Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN :

OTITIS MEDIA AKUT

Disusun Oleh :

1.Dewi Indrayani

2.Fitria

3.Alfresto

4. Pasu Veronica

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

TANGERANG SELATAN

2022
1.Pengertian

Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi menjadi dua antara lain otitis media
supuratif dan non supuratif, dari masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat
juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika

Otitis Media Akut merupakan peradangan tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu kurang
dari 3 minggu yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik (Munilson dkk). Otitis media akut (OMA)
merupakan inflamasi telinga bagian tengah dan salah satu penyakit dengan prevalensi paling tinggi pada masa
anak-anak, dengan puncak insidensi terjadi pada usia antara 6 bulan sampai 2 tahun.

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau telinga tengah, tuba eustachii, antrum
mastoid, dan sel - sel mastoid. Biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi
dan anakanak. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan s teril. Bila
terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat mekani sme bakterimemasuki telinga
tengah oleh enzim pelindung dan bulu- bulu halus dimiliki oleh tuba eustachii. OMA terjadi akibat tidak
berfungsinya sistem pelindung tadi. Sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama
terjadinya otitis media (Husni T.R, 2011).

2.Anatomi

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

a) Telinga Luar
 Auricle : Untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam Meatus Auditorius
externa.
 Meatus Auditorius Externa : Mengarahkan bunyi untuk masuk ke telinga tengah
b) Telinga Tengah
 Membran timpani membentang terdiri darijaringan fibrosa elastic berbentuk bundar dan cekung
berfungsi untuk mengubah bunyi menjadi getaran
 Tulang pendengaran ( Osikel : malleus, incus, stapes ) :untuk menghantarkan getaran yang diterima
dari membrane tympani ke jendela oval
 Tuba eustachii : Untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di dalam telinga
tengah.
c) Telinga Dalam
 Koklea : Sebagai system pendengaran karena mengandung reseptor untuk mengubahsuara yang
masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
 Aparatus Vestibularis : Sebagai sistem kesimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis
semisirkularis, sacculus, dan utriculus.

3.Etiologi

Menurut Adams (1997: 96) penyebab otitis media akut antara lain :

1. Faktor pertahanan tubuh terganggu

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba dinasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat
mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim
penghasil mukus (misalnya muramidase) dan antibodi.

2. Obstruksi tuba eusthachius

Merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut, karena fungsi tuba eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah
dan terjadi peradangan. Pada bayi terjadinya otitis media akut dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan agak horisontal letaknya.

3. Infeksi saluran pernafasan atas

Terutama disebabkan oleh virus, pada anak makin sering terserang infeksi saluran pernafasan atas makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut.

4. Bakteri piogeik

Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisma penyebab adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus
influenzae, streptococcus betahemolitikus dan moraxella catarrhalis

4.Manifestasi Klinis

Gejala otitis media akut dapat bervariasi antara lain :

a. nyeri telinga (otalgia)

b. keluarnya cairan dari telinga

c. demam

d. kehilangan pendengaran

e. tinitus

f. membran timpani tampak merah dan menggelembung

Menurut Adams (1997: 96) gejala otitis media akut berupa :

a.Nyeri

b. demam

c. malaise

d. nyeri kepala
e.membran timpani tampak merah dan menonjol

f. abses telinga tengah

g. pada bayi sering kali mudah marah, bangun di tengah malam sambil

menangis dan menarik-narik telinganya.

5.Faktor Resiko Otitis Media

Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak (pediatric) tergantung pada banyak faktor seperti
faktor lingkungan. Faktor risiko ini adalah usia,kolonisasi bakteri, menyusui, dan merokok pasif .

