Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks, yaitu
sebagai organ pendengaran sekaligus sebagai organ keseimbangan. Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari,
misalnya untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.
Telinga sebagai organ pendengaran tak jarang mengalami berbagai gangguan,
salah satunya adalah otitis media. Otitis media merupakan suatuperadangan, baik akut
ataupun kronik seluruh pericilium telinga tengah yang mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan.Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik
seperti otitis media sangatlah penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis
dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, ahli
audiologi, ahli patologi wicara, dan yang tak kalah penting perannya di sini adalah perawat.
Berdasarkan data yang diperoleh WHO pada tahun 2010, terdapat sekitar 1.045 per
bulan orang yang memeriksakan diri pada THT untuk memeriksakan peradangan pada
telinga tengahnya, sedangkan di Indonesia didapat dari data THT di seluruh Indonesia
tercatat 65 orang per bulan dalam pemeriksaan dengan keluhan peradangan pada telinga
tengah. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa gangguan pada telingah tengah amatlah
memerlukan perhatian yang intens dari paramedis.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimanakah konsep medis otitis media akut dan kronik ?
2. Bagaimanakah konsep keperawatan otitis media akut dan kronik ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep medis otitis media akut dan kronik.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan otitis media akut dan kronik.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
1. Otitis media akut
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril yang
bersifat akut atau tiba-tiba (Smeltzer & Bare, 2001). Otitis media akut (OMA) adalah
peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Mansjoer, 2000).
2. Otitis media kronik
Otits media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media
akut (Smeltzer & Bare, 2001).
B. Etiologi
1. Otitis media akut
Otitis media akut paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii
seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi
jaringan di sekitarnya (misalnya sinusitis dan hipertrofi adenoid) atau reaksi alergi
(misalnya rinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme
penyebab otitis media akut adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophylus
influensae, dan Moraxella catarhallis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien
kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring
(Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Otitis media kronik
Penyebab terjadinya otitis media kronik adalah karena episode berulang
otitis media akut (Smeltzer dan Bare, 2001). Selain itu, terjadinya otitis media kronik
terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang
telinga bisa disebabkan oleh otitis media akut,penyumbatan tuba eustakius, cedera
akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara
yang terjadi secara tiba-tiba, luka bakar karena panas atau zat kimia.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang
menetap pada OMK adalah:
a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.

2
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
d. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
C. Manifestasi Klinik

1. Otitis media akut

Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa dan mungkin terdapat otalgia. Gejala lain dapat berupa keluarnya
cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus (Smeltzer dan Bare,
2001).
Menurut Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden (2009), manifestasi klinis otitis
media akut adalah sebagai berikut:
a. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatik (pemberian tekanan positif atau
negatif pada telinga tengah dengan insuflator balon yang disambungkan ke
otoskop)
b. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada
anak yang belum dapat bicara
c. Demam, antara 37, 7 – 40 oC
d. Anoreksia (sering)
e. Limfadenopati servikal anterior
f. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2 – 4 minggu setelah
infeksi akut.

2. Otitis media kronik

Gejala otitis media kronik dapat minimal dengan berbagai derajat kehilangan
pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk.
Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut di mana daerah post
aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.Kolesteatoma sendiri

3
biasanya tidak menimbulkan nyeri. Evaluasi otostopik membran timpani
memperlihatkan adanya perforasi dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih
di belakang membran timpani atau keluar ke kanalis eksternus melalui luang
perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli
otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran (Smeltzer dan Bare, 2001).

D. Patofisiologi
1. Otitis media akut
Terjadinya otits media akut akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang
bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan
tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah
infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Mansjoer, 2000).Otitis
media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel- sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel- sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel - sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak,
pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulangtulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel
(bisikan halus). Namun, cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45db (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya (Mansjoer A,2001).

Adapun stadium dari otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga
tengah :

4
a. Stadium oklusi tuba eustachius

Terdapat gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan


negative didalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keru
pucat, efusi tidak dapat dideteksi dan sukar dibedakan dengan otitis
media serosa akibat virus atau alergi.

b. Stadium hiperemis (presupurasi)


Tampak pembulu darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta udem. Secret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar
terlihat.
tadium supurasi Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat
edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi eskemia,
tromboflebitis, dan nekrosis mukosa serta sub mukosa.
Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan
pada membrane timpani. Ditempat ini akan terjadi rupture.
c. Stadium perforasi Karena pemberian anti biotik yang terlambat atau
virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membrane timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang
semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur
nyenyak.
d. Stadium resolusi Bila membrane timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka secret akan berkurang
dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah,
maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi
otitis media supuratif sub akut bila perforasi menetap dengan secret yang
keluar terus menerus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu.
Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila lebih dari 1,5 atau 2
bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila
secret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

5
2. Otitis media kronik
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya
OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh
multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi. Fokus infeksi biasanya terjadi
pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke
telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila
terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan
pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya
proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal.
Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun
terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus
dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa
telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar
untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen,
mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap
kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang
tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran
napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan
secret yang mukoid atau mukopurulen.

