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat BAB.
3. Pola Aktivitas
Sebelum sakit
Pasien melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Pasien sering
keluar malam untuk bermain dan nongkrong bersama teman-teman.
Selama sakit
Pasien melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Untuk berpakaian
pasien memerlukan bantuan dikarenakan tangan kanan pasien terpasang
infus.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
11
Ambulasi/ROM √
Keterangan :
4. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum : Sedang
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda-tanda vital
i. Tekanan darah : 100/70 mmHg
ii. Suhu : 36,5º C
12
iii. Nadi : 90 x/menit
iv. Respirasi : 18 x/menit
v. VAS : 7 dari 0-10
3. Status gizi
a. Berat Badan : 48 kg
b. Tinggi Badan : 163 cm
c. IMT : 48/(1,63)2 kg/m2 = 18,46 kg/m2 (Normal)
B. Pemeriksaan cephalokaudal
1. Kepala
Bentuk kepala mesochepal. Terlihat bersih dan tidak terlihat
adanya luka. Pasien terlihat menyeringai saat kesakitan.
2. Mata
Tidak ada gangguan penglihatan. Konjungtiva tidak anemis. Mata
terlihat sayu. Ada kantung mata.
3. Telinga
Bentuk telinga simetris, terlihat cairan berwarna kekuningan
keluar dari telinga sebelah kiri, lubang telinga ditutup dengan kassa untuk
menyumbat cairan yang keluar. Terjadi gangguan fungsi pendengaran di
telinga sebelah kiri. Dilakukan tes detik jam tangan, terjadi gangguan
fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran telinga
sebelah kanan masih normal. Terlihat benjolan di belakang telinga kanan
bagian atas berdiameter 5x1 cm, tidak ada nyeri tekan, teraba massa
lunak berbatas tegas. Pasien terlihat melindungi telinganya.
4. Hidung
Hidung tidak ada luka, tidak ada cairan yang keluar dari hidung.
Tidak terlihat pernapasan cuping hidung.
5. Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak terlihat benjolan. Tidak ada
gangguan menelan.
6. Dada
a. Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak terlihat penggunaan otot aksesoris
b. Palpasi
13
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi, tidak ada retraksi dinding
dada
c. Perkusi
Suara lapang paru sonor
d. Auskultasi
Suara pernafasan vesikuler
7. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk simetris, warna coklat merata, tidak ada lesi, tidak ada jejas,
tidak terlihat benjolan
b. Palpasi
Tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi
Timpani
d. Auskultasi
Peristaltik usus 12x/menit
8. Genetalia
Tidak terpasang alat bantu BAK.
9. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Terpasang IVFD NaCl 20 tpm di tangan sebelah kanan sejak tanggal
10 Oktober 2014 dengan kondisi balutan terlihat bersih, tidak terlihat
rembesan darah dan cairan. Terlihat tatto di sepanjang tangan kanan
dan kiri.
b. Ekstremitas bawah
Tidak terdapat lesi maupun oedem.
5. TERAPI
a. IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
b. Ceftriaxone 1gram/12 jam
c. Ketorolac 30mg/12 jam
d. Ranitidin 50mg/12 jam
14
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi CT Scan mastoid tanggal 07 oktober 2014
Hasil : soft tissue mass amicula dextra, mastoiditis sinistra
2.Hasil pemeriksaan audiometri pada tanggal10 oktober 2014
Hasil : AD : Normal
AS : MHL (mix hearing lose) profunda
3.Hasil pemeriksaan radiologi thorax AP lat dewasa tanggal 10 oktober 2014
Hasil : pulmo tampak kelainan, besar cor normal
4. Hasil pemeriksaan radiologi mastoid tanggal 10 oktober 2014
Hasil : mastoiditis sinistra
5. Hasil pemeriksaan darah tanggal 10 oktober 2014
15
7. ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
16
17. Terjadi penurunan pendengaran di telinga kiri (tidak
dapat mendengar suara)
18. Sering keluar cairan berwarna kekuningan dari telinga
kiri
DO :
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan perubahan
sensori persepsi pendengaran
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
9. Intervensi
No Dx. Keperawatan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan 1. Observasi tanda-tanda vital : TD,N, R, S
dengan agen cedera biologis 2. Lakukan pengkajian nyeri
3. Observasi reaksi non verbal dari nyeri
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin
17
5. Ajarkan teknik manajemen nyeri non
farmakologik : teknik distraksi relasasi,
nafas dalam
6. Kelola pemberian analgetik Ketorolac 30
mg/12 jam per IV
2. Gangguan sensori persepsi : 1. Observasi kemampuan pendengaran
pendengaran berhubungan 2. Observasi cairan keluar dari telinga
dengan perubahan sensori
persepsi pendengaran 3. Lakukan tes pendengaran : suara bisik, detik
jam tangan atau garpu tala
4. Kelola pemberian antibiotik Ceftriaxon 1
g/12 jam per IV
5. Kolaborasi pemberian obat tetes telinga
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah yang muncul pada Tn. “S” dengan diagnosa medis auris sinistra otitis
media supuratif kronis tipe maligna dan massa retroaurikuler dextra adalah :
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis meminta kepada pembaca untuk
kesempurnaan makalah yang selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/189779236/Asuhan-Keperawatan-Otitis-Media
Fung, K. 2004 Otitis Media Chronic. http://www.medline.com
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Herdman, T.Heather. 2009. NANDA international nursing diagnosis: Definitions &
classification. United Kingdom: Wiley-Balckwell
20