a. Usia
Puncak insiden dari otitis media akut adalah pada dua tahun pertama kehidupan, khususnya pada usia 6-12
bulan. Peningkatan kerentanan terhadap otitis media akut dapat dikaitkan dengan keadaan anatomi, dimana
tuba Eusthacius lebih pendek dan lebih horizontal dibandingkan dengan dewasa dan juga karena faktor
imunitas (Shaikh & Hoberman, 2010).
b. Kolonisasi bakteri
Kolonisasi pada nasofaring oleh otopathogen memprediksi onset awal dan frekuensi dari otitis media pada
semua anak-anak. Penelitian pada kelompok pribumi menunjukan bahwa kolonisasi otopathogen ini lebih
sering pada usia muda dan dengan jumlah bakteri yang terkandung lebih tinggi (Bardy dkk., 2014).
c. Kondisi lingkungan
Risiko terkena otitis media meningkat dengan adanya kontak dengan anak lain,kumuh, dan interaksi
dengan individual dengan otitis media akut. Beberapa studi meneliti antara kondisi lingkungan yang tidak
baik dengan risiko otitis media pada komunitas pribumi. Lingkungan yang padat sudah dipastikan sebagai
masalah utama pada komunitas pribumi (Bardydkk.,2014).
d. ASI
Literatur internasional menyatakan bahwa kekurangan ASI ekslusif pada enam bulan pertama kehidupan
meningkatkan risiko otitis media akut pada bayi di bawah satu tahun, tetapi pada penilitan 280 anak - anak
pribumi menunjukan bahwa kurangnya ASI ekslusif tidak meningkatkan risiko otitis media pada enam
bulan awal kehidupan (Bardy dkk, 2014).
e. Merokok
Perokok pasif merupakan resiko yang penting terjadinya otitis media pada anak-anak (Bardy dkk, 2014)

6.Stadium otitis Media Akut

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah antara lain :

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin tidak terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi,. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi.
b. Stadium Hiperemis (Stadium Prepurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani peremis serta edem.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi
Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani,menyebabkan membran timani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
d. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Dimana membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis
Media Akut berubah menjadi OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik) bila perforasi meningkat dengan
sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. Otitis Media Akut dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

7.Komplikasi Otitis Media Akut

a. Kehilangan pendengaran

Selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat kehilangan pendengaran kondusif yang biasanya
sembuh sempurna pada penderita yang diobati dengan memadai. Namun, proses radang dapat
merangsang fibrosis,hialinisasi, dan endapan kalsium pada membran timpani (MT) dan pada struktur
telinga tengah. Plak timpanosklerosis ini tampak sebagai bercak bahan putih ireguler. Timpanosklerosis
dapat menghalangi mobilitas membran timpani (MT) dan kadang-kadang dapat memfiksasi rantai
osikula.

b. Perforasi Membran Timpani (MT)

Membran Timpani (MT) dapat mengalami perforasi akibat nekrosis jaringan selama infeksi. Perforasi ini
biasanya kecil, terjadi pada bagian sentral pars tensa, dan menyembuh secara spontan bila infeksi
sembuh. Perforasi yang lebih besar mungkin tidak dapat menutup. Otitis media tuberkulosis biasanya
menyebabkan banyak perforasi kecil. Rantai osikula juga terkena oleh nekrosis. Paling lazim prosesus
longus inkus nekrosis, mengakibatkan osikula tidak konsisten. Perforasi membran timpani (MT)menetap
dan nekrosis osikula, Keduanya menyebabkan kehilangan pendengaran kondusif yang memerlukan
koreksi bedah dengan timpanoplasti.

8.Patofisiologi

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan
tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga
tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri
dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba
Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah.
Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.

Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi
akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari
infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan
menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi
bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah
banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya
dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal
adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta
akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan
riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor
ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).Dipercayai bahwa anak lebih mudah
terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih
lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas
lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur
9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007).

Sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga
tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan
tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan
muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain
itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius
(Kerschner, 2007).