6
E. PATHWAY

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak
tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme
penyebab.
3. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.

7
G. Penatalaksanaan Medis

Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g :


dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status
fisik klien.Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama
adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya
resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ;
sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang
alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim –
sulfa.
H. Komplikasi
Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi sangat
umum.
1. Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan
mengeringkannya selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.
2. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga
tengah,termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.
3. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yang tidak
di obati.
4. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen.
5. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
6. Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah
selama 3 bulan atau lebih.

8
Asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa otitis media

1. IDENTITAS
a. Klien
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Alamat : Kedungsari, Magelang, Jawa Tengah
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Pekerja lepas
No RM : 01.70.24.24
Diagnosa medis : Auris sinistra otitis media supuratif kronis tipe
maligna, massa retroaurikuler dextra
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Saudara

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Pasien mengeluhkan sakit kepala sebelah berputar, terjadi penurunan
pendengaran. Cairan yang keluar dari telinga mulai berkurang.

b. Riwayat kesehatan sekarang


Pasien mengeluhkan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan
apabila efek obat analgetik habis, nyeri di area kepala bagian kiri menjalar
ke leher hingga kepala depan bagian kiri, skala nyeri VAS 7 dari 0-10.
Keluarga pasien mengatakan terdapat benjolan di atas telinga sebelah kanan.
Pasien mengatakan tidak ada nyeri tekan di daerah benjolan. Sekarang
benjolan sudah sebesar 5x1 cm, tidak nyeri tekan, ada massa lunak berbatas

9
tegas. Pasien mengeluhkan fungsi pendengaran berkurang, telinga sebelah
kiri tidak bisa mendengarkan suara karena gendang telinga yang pecah,
tetapi telinga sebelah kanan masih bisa mendengarkan dengan normal.

c. Riwayat kesehatan yang lalu


Keluarga pasien mengatakan sejak usia 1 tahun, gendang telinga pasien
pecah dikarenakan sewaktu pasien masih kecil, telinga pasien dikorek-korek
menggunakan kapas lidi oleh ibunya. Namun ibu pasien mengorek-orek
teinga pasien terlalu dalam, sehingga mengakibatkan gendang telinga pasien
pecah. Awalnya hanya keluar cairan dari telinga pasien, setelah diberikan
obat tetes telinga yang dijual bebas di apotek, nanah mulai mengering dan
sembuh. Di telinga sebelah kanan pasien juga mulai muncul benjolan kecil.
Seiring berjalannya waktu, benjolan di telinga pasien ikut membesar.
Sebelum masuk RS, keluarga pasien mengatakan pasien sempat berobat ke
beberapa pengobatan alternatif, diantaranya minum minuman jamu dan
herbal. Pasien mengatakan setelah minum beberapa jamu dan herbal,
penyakit pasien tetap belum sembuh.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit kanker
dan hipertensi. Saat mengandung pasien, ibu pasien menderita kanker
payudara. Selama kehamilan, ibu pasien menjalani terapi pengobatan untuk
kanker. Ayah pasien juga menderita hipertensi. Tidak ada riwayat penyakit
menular, DM dan asma.

3. POLA KEBIASAAN PASIEN


A. Aspek Fisik – Biologis
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit

Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Tidak ada
alergi makanan. Sedangkan pola minum pasien sehari 6 gelas air putih dan
setiap hari selalu mengkonsumsi kopi 3 gelas.

Selama sakit

10
Pasien mendapatkan 3x porsi diet nasi dari RS. Pasien mengatakan selalu
menghabiskan satu porsi diet dari RS setiap kali makan. Pasien minum
sekitar 1 liter perhari. Pasien mengatakan selama di RS pasien hanya minum
teh dan air putih.

2. Pola Eliminasi
Sebelum sakit

Pasien mengatakan pasien BAB 1 kali sehari setiap pagi, sedangkan BAK
4-5 kali sehari. Tidak ada keluhan berkemih.

Selama sakit

Pasien BAK 6 kali sehari, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan BAB
sekali satu hari dengan konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat BAB.