Gambar : Perbedaan antara Tuba Eustachius pada anak dan dewasa


Pathway

Infeksi sekunder (ISPA), Trauma Benda Asing


Bakteri streptococcus,
Hemopylus,,influenza
Ruptur gendang Telinga

Invasi Bakteri

Infeksi Telinga Tengah,Kavum


timpany,Tuba eustachihius
K

Kesulitan / sakit Proses Peradangan Peningkatan produksi Tekanan Udara Pengobatan tdk
menelan dan cairan serosa pada Telinga Tuntas dan
mengunyah tengah (-) Berulang

Nyeri Akumulasi cairan


Retraksi Membran Infeksi Merusak
mucus,serosa
Defisit Nutrisi Timpany Berlanjut Tulang
dapat sampai krn
Hipertermi adanya
Ruptur Membran ke telinga
Epitel
Timpany krn skuamosa
Hantaran suara / Udara
desakan didalam
menurun,tinnitus,penur
unan fungsi Terjadi Erosi Rongga
pd kanalis telinga
Sekret keluar dan pendengaran,Tuli
semsirkularis Tengah
berbau (otorrohoe) konduktif Ringan

Pening /
Gangguan Persepsi vertigo,Kese
Gangguan Citra imbangan
Tubuh Pendengaran
Tubuh
menurun Tindakan
Operasi dgn
Mastoidekto
mi

Resiko Cedera

Cemas Resiko Nyeri Akut


Infeksi
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1.Identitas

Nama,Umur, jenis kelamin,tempat tinggal,pendidikan

2.Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Dahulu


Apakah pernah menderita gangguan pendengaran (berapa lama,pengobatan apa yang dilakukan,cara
kebiasaan membersihkan telinga,)dan adakah riwayat anggota keluarga.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji keluhan nyeri yang dirasakan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama dan riwayat penyakit
ISPA yang berulang .

3.Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum Klien


1) Kepala
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan didaerah telinga dengan menggunakan senter apakah ada
cairan yang keluar dari telinga ,bagaimana warna,bau,dan jumlah cairan dan apakah ada tanda-tanda
radang
2) Kaji adanya nyeri pada Telinga
3) Leher,kaji adanya pembesaran limfe didaerah leher
4) Dada
5) Jantung
6) Abdomen
7) Genitourinaria
8) Ekstremitas
9) Sistem Integumen
10) Sistem Neurologi
11) Data pola kebiasaan sehari-hari
b) Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum pasien pada saat sehat dan sakit,apakah ada perbedaan konsumsi
diitnya.
c) Eliminasi
Kaji BAK dan BAB
d) Aktifitas Sehari-hari dan Perawatan diri
Biasanya pasien yang mengalami OMA ini susah untuk berkomunikasi dengan orang lain karena ada
gangguan pada telinganya sehingga kurang mendengar apa yang di bicarakkan orang lain.
e) Pemeriksaan Diagnostik diantaranya :
1) Tes Audiometri : AC menurun
2) X Ray : Terhadap kondisi patologi
3) Tes berbisik
4) Tes Garpu Tala

Diagnosa keperawatan

1. Gangguan persepsi pendengaran, resiko cedera

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

• Mendengar suara bisikan

• Merasakan sesuatu melalui indera pendengaran

Objektif

• Distorsi sensori

• Respons tidak sesuai

• Bersikap seolah mendengar

Gejala dan tanda minor

subjektif

• Menyatakan kesal

Objektif

• Menyendiri

• Melamun

• Konsentrasi buruk

• Disorientasi waktu,tempat, orang atau situasi

• Curiga

• Mondar mandir

• Bicara sendiri

2. Nyeri akut

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

• Mengeluh nyeri

Objektif

• Tampak meringis

• Bersikap protektif ( mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

• Gelisah

• Frekuensi nadi meningkat


• Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif –

Objektif

• Tekanan darah meningkat

• Pola nafas berubah

• Nafsu makan berubah

• Proses berfikir terganggu

• Menarik diri

• Berfokus pada diri sendiri

• Diaforesis

3 . Hipertermia

Gejala dan tanda mayor

Subjektif –

Objektif

• Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan tanda minor

Subjektif –

Objektif

• Kulit merah

• Kejang

• Takhikardi

• Takipnea

• Kulit terasa hangat

4. Defisit nutrisi

Gejala dan tanda mayor

Subjektif –

Objektif

• menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan tanda minor

Subjektif

• Berat badan
• Cepat kenyang setelah makan

• Kram/nyeri abdomen

• Nafsu makan mennurun

• Nausea

• muntah

Objektif

• Membran mukosa pucat

• Serum albumin turun

5. Gangguan citra tubuh

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

• Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

Objektif

• Kehilangan bagian tubuh

• Fungsi atau struktur tubuh berubah atau hilang

Gejala dan tanda minor

Subjektif

• Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

• Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh

• Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain

• Mengungkapkan perubahan gaya hidup

Objektif

• Menembunyikan atau menunjukan bagian tubuh secara berlebihan

• Menghindari melihat dan atau menyentuh bagian tubuh

• Fokus berlebihan pada perubahan tubuh

• Respon non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh

• Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu

• Hubungan sosial berubah

6. Resiko infeksi

Gejala dan tanda mayor

Subjektif –

Objektif
• Suhu tubuh diatas nilai normal

• Gejala dan tanda minor

Subjektif –

Objektif

• Kulit merah

• Takikardi

• Kulit terasa hangat

7. Ansietas

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

• Merasa bingung

• Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

• Sulit berkonsentrasi

Objektif

• Tampak gelisah

• Tampak tegang

• Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

• Mengeluh pusing

• Anoreksia

• Palpitasi

• Merasa tidak berdaya

Objektif

• Frekuensi nafas,nadi,tekanan darah meningkat

• Diaporesis

• Tremor

• Muka tampak pucat

Intervensi keperawatan

1. Gangguan persepsi pendengaran, resiko cedera

1) Periksa status sensori : pendengaran

2) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus ( kebisingan)


3) Monitor dan sesuaikan tingkat aktifitas dan stimulasi lingkungan

4) Pertahankan lingkungan yang aman

5) Diskusikan perasaan dan respon terhadap gangguan pendengaran

6) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan

2. Nyeri akut

1) Indentifikasi lokasi. Karakteristik, durasi. Frekuensi, kualitas,intensitas nyeri.

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi responnyeri non verbal

4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.

5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.

6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon

7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudahdiberikan.

8) Monitor efek samping penggunaanan algetik.

9) Berikan terapi non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.

10) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.

11) Fasilitasi istirahat dan tidur

12) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.

13) Jelaskan periode dan pemicu nyeri.

14) Jelaskan strategi meredakan nyeri.

15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.

16) Anjurkan penggunaanan algetik secara tepat.

17) Ajarkan tekhnik nonfarmakology untuk mengurangi nyeri

18) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.

3. Hipertermi

1) Identifikasi penyebab hipertermi

2) Monitor suhu tubuh

3) Monitor haluaran urine

4) Monitor komplikasi akibat hipertermi

5) Sediakan lingkungan yang dingin

6) Berikan cairan oral

7) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

8) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin


9) Berikan oksigen,jika perlui

10) Anjurkan tirah baring

11) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

5.Gangguan citra tubuh

1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial

3) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah

4) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya

5) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

6) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh

7) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok

8) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlunyeri.

6.Resiko infeksi

1) Periksa kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2) Siapkan materi, media tentang faktor-faktor penyebab, cara identifikasi dan pencegahan resiko infeksi
dirumah sakit maupun dirumah

3) Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan dengan pasien dan
keluarga

4) Berikan kesempatan untuk bertanya

5) Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

6) Informasikan hasil pemeriksaan laboratorium

7) Anjurkan membatasi pengunjung

6.Ansietas :

1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

2) Identifikasi kemempuan mengambil keputusan

3) Monitor tanda tanda ansietas

4) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

5) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan

6) Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian

7) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

8) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan

9) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan


10) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

11) Jelaskan prosedur ,termasuk sensasi yang mungkin dialami

12) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,dan prognosis

13) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

14) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif

15) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

16) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

17) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

18) Latih tehnik relaksasi

19) Kolaborasi pemberian obat antiansietas,jika perlu

10.Penatalaksanaan Otitis Media

a. Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.Pada stadium oklusi tuba, pengobatan
bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang dan
sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotic.

b. Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA seperti miringotomi dengan insersi
tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
 Miringotomi.

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya anak harus tenang sehingga membran timpani dapat
dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan
sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar,
2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik
pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap
anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk mengidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).

 Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah
terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien
yang sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia,
efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan.

 Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren,
pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih
tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi
tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis
rekuren (Kerschner, 2007).

Anda mungkin juga menyukai