3. Pola Aktivitas
Sebelum sakit
Pasien melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Pasien sering
keluar malam untuk bermain dan nongkrong bersama teman-teman.
Selama sakit
Pasien melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Untuk berpakaian
pasien memerlukan bantuan dikarenakan tangan kanan pasien terpasang
infus.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

11
Ambulasi/ROM √

Keterangan :

0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat


1 : Alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain

4. Pola istirahat dan tidur


Sebelum sakit
Pasien tidur ± 6 jam sehari. Pasien mengatakan tidak pernah tidur siang.
Pasien mulai tidur pada pukul 01.00 – 07.00 WIB.
Selama sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien kurang tidur karena merasakan sakit
yang mengakibatkan pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pasien mulai
bisa tidur pada pukul 20.00-24.00 WIB.
5. Pola Kebersihan Diri
a. Kebersihan kulit
Pasien mandi 1 kali sehari.
b. Rambut
Rambut bersih dan berwarna hitam.
c. Telinga
Telinga simetris, keluar cairan dari telinga kiri berwarna kekuningan.
Lubang telinga kiri pasien ditutup kassa untuk menyumbat keluarnya
cairan.
d. Mulut
Gigi pasien terlihat kurang bersih. Pasien mengatakan jarang gosok
gigi.

4. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum : Sedang
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda-tanda vital
i. Tekanan darah : 100/70 mmHg
ii. Suhu : 36,5º C

12
iii. Nadi : 90 x/menit
iv. Respirasi : 18 x/menit
v. VAS : 7 dari 0-10
3. Status gizi
a. Berat Badan : 48 kg
b. Tinggi Badan : 163 cm
c. IMT : 48/(1,63)2 kg/m2 = 18,46 kg/m2 (Normal)

B. Pemeriksaan cephalokaudal
1. Kepala
Bentuk kepala mesochepal. Terlihat bersih dan tidak terlihat
adanya luka. Pasien terlihat menyeringai saat kesakitan.
2. Mata
Tidak ada gangguan penglihatan. Konjungtiva tidak anemis. Mata
terlihat sayu. Ada kantung mata.
3. Telinga
Bentuk telinga simetris, terlihat cairan berwarna kekuningan
keluar dari telinga sebelah kiri, lubang telinga ditutup dengan kassa untuk
menyumbat cairan yang keluar. Terjadi gangguan fungsi pendengaran di
telinga sebelah kiri. Dilakukan tes detik jam tangan, terjadi gangguan
fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran telinga
sebelah kanan masih normal. Terlihat benjolan di belakang telinga kanan
bagian atas berdiameter 5x1 cm, tidak ada nyeri tekan, teraba massa
lunak berbatas tegas. Pasien terlihat melindungi telinganya.
4. Hidung
Hidung tidak ada luka, tidak ada cairan yang keluar dari hidung.
Tidak terlihat pernapasan cuping hidung.
5. Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak terlihat benjolan. Tidak ada
gangguan menelan.
6. Dada
a. Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak terlihat penggunaan otot aksesoris
b. Palpasi

13
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi, tidak ada retraksi dinding
dada
c. Perkusi
Suara lapang paru sonor
d. Auskultasi
Suara pernafasan vesikuler
7. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk simetris, warna coklat merata, tidak ada lesi, tidak ada jejas,
tidak terlihat benjolan
b. Palpasi
Tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi
Timpani
d. Auskultasi
Peristaltik usus 12x/menit
8. Genetalia
Tidak terpasang alat bantu BAK.
9. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Terpasang IVFD NaCl 20 tpm di tangan sebelah kanan sejak tanggal
10 Oktober 2014 dengan kondisi balutan terlihat bersih, tidak terlihat
rembesan darah dan cairan. Terlihat tatto di sepanjang tangan kanan
dan kiri.
b. Ekstremitas bawah
Tidak terdapat lesi maupun oedem.

5. TERAPI
a. IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
b. Ceftriaxone 1gram/12 jam
c. Ketorolac 30mg/12 jam
d. Ranitidin 50mg/12 jam

14
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi CT Scan mastoid tanggal 07 oktober 2014
Hasil : soft tissue mass amicula dextra, mastoiditis sinistra
2.Hasil pemeriksaan audiometri pada tanggal10 oktober 2014
Hasil : AD : Normal
AS : MHL (mix hearing lose) profunda
3.Hasil pemeriksaan radiologi thorax AP lat dewasa tanggal 10 oktober 2014
Hasil : pulmo tampak kelainan, besar cor normal
4. Hasil pemeriksaan radiologi mastoid tanggal 10 oktober 2014
Hasil : mastoiditis sinistra
5. Hasil pemeriksaan darah tanggal 10 oktober 2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


FAAL HATI
Albumin 3,98 g/Dl 3,97-4,94
SGOT/AST 12 U/L <40
SGPT/ALT 15 U/L <41
FAAL GINJAL
BUN 15,1 mg/Dl 6-20
Kreatinin 0,88 Mg/dL 0,7-1,2
DIABETES
Glukosa sewaktu 125 Mg/dL 80-140
ELEKTROLIT
Natrium 136 Mmol/L 136-145
Kalium 5,1 Mmol/L 3,5-5,1
Klorida 97 Mmol/L 98-107

15
7. ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB

DS : Nyeri akut Agen cedera


biologis : proses
1. Pasien mengeluh nyeri sejak 2 minggu yang lalu :
peradangan
2. P : Nyeri terjadi apabila efek obat anti nyeri habis
3. Q : Seperti ditusuk-tusuk
4. R : Di area kepala bagian kiri menjalar ke leher hingga
kepala depan bagian kiri
5. S : Skala 7 dari 0-10
6. T : Terus menerus
DO :

7. Pasien terlihat menyeringai saat kesakitan


8. Pasien terlihat melindungi area nyeri
9. TD : 100/70 mmHg
10. N : 90 x/mnt
11. R : 18 x/mnt
12. S : 36,5oC
DS : Gangguan pola Nyeri
tidur
13. Keluarga pasien menyatakan selama sakit pasien
kurang tidur, tidur mulai pukul 20.00-24.00 WIB kemudian
pasien terbangun karena nyeri yang hebat di kepala pasien
DO :

14. Mata terlihat sayu


15. Ada kantung mata
DS : Gangguan Perubahan
sensori sensori persepsi
16. Pasien menyatakan saat usia 1 tahun, gendang telinga
persepsi : pendengaran
pecah
pendengaran

16
17. Terjadi penurunan pendengaran di telinga kiri (tidak
dapat mendengar suara)
18. Sering keluar cairan berwarna kekuningan dari telinga
kiri
DO :

19. Tes pendengaran


Dilakukan tes detik jam tangan, terjadi gangguan fungsi
pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran
telinga sebelah kanan masih normal
20. Hasil pemeriksaan audiometri
Hasil :
AD : Normal
AS : MHL (Mix Hearing Lose) Profunda
21. Hasil pemeriksaan radiologi mastoid
Hasil : Mastoiditis sinistra
22. Lubang telinga kiri disumbat kassa untuk mencegah cairan
keluar

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan perubahan
sensori persepsi pendengaran
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

9. Intervensi
No Dx. Keperawatan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan 1. Observasi tanda-tanda vital : TD,N, R, S
dengan agen cedera biologis 2. Lakukan pengkajian nyeri
3. Observasi reaksi non verbal dari nyeri
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin

17
5. Ajarkan teknik manajemen nyeri non
farmakologik : teknik distraksi relasasi,
nafas dalam
6. Kelola pemberian analgetik Ketorolac 30
mg/12 jam per IV
2. Gangguan sensori persepsi : 1. Observasi kemampuan pendengaran
pendengaran berhubungan 2. Observasi cairan keluar dari telinga
dengan perubahan sensori
persepsi pendengaran 3. Lakukan tes pendengaran : suara bisik, detik
jam tangan atau garpu tala
4. Kelola pemberian antibiotik Ceftriaxon 1
g/12 jam per IV
5. Kolaborasi pemberian obat tetes telinga

3. Gangguan pola tidur 1. Observasi jumlah jam tidur pasien


berhubungan dengan nyeri 2. Observasi kebiasaan sebelum tidur pasien
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman sebelum
tidur
4. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
sebelum tidur
5. Kelola pemberian analgetik ketorolac 30
mg/ 12 jam per IV
6. Kolaborasi pemberian obat tidur

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah yang muncul pada Tn. “S” dengan diagnosa medis auris sinistra otitis
media supuratif kronis tipe maligna dan massa retroaurikuler dextra adalah :

A. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis


B. Gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan perubahan
sensori persepsi pendengaran
C. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, ada beberapa diagnosa
yang teratasi, teratasi sebagian dan belum teratasi, diantaranya :

A. Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis teratasi


sebagian dikarenakan pasien masih dalam proses peradangan dan belum
dioperasi. Pasien direncanakan operasi pada tanggal 16 Oktober 2014
B. Masalah gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan
perubahan sensori persepsi pendengaran teratasi sebagian, dikarenakan
telinga pasien masih mengeluarkan cairan berwarna kuning kemerahan,
pasien direncanakan operasi pada tanggal 16 Oktober 2014
C. Masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri teratasi, dikarenakan
pasien telah mendapatkan obat analgetik ketorolac 30 mg, kadang-kadang
pasien juga meminum obat asam mefenamat yang disediakan ekstra oleh
keluarganya, sehingga pasien bisa tidur tanpa terganggu oleh rasa sakit.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis meminta kepada pembaca untuk
kesempurnaan makalah yang selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/189779236/Asuhan-Keperawatan-Otitis-Media
Fung, K. 2004 Otitis Media Chronic. http://www.medline.com
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Herdman, T.Heather. 2009. NANDA international nursing diagnosis: Definitions &
classification. United Kingdom: Wiley-Balckwell

20

Anda mungkin juga menyukai